Dosen Pengampu
Dr. Ria Ariesta, M. Pd.
Oleh Kelompok V
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pertanyaan guru dalam pelaksaan pembelajran Bahasa Indonesia berbasis HOTS
di kelas VII B SMPIT Generasi Rabbani Kota Bengkulu?
2. Bagaimana pertanyaan siswa dalam pelaksaan pembelajran Bahasa Indonesia berbasis HOTS
di kelas VII B SMPIT Generasi Rabbani Kota Bengkulu?
C. Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi ruang lingkup penelitian mengenai analisis
pertanyaan lisan yang diajukan oleh guru dan siswa di kelas VII B SMPIT Generasi Rabbani
Kota Bengkulu menurut tujuan pembelajaran Taksonomi Anderson yang berbasis HOTS.
D. Tujuan
Adapun, secara rinci tujuan penelitian adalah:
1. Untuk memperoleh informasi mengenai bagaimana pertanyaan guru dalam proses
pembelajaran bahasa Indonesia di kelas VII B SMPIT Generasi Rabbani Kota Bengkulu.
2. Untuk memperoleh informasi mengenai bagaimana pertanyaan siswa dalam proses
pembelajaran bahasa Indonesia di kelas VII B SMPIT Generasi Rabbani Kota Bengkulu.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi:
1) Peneliti
Manfaat penelitian ini bagi peneliti, yaitu dapat memberikan pengalaman dalam
mengelola pembelajaran terutama dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam proses
pembelajaran.
2) Bagi peneliti lain
Manfaat bagi peneliti lain, yaitu dapat menjadi rujukan, sumber informasi dan bahan
referensi penelitian selanjutnya agar bisa lebih dikembangkan dalam materi-materi yang
lainnya untuk meningkatkan kualitas pertanyaan dalam pembelajaran. Selain itu, peneliti
juga berharap agar penelitian ini dapat memberikan motivasi kepada peneliti lain agar
dapat lebih baik.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pertanyaan
Pada pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya, berikut pembahasan penting yang
perlu diketahui dalam pertanyaan, diantaranya:
a. Pengertian Pertanyaan
Pertanyaan menurut Suharso (2014:529) adalah perbuatan (hal dan sebaginya)
bertanya untuk meminta sebuah informasi dan keterangan (jawaban). Adanya pertanyaan
menimbulkan interaksi aktif dalam pembelajaran di dalam kelas. Sehingga meteri yang
diberikan guru menimbulkan respon kepada siswa. Turdjai (1995:23) menyatakan bahwa
dalam proses belajar mengajar, setiap pertanyaan baik berupa kalimat tanya atau suruhan
yang menuntut respon siswa, sehingga siswa memperoleh pengetahuan dan
meningkatkan kemampuan berpikir, dimasukkan dalam golongan pertanyaan.
b. Ciri-Ciri Pertanyaan yang Baik
Berikut ciri-ciri pertanyaan yang baik, dikemukakan oleh Sardiman (2010:214-215)
yaitu, sebagai berikut:
a. Kalimatnya singkat dan jelas.
b. Tujuannya jelas, tidak terlalu umum dan luas.
c. Setiap pertanyaan hanya untuk satu masalah.
d. Mendorong anak untuk berpikir (kecuali kalau tujuannya sekedar melatih mengingat-
ingat fakta).
e. Jawaban yang diharapkan bukan sekedar “YA” atau “TIDAK”.
f. Bahasa dalam pertanyaan dikenal baik oleh siswa.
g. Tidak menimbulkan tafsir ganda.
c. Tujuan Pertanyaan
Asril (2017:81) menyatakan bahwa bertanya merupakan ucapan verbal yang
meminta respon dari seseorang yang terkenal. Respon yang diberikan berupa
pengetahuan sampai dengan hal-hal seperti stimulasi efektif yang bertujuan untuk
mendorong kemampuan berpikir, antara lain:
1. Merangsang kemampuan berfikir siswa.
2. Membantu siswa dalam belajar.
3. Mengarahkan siswa pada tingkat interaksi belajar yang mandiri.
4. Meningkatkan kemampuan berpikir siswa dari kemampuan berpikir tingkat rendah
ke tingkat yang lebih tinggi.
