Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

ISU-ISU BARU DAN INOVASI PENDIDIKAN

ANALISIS PERTANYAAN GURU DAN SISWA DALAM PELAKSANAN PEMBELAJARAN


BAHASA INDONESIA BERBASIS HOTS (HIGHER ORDER THINKING SKILLS) PADA KELAS
VII DI SMPIT GENERASI RABBANI KOTA BENGKULU TAHUN 2021

Dosen Pengampu
Dr. Ria Ariesta, M. Pd.

Oleh Kelompok V

1. Dini Faizah (A2A021005)


2. Frederica (A2A021008)
3. Rini Puspita (A2A021014)
4. Wiza Fitria (A2A021016)

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia melaju dengan pesat di berbagai bidang,


termasuk diantaranya yakni bidang pendidikan. Kemajuan tersebut dapat dilihat dari
kemampuan perpikir guru dan siswa diberbagai tingkatan sekolah, baik sekolah tingkat dasar
sampai perguruan tinggi. Tiap satuan Pendidikan untuk mengembangkan sumber daya manusia
yang berkualitas melalui proses berpikir tingkat tinggi. Bloom (tepatnya Bloom dan teman-
temannya) membedakan keluaran belajar ke dalam tiga kategori atau biasa dikenal dengan
“ranah” (terjemahan dari domain), yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik
(Nurgiyantoro, 2016:60). Sehigga peserta didik memeliki kualitas diri setelah mengenyam
Pendidikan di satuan tingkatan pendidikan.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi salah satunya berupa pertanyaan yang diajukan guru
maupun siswa dalam pelaksanaan pemeblajaran di kelas. Peran pertanyaan sangat penting
dalam menyusun sebuah pengalaman belajar bagi siswa. Socrates meyakini bahwa semua ilmu
pengetahuan akan diketahui atau tidak diketahui oleh siswa, haya jika guru dapat
mendemonstrasikan keterampilan bertanya yang baik dalam praktik pembelajaran di kelas
(Helmiati, 2013:57). Oleh sebab itu, setiap diri siswa harus ditanamkan jiwa bertanya.
Dalam halnya pertanyaan seperti pada watu apersepsi, kegiatan inti, sampai dengan
penutup dalam pelaksanaan pembelajaran, kemudian yang diajukan haruslah berpedoman pada
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS). Peserta didik
dilatih untuk menyelesaikan suatu permasalahan dengan menyertakan kesimpulan. Aktivitas
peserta didik dalam pembelajaran berbasis HOTS menurut Sani (2019) adalah aktif dalam
berpikir, memformulasikan masalah, mengkaji permasalahan kompleks, berpikir divergen dan
mengembangkan ide, mencari informasi dari berbagai sumber, berpikir kritis dan
menyelesaikan masalah secara kreatif serta berpikir analitik, evaluatif, dan membuat
keputusan. Oleh karena itu, guru senantiasa melatih anak didik untuk dapat berpikir tingkat
tinggi salah satunya dengan memberikan pertanyaan dalam pelaksanaan pemebelajaran Bahasa
Indonesia.
Hal tersebut yang melatar belakangi penulis untuk tertarik mencoba mengangkat
persoalan melihat sejauh mana HOTS diaplikasikan dalam proses KBM, baik antara guru dan
siswa maupun siswa kepada guru melalui kalimat pertanyaan yang dilontarkan. Selain itu
masih sedikitnya penelitian yang meneliti HOTS berdasarkan pertanyaan pada saat proses
pembelajaran menjadi alasan pendukung penulis tergelitik mengetahui sejauh mana HOTS
sudah diaplikasikan dalam komunikasi bahasa lisan, meski akan banyak kekurangan dalam
penelitian tersebut.
Adapun penelitian sebelumnya mengenai analisis pertanyaan oleh Putu Ayu Hana Indah
Cahyani, I Gede Nur Jaya, Sang Ayu Putu Sriasih (2015) yang berjudul Analisis
Keterampilan Bertanya Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas X
TAV 1 SMK Negeri 3 Singaraja. Penelitian ini menyimpulkan bahwa guru lebih memberikan
pertanyaan sebatas pertanyaan permintaan, retoris, mengarahkan, pertanyaan sempit informasi
langsung, dan pertanyaan sempit memusat. Sedangkan pertanyaan yang diajukan oleh siswa
lebih kepertanyaan berupa pemahaman pertanyaan dan pertanyaan penerapan.
Selain itu ada peneliti Auzar, Dudung Burhanudin, Suci Rahmawati dengan penelitiannya
yang berjudul Pertanyaan yang Diajukan Guru dalam Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia
di SMA Negeri 10 Pekanbaru. Penelitian tersebut menyimpulakn bahwa jenis pertanyaan
yang diajukan oleh guru lebih mengarah pada jenis pertanyaan perihal yang mencakup apa,
siapa, mengapa, kapan, dimana, dan bagaimana. Adapun peneliti dua tahun yang lalu yakni
oleh Gusti Ayu Ketut Utami Ulan Dewi, I Wayan Widiana, I Ketut Dibia (2016) yang berjudul
Analisis Interaksi Guru dan Siswa dalam Pembelajarn Bahasa Indonesia di Kelas 1 SD Negeri
1 Nawa Kerti dengan bahasan interaksi guru dan siswa dalam pembelajaran meliputi rasa
menerima, pemberian pujian, respon siwa, dan lain sebagianya. Maka dari itu peneliti tertarik
juga untuk meneliti pertanyaan yang diajukan oleh guru dan siswa dalam pelaksanaan
pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis HOTS pada ranah kognitif.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pertanyaan guru dalam pelaksaan pembelajran Bahasa Indonesia berbasis HOTS
di kelas VII B SMPIT Generasi Rabbani Kota Bengkulu?
2. Bagaimana pertanyaan siswa dalam pelaksaan pembelajran Bahasa Indonesia berbasis HOTS
di kelas VII B SMPIT Generasi Rabbani Kota Bengkulu?

C. Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi ruang lingkup penelitian mengenai analisis
pertanyaan lisan yang diajukan oleh guru dan siswa di kelas VII B SMPIT Generasi Rabbani
Kota Bengkulu menurut tujuan pembelajaran Taksonomi Anderson yang berbasis HOTS.
D. Tujuan
Adapun, secara rinci tujuan penelitian adalah:
1. Untuk memperoleh informasi mengenai bagaimana pertanyaan guru dalam proses
pembelajaran bahasa Indonesia di kelas VII B SMPIT Generasi Rabbani Kota Bengkulu.
2. Untuk memperoleh informasi mengenai bagaimana pertanyaan siswa dalam proses
pembelajaran bahasa Indonesia di kelas VII B SMPIT Generasi Rabbani Kota Bengkulu.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi:
1) Peneliti
Manfaat penelitian ini bagi peneliti, yaitu dapat memberikan pengalaman dalam
mengelola pembelajaran terutama dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam proses
pembelajaran.
2) Bagi peneliti lain
Manfaat bagi peneliti lain, yaitu dapat menjadi rujukan, sumber informasi dan bahan
referensi penelitian selanjutnya agar bisa lebih dikembangkan dalam materi-materi yang
lainnya untuk meningkatkan kualitas pertanyaan dalam pembelajaran. Selain itu, peneliti
juga berharap agar penelitian ini dapat memberikan motivasi kepada peneliti lain agar
dapat lebih baik.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pertanyaan
Pada pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya, berikut pembahasan penting yang
perlu diketahui dalam pertanyaan, diantaranya:
a. Pengertian Pertanyaan
Pertanyaan menurut Suharso (2014:529) adalah perbuatan (hal dan sebaginya)
bertanya untuk meminta sebuah informasi dan keterangan (jawaban). Adanya pertanyaan
menimbulkan interaksi aktif dalam pembelajaran di dalam kelas. Sehingga meteri yang
diberikan guru menimbulkan respon kepada siswa. Turdjai (1995:23) menyatakan bahwa
dalam proses belajar mengajar, setiap pertanyaan baik berupa kalimat tanya atau suruhan
yang menuntut respon siswa, sehingga siswa memperoleh pengetahuan dan
meningkatkan kemampuan berpikir, dimasukkan dalam golongan pertanyaan.
b. Ciri-Ciri Pertanyaan yang Baik
Berikut ciri-ciri pertanyaan yang baik, dikemukakan oleh Sardiman (2010:214-215)
yaitu, sebagai berikut:
a. Kalimatnya singkat dan jelas.
b. Tujuannya jelas, tidak terlalu umum dan luas.
c. Setiap pertanyaan hanya untuk satu masalah.
d. Mendorong anak untuk berpikir (kecuali kalau tujuannya sekedar melatih mengingat-
ingat fakta).
e. Jawaban yang diharapkan bukan sekedar “YA” atau “TIDAK”.
f. Bahasa dalam pertanyaan dikenal baik oleh siswa.
g. Tidak menimbulkan tafsir ganda.

c. Tujuan Pertanyaan
Asril (2017:81) menyatakan bahwa bertanya merupakan ucapan verbal yang
meminta respon dari seseorang yang terkenal. Respon yang diberikan berupa
pengetahuan sampai dengan hal-hal seperti stimulasi efektif yang bertujuan untuk
mendorong kemampuan berpikir, antara lain:
1. Merangsang kemampuan berfikir siswa.
2. Membantu siswa dalam belajar.
3. Mengarahkan siswa pada tingkat interaksi belajar yang mandiri.
4. Meningkatkan kemampuan berpikir siswa dari kemampuan berpikir tingkat rendah
ke tingkat yang lebih tinggi.
5. Membantu siswa dalam mencapa tujuan pelajaran yang dirumuskan.

d. Fungsi pertanyaan
Fungsi pertanyaan dalam proses pembelajaran (Sanjaya, 2005:157) menyatakan
bahwa para ahli percaya adanya pertanyaan yang baik, memiliki dampak yang positif
terhadap siswa di antaranya, sebagai berikut:
1. Dapat meningkatkan partisipasi siswa secara penuh dalam proses pembelajaran.
2. Dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, sebab berpikir itu sendiri pada
hakikatnya bertanya.
3. Dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa, serta menuntut siswa untuk
menentukan jawaban.
4. Memusatkan siswa pada permasalah yang sedang dibahas.

B. Higher Order Thinking Skills


Pendidikan di era revolusi industry 4.0 merupakan suatu keharusan yang wajib dimiliki
seseorang. Dalam era ini, pendidikan memegang perenanan penting untuk pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Perkembangan inilah yang menuntut sumber daya manusia harus
berkualitas dan unggul. Salah satu cara untuk menciptakan sumber daya manusia yang
berkualitas dan unggul tersebut yaitu dengan pembentukan kemampuan Higher Order Thinking
Skills (HOTS) (Andreas dkk 2013).
HOTS merupakan sebuah cara berpikir yang lebih tinggi daripada menghafalkan fakta,
mengemukakan fakta, atau menerapkan peraturan, rumus, dan prosedur (Thomas &Thorne,
2009). Konsep HOTS berasal dari teori Taksonomi Bloom pada tahun 1956 yang kemudian
disempurnakan oleh Anderson and Karthwohl 2001. Kemampuan HOTS, mengharuskan
peserta didik untuk menguasai pada level C-4 menganalisis, C-5 mengevaluasi, dan C-6
menciptakan. HOTS semakin diperhatikan ketika munculnya kerangka kerja pembelajaran
abad 21 yang salah satunya adalah berpikir tingkat tinggi. Tujuan pembelajaran abad 21
memiliki karakteristik 4cs, yaitu communication, collaboration, critical thinking, and problem
solving, creativity and innovation. Melihat hal tersebut, kemampuan HOTS merupakan solusi
dari tantangan pembelajaran abad 21.
Pembelajaran berbasis HOTS, akan tercapai apabila terjadi sinergi yang kuat antara
pelaku pendidikan. Diawali dari kurikulum sampai dengan komponen dibawahnya dan pelaku
utama pendidikan yaitu seorang guru dituntut untuk mengembangkan kemampuannya dalam
proses pembelajaran agar peserta didik dapat mencapai tingkatan HOTS. Diterapkannya
kurikulum 2013, menjadi modal yang cukup baik untuk melakukan pembelajaran berbasis
HOTS. Pelaksanaan pembelajaran berbasis HOTS sebenarnya sudah berada pada jalur yang
tepat. Namun dalam pelaksanaanya masih terdapat hambatan baik itu dari implementasi
kurikulum 2013 maupun dari sisi pembelajaran HOTS. Kunci utama pada pembelajaran
berbasis HOTS terletak pada guru yang mempunyai peran sangat penting dalam upaya
menjadikan siswa mampu berada pada level HOTS. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui gambaran pelaksanaan, hambatan, dan solusi dari pembelajaran berbasis HOTS.
Hasil dari penelitian ini diharapkan bahan masukan dalam perumusan kebijakan terutama
dalam pengembangan kompetensi guru.
Berdasarkan praktik pembelajaran di lapangan, pembelajaran dan penilaian HOTS
bukanlah suatu hal yang mudah diimplementasikan oleh para guru. Guru harus mampu
menguasai konsep dan strategi pembelajarannya. Harapannya guru dapat menarik respon siswa
agar lebih kritis dan pembelajaran lebih kondusif. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran
tidak lagi teacher centered melainkan student centered. Hal ini sejalan dengan tujuan
pembuatan soal-soal HOTS yaitu untuk pembiasaan bagi peserta didik dalam mengerjakan
standart olimpiade internasional serta meningkatkan kualitas soal. (Erna, 2019)
Soal-soal HOTS pada konteks asesmen mengukur kemampuan: 1) transfer suatu konsep ke
konsep lainnya, 2) memproses dan menerapkan informasi, 3) mencari kaitan dari berbagai
informasi yang berbeda-beda, 4) menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah dan 5)
menelaah ide dan informasi secara kritis (Kemendikbud, 2018).

C. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi


Bloom (tepatnya Bloom dan teman-temannya) membedakan keluaran belajar ke dalam
tiga kategori atau biasa dikenal dengan “ranah” (terjemahan dari domain), yaitu ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik (Nurgiyantoro, 2016:60). Pada hakikatnya pengkategorian
keluaran belajar tiga ranah tersebut hanyalah bersifat teoritis. Pada kenyataannya ketiga
ranah tersebut merupakan satu kesatuan yang padu dan sulit untuk dipisahkan, ketiganya
saling mengingat dan mempengaruhi. Dalam tingkah laku keluaran pembelajaran akan
ditemui ketiga ranah itu, yang membedakan yakni intensitasnya. Pada ranah kognitif
pembelajaran tersebut lebih pada penguasaan teoretis, jika pada pembelajaran praktik seperti
olahraga dan seni tari lebih mengarah pada ranah psikomotor, dan pembelajaran yang
mengarah pada unsur moral seperti agama dan sastra terletak pada ranah afektif.
Berikut tujuan pembelajaran Taksonomi dalam ranah afektif, ranah kognitif, dan ranah
psikomotorik, antara lain:
a) Ranah Afektif
Ranah afektif (affective domain) lebih mengarah pada tujuan kesadaran siswa
melalui penerimaan dan kecenderungan terhadap nilai-nilai. Pada saat pembelajaran
berlangsung pada ranah afektif kurang diperhatikan sebab ranah ini tidak secara langsung
terkait dengan kompetensi dasa, indikator, dan materi pembelajaran. Keluaran belajar
afektif antara lain menyangkut perubahan sikap, pandangan, dan prilaku. Jika sikap siswa
terhadap suatu mata pelajaran atau kompetensi tertentu positif, siswa tersebut akan
termotivasi dengan sendirinya. Sehingga, guru merupakan salah satu pembangkit motivasi
siswa agar lebih baik belajarnya. Untuk itu, ranah afektif siswa perlu diinventori untuk
kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran.
b) Ranah Kognitif
Penerapan dalam model pembelajaran taksonomi dalam ranah kognitif menurut
Bloom terdiri atas enam tingkatan, yakni pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis,
sintesis, dan evaluatif. Keenam kategori pembelajaran taksonomi ini kemudian
disempurnakan kembali oleh Lorin Anderson Krathwol (2001) dengan istilah dan
urutannya sebagai berikut: remembering (mengingat), understanding (memahami),
applying (menerapkan), analyzing (menganalisis/mengurai), evaluating (menilai), dan
creating (berkreasi). Sehingga revisi dari Lorin Anderson Krathwol sering digunakan
dalam merumuskan tujuan pembelajaran yang dinamai dengan istilah C-1 sampai dengan
C-6 (Kosasih, 2014:21).
Revisi Taksonomi Bloom pada ranah kognitif, terletak pada bagian sintesis yang
dihilangkan dan diganti dengan evaluasi. Bagian evaluasi diganti dengan mencipta atau
kreasi yang terdiri atas; menurunkan atau berhipotesis, merencanakan, dan menghsilkan
atau membangun (Susetyo, 2015:21).
Setiap kategori kemampuan dalam ranah kognitif berdasarkan kemampuan yang
harus dimiliki oleh seseorang dan tidak akan terjadi lompatan kemampuan. Kemampuan
memahami sebuah konsep harus didahului oleh kemampuan mengingat. Kemampuan
menerapkan suatu konsep harus didahului oleh kemampuan memahami. Kemampuan
mengevaluasi suatu konsep atau permasalahan harus didahului oleh mengukur atau
menilai, dan sebelum berkreasi sesuatu harus memiliki kemampuan mengingat,
memahami, mengaplikasikan, menganalisis, dan mengevaluasi serta memperbaharui.
Klasifikasi/ kategori kemampuan berpikir yaitu level 1 LOTS terdiri dari
mengetayui/mengingat (c1), MOTS terdiri dari memahami dan mengaplikasikan (c2 dan c3)
sedangkan HOTS terdiri dari mengaplikasikan, mengevaluasi dan mencipta (c4, c5, dan c6).
Adapun pemahaman mengenai kategori pembelajaran Taksonomi Bloom pada ranah
kognitif seperti mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan
mencipta/berkreasi, yakni sebagai beriku:
1) Mengingat (C-1)
Mengingat adalah kompetensi yang paling mendasar dalam ranah kognitif.
Mengingat merupakan kemapuan yang harus diketahui oleh siswa untuk mengenal suatu
objek, ide, prosedur, prinsip, atau teori yang pernah diajarkan pada proses pembelajaran
tanpa memanipulasikkan materi dalam bentuk maupun simbol lain. Kompetensi
mengingat ditandai dengan adanya aktivitas siswa yang bersifat hafalan, misalnya,
tentang pengertian, rumus-rumus, dan sejumlah fakta (Kosasih, 2014:21).
2) Memahami (C-2)
Kompetensi memahami dapat juga disebut dengan istilah “mengerti”. Kompetensi
ini ditandai oleh kemampuan siswa untuk mengerti akan suatu konsep, rumus, ataupun
fakta-fakta untuk kemudian menafsirkan dan menyatakannya kembali dengan kata-kata
sendiri. Aktivitas yang tergolong pada kompetensi memahami yakni, misalkan,
merangkum materi pembelajaran, menjelaskan isi dongeng dikaitkan dengan pengalamn
sendiri, membuat contoh peristiwa yang sama dengan yang telah dijelaskan oleh guru.
Kata-kata kerja operasional ini dapat diketegorikan ke dalam tiga kelompok,
yakni sebagai berikut:
a) Translasi, yaitu kecakapan untuk mengadaptasi simbol atau teks lain, tanpa
mengubah inti dan makna dari teks tersebut. Misalnya penulisan angka di ubah
dalam bentuk huruf, dan kata-kata asing dijelaskan dengan bahasa yang sering
dikenal.
b) Interpretasi, yaitu kemampuan untuk menjelaskan makna yang terdapat di dalam
suatu teks sehingga lebih mengartikan sebuah makna puisi, menjelaskan makna sila-
sila yang ada di dalam Pancasila.
c) Ekstrapolasi, yaitu kemampuan untuk memprediksi suatu kecenderungan atau
kelanjutan dari suatu konsep. Misalnya, siswa diminta menentukan kelanjutan carita
dari suatu cerita yang dirumpangkan.
3) Menerapkan (C-3)
Menerapkan merupakan kemapuan melakukan atau mengembangkan
sesuatu sebagai membaca langkah-langkah membubut, diharapkan ia bisa
mempraktikkannya langsung atau membuat contohnya langsung setelah diberikan
materi.

