Anda di halaman 1dari 18

BPR SYARIAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Lembaga Keuangan Syariah

Dosen Pengampu:

Retno Dewi Zulaikah, M.E.I

Disusun oleh:

Kelompok 3

1. Fatikhatul Khusna (1860405221015)


2. Fitriyah Hestiyah Rohidah (1860405221024)
3. Hanum Salsabila (1860405221043)
4. Iffan Hasymi Sabkhala (1860405221009)
5. Izza Berliana Putri (1860405221037)
6. Septi Uliasari (1860405221025)
7. Shovia Wahyu Purwati (1860405221005)

KELAS MBS 1D
MANAJEMEN BISNIS SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS SYARIAH
UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
MARET 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya
sehingga makalah ini dapat terusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkomtribusi
dengan membeian sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi pembaca. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih
banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, karena keerbatsan penetahuan
dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Dalam penyelesaian makalah ini kami mendapatkan bantuan serta


bimbingan dari beberapa pihak, oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih
kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Maftukhin, M.Ag. selaku Rektor UIN SATU


Tulungagung.
2. Bapak Dr. H. Dede Nurohman, M.Ag. selaku Dekan FEBI UIN SATU
Tulungagung.
3. Bapak Refky Rusyadi selaku Koordinator Prodi Manajemen Bisnis
Syariah.
4. Retno Dwi Zulaikah, M.E.I selaku dosen pengampu mata kuliah Lembaga
Keuangan Syariah.
5. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih terdapat kesalahan sehingga dengan


harapan adannya saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi perbaikan dan
semoga makalah ini bermanfaat serta mendapat ridha Allah SWT. Aamiin.

Tulungagung, 05 Maret 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 1

1.3 Tujuan Makalah .......................................................................................... 2

BAB II .................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN .................................................................................................... 3

2.1 Pengertian dan Landasan Hukum BPR Syariah .......................................... 3

2.2 Sejarah dan Tujuan BPR Syariah ................................................................ 4

2.3 Ketentuan-ketentuan dalam Pendirian BPR Syariah................................... 5

2.4 Organisasi BPR Syariah .............................................................................. 7

2.5 Kegiatan Usaha BPR Syariah ..................................................................... 9

2.6 Kendala dan Strategi Pengembangan BPR Syariah .................................. 10

2.7 BPR Syariah di Indonesia ......................................................................... 12

BAB III ................................................................................................................. 14

PENUTUP ............................................................................................................ 14

3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi
sebagai intermediary, yaitu menghimpun dana masyarakat dan
menyalurkannya dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Dalam Undang-
Undang No. 21 tahun 2008 tentang Bank Syariah, Bank adalah badan ushaa
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.1
Salah satu tugas pokok bank adalah pembiayaan. Pembiayaan ini
bermaksudkan untuk memberi fasilitas penyediaan dana untuk memnuhi
kebutuhan pihak-pihak yang tergolong sebagai pihak yang mengalami
kekuarangan dana (deficit unit).
Kebutuhan masyarakat akan adanya lembaga syariah dirasa cukup
tinggi. Dengan demikian untuk memnuhi kebutuhan masyarakat, maka dalam
perbankan nasional dimungkinkan adanya pembentukan bank syariah yang
salah satunya adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Keberadaan
BPRS ini dimaksudkan untuk memberikan layanan perbankan secara cepat,
mudah, dan sederhana kepada masyarakat, khususnya masyarakat menengah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dan landasan hukum BPR Syariah?
2. Bagaimana sejarah dan tujuan BPR Syariah?
3. Bagaimana ketentuan-ketentuan dalam pendirian BPR yariah?
4. Bagaimana organisasi BPR Syariah?
5. Bagaimana usaha BPR Syariah?

1
Rukhul Amin dkk, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Non-Performing Financing: Studi Kasus
Pada Bank dan BPR Syariah di Indonesia”, Jurnal Masharif al-Syariah: Jurnal Ekonomi dan
Perbankan Syariah, Vol. 2 No. 2 (Universitas Muhammadiyah Surabaya: 2017), hal. 2.

