Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAKALAH AGAMA

“BANK SYARIAH”

DISUSUN OLEH :

1. Gita Fadila Ilwani


2. Chelsea Afriyanti
3. Tiara Dwi Putri
4. Reihan Firendri

X MIPA

SMAN 13 PEKANBARU
T.P 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan Makalah tentang "Bank Syariah".

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan karya ilmiah ini. Tentunya, tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan
maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini. Oleh karena itu, kami dengan
rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki karya
ilmiah ini.

Kami berharap semoga Makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga inspirasi
untuk pembaca.

Pekanbaru,22 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................

DAFTAR ISI ...............................................................................................................................

ii

BAB I ...........................................................................................................................................

PENDAHULUAN .......................................................................................................................

1.1 Latar Belakang .............................................................................................................

1.2 Permasalahan ...............................................................................................................

BAB II .........................................................................................................................................

PEMBAHASAN .........................................................................................................................

2.1 Definisi Bank Syariah ...................................................................................................

2.2 Sejarah Bank Syariah ...................................................................................................

ii
2.3 Dasar Hukum Perbankan Syariah ..............................................................................

BAB III ........................................................................................................................................

PENUTUP ...................................................................................................................................

3.1 KESIMPULAN .............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Berdirinya Perbankan Syariah

Perbankan adalah salah satu motor penggerak ekonomi nasional. Indonesia mulai melakukan
deregulasi perbankan pada 1983, saat itu Bank Indonesia (BI) memberikan keleluasaan
kepada bank untuk menetapkan suku bunga.

Berdasarkan laman ojk.go.id pemerintah berharap dengan kebijakan deregulasi akan tercipta
kondisi bank yang efisien dan kuat dalam menopang perekonomian.

Masih pada 1983, pemerintah Indonesia berencana menerapkan sistem bagi hasil dalam
perkreditan yang merupakan konsep dari perbankan syariah.
Akhirnya 5 tahun kemudian, pemerintah mengeluarkan paket kebijakan deregulasi perbankan
1988 (Pakto 88) yang membuka kesempatan seluas-luasnya untuk bisnis perbankan dalam
menunjang pembangunan.

Namun lebih banyak bank konvensional yang berdiri. Tapi beberapa usaha perbankan yang
bersifat daerah yang berasaskan syariah juga mulai bermunculan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 1990 membentuk kelompok kerja untuk mendirikan
Bank Islam di Indonesia.

Pada tanggal 18 - 20 Agustus 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan


lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut
kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta 22 - 25
Agustus 1990, yang menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank
Islam di Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI dengan diberi
tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak yang terkait.

Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirilah bank syariah pertama di
Indonesia yaitu PT Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang sesuai akte pendiriannya, berdiri
pada tanggal 1 Nopember 1991. Sejak tanggal 1 Mei 1992, BMI resmi beroperasi dengan
modal awal sebesar Rp 106.126.382.000,-

Pada awal masa operasinya, keberadaan bank syariah belum mendapatkan perhatian yang
optimal dalam tatanan sektor perbankan nasional.

Landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah, saat itu hanya diakomodir
dalam salah satu ayat tentang "bank dengan sistem bagi hasil" pada UU No. 7 Tahun 1992;
tanpa rincian landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan.
Pada tahun 1998, pemerintah dan DewanPerwakilan Rakyat melakukan penyempurnaan UU

1
No. 7/1992 tersebut menjadi UU No. 10 Tahun 1998, yang secara tegas menjelaskan bahwa
terdapat dua sistem dalam perbankan di tanah air (dual banking system), yaitu sistem
perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah. Peluang ini disambut hangat
masyarakat perbankan, yang ditandai dengan berdirinya beberapa Bank Islam lain, yakni
Bank IFI, Bank Syariah Mandiri, Bank Niaga, Bank BTN, Bank Mega, Bank BRI, Bank
Bukopin, BPD Jabar dan BPD Aceh dll.

Pengesahan beberapa produk perundangan yang memberikan kepastian hukum dan


meningkatkan aktivitas pasar keuangan syariah, seperti: (i) UU No.21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah; (ii) UU No.19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
(sukuk); dan (iii) UU No.42 tahun 2009 tentang Amandemen Ketiga UU No.8 tahun 1983
tentang PPN Barang dan Jasa.

Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan


Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah
nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong
pertumbuhannya secara lebih cepat lagi.

Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset
lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri
perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.
Lahirnya UU Perbankan Syariah mendorong peningkatan jumlah BUS dari sebanyak 5 BUS
menjadi 11 BUS dalam kurun waktu kurang dari dua tahun (2009-2010).

Sejak mulai dikembangkannya sistem perbankan syariah di Indonesia, dalam dua dekade
pengembangan keuangan syariah nasional, sudah banyak pencapaian kemajuan, baik dari
aspek kelembagaan dan infrastruktur penunjang, perangkat regulasi dan sistem pengawasan,
maupun awareness dan literasi masyarakat terhadap layanan jasa keuangan syariah.

1.2 Permasalahan

1. Definisi Bank Syariah

2. Sejarah Bank Syariah

3. Dasar Hukum Perbankan Syariah

4. Kegiatan dan usaha bank syariah

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Bank Syariah

Berdasarkan Undang Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, bank syariah
merupakan bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah atau prinsip
hukum islam. Prinsip syariah Islam yang dimaksud mencakup dengan prinsip keadilan dan
keseimbangan ('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme (alamiyah), serta
tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang haram, sebagaimana yang
diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia.

Selain itu, Undang Undang Perbankan Syariah juga memberi amanah kepada bank syariah
untuk selalu menjalankan fungsi sosial sekaligus menjalankan fungsi seperti lembaga baitul
mal. Lembaga baitul mal yaitu sebuah lembaga yang menerima dana berasal dari zakat, infak,
sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf
(nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif).

Dalam pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tetap
menerapkan tata kelola yang sama dengan bank konvensional, yaitu dengan menjalankan
prinsip kehati-hatian dan juga memastikan tata kelola berjalan dengan baik. Meskipun begitu,
tata kelola dan pengawasan tetap mendapatkan penyesuaian dengan prinsip-prinsip yang jadi
pedoman oleh sistem perbankan syariah.

Secara hakikatnya, bank syariah merupakan lembaga yang menawarkan produk perbankan
sesuai dengan prinsip syariah Islam. Lembaga perbankan syariah harus mematuhi pada
prinsip syariah Islam yang sudah ditetapkan. Pasalnya, prinsip syariah dalam lembaga
perbankan ini jadi hal yang cukup fundamental, mengingat eksistensi dari bank syariah
sendiri didasari oleh prinsip syariah Islam tersebut.

Tetap teguh dalam menjalankan aktivitas perbankan pada prinsip syariah juga dipandang
sebagai sisi kekuatan dari bank syariah. Untuk menjaga konsistensi dalam menjalankan
aktivitas perbankan berdasarkan prinsip syariah islam, bank syariah juga diawasi oleh Dewan
Syariah Nasional dari Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Perihal pengawasan tersebut
dijelaskan melalui Undang Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Dalam Undang Undang tersebut terdapat pernyataan pemberian kewenangan kepada MUI
melalui DSN-MUI untuk menerbitkan fatwa kesesuaian syariah terhadap suatu produk
perbankan. Ketetapan tersebut juga didukung oleh Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK)
yang menegaskan bahwa seluruh produk perbankan syariah hanya boleh ditawarkan kepada
masyarakat setelah bank mendapat fatwa dari DSN-MUI dan memperoleh izin dari OJK.

3
2.2 Sejarah Bank Sayriah

Suatu bentuk awal ekonomi pasar dan merkantilisme, yang oleh beberapa ekonom disebut
sebagai "kapitalisme Islam", telah mulai berkembang antara abad ke-8 dan ke-12.
Perekonomian moneter pada periode tersebut berdasarkan mata uang dinar dan dirham yang
beredar luas saat itu, yang menyatukan wilayah-wilayah yang sebelumnya independen secara
ekonomi.

Pada abad ke-20, lahirnya perbankan syariah tidak terlepas dari hadirnya dua gerakan
renaisans Islam modern, yaitu gerakan-gerakan neorevivalis dan modernis. Sekitar tahun
1940-an, di Pakistan dan Malaysia telah terdapat upaya-upaya pengelolaan dana jamaah haji
secara non konvensional. Tahun 1963, Islamic Rural Bank berdiri di desa Mit Ghamr di
Kairo, Mesir.