5. Membantu siswa dalam mencapa tujuan pelajaran yang dirumuskan.
d. Fungsi pertanyaan
Fungsi pertanyaan dalam proses pembelajaran (Sanjaya, 2005:157) menyatakan
bahwa para ahli percaya adanya pertanyaan yang baik, memiliki dampak yang positif
terhadap siswa di antaranya, sebagai berikut:
1. Dapat meningkatkan partisipasi siswa secara penuh dalam proses pembelajaran.
2. Dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, sebab berpikir itu sendiri pada
hakikatnya bertanya.
3. Dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa, serta menuntut siswa untuk
menentukan jawaban.
4. Memusatkan siswa pada permasalah yang sedang dibahas.
4) Menganalisis (C-4)
Menganalisis merupakan kemampuan dalam memisahkan sebuah fakta atau
konsep ke dalam beberapa komponen dan menghubungkan satu sama lain untuk
memperoleh pemahaman atas konsep tersebut secara utuh. Berikut beberapa contoh
kegiatan menganalisis, antara lain:
a) Menguraikan struktur teks eksposisi berdasrkan bagian-bagiannya;
b) Memilih kerangka yang tepat dan tidak tepat unutk pembuatan layang-layang;
c) Mendiagnosis penyebab terjadinya bencana tsunami; dan
d) Memerinci langkah-langkah penelitian lapangan.
5) Mengevaluasi (C-5)
Mengevaluasi adalah kemampuan dalam menunjukkan kelebihan dan kelemahan
sesuatu berdasarkan kriteria atau patokan tertentu. Termasuk ke dalam kemampuan ini
adalah pemberian tanggapan, kritik, dan saran. Untuk bisa sampai ketahap ini, tentu saja
seorang siswa harus memahami benar-salahnya atas suatu hal, fenomena, ataupun
keadaan yang dievaluasinya itu. Untuk membedakan evaluasi yang dimiliki ranah
kognitf dan ranah afektif yakni dalam ranah kognitif menyangkut masalah
“benar/salah” yang didasarkan atas dalil, hukum, prinsip pengetahuan, sedangkah pada
ranah afektif menyangkut masalah “baik/buruk” berdasarkan nilai atau norma yang
diakui oleh subjek yang bersangkutan (Arikunto, 2012:133).
Tahap pengevaluasian dapat dilakukan setelah kompetensi sebelumnya telah
dikuasai siswa. Misalnya, untuk bisa menilai kemampuan dalam berpresentasi, seorang
siswa harus memiliki kompetensi-kompetensi berikut:
a) Mampu mengingat pengertian berpresentasi;
b) Mampu memahami tata cara berpresentasi;
c) Mampu menerapkan tata cara berpresentasi yang sesuai dengan situasi dan kondisi; dan
d) Mampu menganalisis bagian ataupun aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam
berpresentasi.
6) Mengkreasi (C-6)
Berkreasi merupakan kompetensi kognitif paling tinggi, sebagai perpaduan sekaligus
pemuncak dari kompetensi-kompetensi lainnya. Berkreasi merupakan kemampuan ideal,
siswa harus memiliki jiwa mencipta setelah mempelajari materi yang disuguhkan. Siswa
tidak sekedar tahu, tetapi harus lebih dari itu, dan ia harus bisa melakukannya.