1
6. Apa kendala dan strategi pengembangan BPR Syariah?
7. Bagaimana BPR Syariah di Indonesia?

1.3 Tujuan Makalah


1. Untuk mengetahui pengertian dan landasan hukum BPR Syariah.
2. Untuk mengetahui sejarah dan tujuan BPR Syariah.
3. Untuk mengetahui ketentuan-ketentuan dalam pendirian BPR Syariah.
4. Untuk mengetahui organisasi BPR Syariah.
5. Untuk mengetahui usaha BPR Syariah.
6. Untuk mengetahui kendala dan strategi pengembangan BPR Syariah.
7. Untuk mengetahui BPR Syariah di Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Landasan Hukum BPR Syariah


Sebelum lahirnya Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS),
masyarakat terlebih dahulu mengenal adanaya Bank Perkreditan Rakyat
(BPR). BPR konvensional masih menerapkan sistem bunga dalam
operasionalnya.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.2 Dalam
melaksanakan kegiatan usahanya BPR Syariah berlandaskan prinsip syariah.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan peraturan No.
3/PJOK.03/2016 tahun 2016 yang menyebutkan bahwa Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank yang pelaksanaan kegiatan usahanya
didasarkan kepada prinsip syariah, dimana dalam kegiatan usaha tersebut tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sesuai dengan Undang-Undang
No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah. Menurut Undang-Undang No.
21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran.3 Dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2008
tentang Bank Syariah telah mengatur secara khusus eksistensi Bank Syariah di
Indonesia.
Latar belakang didirikannya BPR Syariah adalah sebagai langkah aktif
dalam rangka restruktirasi perekonomian Indonesia yang dituangkan dalam
berbagai paket kebijakan keuangan, moneter, dan perbankan secara umum.4 Di
dalam peratuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BPR Syariah memiliki kegiatan

2
Agus Salihin, Pengantar kembaga Keuangan Syariah, (Jawa Barat: Guepedia, 2021), hal. 95.
3
Muhammad Kurniawan, Bank & Lembaga Keuangan Syariah (Teori dan Aplikasi), (Jawa Barat:
Penerbit Adab CV. Adanu Abimata, 2021), hal. 92.
4
Darmawan dan Muhammad Iqbal Fasa, Manajemen Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta:
UNY Press, 2020), hal. 125.

3
pelayanan kas, yaitu dengan kegiatan kas keliling dan payment point. Kegiatan
kas keliling adalah kegiatan pelayanan kas secara berpindah-pindah lokasi
dengan menggunakan alat transportasi. Kas keliling ini diantaranya, kas mobil,
kas terapung atau counter bank tidak permanen. Payment point adalah kegiatan
penerimaan pembayaran melalui kerjasama antara BPR Syariah dengan pihak
lain pada lokasi tertentu. Payment point diantaranya, penerimaan pembayaran
tagihan telepon, tagihan listrik, dan penerimaan setoran dari pihak ketiga.

2.2 Sejarah dan Tujuan BPR Syariah


A. Sejarah
Lembaga yang berpengaruh atas berdirinya BPR Syariah diantaranya
adalah lembaga keuangan, Bank Pegawai Lumbung Nagari (LPN),
Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit
Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga
Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan
ada juga lembaga lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan
UU Perbankan No. 7 Tahun 1992.
Sebab beradanya lembaga keuangan tersebut muncullah pemikiran
untuk mendirikan bank Muamalat Indonesia (BMI) yang berdiri pada tahun
1992. Namun BMI pencakupan wilayahnya kurang luas sangat
terbatas,seperti desa, kecamatan, kabupaten,maka dalam hal ini BPR perlu
untuk menangani masalah keuangan di wilayah yang tidak terjangkau oleh
BMI.
Pada saat itu ada tiga lokasi yang mendapatkan izin dari prinsip menteri
keuangan RI pada tanggal 8 Oktober 1990, di antaranya yaitu PT BPR Dana
Mardhatillah di Kecamatan Margahayu-Bandung, PT BPR Berkah Amal
Sejahtera di Kecamatan Padalarang-Bandung, dan PT BPR Amanah
Rabbaniyah di Kecamatan Banjaran-Bandung.
B. Tujuan BPR Syariah
Ada tiga tujuan yang dihendaki dengan berdirinya BPR Syariah antara
lain:

4
a) Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat islam, terutama dari
masyarakat pedesaan yang kurang mampu atau juga yang lemah.
b) Meningkatkan lapangan pekerjaan sehingga dapat mengurangi tingkat
urbanisasi, terutama yang berada di tingkat kecamatan.
c) Menambah serta membina semangat ukhuwah islamiyah dengan melalui
kegiatan ekonomi dalam meningkatkan pendapatan perkapita menuju
hidup yang memadai.

2.3 Ketentuan-ketentuan dalam Pendirian BPR Syariah


BPR Syariah yang melakukan usaha secara konvensional tidak
diperkenankan melakukan usaha berdasarkan prinsip syariah. Hal ini
ditegaskan kembali dalam ketentuan pasal 5 ayat (8) UU nomor 21 THN 2008
bahwa: “Bank pembiayaan rakyat syariah tidak dapat dikonversi menjadi bank
pengkreditan rakyat.”
Pengaturan mengenai kepemilikan dan permodalan, kepengurusan,
perluasan jaringan, serta perubahan kegiatan usaha bank pengkreditan rakyat
berdasarkan prinsip syariah telah diatur dalam peraturan bank Indonesia No.
6/17/PBI/2006, yaitu sebagai pengganti dan penyempurnaan dari:
a) Surat keputusan direksi Bank Indonesia no. 32/36/KEP/dir 12 Mei 1999
tentang bank perkreditan rakyat berdasarkan prinsip syariah.
b) Bab X tentang perubahan kegiatan usaha dari surat keputusan direksi no.
32/35/KEP/dir tgl 12 Mei 1999 tentang bank perkreditan rakyat.5
A. Izin pendirian BPR Syariah
Aturan bank Indonesia sebelumnya menyatakan bahwa BPR Syariah
hanya dapat didirikan dengan izin dewan gubernur Bank Indonesia dan
dilakukan dalan 2 tahap, yaitu:
a) Persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan
pendirian BPRS.
b) Pemberian izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan
kegiatan usaha BPRS setelah persiapan pendirian BPRS selesai

5
Rachmadi Usman, “Produk dan akad perbankan syariah di Indonesia”, (PT. Citra Aditya Bakti,
thn 2009). hal. 57-58.

5
dilakukan.6 Proses analisis permohonan izin usaha BPRS dilakukan
dalam jangka waktu tertentu yang diatur dalam ketentuan intern Bank
Indonesia.
B. Pendiri dan kepemilikan BPR Syariah
Bank pengkreditan rakyat syariah hanya dimiliki pihak domestik, bisa
perseorangan atau badan hukum. Ketentuan dalam pasal 5 peraturan bank
Indonesia no. 6/17/PBI/2004 sebagaimana telah diubah dengan peraturan
bank Indonesia no. 8/25/PBI/2006 menentukan bahwa BPRS hanya dapat
didirikan dan dimiliki oleh:
a) Warga negara Indonesia
b) Badan hukum Indonesia
c) Pemerintah daerah
d) Dua pihak atau lebih diantara warga negara Indonesia

Pemilik BPRS harus memiliki persyaratan tertentu. Sebagai pemilik


BPRS dipersyaratkan harus pihak-pihak yang:

a) Tidak termasuk dalam orang yang dilarang menjadi pemegang saham.


b) Menurut penilaian bank Indonesia yang bersangkutan memiliki
integritas antara lain,
• Memiliki akhlak dan moral yang baik.
• Memenuhi peraturan UU yang berlaku.
• Bersedia mengembangkan BPRS yang sehat.
c) Khusus bagi pemegang saham pengendali selain wajib memenuhi
persyaratan diatas, juga wajib menyampaikan surat pernyataan bersedia
untuk mengatasi kesulitan permodalan dan likuiditas yang dihadapi
BPRS dalam menjalankan kegiatan usahanya.7
C. Pengaturan BPR Syariah dalam UU Perbankan
Berbicara tentang pengaturan bank syariah tentu tidak bisa lepas dari
UU No.10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang

6
ibid. hal.58
7
Ibid.hal.60.