Perbankan syariah secara global tumbuh dengan kecepatan 10-15% per tahun, dan
menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang konsisten di masa yang akan datang. Laporan
dari International Association of Islamic Banks dan analisis Prof. Khursid Ahmad
menyebutkan bahwa hingga tahun 1999 telah terdapat lebih dari 200 lembaga keuangan Islam
yang beroperasi di seluruh dunia, yaitu di negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim
serta negara-negara lainnya di Eropa, Australia, maupun Amerika. Diperkirakan terdapat
lebih dari AS$ 822.000.000.000 aset di seluruh dunia yang dikelola sesuai prinsip-prinsip
syariah, menurut analisis majalah The Economist. Ini mencakup kira-kira 0,5% dari total
estimasi aset dunia pada tahun 2005. Analisis Perusahaan Induk CIMB Group menyatakan
bahwa keuangan syariah adalah segmen yang paling cepat tumbuh dalam sistem keuangan
global, dan penjualan obligasi syariah diperkirakan meningkat 24 persen hingga mencapai
AS$ 25 miliar pada 2010.

Perbankan syariah di Indonesia dimulai ketika Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
didirikan di Bandung pada tahun 1991 dan PT BPRS Heraukat di Nangroe Aceh Darussalam
yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui serangkaian lokakarya "Bunga
Bank dan Perbankan" di Cisarua, Bogor, tanggal 18 - 20 Agustus 1990. Dari hasil ini
kemudian berkembang menjadi PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991 dan
mulai beroperasi tahun 1992. Pertumbuhan perbankan syariah masih lambat pada masa itu
dan pada periode tahun 1992 - 1998 hanya ada satu unit bank syariah. Pada tahun 1998
disahkan UU No. 10 tahun 1998 tentang Unit Usaha Syariah yang memungkinkan bank
konvensional membuka Unit Usaha Syariah (UUS). Kemudian pada tahun 2008 disahkan UU
No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menandai era bangkitnya perbankan
syariah di Indonesia. Pada tahun 2005 tercatat jumlah bank umum syariah hanya 304 buah
unit usaha, syariah 19 buah, BPRS 92 buah dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 643
buah bank umum syariah, 25 buah unit usaha syariah, dan 133 buah BPRS.

4
2.3 Dasar Hukum Perbankan Syariah

Peraturan yang mengatur mengenai bank syariah di Indonesia pertama kali adalah UU No. 7
Tahun 1992. Bank syariah pada masa ini masih berbentuk bank pengkreditan rakyat. Yang
membedakan adalah, bahwa bank pengkreditan rakyat yang satu ini menjalankan asas-asas
serta prinsip-prinsip bagi hasil yang sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang ditetapkan
oleh pemerintah. Prinsip bagi hasil dalam hal ini disinyalir memiliki kesamaan dengan
prinsip syariah.

Enam tahun selanjutnya, melalui UU No. 10 tahun 1998, dilakukan penyempurnaan terhadap
peraturan perundang-undangan sebelumnya. Pada landasan hukum yang satu ini, diberikan
penjelasan yang terelaborasi mengenai pengertian serta prinsip-prinsip bank syariah itu
sendiri. Peraturan perundangan ini pula lah yang telah menjadi cikal-bakal landasan hukum
syariah yang cukup kuat.

Landasan hukum bank syariah selanjutnya yang masih juga digunakan hingga saat ini adalah
UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Peraturan perundangan yang satu ini,
berupaya memberikan penjelasan komprehensif mengenai operasional bank syariah. Di
dalamnya secara jelas diatur mengenai jenis-jenis usaha, ketentuan dalam melaksanakan
prinsip syariah, penyaluran dana, kelayakan dalam berusaha, serta beberapa hal yang harus
dihindari oleh sebuah Bank Syariah.

Hal-Hal yang Dihindari Berdasarkan Landasan Hukum Bank Syariah

Adapun beberapa hal yang perlu dihindari dalam pelaksanaan kegiatan bank syariah menurut
UU No. 21 tahun 2008 antara lain adalah kegiatan-kegiatan dengan unsur:

1. Riba

Riba dalam kegiatan perbankan syariah menjadi suatu hal dilarang. Hal ini terjadi karena
dengan riba, terjadi peningkatan jumlah pendapatan dengan cara yang tidak sah. Sebagai
contoh, transaksi yang mengandung riba adalah transaksi dalam pinjam-meminjam dimana
nasabah dalam hal ini diminta untuk membayar pinjaman dengan jumlah yang melebihi
pinjaman pokok.