4) Menganalisis (C-4)
Menganalisis merupakan kemampuan dalam memisahkan sebuah fakta atau
konsep ke dalam beberapa komponen dan menghubungkan satu sama lain untuk
memperoleh pemahaman atas konsep tersebut secara utuh. Berikut beberapa contoh
kegiatan menganalisis, antara lain:
a) Menguraikan struktur teks eksposisi berdasrkan bagian-bagiannya;
b) Memilih kerangka yang tepat dan tidak tepat unutk pembuatan layang-layang;
c) Mendiagnosis penyebab terjadinya bencana tsunami; dan
d) Memerinci langkah-langkah penelitian lapangan.

5) Mengevaluasi (C-5)
Mengevaluasi adalah kemampuan dalam menunjukkan kelebihan dan kelemahan
sesuatu berdasarkan kriteria atau patokan tertentu. Termasuk ke dalam kemampuan ini
adalah pemberian tanggapan, kritik, dan saran. Untuk bisa sampai ketahap ini, tentu saja
seorang siswa harus memahami benar-salahnya atas suatu hal, fenomena, ataupun
keadaan yang dievaluasinya itu. Untuk membedakan evaluasi yang dimiliki ranah
kognitf dan ranah afektif yakni dalam ranah kognitif menyangkut masalah
“benar/salah” yang didasarkan atas dalil, hukum, prinsip pengetahuan, sedangkah pada
ranah afektif menyangkut masalah “baik/buruk” berdasarkan nilai atau norma yang
diakui oleh subjek yang bersangkutan (Arikunto, 2012:133).
Tahap pengevaluasian dapat dilakukan setelah kompetensi sebelumnya telah
dikuasai siswa. Misalnya, untuk bisa menilai kemampuan dalam berpresentasi, seorang
siswa harus memiliki kompetensi-kompetensi berikut:
a) Mampu mengingat pengertian berpresentasi;
b) Mampu memahami tata cara berpresentasi;
c) Mampu menerapkan tata cara berpresentasi yang sesuai dengan situasi dan kondisi; dan
d) Mampu menganalisis bagian ataupun aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam
berpresentasi.
6) Mengkreasi (C-6)
Berkreasi merupakan kompetensi kognitif paling tinggi, sebagai perpaduan sekaligus
pemuncak dari kompetensi-kompetensi lainnya. Berkreasi merupakan kemampuan ideal,
siswa harus memiliki jiwa mencipta setelah mempelajari materi yang disuguhkan. Siswa
tidak sekedar tahu, tetapi harus lebih dari itu, dan ia harus bisa melakukannya.
Dalam pelajaran tertentu, mencipta sebenarnya sudah dapat dikatakan sebagai
kategori psikomotor. Misalnya, dalam pembelajaran bahasa Indonesia, kegiatan seperti
menulis karangan, mengabstraksi, mengonversi teks, dan sejenisnya sudah termasuk dalam
kategori psikomotor. Dalam pelajaran ini, yang termasuk dalam psikomotor tidak hanya
diartikan sebagai gerakan dan koordinasi jasmani, keterampilan motorik, dan kemampuam
fisik. Psikomotor dalam pembelajaran bahasa Indonesia berupa kemampuan mental dan
dapat melahirkan satuan-satuan bahasa yang utuh (teks), baik lisan maupun tulisan.
Tabel 1.1 Kata Kerja Operasional dalam Ranah Kognitif

Kategori dan Nama-nama Lain Definisi dan Contoh


Proses
Kognitif
1. Mengingat (C-1) mengambil pengetahuan dari memori jangak Panjang

1.1 Mengenali Mengidentifikasi Menempatkan pengetahuan dalam


memori jangka panjang yang sesuai dengan
pengetahuan tersebut (misalnya, mengenali
tanggal terjadinya peristiwa- peristiwa yang
pentingdalam sejaran Indonesia)

1.2 Mengingat Mengambil Mengambil pengetahuan yang relevan dari


Kembali memori jangka panjang (misalnya, mengingat
kembali tanggal peristiwa- peristiwa penting
dalam sejarah Indonesia)
2. Memahami (C-2) mengkonstruksikan makna dari materi pembelajaran,
termasuk apa yang ingin diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru.
2.1 Menafsirkan Mengklarifikasi, Mengubah suatu bentuk
Memparafrasakan, gambaran
Merepresentasi, (misalnya angka) jadi bentuk lain
Menerjemahkan (misalnya, kata-kata)
(memparafrasakan ucapan dan
dokumen penting)
2.2 Mencontohkan Mengilustrasikan,
Memberi contoh Menemukan contoh atau ilustrasi
tentang konsep atau prinsip (misalnya,
memberi contoh tentang aliran-aliran
seni lukis)
Mengategorikan,
2.3 Mengklasifik
Mengelompokkan Menentukan sesuatu dalam satu
asikan
kategori (misalnya, mengklasifiksikan
kelainan-kelainan mental yang telah
diteliti atau dijelaskan)
2.4 Merangkum Mengabstrasikan, Mengabstrasikan tema umu atau poin
Menggeneralisasi pokok (misalnya menulis ringkasan
pendek tentang peristiwa-peristiwa
yang ditanyakan di televisi)
Menyarikan, Membuat kesimpulan yang logi dan
2.5 Menyimpulkan
Mengekstrapolasi, informasi yang diterima (misalnya
Memprediksi dalam belajar bahasa asing,
menyimpulkan tata bahasa berdasarkan
contoh-contohnya)
2.6 Membandingkan Mengontraskan, Menemukan hubungan antara dua ide,
Memetakan, dua objek, dan semacamnya (misalnya
Mencocokkan membandingkan peristiwa-peristiwa
sejarah dengan keadaaan sekarang)

2.7 Menjelaskan Membuat model Membuat model sebab-akibat dalam


sebuah sistem dalam sebuah sistem
(misalnya menjelaskan sebab-sebab
terjadinya peristiwa-peristiwa penting
pada abad ke-18 ia di Indonesia)
3. Menerapkan (C-3) menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam
keadaan tertentu
3.1 Mengeksekusi Melaksanakan Menerapkan suatu prosedur pada tugas
yang familier (misalnya membagi
satu bilangan dengan bilangan lain,
3.2 Mengimple kedua bilangan ini terdiri dari beberapa
mentasikan Menggunakan digit) Menerapkan suatu prosedur pada
tugas yang tidak familier
(misalnya menggunakan hukum
newton kedua pada konteks yang
tepat).
4. Menganalisis (C-4) Mmecah-mecah materi menjadi bagian-bagian
penyusunnya dan menentukan hubungan-hubungan itu dan hubungan antara bagian-
bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan.
4.1 Membedakan Menyendirikan, Membedakan bagian materi pelajaran
Memilah, yang relevan dari yang tidak relevan,
Menfokuskan, bagian yang penting dari yang tidak
Memilih penting (membedakan antara bilangan
yang relevan antar bilangan yang
relevan dan bilangan tidak relevan
dalam soal cerita matematika)