6
perbankan, yang merupakan sumber utama bagi pengaturan perbankan di
Indonesia.
Ketentuan mengenai bank syariah antara lain diatur dalam pasal 6 huruf
(m) dan pasal 13 (c) yang menyatakan bahwa usaha bank umum dan bank
pengkreditan rakyat antara lain adalah menyediakan pembiayaan dan
melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh bank Indonesia.8

2.4 Organisasi BPR Syariah


Bentuk organisasi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
berdasarkan POJK.03/2016 mencakup Direksi, Dewan Komisaris, dan anggota
Dewan Pengawas Syariah (DPS). Pengangkatan Direksi, Komisaris dan DPS
dilakukan berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan berlaku
efektif setelah mendapatkan izin dari OJK.
A. Kepengurusan
Menurut ketentuan pasal 19 SK DIR BI 32/36/1999, Kepengurusan
BPR Syariah terdiri dari dewan komisaris dan direksi disamping
kepengurusan, suatu BPR Syariah wajib pula memiliki dewan pengawas
Syariah yang berfungsi mengawasi kegiatan BPR Syariah.
a) Direksi

Tugas dan fungsi direksi antara lain, menyusun perencanaan, melakukan


koordinasi dan pengawasan terhadap seluruh kegiatan BPRS. Posisi
direksi sebagai pelaksana manajemen berdasarkan kebijakan umum dari
dewan komisaris. Direksi bertanggungjawab terhadap operasional BPRS
agar lembaga tetap sehat dan tumbuh secara berkelanjutan. Seorang
direksi dilarang merangkap jabatan sebagai anggota komisaris atau
pejabat eksekutif di lembaga perbankan, perusahaan dan lembaga lain.
Anggota direksi dilarang memiliki hubungan keluarga sebagai orang tua,
termasuk mertua, anak termasuk menantu, saudara kandung termasuk
ipar, suami/istri. Anggota direksi berhenti apabila masa jabatan sudah

8
Cik Basir, “Penyelesaian sengketa perbankan syariah”, (Jakarta, Kencana, 2009) hal.42.

7
berakhir atau meninggal dunia. Direksi juga bisa diberhentikan
berdasarkan RUPS ketika ditemukan tindakan direksi yang dapat
merugikan BPRS, alasan sendiri atau tidak melaksanakan tugas
sebagaimana mestinya.
b) Dewan Komisaris
Tugas utama dewan komisaris adalah menetapkan kebijakan umum,
pengawasan, pengendalian dan pembinaan terhadap BPRS. Dalam
menjalankan tugasnya, dewan komisaris menyusun tata cara pengawasan
dan pengelolaan BPRS, mengawasi kepengurusan, menetapkan
kebijakan anggaran dan keuangan BPRS serta membina dan
mengembangkan BPRS. Dewan komisaris dilarang memiliki hubungan
kekeluargaan dengan anggota dewan komisaris lain, atau dengan direksi
untuk menjaga integritas dewan komisaris. Pemberhentian dewan
komisaris kurang lebih sama dengan direksi selain habis masa periode
atau meninggal pemberhentian komisaris berdasarkan hasil keputusan
RUPS.
c) Dewan Pengawas Syariah
BPRS wajib memiliki dewan pengawas syariah yang berkerja di kantor
pusat minimal satu orang dan maksimal tiga orang. Tugas dan fungsi
utama dari dewan pengawas syariah adalah memastikan dan mengawasi
operasional kegiatan usaha dari BPRS berdasarkan ketentuan syariah
yang diatur dalam fatwa DSN-MUI. Pemberhentian anggota DPS
berdasarkan hasil RUPS, habis masa periode atau meninggal dunia.
Untuk menjaga konsistensi dan kelangsungan BPRS ditentukan:
a) BPR Syariah dilarang melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
b) BPR Syariah tidak diperkenankan untuk mengubah kegiatan usahanya
menjadi BPR konvensional.
c) BPR Syariah yang semula memiliki ijin usaha nya sebagai BPR
konvensional dan telah memperoleh izin perubahan kegiatan usaha
menjadi berdasarkan prinsip syariah, tidak diperkenankan untuk
mengubah status menjadi BPR konvensional.