2. Maisir

Maisir atau juga disebut Qimar, adalah sebuah transaksi dalam bentuk permainan, dimana
pihak yang menang akan mengambil keuntungan dari pemain yang kalah. Transaksi ini
dihindari karena sifatnya yang tidak pasti dan cenderung untung-untungan. Praktik maisir
yang mungkin sering terdengar adalah praktik judi.

3. Gharar

Gharar adalah jenis transaksi yang dilarang, karena dalam hal ini, objek yang ditransaksikan
bersifat tidak jelas, sehingga objek tersebut tidak dapat segera diserahkan ketika proses
transaksi. Dampak yang berusaha dihindari dari transaksi ini adalah adanya tindakan zalim
yang mungkin dapat dilakukan oleh salah satu pihak terhadap pihak lainnya.

5
4. Haram

Prinsip syariah dalam pelaksanaannya juga melarang transaksi haram. Transaksi yang satu ini
adalah jenis yang mentransaksikan suatu objek yang terlarang dalam syariah Islam. Alasan
pelarangan transaksi yang satu ini mungkin sudah sangat jelas, karena objek-objek terlarang
dalam hal ini hanya akan menimbulkan mudharat yang lebih besar dibandingkan manfaat.

Demikianlah penjelasan mengenai landasan hukum bank syariah yang wajib diketahui. Saat
ini, peraturan perundangan yang berlaku dan mengatur mengenai bank syariah adalah UU
No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dengan diterapkannya peraturan tersebut,
maka peraturan perundangan yang ada sebelumnya, adalah sudah tidak berlaku lagi.

2.4 Kegiatan dan Usaha Bank Syariah

Berbagai jenis kegiatan usaha bank syariah di Indonesia, mengutip dari buku PAI terbitan
Kemdikbud, bisa dikelompokkan menjadi 3 kategori. Ketiga kategori itu ialah Penghimpunan
Dana, Penyaluran Dana, dan Jasa Pelayanan. Berikut penjelasan mengenai ketiganya.

1. Penghimpunan dana
Di kategori usaha penghimpunan dana, setidaknya bank syariah memiliki dua prinsip, yakni
wadiah dan mudharabah.
a. Penghimpunan dana berprinsip wadiah
 Prinsip wadiah berarti “titipan”. Dengan begitu, penitip dapat mengambil uang yang
dititipkannya di bank kapan pun waktunya. Selama ini ada dua jenis wadiah, yakni:
 Wadiah yad dlamana (jika belum diambil penitip dapat digunakan oleh pihak yang
dititipkan) Wadiah yad amanah (pihak yang dititipkan tidak boleh menggunakan uang
dari penitip)

b. Penghimpunan dana berprinsip mudharabah Dalam prinsip mudharabah,


terjalin kerja sama antara pemilik dana dengan orang yang mengelola dana tersebut. Prinsip
mudharabah ini terbagi menjadi tiga jenis berikut:

 Mudharabah muthlaqah (memberi kuasa penuh pada pengelola uang untuk


menjalankan usaha apapun)
 Mudharabah muqayyadah (pemilik uang punya batasan-batasan tertentu untuk
pengguna uangnya)
 Mudharabah musytarakah (pengelola ikut serta menanamkan modal dalam sebuah
investasi).
2.Penyaluran dana
Dalam kategori kegiatan usaha penyaluran dana ke masyarakat, bank syariah mempunyai 3
jenis metode, yaitu jual-beli, investasi, dan sewa/penyewaan.
a. Jual-beli Ketika melakukan jual beli, bank syariah memiliki tiga macam
skema yang meliputi mudharabah, salam, dan istishna’. Berikut penjelasan terkait tiga
skema tersebut:

