Anda di halaman 1dari 8

Pengaruh manusia terhadap ekosistem

Pengaruh manusia terhadap ekosistem selanjutnya adalah bisa merusak ekosistem sekitar,
teman-teman. Hal ini karena manusia terlalu menyepelekan alam sekitar, sehingga dengan
semena-mena merusak alam. Tindakan yang dilakukan, yakni membuang sampah
sembarangan, menebang pohon, dan sebagainya.

1. Pertanian dan Produksi Pangan


Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk
menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola
lingkungan hidupnya.[1] Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam
pertanian biasa dipahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam serta
pembesaran hewan ternak, meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan
mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju
dan tempe, atau sekadar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.

Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup


pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia.[2]

Kelompok ilmu-ilmu pertanian mengkaji pertanian dengan dukungan ilmu-ilmu


pendukungnya. Karena pertanian selalu terikat dengan ruang dan waktu, ilmu-ilmu
pendukung, seperti ilmu tanah, meteorologi, teknik pertanian, biokimia, dan statistika juga
dipelajari dalam pertanian. Usaha tani adalah bagian inti dari pertanian karena menyangkut
sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya. "Petani" adalah sebutan bagi mereka
yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh "petani tembakau" atau "petani ikan".
Pelaku budidaya hewan ternak secara khusus disebut sebagai peternak.

Suatu rumah tangga, masyarakat atau daerah tertentu dapat mengalami permasalahan
produksi pangan. Masalah ini berkaitan dengan ketidakmampuan pangan dalam memenuhi
kebutuhan fisiologi bagi pertumbuhan dan perkembangan individu yang menjadi anggota di
dalam rumah tangga.[3] Tingkat permasalahan pangan dipengaruhi oleh tiga hal. Pertama,
kemampuan penyediaan pangan kepada tiap individu atau rumah tangga. Kedua, kemampuan
memperoleh pangan oleh individu atau rumah tangga. Ketiga, sumber daya yang dimiliki
individu atau rumah tangga dalam proses distribusi dan pertukaran pangan. Ketiga hal
tersebut dapat terjadi secara bersamaan dan menimbulkan permasalahan pangan yang sifatnya
relatif permanen.[4]

2. Kerusakan Habitat
Perusakan habitat adalah proses yang menyebabkan habitat alami menjadi tidak lagi
berfungsi untuk menyokong kehidupan spesies asli. Selama proses tersebut, organisme yang
sebelumnya mendiami terpaksa berpindah atau musnah sehingga mengurangi
keanekaragaman hayati.[1] Perusakan habitat oleh aktivitas manusia umumya disebabkan oleh
aktivitas eksploitasi sumber daya alam untuk kebutuhan industri dan urban. Pencaplokan
habitat untuk aktivitas pertanian, pertambangan, penebangan kayu, penangkapan ikan dengan
pukat, dan rebakan kota juga merupakan penyebab utama. Perusakan habitat merupakan salah
satu penyebab utama kepunahan spesies makhluk hidup di dunia.[2] Secara tidak langsung
perusakan habitat dapat terjadi karena fragmentasi habitat, proses geologi, perubahan iklim,
spesies invasif, minimnya nutrisi ekosistem, dan juga aktivitas manusia yang telah disebutkan
di atas.[1]

3. Polusi
Hidup di Bumi tidak lagi bisa bebas dari polusi. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
mengartikan polusi sebagai pengotoran atau pencemaran. Bentuk polusi cukup beragam saat
ini mulai dari polusi udara, polusi air, polusi tanah, hingga polusi suara.

Semua polusi membawa dampak yang kurang baik, terutama untuk kesehatan. Polusi udara,
misalnya, selain dapat memicu masalah kesehatan paru-paru juga dapat meningkatkan risiko
glaukoma yang dapat berakibat kebutaan.

Polusi udara adalah pencemaran pada udara dengan hadirnya berbagai bahan pencemar di
luar ambang batas. Sebuah jurnal yang ditebitkan LAPAN menyebutkan, beberapa bahan
pencemar tersebut memiliki unsur kimia CO, NO, SO, SPM (suspended particulate matter, O
dan berbagai logam berat seperti timbal. Secara global, penyumbang pencemaran udara
berasal dari sektor transportasi.