8
BPR syariah yang telah mendapatkan ijin usaha dari direksi bank
Indonesia wajib melakukan kegiatan usaha selambat-lambatnya 60 hari
perhitungan sejak tanggal ijin usaha dikeluarkan. Sedangkan laporan
pelaksanaan kegiatan usaha wajib disampaikan oleh direksi BPR Syariah
kepada bank Indonesia selambat-lambatnya 10 hari setelah tanggal
dimulainya kegiatan operasional. Apabila dalam waktu melakukan kegiatan
usaha lebih dari waktu yang telah ditentukan maka direksi bank Indonesia
membatalkan ijin usaha yang telah dikeluarkan.
B. Pembukaan kantor cabang
BPR syariah dapat membuka kantor cabang hanya dalam wilayah
provinsi yang sama dengan kantor pusatnya. Pembukaan kantor cabang
syariah dapat dilakukan hanya dengan izin direksi bank Indonesia. Rencana
pembukaan kantor cabang wajib dicantumkan dalam rencana kerja tahunan
BPR Syariah. BPR Syariah yang akan membuka kantor cabang wajib
memenuhi persyaratan tingkat kesehatan selama 12 bulan terakhir tergolong
sehat dan dalam pembukaan kantor cabang BPR Syariah wajib menambah
modal disetor sekurang-kurangnya sebesar jumlah untuk mendirikan BPR
Syariah untuk setiap kantor.

2.5 Kegiatan Usaha BPR Syariah


Kegiatan usaha BPR Syariah pada umumya hampir sama dengan Bank
Umum Syariah, yang membedakannya adalah BPR Syariah tidak
diperkenankan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, misalnya
kegiatan kliring, inkaso, dan menertibkan giro. Sebagai lembaga keuangan
syariah, BPR Syariah dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang berupa bank
umum syariah. Berdasarkan UU Perbankan No.10 Tahun 1998, kegiatan usaha
BPR Syariah meliputi:
a) Simpanan Amanah
Disebut dengan simpanan amanah karena dalam hal bank menerima titipan
amanah dari nasabah. Disebut dengan titipan amanah karena bentuk
perjanjian adalah wadiah yaitu titipan yang tidak menanggung resiko,

9
namun bank akan memberikan bonus dari bagi hasil keuntungan yang
diproleh bank melalui pembiayaan pada nasabah.
b) Tabungan wadiah
Dalam tabungan bank menerima tabungan dari nasabah dalam bentuk
tabungan bebas. Sedangkan akad yang di lakukan oleh bank dengan nasabah
dalam bentuk wadiah. Titipan nasabah tersebut tidak mengandung resiko
kerugian, dan bank memberikan bonus kepada nasabah lainnya. Bonus
tabungan wadiah itu dapat di perhitungkan secara harian dan dibayarkan
kepada nasabah setiap bulannya.
c) Deposito wadiah mudharaah
Dalam bank menerima deposito berjangka dari nasabah akad yang
dilakukan dapat membentuk wadiah dan dapat pula berbentuk mudharabah.
Lazimnya jangka waktu deposito itu adalah 1, 2, 3, 4, 5, 6, 12 bulan sebagai
bentuk penyertaan modal sementara. Maka nasabah/deposito mendapatkan
bonus keuntungan dari bagi hasil yang diperoleh bank dari pembiyaan/
kredit yang di lakukan pada nasabah-nasabah lainnya.
Dalam BPR Syariah terdapat kegiatan yang dilarang, antara lain:
a) Menerima simpanan dalam bentuk giro dan ikut serta dalam lalu lintas
pembayaran.
b) Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing.
c) Melakukan penyertaan modal.
d) Melakukan usaha perasuransian.
e) Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana disebutkan pada
kegiatan usaha yang boleh di lakukan BPRS.