Dalam pelajaran tertentu, mencipta sebenarnya sudah dapat dikatakan sebagai
kategori psikomotor. Misalnya, dalam pembelajaran bahasa Indonesia, kegiatan seperti
menulis karangan, mengabstraksi, mengonversi teks, dan sejenisnya sudah termasuk dalam
kategori psikomotor. Dalam pelajaran ini, yang termasuk dalam psikomotor tidak hanya
diartikan sebagai gerakan dan koordinasi jasmani, keterampilan motorik, dan kemampuam
fisik. Psikomotor dalam pembelajaran bahasa Indonesia berupa kemampuan mental dan
dapat melahirkan satuan-satuan bahasa yang utuh (teks), baik lisan maupun tulisan.
Tabel 1.1 Kata Kerja Operasional dalam Ranah Kognitif
c) Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotor (psychomotor domain) berkaitan dengan kompetensi berunjuk kerja
yang melibatkan gerakan-gerakan otot psikomotor. Dalam pembelajaran bahasa, siswa dapat
melakukan gerakan-gerakan seperti tulis- menulis, melafalkan bahasa, terampil menyiapkan
laboratorium bahasa, dan sebagainya. Pada ranah afektif dan kognitif memiliki aspek-aspek
tersendiri, sedangkan pada ranah psikomotorik dibedakan ke dalam sub-sub aspek,
yaitu kinerja menirukan, memanipulasi, artikulasi, dan pengalamiahan.
Nurgiantoro (2016:64) menyatakan pada kurikulum yang berbasis kompetensi
penekanan pembelajaran adalah capaian sisawa mampu melakukan, medemonstrasikan, atau
doing something sesuai dengan kompetensi dan karakteristik tiap mata pelajaran. Kinerja
pada ranah psikomotorik dalam pembelajaran bahasa dikonotasikan yang aktif dan produktif,
yakni lebih pada keterampilan membaca dan menulis. Ranah psikomotorik memiliki kategori
yang dimulai dari tingkat yang sederhana sampai ke tingkat yang lebih rumit, yakni persepsi,
kesiapan, reaksi yang diarahkan, reaksi natural, reaksi yang kompleks, adaptasi, dan
kreativitas (Kosasih, 2014: 25-27). Berikut penjelasan pada tujuh kategori dalam ranah
psikomotrik antara lain:
1) Persepsi
Persepsi merupakan kemampuan menggunakan saraf sensori di dalam
menginterpretasikan atau memperkirakan sesuatu.
2) Kesiapan
Kesiapan merupakan kemampuan untuk mengondisikan diri, baik mental, fisik,
dan emosi, untuk melakukan suatu kegiatan pembelajaran.
1. Metode Penelitian
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha menggambarkan kegiatan penelitian
yang dilakukan pada objek tertentu secara jelas dan sitematis (Sukardi, 2009:14). Menurut
Heryadi (2010:42), Metode penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang digunakan
untuk menggambarkan suatu objek yang ada dan terjadi saat ini dalam rangka menjawab suatu
permaslahan penelitian.
Menurut Syamsudidin dan Vismaia S. Damayanti (2007:74) pendekatan kualitatif adalah
pendekatan yang penting untuk memahami suatu fenomena sosial dan prespektif individu yang
diteliti. Tujuan pokoknya adalah menggambarkan, mempelajari, dan menjelaskan fenomena
itu. Pemahaman fenomena ini dapat diperoleh dengan cara mendeskripsikan dan
mengeksplorasikannya dalam sebuah narasi. Dengan cara tersebut, peneliti harus dapat
memperlihatkan hubungan antara peristiwa dan makna peristiwa Penelitian ini berusaha
mendeskripsikan pertanyaan yang diajukan oleh guru dan siswa dalam pelaksaan pembelajaran
Bahasa Indonesia.
5. Instrumen Penelitian
Menurut Sugiono (2006:305) dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen
penelitian atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti sebagai instrumen kunci,
yang berfungsi menetapkan data, memilih informasi sebagai sumber data, malakukan
pengumpulan data (melalui pengamatan dengan rekam, cata, dan analisi).