Dampak Polusi Udara

Penelitian yang termuat dalam Journal Investigative Ophthalmology & Visual Science
menyebutkan, orang-orang yang sering terpapar polusi udara memiliki peningkatan sebanyak
enam persen untuk mengalami glaukoma.

Dikutip laman Antara News, glaukoma dapat menyebabkan kebutaan permanen. Artinya,
kebutaan ini tidak dapat disembuhkan lagi. Penyebab paling umum yaitu terjadi penumpukan
tekanan cairan di mata lalu membuat kerusakan saraf optik yang menghubungkan mata ke
otak.

Selain itu, polusi ini juga dapat memengaruhi produktivitas seseorang. Akibat jangka
panjangnya dapat mengakibatkan kerugian ekonomi dan munculnya permasalahan sosial
ekonomi keluarga dan masyarakat.

Laman WHO mengungkapkan, kehidupan manusia saat ini telah dikungkung dengan
pencemaran udara dari berbagai arah. Kabut asap dari alat transportasi telah memenuhi ruang
udara untuk bernapas. Ditambah lagi, muncul pencemaran dari rumah tangga seperti asap
rokok hingga pembakaran sampah.

WHO mencatat, kematian dini akibat polusi udara mencapai 7 juta kasus per tahun. Kematian
tersebut dampak dari pencemaran udara melalu penyakit stroke, penyakit jantung, penyakit
paru obstruktif kronik, kanker paru-paru, dan infeksi saluran pernapasan akut.

Sementara itu, bahan pencemar udara dapat masuk ke tubuh lewat tiga cara yaitu inhalasi,
ingestasi, dan penetrasi kulit. Inhalasi yaitu masuknya bahan pencemar lewat sistem
pernapasan. Ingestasi yaitu masuknya bahan pencemar ke saluran pencernaan (ingestasi).
Terakhir, bahan pencemar udara dapat pula masuk ke tubuh lewat pori-pori kulit. Pintu-pintu
masuk inilah yang membuat pencemaran udara sangat berbahaya.

Bahkan, dampak buruk polusi udara berbahaya pula bagi kehidupan hewan (fauna). Dosis
tinggi paparan bahan pencemar udara dapat mengakibatkan gejala paralisis sistem saraf dan
konvulusi pada hewan. Dan, tikus yang terpapar zat NO dengan dosis 2500 ppm mampu
membuatnya kehilangan kesadaran 6-7 menit.

Penanganan Polusi Udara

Polusi udara adalah masalah lingkungan yang nyata. Banyak negara telah menyatakan perang
untuk melawan polusi ini dan menekan peningkatan pemanasan global.

Misalnya, kendaraan atau alat transportasi berbasis bahan bakar fosil perlahan mulai
digantikan dengan yang bertenaga listrik. Di samping itu, peningkatan kesadaran
menghijaukan kembali Bumi dengan menanam pohon telah dilakukan sebagai "paru-paru
dunia".

Dan, saat ini muai diteliti kemungkinan penggunaan nulir sebagai salah satu cara menangani
pencemaran udara. Laman Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) menuliskan, teknologi
nuklir dapat menjadi energi bersih selain dari sumber energi terbarukan. Teknik nuklir dapat
dipakai dalam mengidentifikasi karakter dan sumber pencemaran udara.

4. Konservasi
servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita
punya (keep/save what you have) dengan bijaksana (wise use). Sedangkan dalam arti luas,
pengertian konservasi adalah upaya, langkah dan metode pengelolaan dan penggunaan
biosfer secara bijaksana agar memperoleh keuntungan terbesar secara lestari untuk generasi
sekarang dengan tetap terpelihara potensi untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi yang akan
datang. Penggunaan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam jumlah
dan waktu yang lama menyebabkan munculnya konsep konservasi. Harapannya, dengan
tindakan konservasi yang tepat dapat menjaga kesejahteraan manusia secara berkelanjutan.
Cakupan konservasi menurut International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources (IUCN) meliputi manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup
termasuk manusia. Tujuan utamanya yaitu tercipta kualitas kehidupan manusia yang
meningkat. Langkah-langkah termasuk dalam kegiatan manajemen konservasi yaitu survei,
penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan.