2.6 Kendala dan Strategi Pengembangan BPR Syariah


A. Kendala BPR Syariah
a) BPR Syariah kurang dikenal masyarakat sebagai BPR yang berprinsip
syariah, bahkan ada yang menganggap BPR Syariah sama dengan BPR
konvensional. Dengan demikian maka, BPR Syariah harus memperkuat
identitasnya sebagai BPR dengan prinsip Syariah.

10
b) Upaya peningkatan profesionalisme terkadang terkendala oleh
keterbatasan sumber daya BPR Syariah, sehingga proses BPR syariah
dalam melaksanakan kegiatan biasanya lamban dan respon terhadap
masalah keuangan rendah. Dengan demikian maka diperlukan usaha
untuk meningkatkan sumberdaya manusia disemua posisi.
c) Kurangnya koordinasi antara BPRS syariah dengan bank syariah dan
BMT. Sebagai lembaga keuangan yang bertujuan untuk menyebarkan
agama Islam, tentunya tindakan koordinasi dapat dilakukan untuk
memiliki strategi terpadu dalam memajukan perekonomian masyarakat.
Oleh karena itu, diperlukan suatu kerangka acuan yang dapat dijadikan
sebagai kerangka acuan antar lembaga keuangan di tingkat
pemerintahan, kecamatan, desa, atau pasar dalam menjalankan
kegiatannya, tanpa melupakan keberadaan lembaga keuangan lainnya.
d) Sebagai lembaga keuangan yang berwawasan islami tentunya juga turut
bertanggung jawab terhadap nilai-nilai islami masyarakat di sekitar BPR
Syariah. Kegiatan BPR Syariah di bidang keuangan seringkali tidak
menyisakan waktu untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan
syiar Islam, artinya kegiatan keuangan BPR Syariah melibatkan syiar
islam di bidang keuangan, tetapi juga harus memperhitungkan kegiatan
islam yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat pada umumnya.
BPR syariah harus dimulai dari pembentukan formasi taklim dan
sejenisnya.
e) Nama “Bank Perkreditan Rakyat Syariah” masih memberikan kesan
bahwa sistem BPR menggunakan sistem BPR konvensional. Kata
perkreditan tidak ada dalam terminologi bank dan lembaga keuangan
syariah, sehingga alangkah baiknya jika nama BPR Syariah diubah.
B. Strategi pengembangan BPR Syariah
a) Langkah mensosialisasikan keberadaan BPR Syariah, harus diperhatikan
tidak hanya produknya, tetapi juga sistem yang digunakan. Aspirasi ini
dapat diwujudkan oleh BPR Syariah itu sendiri dengan menggunakan
strategi pemasaran halal seperti: melalui informasi tentang BPR Syriah
di media massa. Hal lain yang dibahas adalah perlunya kerjasama BPR

11
Syariah dengan lembaga pendidikan yang relevan dengan tugas BPR
Syariah mensosialisasikan keberadaan BPR Syariah.
b) Peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan dengan
mendidik lembaga keuangan syariah dan lingkungan yang
mempengaruhinya. Sehingga dalam hal ini diperlukan kerjasama antara
BPR Syariah atau BPR Syariah dengan lembaga pendidikan untuk
membuka Pusat Pelatihan Lembaga Keuangan Syariah atau Short
Courses Lembaga Keuangan Syariah. Tujuan diadakannya training
center ini adalah untuk membekali personel yang ingin bekerja di
lembaga keuangan syariah, khususnya bagi BPR Syariah.
c) Dengan memetakan dan mengoptimalkan perekonomian daerah, dapat
diketahui sejauh mana kemampuan BPR Syariah dan lembaga keuangan
syariah lainnya dalam mengelola sumber daya ekonomi yang ada.
Dengan demikian, kesinambungan kerja antara BPR syariah dan
kesinambungan BPR syariah dengan bank dan BMT syariah juga dapat
terlihat. Sehingga hal ini akan meningkatkan koordinasi lembaga
keuangan syariah.
d) BPR Syariah bertanggung jawab atas permasalahan keislaman
masyarakat dimana BPR Syariah tersebut berada. Dengan demikian perlu
dilakukan kegiatan rutin keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran akan peran islam dalam ekonomi. Demikian pula model BPR
Syariah ini dapat membantu mengidentifikasi gejala sosial ekonomi yang
ada di masyarakat, sehingga BPR Syariah di sektor keuangan lebih
mencerminkan kondisi masyarakat.