1. Identitas Pembelajaran
1. Kelas: 5. Topik:
2. Pertemuan: 6. Tujuan:
3. Hari, tanggal: 7. KD:
4. Materi:
2. Pertanyaan Guru dan Siswa
3. Pertanyaan Siswa
B. Hasil Penelitian
a. Analisis Pertanyaan Guru dan siswa HOTS dalam dalam Pelaksanaan Pembelajaran
Bahasa Indonesia kelas VII-B
1) Pertemuan Pertama di Kelas VII-B
Berikut kegiatan proses pembelajaran di kelas, yakni sebagai berikut:
a) Identitas Pembelajaran
Kelas : VII B
Hari, tanggal : Senin, 22 November 2021
Pukul : 10.00 s.d. 12.00 WIB
Materi : Menjadi Pembaca Efektif
Topik : Membaca dan Mengenali Unsur Pembangun Buku Nonfiksi
Tujuan : Siswa dapat menentukan unsur-unsur buku fiksi, siswa dapat
menentukan unsur-unsur buku nonfiksi, dan siswa dapat
menentukan
persamaan dan perbedaan unsur buku fiksi non fiksi.
KD : KD 3.15 Menemukan unsur-unsur dari buku fiksi dan nonfiksi
yang dibaca, dan KD 4.15 Membuat peta pikiran/ rangkuaman alur
tentang isi buku fiksi dan non fiksi
2) Kegiatan Apersepsi
Kelas VII B diawali dengan mengingat-ingat materi sebelumnya. Menjadikan
kegiatan pendahuluan membahas sedikit pada materi sebelumnya mengenai
berkorespondensi dengan surat pribadi dan dinas. Sehingga masih terdapat pertanyaan-
pertanyaan yang mencakup surat pribadi dan dinas.
1. Pertanyaan Guru
Berikut adalah kutipan dan jenjang pertanyaan yang diajukan oleh guru pada
kegiatan pendahuluan, yakni sebagai berikut:
Kutipan 1
Guru*: “Baiklah kita mulai pembelajaran kali ini, sebelum kita memasuki materi
Ibu ingin bertanya, kalau menurut kalian, atau ada kendala tidak,
mengenai penulisan surat!
Siswa : “Ada......”
Guru* : “Ada, ........ kendala apa yang kalian rasakan dalam menulisan surat?”
Siswa : “Tanda baca, titik koma”
Kutipan di atas pada tanda * bukan pertanyaan berbasis HOTS dan belum
memenuhi ciri pertanyaan yang baik karena jawaban yang diingikan hanya sekedar
ada/tidak. Pertanyaan yang baik adalah pertanyaan yang memancing siswa untuk
berpikir tingkat tinggi dan bukan sekedar jawaban ada atau tidak.
Kutipan 2
Guru*: “Jadi di bab VII kita khusus, fokus pada membaca dalam hal ini kita boleh
membaca fiksi dan buku non fiksi. Nah sekarang ibu tanya, buku fiksi,
apa itu buku fiksi?” (mengingat C-1)
Siswa : “buku cerita.”
Guru**: “kalau yang non fiksi?” (menginga C-1)
Siswa : “Buku pelajaran, buku biologi.”
Kutipan di atas pada tanda * dan ** bukan pertanyaan berbasis HOTS dan
masuk pada jenjang mengingat (C-1). Pertayaan tersebut untuk mengetahui sejauh
mana pengetahuan siswa sebelum ia menerima pembelajan baru. Kemudian
pertanyaan guru pada jenjang C-1 tersebut bermaksud untuk menafsirkan suatu
pengertian yang harus dipahami oleh siswa. Namun, siswa malah memberikan
jawaban lebih pada contoh daripada pengertian yang ditanyakan oleh guru. Akan
tetapi, pertanyaan guru tersebut masih pada tingkat mengingat.
2. Pertanyaan Siswa
Berikut adalah kutipan dan jenjang pertanyaan yang diajukan oleh siswa
pada kegiatan pendahuluan, yakni sebagai berikut:
Guru : “ada, kendala dalam penulisan surat?