4.2 Mengorganisasi Menemukan Menentukan bagaiman elemen-elemen


koherensi, bekerja atau berfungsi dalam sebuah
Memadukan, struktur (misalnya menyusun bukti- bukti
Membuat garis dalam cerita sejarah jadi bukti- bukti yang
besar, mendukung dan menentang suatu
Mendeskripsikan penjelasan historis)
Peran,
Menstrukturkan
4.3 Mengatribusikan
Menentukan sudut pandang, bias, nilai,
atau maksud di balik materi pelajaran
(misalnya menunjukkan sudut pandang
penulis suatu esai sesuai dengan
pandangan polotik si penulis)
5. Mengevaluasi (C-5) mengambil keputusan berdasarkan kriteria dan/atau standar

5.1 Memeriksa Mengoordinasi, Menemukan inkonsistens atau kesalahan


Mendeteksi, dalam suatu proses atau
Memonitor, produk; menentukan apakah suatu proses
Menguji atau produk memiliki konsistensi internal;
menemukan efektifitas suatu prosedur yang
sedang dipraktikkan (misalnya memeriksa
apakah kesimpulan-kesimpulan seorang
ilmuan sesuai dengan data-data amatan
atau tidak)
5.2 mengkritik Menilai Menemukan inkonsistensi antara suatu
produk dan kriteria eksternal; menetukan
apakah suatu produk memiliki konsistensi
eksternal; menemukan ketepatan suatu
prosedur untuk menyelesaikan masalah
(misalnya menentukan suatu metode terbaik
dari dua metode untuk menyelesaikan suatu
masalah)
6. mengkreasi (C-6) Memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang
baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang orisinal
6.1. Merumuskan Membuat hipotesis Membuat hipotesis-hipotesis berdasarkan
kriteria (misalnya hipotesis tentang sebab-
sebab terjadinya suatu fenomenon)

6.2 Merencanakan Merencanakan prosedur untuk


Mendesain menyelesaikan suatu tugas (misalnya
merencanakan proposal penelitian tentang
topik sejrah tertentu)

Menciptakan suatu produk (misalnya


6.3 Memroduksi Mengonstruksikan membuat habitat untuk spesies tertentu
demi suatu tujuan)

c) Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotor (psychomotor domain) berkaitan dengan kompetensi berunjuk kerja
yang melibatkan gerakan-gerakan otot psikomotor. Dalam pembelajaran bahasa, siswa dapat
melakukan gerakan-gerakan seperti tulis- menulis, melafalkan bahasa, terampil menyiapkan
laboratorium bahasa, dan sebagainya. Pada ranah afektif dan kognitif memiliki aspek-aspek
tersendiri, sedangkan pada ranah psikomotorik dibedakan ke dalam sub-sub aspek,
yaitu kinerja menirukan, memanipulasi, artikulasi, dan pengalamiahan.
Nurgiantoro (2016:64) menyatakan pada kurikulum yang berbasis kompetensi
penekanan pembelajaran adalah capaian sisawa mampu melakukan, medemonstrasikan, atau
doing something sesuai dengan kompetensi dan karakteristik tiap mata pelajaran. Kinerja
pada ranah psikomotorik dalam pembelajaran bahasa dikonotasikan yang aktif dan produktif,
yakni lebih pada keterampilan membaca dan menulis. Ranah psikomotorik memiliki kategori
yang dimulai dari tingkat yang sederhana sampai ke tingkat yang lebih rumit, yakni persepsi,
kesiapan, reaksi yang diarahkan, reaksi natural, reaksi yang kompleks, adaptasi, dan
kreativitas (Kosasih, 2014: 25-27). Berikut penjelasan pada tujuh kategori dalam ranah
psikomotrik antara lain:
1) Persepsi
Persepsi merupakan kemampuan menggunakan saraf sensori di dalam
menginterpretasikan atau memperkirakan sesuatu.
2) Kesiapan
Kesiapan merupakan kemampuan untuk mengondisikan diri, baik mental, fisik,
dan emosi, untuk melakukan suatu kegiatan pembelajaran.

3) Reaksi yang Diarahkan


Reaksi yang diarahkan (guided respond) berupa kemampuan untuk melakukan suatu
keterampilan yang kompleks dengan bimbingan (guru). Keterampilan yang dimaksud,
misalnya, melakukan pagelaran drama, membuat krajinan, percobaan laboratorium, dan
lain sebagainya.
4) Reaksi Natural
Reaksi natural (mekanisme) diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan kegiatan
pada tingkat keterampilan tahap yang lebih sulit, namun masih bersifat umum.
Keterampilan tersebut merupakan dasar bagi beberapa keterampilan yang lain, seperti
menyiapkan multimedia untuk persentasi dan yng lainnya, dengan adanya tahap tersebut
peserta didik akan melakukan sejumlah kompetensi secara mandiri. Keterampilan-
keterampilan itu diharapka dapat dilakukan peserta didik dengan baik.
5) Reaksi yang Kompleks
Reaksi kompleks merupakan kemampuan untuk melakukan kemahirannya dalam
melakukan suatu kegiatan. Indikator penilaiannya tidak sekedar bisa atau tidak di dalam
melakukannya, tetapi lebih dari itu.
Setiap mata pelajaran tentu saja memliki kompetensi yang terkait dengan
keterampilan tingkat mahir. Dalam Kurikulum 2013, kompetensi itu terkelompokkan
kedalam K-4. Misalnya, mata pelajaran PPKn untuk SMA, terdapat keterampilan yang
berupa penyajian hasil analisis tentang perkembangan demokrasi dalam kehidupan
bermasyarakat.
6) Adaptasi
Adaptasi merupakan kegiatan mengembangkan keahlian dan memodifikasinya
sesuai dengan kebutuhan. Dalam mata pelajaran tertentu, terdapat kompetensi dasar
(KD) yang menuntut peserta didik untuk melakukan adaptasi suatu bentuk kegiatan
ataupun karya ke dalam bentuk lain. Misalnya dalam mata pelajaran bahasa Indonsia
SMA/MA/SMK, terdapat kompetensi dasar mengonversi teks ke dalam teks lain.
7) Kreatifitas
Kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan pola baru yang sesuai
dengan kondisi/situasi tertentu. Kreativitas juga dapat diartikan sebagai kemampuan
mengatasi masalah dengan mengeksplorasikan potensi dan kemampaun sendiri. Berbeda
dengan kegiatan mengadaptasi yang berdasarkan sesuatu yang telah ada sebelumnya,
kreativitas merupakan kecakapan yang menuntut sesuatu yang baru. Kreativitas
mengutamakan orisinalitas dalam hal ide, pengembangan, dan produknya.
BAB III
METODOLOGI