2.7 BPR Syariah di Indonesia


Sejak ditetapkannya UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan Syariah,
BPRS sudah semakin berkembang. Dalam kegiatan perbankan sistem
oprasionalnya berdasar pada prinsip bagi hasil ( profit and loss sharing).
Prinsip bagi hasil disini adalah prinsip muamalat berdasarkan syariat dalam

12
melakukan kegiatan usaha bank.9 Syariat dalam BPR yang dimaksud ialah
bank yang kegiatan usahanya dijalankan berdasarkan syariat atau sesuai
dengan hukum islam.

BPR syariah dengan prinsip bagi hasilnya menjadikan sebuah peluang


untuk usaha-usaha kecil semakin berkembang, dan BPR Syariah juga dapat
membina semangat ukhwah islamiyah melalui kegiatan ekonomi. Berikut
beberapa BPR Syariah yang ada di indonesia:

a) PT. Bank Syariah Indonesia, Tbk


b) PT. BPD Nusa Tenggara Barat Syariah
c) PT. Bank Aceh Syariah
d) PT. Bank Aladin Syariah
e) PT. BCA Syariah

9
Rachmadi Usman, Produk dan Akad Perbankan Syariah di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2009), hal. 04.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

BPR Syariah yang melakukan usaha secara konvensional tidak


diperkenankan melakukan usaha berdasarkan prinsip syariah. Hal ini
ditegaskan kembali dalam ketentuan pasal 5 ayat (8) UU nomor 21 THN 2008
bahwa: “Bank pembiayaan rakyat syariah tidak dapat dikonversi menjadi bank
pengkreditan rakyat.

Kegiatan usaha BPR Syariah pada umumya hampir sama dengan Bank
Umum Syariah, yang membedakannya adalah BPR Syariah tidak
diperkenankan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, misalnya
kegiatan kliring, inkaso, dan menertibkan giro. Sebagai lembaga keuangan
syariah, BPR Syariah dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang berupa bank
umum syariah.

Kendala yang dialami BPR Syariah seperti BPR Syariah kurang di


kenal luas oleh masyarakat, kurangnya untuk meningkatkan profesionalisme
yang terkendala oleh keterbatasan sumber daya BPR Syariah, kurangnya
infirmasi antara BPR Syariah dengan bank syariah dan BMT, kurangnya waktu
kegiatan yang berkaitan dengan syiar islam, sistem BPR masih menggunakan
konvensional. Adapun strategi pengembangan BPR syariah yaitu
mensosialisasi keberadaan BPR syariah, meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, mengoptimalkan perekonomian.

Pada UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan syariah sudah semakin


berkembang, dalam kegiatan perbankan sistem oprasionalnya berdasarkan pada
prinsip bagi hasil yang berdasarkan syariat dalam melakukan kegiatan usaha.

14
DAFTAR PUSTAKA

Basir, C. (2009). Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana.

Fasa, D. d. (2020). Manajemen Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: UNY


Press.

Hermanto, M. d. (2021). Sosialisasi Sejarah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan


Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) kepada Alumni Pondok Al-Iman
yang berada di Palembang. Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, Vol. 1,
Hal. 45.

Kurniawan, M. (2021). Bank dan Keuangan Syariah (Teori dan Aplikasi). Jawa
Barat: Penerbit Adab CV, Adanu Abimata.

Rukhul Amin, H. R. (2017). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Non-Performing


Fianncing: Studi Kasus pada Bank dan BPR Syariah di Indonesia. Jurnal
Masharif al-Syariah: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, Vol. 2, Hal.
2.

Salihin, A. (2021). Pengantar Lembaga Keuangan Syariah. Jawa Barat: Guepedia.

Usman, R. (2009). Produk dan Akad Perbankan Syariah di Indonesia . Bandung:


PT. Citra Aditya bakti.

15

Anda mungkin juga menyukai