6
 Mudharabah (penjual dan pembeli menyepakati keuntungan yang nantinya diambil
oleh masing-masing)
 Salam (pembeli musti melunasi pembayaran sebelum mendapatkan barang)
 Istishna (pembeli memberi arahan pada penjual untuk menyediakan barang yang
sesuai kualifikasi dan penjualannya sesuai kesepakatan yang terjadi antara keduanya)

b. Investasi
Di skema investasi, ada jenis mudharabah dan musyarakah. Pada bagian mudharabah,
kegiatan investasi dijalankan berdasarkan persetujuan pemodal dan pengelola. Jika untung,
keduanya akan membagi hasil. Namun, ketika rugi, hanya pengelola modal yang
mendapatkan bagiannya.
Adapun musyarakah merupakan investasi beberapa pihak untuk menjalankan kegiatan usaha
yang halal. Jika untung, uang akan dibagikan sesuai dengan porsi modal yang mereka tanam.
Lalu, kerugian pun dihitung berdasarkan banyaknya modal yang ditanam mereka.
c. Sewa-menyewa
Sama seperti investasi, sewa-menyewa pada bank syariah memiliki dua jenis, yaitu ijarah
dan Ijarah mumtahiya bittamlik. Berikut keterangan mengenai kedua skema tersebut:

 Ijarah (pemindahan hak pakai barang atau jasa dalam kurun waktu yang ditetapkan
tanpa balik nama kepemilikan)
 Ijarah mumtahiyah bittamlik (pihak yang menyediakan barang berjanji untuk menjual
barang tersebut di akhir periode penyewaan).
3.Jasa Pelayanan
Layanan yang dijalankan bank syariah dijalankan berdasarkan 4 buah akad yang meliputi
wakalah, hawalah, kafalah, dan rahn. Berikut ini keterangan mengenai masing-masing akad
tersebut:
a. Wakalah Di akad wakalah, serah terima yang diarahkan kepada orang yang
ternyata tidak dapat memenuhi permintaan. Dengan begitu, orang yang diberikan
amanah tidak dapat diganti hingga orang tersebut dapat melakukan tugasnya secara
sempurna.

b. Hawalah Akad hawalah digunakan saat salah satu pihak memindahkan tagihan
kepada orang lain—yang memiliki hutang terhadap orang yang ditagih.

c. Kafalah Di akad kafalah, seseorang (pihak kedua) diberikan jaminan oleh


pihak pertama. Dengan begitu, pembayaran dapat dilakukan oleh pihak pertama
kendati yang nantinya mendapatkan hak atas barang adalah pihak kedua.

d. Rahn Akad rahn berarti menahan aset nasabah sebagai jaminan. Biasanya,
penahanan aset ini dilakukan ketika seseorang melakukan peminjaman uang ke bank.
Akad Rahn menyerupai gadai.

7
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari uraian kita sepakati bersama bahwa perbankan islam adalah lembaga keuangan
yang menjalankan aktivitas perbankan konvensional murni yang tidak sama sekali ada
kaitannya dengan kegiatan keagamaan yang akan menimbulkan kontradiksi apabila terjadi
sebuah kesalahan, maka agama islam termasuk di dalamnya umat islam itu akan tersalahkan.

Namun dalam kegiatannnya perbankan islam tidak boleh menyimpang dari landasan
dan prinsip-prinsip islam itu sendiri, karena timbulnya perbankan islam adalah untuk
menyempurnakan dari sistem sosialis dan konvensional. Yang bukan saja berorientasi pada
profitabilitas tapi juga bagaimana perbankan islam itu sendiri mengedepankan etika dan
moral dalam berbisnis di dunia perbankan yang dapat menciptakan sebuah kegiatan
perbankan yang efisien dan efektip (bebas dari Riba, Gharar, Maysir, dll) sehingga dapat
berimplikasi pada pembangunan ekonomi, kesejahteraan rakyat, menciptakan pasar ekonomi
yang sehat dan menghilangkan paradigma dzalim.

8
DAFTAR PUSTAKA

https://www.cermati.com/artikel/sejarah-dan-perkembangan-bank-syariah-di-
indonesia

https://www.cimbniaga.co.id/id/inspirasi/perencanaan/pengertian-tentang-bank-
syariah-dan-istilah-di-dalamnya

https://id.wikipedia.org/wiki/Perbankan_syariah

https://shafiec.unu-jogja.ac.id/2021/03/landasan-hukum-bank-syariah-yang-wajib-
diketahui/

https://tirto.id/kegiatan-usaha-bank-syariah-di-indonesia-dan-penjelasannya-gvU5

Anda mungkin juga menyukai