1. Metode Penelitian
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha menggambarkan kegiatan penelitian
yang dilakukan pada objek tertentu secara jelas dan sitematis (Sukardi, 2009:14). Menurut
Heryadi (2010:42), Metode penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang digunakan
untuk menggambarkan suatu objek yang ada dan terjadi saat ini dalam rangka menjawab suatu
permaslahan penelitian.
Menurut Syamsudidin dan Vismaia S. Damayanti (2007:74) pendekatan kualitatif adalah
pendekatan yang penting untuk memahami suatu fenomena sosial dan prespektif individu yang
diteliti. Tujuan pokoknya adalah menggambarkan, mempelajari, dan menjelaskan fenomena
itu. Pemahaman fenomena ini dapat diperoleh dengan cara mendeskripsikan dan
mengeksplorasikannya dalam sebuah narasi. Dengan cara tersebut, peneliti harus dapat
memperlihatkan hubungan antara peristiwa dan makna peristiwa Penelitian ini berusaha
mendeskripsikan pertanyaan yang diajukan oleh guru dan siswa dalam pelaksaan pembelajaran
Bahasa Indonesia.

2. Tempat dan Waktu Penelitian


Berikut akan dujelaskan mengenai tempat dan waktu pelaksanaan peneltian:
1) Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMPIT Generasi Rabbani khususnya pada kelas VII B.
SMPIT Generasi Rabbani merupakan salah satu sekolah Swasta yang terletak di Kota
Bengkulu.
2) Waktu Penelitian
Waktu penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 4 bulan November 2021 Tahun
ajaran 2021/2022.

3. Sumber Data dan Data


Sumber data pada penelitian ini adalah seorang guru dan siswa dalam pelaksanaan
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas VII B. sedangkan data pada penelitian ini adalah
ujaran berupa pertanyaan yang diucapakan oleh guru dan siswa dalam pelaksanaan
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas VII B SMPIT Generasi Rabbani Kota Bengkulu.
4. Teknik Pengumpulan Data
Posma (2021), Teknik pengumpulan data disesuaikan dengan Teknik atau tahapan
(prosedur) pengumpulan data sesuai alat (instrumen) data yang digunakan. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, dokumen, dan angket. Ada beberapa
teknik analisis data dalam penelitian kualitatif adalah: (1) analisis interaktif, (2)
analisis mengalir, (3) analisis domain, (4) analisis taksonomi, (5) analisis komponensial, dan
(6) analisis tema.
Teknik pengumpulan data yakni dari hasil pengamatan dan dokumentasi (foto, rekam,
dan catat). Pada penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data yang utama adalah observasi
partisipan, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi, atau gabungan
ketiganya/trianggulasi (Sugiono, 2006:401). Peneliti lebih mengutamakan pada teknik
observasi dan dokumentasi melalui pengamatan pembelajaran di kelas. Pengamatan tersebut
akan direkam dan dicatat sebagai tambahan informasi.

5. Instrumen Penelitian
Menurut Sugiono (2006:305) dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen
penelitian atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti sebagai instrumen kunci,
yang berfungsi menetapkan data, memilih informasi sebagai sumber data, malakukan
pengumpulan data (melalui pengamatan dengan rekam, cata, dan analisi).

Peneliti mengamati langsung untuk melakukan penelitian dengan


menganalisis data, menafsirkan data, menyimpulkan data, dan membuat
kesimpulan.

1. Identitas Pembelajaran
1. Kelas: 5. Topik:
2. Pertemuan: 6. Tujuan:
3. Hari, tanggal: 7. KD:
4. Materi:
2. Pertanyaan Guru dan Siswa

Proses Pertanyaan Taksonomi


pembelaja- Guru Andersen (Kognitif)
ran
Kegiatan
Pendahuluan
Kegiatan Inti
Kegiatan
Penutup

3. Pertanyaan Siswa

Proses Pertanyaan Taksonomi


Pembelajar- Siswa Andersen
an (Kognitif)
Kegiatan
Pendahuluan
Kegiatan Inti
Kegiatan
Penutup

6. Teknik Analisis Data


Langkah-langkah penelitian yang dilakukan setelah data dikumpulkan adalah sebagai berikut
(Mangatur, 2008):
1. Seleksi data: dengan tujuan menentukan data yang benar-benar diperlukan sesuai dengan
masalah penelitian.
2. Klasifikasi data: dengan tujuan pengelompokan data
3. Analisis data: dengan tujuan untuk menganalisis makna dari data
4. Interprestasi: dengan tujuan menafsirkan hasil analsis
Berikut teknik analisis data yang peneliti ambil pada saat bersamaan dengan proses
pengumpulan data. Teknik analisis data ini menggunakan empat tahap, antara lain:
1. Pengumpulan Data
Sebelum Pengumpulan data peneliti meminta izin untuk penelitian. Selanjutnya hal
yang pertama kali dilakukan yakni observasi di lokasi penelitian. Kemudian dilanjutkan
dengan mengamati objek penelitian pada saat pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia
di kelas. Setelah pengamatan data yang terkumpul hasil dari observasi dan dokumentasi
(foto, video/rekaman, dan catatan kecil) ditranskip dalam bentuk tulisan atau uraian.
2. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-
hal penting dan membuang yang tidak perlu (Sugiyono, 2006:338). Proses reduksi
dilakukan dengan menggabungkan dan menyeragamakan segala bentuk data yang diperoleh
menjadi satu bentuk tulisan yang akan dianalisis. Hasil observasi dan hasil studi
dokumentasi (pengamatan) diubah menjadi bentuk tulisan sesuai dengan kriteria penulisan
pada analisis pertanyaan.
3. Penyajian Data
Setelah meredusi data, langkah selanjutnya yakni mendisplaykam data. Pada
penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori. Sugiyono (2006:341) menyatakan bahwa analisis data yang
dilakukan Mile and Huberman (1984) yang paling sering digunakan untuk menyajikan data
kualitatif adalah teks yang bersifat naratif.
Penyajian data adalah sejumlah informasi yang tersusun dan memberikan
kemungkinan-kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan lebih
lanjut. Melalui penyajian data tersebut, maka akan terorganisasi, tersusun pada pola
hubungan, sehingga kita dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus
dilakukan selanjutnya.
4. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan diambil dari hasil analisis data yang dilakukan untuk
mengetahui fakta di lapangan yang terkait dengan kualitas pertanyaan guru dan siswa
dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia. Kesimpulan awal yang didukung oleh bukti-
bukti yang valid dan konsisten agar peneliti pada saat kembali ke lapangan untuk
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan keismpulan yang
kredibel (Sugiyono, 2006:345).
Hasil analisis data kualitatif tersebut akan disimpulkan berdasarkan masalah
penelitian. Kesimpulan harus diverifikasi, yaitu dengan meminta persetujuan dari subjek
penelitian terkait hasil penelitian yang telah dilakukan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Hasil Penelitian
a. Analisis Pertanyaan Guru dan siswa HOTS dalam dalam Pelaksanaan Pembelajaran
Bahasa Indonesia kelas VII-B
1) Pertemuan Pertama di Kelas VII-B
Berikut kegiatan proses pembelajaran di kelas, yakni sebagai berikut:
a) Identitas Pembelajaran
Kelas : VII B
Hari, tanggal : Senin, 22 November 2021
Pukul : 10.00 s.d. 12.00 WIB
Materi : Menjadi Pembaca Efektif
Topik : Membaca dan Mengenali Unsur Pembangun Buku Nonfiksi
Tujuan : Siswa dapat menentukan unsur-unsur buku fiksi, siswa dapat
menentukan unsur-unsur buku nonfiksi, dan siswa dapat
menentukan
persamaan dan perbedaan unsur buku fiksi non fiksi.
KD : KD 3.15 Menemukan unsur-unsur dari buku fiksi dan nonfiksi
yang dibaca, dan KD 4.15 Membuat peta pikiran/ rangkuaman alur
tentang isi buku fiksi dan non fiksi