Siswa* : Penulisan titik koma, huruf kapital? (memahami C-2)
Guru : Titik koma, huruf kapital yah. Sebenarnya tanda koma, huruf
kapital sudah kalian pelajari dari SD sudah di pelajari yah........
Guru* : “setalah ibu jelaskan tadi mengenai buku fiksi dan nonfiksi, coba siapa yang
bisa membedakan buku fiksi dan nonfiksi, dan bagaimana isinya?”
Siswa : buku fiksi novel buk, kalo buku nonfiksi buku pelajan bu.
Kutipan di atas pada tanda * merupan pertanyaan berbasis HOTS pada jenjang
sebuah buku fiksi dan nonfiksi dari segi isi. Namun, siswa memberikan jawaban lebih
pada contoh daripada isi buku yang ditanyakan oleh guru. Akan tetapi, pertanyaan
b. Pertanyaan Siswa
HOTS. Pertanyaan tersebut masih pada jenjang memahami (C-2). Pertayaan tersebut
termasuk dalam kategori menjelaskan kembali salah satu unsrur instrinsik pada buku
fisi yakni pemahaman mengenai tema dalam cerita. Jadi, dapat dikatakan pertanyaan
4) Kegiatan Penutup
Terdapat pertanyaan dalam kegiatan penutup, yakni sebagai berikut:
a) Pertanyaan Guru
Berikut kutipan dan jenjang pertanyaan yang diajukan oleh guru pada kegiatan
Kutipan 1
Guru* : “Oke, tadi kalian sudah membaca, apa manfaat
membaca?”(memahami C-2)
Siswa : “Mencari ilmu.......”
seteleah siswa membaca buku. Petanyaan yang diajukan masih belum pada
tingkatan HOTS.
Kutipan 2
materi atau hasil pembelajaran yang sudah didapat. Pertanyaan yang diajukan masihh
b) Pertanyaan siswa
Pada kegiatan penutup, siswa tidak mengajukan pertanyaan. Siswa kurang
memberi respon dalam kegiatan penutup dan tidak ada siswa yang dapat
menyimpulakan sehingga, siswa dianggap paham pada materi yang telah diajarkan
oleh guru.
C. Pembahasan
Salah satu keberhasilan dalam pembelajaran adalah interaksi antara guru dan siswa.
Interaksi yang diharapkan yakni saliang bertanya jawab berupa pertanyaan pada tingkat berpikir
kritis atau sering kita sebut Hight Order Thinking Skill. Berikut pembahasan dari hasil analisis
data berupa pertanyaan guru dan siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada kelas VII B:
Pada kegiatan apersepsi, guru masih memberikan pertanyaan pada tingkat Low Order
Thinking Skill pada jenjang mengingat (C-1) dan pertanyaan yang hanya meberikan pancingan
untuk siswa bertanya. Begitu juga pada pertanyaan yang diajukan oleh siswa masih pada tingkat
Pada kegiatan inti, guru mulai memberikan pertanyaan pada tingakt Hight Order Thinking
Skill yakni pada jenjang menganalisis (C-4). Sedangkan pertanyaan yang diajukan oleh siswa
juga masih pada tingkat Low Order Thinking Skill dan tetap pada jenjang memahami (C-2).
Pada kegiatan penutup, guru kembali memberikan pertanyaan tingkat rendah atau Low
Order Thinking Skill pada jenjang memahami (C-2). Sedangkan siswa tidak memberikan
pertanyaan.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada analisis pertanyaan guru dan siswa
dapat disimpulkan bahwa pertanyaan dalam pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan pada
kelas VII-B guru lebih sering memberikan pertanyaan dari pada siswa. Pertanyaan yang sering
muncul adalah pertanyaan pada jenjang memahmi (C-2). Jadi, dapat peneliti simpulkan bawa
pertanyaan yang diajukan guru maupun siswa masih pada pertanyaan Lowder Order Thinking
Skill pada jenjang memahami (C-2).