Tujuan Konservasi

Tujuan dasar dari konservasi adalah memberi perlindungan terhadap keanekaragaman hayati
dan ekosistemnya agar manusia tetap bisa memanfaatkannya. Akan tetapi tujuan tersebut bisa
dibagi lagi menjadi beberapa poin yang lebih spesifik.

Berikut adalah beberapa tujuan konservasi, antara lain:


 Memberi perlindungan, pembatasan, serta pemeliharaan kepada suatu area atau
lingkungan yang bernilai agar menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan
apalagi kepunahan pada komponen yang menjadi pembentuk dari lingkungan
tersebut, sehingga bisa menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem.
 Menekankan untuk memanfaatkan kembali bangunan atau tempat yang sudah tidak
dipergunakan dengan cara memperbarui atau mengembalikan fungsinya seperti
semula agar dapat dipakai kembali, sehingga dapat mencegah terjadinya kegiatan
pembukaan baru seperti mengalihkan fungsi hutan menjadi non-hutan.
 Melindungi situs, benda bersejarah, serta cagar budaya dari kerusakan sampai dengan
kehancuran. Cagar budaya terletak pada kawasan yang mempunyai keanekaragaman
hayati banyak, contohnya Satuan Ruang Geografis Sangiran di Sragen, Jawa Tengah.
Lingkungan sekitar kawasan tersebut juga memerlukan penjagaan untuk melindungi
cagar budaya.
 Memelihara kualitas lingkungan agar tetap baik dengan memastikan ketersediaan air
dan udara bersih. Lingkungan ini mencakup wilayah daratan hingga perairan.

Manfaat Konservasi

Manfaat dari upaya konservasi secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu manfaat yang
dirasakan oleh manusia dan manfaat yang dirasakan oleh komponen dalam kawasan yang
dilestarikan keberlangsungannya.

Manfaat tersebut antara lain:

 Manfaat Ekologi
Manfaat yang diperoleh dari upaya konservasi ini adalah membuat keanekaragaman
hayati bisa memperoleh perlindungan melalui keseimbangan ekosistem, sehingga
terbebas dari ancaman kepunahan.
 Manfaat Ekonomi
Menjaga kelestarian alam juga dapat memberi manfaat ekonomi bagi manusia, karena
alam sebagai sumber pendapatan tetap terjaga sehingga hasilnya dapat terus
dimanfaatkan. Jika suatu lingkungan mengalami kerusakan, maka resiko kerugian
bisa terus meningkat.

Metode Konservasi Lingkungan

Secara umum ada dua metode konservasi lingkungan yang bisa diterapkan, yaitu konservasi
in-situ dan konservasi ex-situ.

1. In-Situ

Metode Konservasi in-situ adalah upaya pelestarian keanekaragaman hayati baik berupa flora
ataupun fauna yang dilakukan di habitat asli spesies tersebut. Lingkungan yang akan menjadi
lokasi konservasi harus masih berada dalam kondisi yang layak dan terjaga untuk dihuni oleh
spesies tersebut.

Kawasan yang berfungsi sebagai lokasi konsevarsi antara lain suaka margasatwa, cagar alam,
serta taman nasional. Suatu lingkungan ditetapkan sebagai kawasan konservasi agar resiko
kerusakan pada habitat tersebut akibat aktivitas tertentu dapat terminimalisir, sehingga tidak
mengancam kelangsungan hidup flora dan fauna.
Selain itu, spesies yang ingin dilestarikan tersebut adalah yang mempunyai karakteristik unik.
Biasanya konservasi in-situ dilakukan apabila ada spesies langka yang hidup pada suatu
lingkungan dalam jumlah besar dan tidak memungkinkan dipindah secara keseluruhan. Maka
dari itu lingkungan tersebut harus dijadikan sebagai kawasan konservasi.

Suatu kawasan yang ditetapkan sebagai lokasi konservasi in-situ tidak dapat diakses dengan
mudah dan kegiatan yang dapat dilakukan di lingkungan tersebut terbatas. Orang yang ingin
masuk pun membutuhkan izin resmi dari pengelola kawasan konservasi. Bukan hanya untuk
menjaga lingkungan, tetapi populasi di kawasan in-situ memang berkeliaran secara liar.