2) Kegiatan Apersepsi
Kelas VII B diawali dengan mengingat-ingat materi sebelumnya. Menjadikan
kegiatan pendahuluan membahas sedikit pada materi sebelumnya mengenai
berkorespondensi dengan surat pribadi dan dinas. Sehingga masih terdapat pertanyaan-
pertanyaan yang mencakup surat pribadi dan dinas.

1. Pertanyaan Guru
Berikut adalah kutipan dan jenjang pertanyaan yang diajukan oleh guru pada
kegiatan pendahuluan, yakni sebagai berikut:

Kutipan 1

Guru*: “Baiklah kita mulai pembelajaran kali ini, sebelum kita memasuki materi
Ibu ingin bertanya, kalau menurut kalian, atau ada kendala tidak,
mengenai penulisan surat!
Siswa : “Ada......”
Guru* : “Ada, ........ kendala apa yang kalian rasakan dalam menulisan surat?”
Siswa : “Tanda baca, titik koma”
Kutipan di atas pada tanda * bukan pertanyaan berbasis HOTS dan belum
memenuhi ciri pertanyaan yang baik karena jawaban yang diingikan hanya sekedar
ada/tidak. Pertanyaan yang baik adalah pertanyaan yang memancing siswa untuk
berpikir tingkat tinggi dan bukan sekedar jawaban ada atau tidak.
Kutipan 2

Guru*: “Jadi di bab VII kita khusus, fokus pada membaca dalam hal ini kita boleh
membaca fiksi dan buku non fiksi. Nah sekarang ibu tanya, buku fiksi,
apa itu buku fiksi?” (mengingat C-1)
Siswa : “buku cerita.”
Guru**: “kalau yang non fiksi?” (menginga C-1)
Siswa : “Buku pelajaran, buku biologi.”

Kutipan di atas pada tanda * dan ** bukan pertanyaan berbasis HOTS dan
masuk pada jenjang mengingat (C-1). Pertayaan tersebut untuk mengetahui sejauh
mana pengetahuan siswa sebelum ia menerima pembelajan baru. Kemudian
pertanyaan guru pada jenjang C-1 tersebut bermaksud untuk menafsirkan suatu
pengertian yang harus dipahami oleh siswa. Namun, siswa malah memberikan
jawaban lebih pada contoh daripada pengertian yang ditanyakan oleh guru. Akan
tetapi, pertanyaan guru tersebut masih pada tingkat mengingat.

2. Pertanyaan Siswa
Berikut adalah kutipan dan jenjang pertanyaan yang diajukan oleh siswa
pada kegiatan pendahuluan, yakni sebagai berikut:
Guru : “ada, kendala dalam penulisan surat?
Siswa* : Penulisan titik koma, huruf kapital? (memahami C-2)
Guru : Titik koma, huruf kapital yah. Sebenarnya tanda koma, huruf
kapital sudah kalian pelajari dari SD sudah di pelajari yah........

Kutipan di atas pada tanda * merupakan pertanyaan dengan jenjang


memahami (C-2). Pertanyaan siswa, menginginkan pengetahuan yang lebih lagi
kerena siswa telah melakukan namun siswa masih merasa kebingungan. Pertanyaan
yang diajukan oleh siswa adalah jenjang memahami (C-2), karena guru dan
siswa lainnya menjawab pertanyaan dengan informasi pemahaman yang mereka
dapat.
3) Kegiatan Inti
Pada kegiatan inti, guru dan siswa sudah membahas mengenai materi menjadi
pembaca efektif. Berikut pertanyaan yang dijukan dalam kegiatan inti:
a) Pertanyaan Guru
Pada kegitan inti guru sudah memberikan materi mengenai perbedaan dan
unsur yang ada dalam buku fiksi maupun nonfikasi. Berikut pertanyaan yang diajukan
oleh guru:

Guru* : “setalah ibu jelaskan tadi mengenai buku fiksi dan nonfiksi, coba siapa yang
bisa membedakan buku fiksi dan nonfiksi, dan bagaimana isinya?”
Siswa : buku fiksi novel buk, kalo buku nonfiksi buku pelajan bu.
Kutipan di atas pada tanda * merupan pertanyaan berbasis HOTS pada jenjang

menganalisis (C-4). Pertayaan tersebut termasuk dalam kategori membedakan

sebuah buku fiksi dan nonfiksi dari segi isi. Namun, siswa memberikan jawaban lebih

pada contoh daripada isi buku yang ditanyakan oleh guru. Akan tetapi, pertanyaan

guru tersebut sudah pada tingkatan berpikir kritis.

b. Pertanyaan Siswa

Setelah guru memberikan pemahaman mengenai unsur-unsur buku fiksi dan


nonfiksi, timbul pertanyaan dari siswa.
Siswa* : “bu, masih belum paham tema bu.”
Guru : “baik, nah temannya ada yang bertanya, siapa yang bisa bantu menjawab”
Siswa : “ide pokok cerita bu”

Kutipan di atas pada tanda * merupankan pertanyaan yang belum mewakili

HOTS. Pertanyaan tersebut masih pada jenjang memahami (C-2). Pertayaan tersebut

termasuk dalam kategori menjelaskan kembali salah satu unsrur instrinsik pada buku

fisi yakni pemahaman mengenai tema dalam cerita. Jadi, dapat dikatakan pertanyaan

tersebut masih pada Law Thinking Order Skill.

4) Kegiatan Penutup
Terdapat pertanyaan dalam kegiatan penutup, yakni sebagai berikut:

a) Pertanyaan Guru
Berikut kutipan dan jenjang pertanyaan yang diajukan oleh guru pada kegiatan

penutup, yakni sebagai berikut:

Kutipan 1
Guru* : “Oke, tadi kalian sudah membaca, apa manfaat
membaca?”(memahami C-2)
Siswa : “Mencari ilmu.......”