B. Saran
Berdasarkan hasil dan kesimpulan yang di dapatkan dalam penelitian ini, maka diajukan
saran yang diharpkan dapat bermanfaat dalam upaya meningkatkan pertanyaan yang diajukan
guru maupun siswa dalam pelaksanaan pemeblajaran Bahasa Indonesia. Sebaiknya juga guru
perlu meningkatkan keterampilan bertanya sehingga kualitas dan kuantitas sampai pada tingkat
High Order Thinkingg Skill, dan memberikan pembelajaran yang menarik agar siswa bisa
menimbulkan pertanyaan yang berbasis High Order Thinkingg Skill juga.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson. (2017). Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen Revisi
Taksonomi Bloom. Diterjemahkan oleh Agung Prihantoro. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Arikunto, S. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Auzar, dkk. 2015. Pertanyaan yang Diajukan Guru dalam Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia
di SMA Negeri 10 Pekanbaru. Jurnal Bahasa, vol. 10 no: 1.
Bagas, Andreas (2013). Analisis penerapan pembelajaran berbasis hots pada program keahlian
otomatisasi tata kelola perkantoran smk negeri di kota surakarta. Jurnal Informasi dan
Komunikasi Administrasi Perkantoran, (46-52)
Cahyani, Putu Ayu Hana Indah, dkk. 2015. Analisis keterampilan bertanya guru dan siswa dalam
pembelajaran bahasa indonesia di kelas X tav 1 SMK Negeri 3 Singaraja. e-Journal
Universitas Pendidikan Ganesha, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, vol. 3
no: 1.
Dewi, Gusti Ayu Ketut Utami Ulan, dkk. 2016. Analisis Interaksi Guru dan Siswa dalam
Pembelajarn Bahasa Indonesia di Kelas 1 SD Negeri 1 Nawa Kerti. e-Journal PGSD
Universitas Pendidikan Ganesha, Jurusan PGSD Universitas Pendidikan Ghanesa, vol. 4
no: 1.
Erna Yayuk, dkk (2019). Kemampuan Guru Dalam Implementasi Pembelajaran dan Penilaian HOTs
Pada Siswa Kelas 4 Sekolah Indonesia Bangkok Thailand. Jurnal Inovasi Pembelajaran, 108-
111.
Nurgiyantoro, B. (2016). Penilaian Pembelajaran Berbasis Bahasa Kompetensi. Yogyakarta: BPFE.
R. Mekar Ismayani, A. P. (2020). Pelatihan Penyusunan Soal Berbasis HOTS Bagi Guru Bahasa
Indonesia. Journal IKIP Siliwangi, 175-176.
Sudjana, N. (2011). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Heryadi, D. (2020). Kemampuan Guru Bahasa Indonesia Dalam Membuat Soal Tes Berbasis Hots
(Higher Order Thinking Skills) Di Smp Sekecmatan Karangnunggal. Jurnal: Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, 22-28.
Mislikhah. (2020). Implementasi Higher Order Thinking Skils Dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia Di Madrasah Ibtidaiyah. Jurnal: E-Prosiding Seminar Nasional, 582-593.
Sakila. (2019). Pembelajaran Teks Cerita Imajinasi Berbasis Hots (Higher Order Thinking Skill)
Dengan Model Discovery Learning. Jurnal: Mabasan, 209-230.
Sinaga, mangatuur. 2008. Aspektual Lesikal Bahasa Batak Toba (Satuan Kajian Sintasisi dan
semantik) (Tesis, Universitas Padjadjaran, 2008)
Posma. (2021). Analisis Kesulitan Guru Bahasa Indonesia Dalam Penerapan Pembelajaran Higher
Order Thinking Skills (Hots) Di Smk Swasta Pariwisata Prima Sidikalang. Jurnal Pendidikan
Bahasa Dan Sastra Indonesi. Vol 5 No 2. Hal 5