Kegiatan perburuan di kawasan in-situ bersifat ilegal dan dianggap melanggar hukum. Jadi
apabila ada oknum tertentu yang melakukan perburuan satwa atau penebangan secara liar,
maka sudah dipastikan akan berurusan dengan pihak keamanan dan hukum yang berlaku.    

2. Ex-Situ

Metode konservasi ex-situ adalah upaya pelestarian keaneragaman hayati yang dilakukan
bukan pada habitat aslinya, tetapi pada habitat buatan. Konservasi ex-situ menjadi alternatif
apabila habitat asli dari suatu spesies sudah rusak, sehingga tidak layak lagi untuk dihuni dan
apabila ingin mengembalikan fungsinya juga butuh waktu yang lama.

Syarat membuat habitat buatan untuk spesies yang terancam adalah wilayah habitat aslinya
tidak terlalu luas dan populasi spesies tersebut juga tidak besar. Lokasi pembuatan habitat
buatan biasanya terletak tidak jauh dari pemukiman manusia, sehingga spesies satwa yang
menghuni kawasan tersebut tidak dilepaskan secara liar.

Orang yang ingin masuk ke kawasan konservasi ex-situ juga tidak dibatasi selama menaati
aturan. Contoh bentuk konservasi ex-situ adalah penangkaran dan kebun binatang. Meski
begitu habitat buatan ini dibuat sedemikian rupa agar benar-benar sesuai dengan habitat yang
asli. Dengan begitu flora dan fauna yang menghuninya tetap dapat bertahan hidup.

Habitat buatan mungkin tidak akan seluas habitat aslinya, karena persoalan luas area hutan
yang dapat dimanfaatkan dan juga biaya yang dibutuhkan cukup besar. Selain sebagai lokasi
penangkaran, konservasi ex-situ juga berfungsi rehabilitas satwa yang akan dilepaskan
kembali nantinya.

Adapun untuk habitat lama yang sudah mengalami kerusakan juga akan diberi tindaklanjut.
Kawasan tersebut akan direforestasi atau usaha untuk mengembalikan kembali fungsi dari
habitat tersebut.

Bentuk Konservasi Alam

Ada beberapa bentuk konservasi alam yang biasa diterapkan di Indonesia. Berikut ini adalah
contoh dari upaya konservasi tersebut, antara lain:

1. Cagar Alam

Cagar alam adalah bagian dari suaka alam, termasuk juga suaka margasatwa. Kawasan ini
adalah salah satu bentuk konservasi yang dilakukan pada habitat asli flora dan fauna yang
mempunyai karakteristik sesuai dengan lingkungannya atau bersifat unik. Upaya
perlindungan yang diberikan mencakup perkembangan pada ekosistem alami.

Wilayah cagar alam dihuni oleh flora dan fauna jenis yang dilindungi dengan kondisi
ekosistem masih baik. Dengan begitu resiko terjadi terjadinya kerusakan ekosistem sangat
rendah dan kawasannya juga masih luas, sehingga sesuai dengan aturan yang berlaku. Salah
satu contoh cagar alam yaitu Cagar Alam Teluk Baro di Yogyakarta.

Tujuan penetapan kawasan cagar alam adalah untuk mencegah kerusakan di kawasan tersebut
serta lingkungan di sekitarnya agar keanekaragaman hayati yang ada padanya tidak punah.
Upaya tersebut dilakukan dengan memastikan kondisi tanah cagar alam selalu dalam kondisi
yang subur.

Selain itu kualitas udara sekitar juga sangat diperhatikan agar tetap bersih. Begitupun dengan
kondisi aliran dan prsediaan air yang digunakan dalam area cagar alam dan kawasan di
sekitarnya. Dengan upaya tersebut maka flora, fauna, dan hasil hutan yang lain dapat terus
meningkat dan lestari.