Kutipan di atas pada tanda * merupakan pertanyaan dengan jenjang memahami

(C-2). Pertanyaan tersebut termasuk pada kategori menjelaskan apa manfaat

seteleah siswa membaca buku. Petanyaan yang diajukan masih belum pada

tingkatan HOTS.

Kutipan 2

Guru : “Kemudian tadi kalian sudah membaca, ada kesulitan tidak?”


Siswa : “Tidak, .........”
Guru* : “Yah, jadi kita simpulkan yah pembelajaran kita pada hari ini dari
segi
membaca. Siapa yang bisa menyimpulkan? Bima apa kesimpulan
pembelajaran hari ini Bima?” (memahami C-2).

Kutipan di atas pada tanda * merupakan pertanyaan pada jenjang memahami

(C-2). Pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan dengan kategori menyimpukan

materi atau hasil pembelajaran yang sudah didapat. Pertanyaan yang diajukan masihh

pada tangkat Law Order Thinking Skill.

b) Pertanyaan siswa
Pada kegiatan penutup, siswa tidak mengajukan pertanyaan. Siswa kurang

memberi respon dalam kegiatan penutup dan tidak ada siswa yang dapat

menyimpulakan sehingga, siswa dianggap paham pada materi yang telah diajarkan

oleh guru.

C. Pembahasan
Salah satu keberhasilan dalam pembelajaran adalah interaksi antara guru dan siswa.

Interaksi yang diharapkan yakni saliang bertanya jawab berupa pertanyaan pada tingkat berpikir

kritis atau sering kita sebut Hight Order Thinking Skill. Berikut pembahasan dari hasil analisis

data berupa pertanyaan guru dan siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada kelas VII B:
Pada kegiatan apersepsi, guru masih memberikan pertanyaan pada tingkat Low Order

Thinking Skill pada jenjang mengingat (C-1) dan pertanyaan yang hanya meberikan pancingan

untuk siswa bertanya. Begitu juga pada pertanyaan yang diajukan oleh siswa masih pada tingkat

Low Order Thinking Skill pada jenjang memahami (C-2).

Pada kegiatan inti, guru mulai memberikan pertanyaan pada tingakt Hight Order Thinking

Skill yakni pada jenjang menganalisis (C-4). Sedangkan pertanyaan yang diajukan oleh siswa

juga masih pada tingkat Low Order Thinking Skill dan tetap pada jenjang memahami (C-2).

Pada kegiatan penutup, guru kembali memberikan pertanyaan tingkat rendah atau Low

Order Thinking Skill pada jenjang memahami (C-2). Sedangkan siswa tidak memberikan

pertanyaan.
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada analisis pertanyaan guru dan siswa
dapat disimpulkan bahwa pertanyaan dalam pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan pada
kelas VII-B guru lebih sering memberikan pertanyaan dari pada siswa. Pertanyaan yang sering
muncul adalah pertanyaan pada jenjang memahmi (C-2). Jadi, dapat peneliti simpulkan bawa
pertanyaan yang diajukan guru maupun siswa masih pada pertanyaan Lowder Order Thinking
Skill pada jenjang memahami (C-2).

B. Saran
Berdasarkan hasil dan kesimpulan yang di dapatkan dalam penelitian ini, maka diajukan
saran yang diharpkan dapat bermanfaat dalam upaya meningkatkan pertanyaan yang diajukan
guru maupun siswa dalam pelaksanaan pemeblajaran Bahasa Indonesia. Sebaiknya juga guru
perlu meningkatkan keterampilan bertanya sehingga kualitas dan kuantitas sampai pada tingkat
High Order Thinkingg Skill, dan memberikan pembelajaran yang menarik agar siswa bisa
menimbulkan pertanyaan yang berbasis High Order Thinkingg Skill juga.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson. (2017). Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen Revisi
Taksonomi Bloom. Diterjemahkan oleh Agung Prihantoro. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Arikunto, S. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Auzar, dkk. 2015. Pertanyaan yang Diajukan Guru dalam Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia
di SMA Negeri 10 Pekanbaru. Jurnal Bahasa, vol. 10 no: 1.
Bagas, Andreas (2013). Analisis penerapan pembelajaran berbasis hots pada program keahlian
otomatisasi tata kelola perkantoran smk negeri di kota surakarta. Jurnal Informasi dan
Komunikasi Administrasi Perkantoran, (46-52)
Cahyani, Putu Ayu Hana Indah, dkk. 2015. Analisis keterampilan bertanya guru dan siswa dalam
pembelajaran bahasa indonesia di kelas X tav 1 SMK Negeri 3 Singaraja. e-Journal
Universitas Pendidikan Ganesha, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, vol. 3
no: 1.
Dewi, Gusti Ayu Ketut Utami Ulan, dkk. 2016. Analisis Interaksi Guru dan Siswa dalam
Pembelajarn Bahasa Indonesia di Kelas 1 SD Negeri 1 Nawa Kerti. e-Journal PGSD
Universitas Pendidikan Ganesha, Jurusan PGSD Universitas Pendidikan Ghanesa, vol. 4
no: 1.
Erna Yayuk, dkk (2019). Kemampuan Guru Dalam Implementasi Pembelajaran dan Penilaian HOTs
Pada Siswa Kelas 4 Sekolah Indonesia Bangkok Thailand. Jurnal Inovasi Pembelajaran, 108-
111.
Nurgiyantoro, B. (2016). Penilaian Pembelajaran Berbasis Bahasa Kompetensi. Yogyakarta: BPFE.
R. Mekar Ismayani, A. P. (2020). Pelatihan Penyusunan Soal Berbasis HOTS Bagi Guru Bahasa
Indonesia. Journal IKIP Siliwangi, 175-176.
Sudjana, N. (2011). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Heryadi, D. (2020). Kemampuan Guru Bahasa Indonesia Dalam Membuat Soal Tes Berbasis Hots
(Higher Order Thinking Skills) Di Smp Sekecmatan Karangnunggal. Jurnal: Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, 22-28.
Mislikhah. (2020). Implementasi Higher Order Thinking Skils Dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia Di Madrasah Ibtidaiyah. Jurnal: E-Prosiding Seminar Nasional, 582-593.
Sakila. (2019). Pembelajaran Teks Cerita Imajinasi Berbasis Hots (Higher Order Thinking Skill)
Dengan Model Discovery Learning. Jurnal: Mabasan, 209-230.
Sinaga, mangatuur. 2008. Aspektual Lesikal Bahasa Batak Toba (Satuan Kajian Sintasisi dan
semantik) (Tesis, Universitas Padjadjaran, 2008)

Posma. (2021). Analisis Kesulitan Guru Bahasa Indonesia Dalam Penerapan Pembelajaran Higher
Order Thinking Skills (Hots) Di Smk Swasta Pariwisata Prima Sidikalang. Jurnal Pendidikan
Bahasa Dan Sastra Indonesi. Vol 5 No 2. Hal 5

Anda mungkin juga menyukai