Pihak yang mengeluarkan aturan pengelolaan cagar alam adalah Balai Konservasi Sumber
Daya Alam. Balai ini juga bertugas untuk memantau perkembangan ekosistem di wilayah
cagar alam dan pihak yang terkait baik dalam bentuk perorangan, kelompok, maupun
perusahaan.

2. Suaka Margasatwa

Sama halnya dengan cagar alam, suaka margasatwa juga ditetapkan apabila suatu kawasan
mempunyai keunikan yang khas. Misalnya menjadi habitat bagi satwa liar atau ada spesies
yang dilindungi hidup di kawasan tersebut. Kawasan ini lebih fokus pada upaya pelestarian
satwa.

Oleh sebab itu tingkat keragaman fauna langka dan dilindungi harus berada dalam jumlah
besar, sehingga dapat menjadi wilayah konservasi in-situ juga. Penetapan kawasan suaka
margasatwa ditujukan agar proses pengawasan terhadap spesies langka yang dilindungi
tersebut lebih mudah terlaksana.

Kondisi wilayah yang ingin dijadikan suaka margasatwa tidak masalah jika mengalami
kerusakan kecil atau tidak terlalu parah. Setidaknya masih dapat menjadi tempat tinggal atau
‘rumah’ untuk satwa yang hidup di dalamnya. Kawasan suaka margasatwa juga harus
mempunyai luas yang cukup untuk menampung populasi yang ada.

Beberapa contoh suaka margasatwa adalah Suaka Margasatwa Sikindur di Sumatera Utara
dengan objek pelestarian utama adalah satwa dilindungi seperti gajah, macan, dan orangutan.

Suaka margasatwa berfungsi sebagai lokasi perlindungan dan pelestarian satwa dengan cara
mengembangbiakkannya untuk mencegah resiko kepunahan. Tidak hanya itu saja, kawasan
ini juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, bahkan
wisata meski masih terbatas.  
3. Taman Nasional

Taman nasional adalah kawasan yang masih mempunyai ekosistem asli dan berfungsi sebagai
lokasi pengawetan alam. Wilayah ini merupakan bagian dari kawasan pelestarian alam,
termasuk juga hutan konservasi. Luas taman nasional harus memenuhi standar untuk
melangsungkan proses ekologi.

awasan yang juga dihuni oleh berbagai spesies flora dan fauna unik ini dikelola dengan
sistem zonasi. Pihak yang berperan penting untuk mengelola adalah Balai Besar Taman
Nasional yang berada di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Penetapan
wilayah taman nasional dimaksudkan untuk melestarikan spesies yang mewakili unit utama.

Selain sebagai tempat pelestarian spesies unik, taman nasional juga dapat menjadi lokasi
rekreasi tetapi terbatas pada wilayah yang diizinkan saja. Taman nasional juga dapat
dijadikan sebagai lokasi penelitian, pendidikan, pusat ilmu pengetahuan, dan rekreasi yang
menarik.

Upaya untuk melestarikan spesies tidak hanya dilakukan langsung terhadap spesies tersebut,
tetapi juga pada lingkungan penopang hidupnya. Itulah mengapa Daerah Aliran Sungai
(DAS) sangat dipelihara serta pada area hulu dilakukan pengendalian erosi dan sedimentasi
demi melindungi pasokan yang sampai ke hilir.

Selain melestarikan dan memelihara kondisi alam, pihak pengelola taman nasional juga
bertanggung jawab untuk memanfaatkan lahan sekitar. Termasuk upaya untuk
mengembangkan dan membangun desa yang ada di sekitar kawasan konservasi ini. Ada tiga
zonasi di taman nasional yaitu:

 Zona Inti. Kawasan ini tersusun atas komponen biotik yang membentuk karakteristik
ekosistem taman nasional. Kondisinya pun harus dalam keadaan asli dan belum
diganggu oleh tangan manusia. Fungsinya untuk memberi perlindungan flora dan
fauna sensitif serta sebagai sumber plasma nutfah.
 Zona Rimba. Kawasan ini berfungsi untuk mengembangbiakkan fauna langka dan apa
saja yang menjadi penyangga bagi zona inti. Kawasan yang juga dijadikan sebagai
area pengawetan sumber daya alam ini dihuni oleh fauna jenis satwa migran.
 Zona Pemanfaatan. Kawasan ini menjadi lokasi legal, sehingga dijadikan sebagai
tempat wisata. Cakupan wilayah zona pemanfaatan dibatasi oleh bentang alam seperti
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang dibatasi Kabupaten Bogor,
Sukabumi, dan Cianjur.

4. Taman Laut

Taman laut ditujukan untuk lokasi perlindungan dan perbaikan pada ekosistem laut. Di mana
ekosistem tersebut menjadi habitat flora dan fauna langka yang dilindungi, termasuk kegiatan
penanaman terumbu karang yang rusak. Sama seperti yang lain, taman laut harus memiliki
sumber daya alam yang khas dan unik serta luasnya memadai.

Selain sebagai lokasi konservasi, taman laut juga dapat menjadi saran wisata dan tujuan
komersil yang lain. Hanya saja aturan yang diberlakukan kepada wisatawan cukup ketat demi
mencegah terjadinya aktivitas mengganggu yang bisa merusak ekosistem laut.
Kawasan ini juga berfungsi sebagai pusat ilmu pengetahuan, pendidikan, dan penelitian. Dan
paling utama adalah melestarikan spesies yang terancam dengan cara membudidayakan
terumbu karang dan mengembangbiakkan berbagai jenis satwa air yang sudah terancam
punah.

Salah satu contoh taman laut di Indonesia adalah Taman Laut Bunaken di Sulawesi Utara.
Kawasan ini juga telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai situs warisan dunia karena
mempunyai kekayaan dan pesona terumbu karang yang khas dan unik. Jadi segala kegiatan
perburuan di taman laut dianggap ilegal dan melanggar aturan.

5. Kebun Raya

Kebun raya adalah salah satu bentuk konservasi yang dikelola dengan metode ex-situ.
Kawasan ini dibentuk dengan tujuan untuk melindungi dan melestarikan keanekaragaman
alam. Berbagai spesies flora ditanam di dalam kebun raya yang dapat difungsikan untuk
berbagai keperluan.

Beberapa bentuk pemanfaatan tumbuhan pada kebun raya yaitu membantu untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan wisata. Sebagai penunjang di dalam
kebun raya disediakan perpusatakaan serta sarana dan prasarana yang mendukung kebutuhan
ilmu pengetahuan dan daya tarik wisata.

Selain flora, kebun raya juga memelihara berbagai jenis satwa sebagai koleksi dan sekaligus
dibudidayakan serta menjadi objek riset. Seluruh flora dan fauna yang ada di dalam kebun
raya tersebut juga dapat menjadi sumber plasma nutfah demi mencegah risiko terjadinya
kepunahan.

Salah satu kebun raya di Indonesia yaitu Kebun Raya Bogor yang mengoleksi berbagai jenis
flora endemik dan eksotik. Kawasan konservasi ini juga melakukan budidaya pada satwa
yaitu rusa.

6. Taman Hutan Raya

Taman hutan raya atau tahura adalah bagian dari kawasan pelestarian alam seperti taman
nasional. Kawasan ini berfungsi untuk menjaga keseimbangan ekosistem dalam suatu
wilayah, menjadi tempat untuk mengoleksi flora dan fauna, serta tempat untuk melestarikan
plasma nutfah. Ekosistem tahura ada yang alami dan ada pula buatan.

Kawasan konservasi ini juga diperuntukkan sebagai penunjang kebutuhan dalam upaya
pengembangan ilmu pengetahuan, budidaya, serta wisata. Contoh tahura di Indonesia yaitu
Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda di Bandung, Jawa Barat. Taman hutan raya ini
menampung 2.500 spesies flora yang diperoleh dari Benua Asia, Australia, Afrika, dan
Amerika.

7. Hutan Bakau

Indonesia mempunyai garis pantai yang panjang, sehingga dibutuhkan upaya preventif untuk
mengatasi akibat dari pasang dan surutnya air laut. Hutan bakau hadir sebagai upaya
preventif tersebut yang terletak di atas kawasan air payau ataupun air tawar. Flora yang biasa
ditemukan di hutan bakau, yaitu bakau, api-api, dan jeruju.

Anda mungkin juga menyukai