BANK SYARIAH
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya
Dosen Pengampu
Novy Trianthy, S.Ak., M.Ak.
Disusun Oleh
1. Mutiara Violita (22416262201026)
2. Nisrina Syifa Aulia (22416262201079)
3. Silsy Priscilia (22416262201029)
4. Cica Rika Wulandari (22416262201037)
5. Elin Astriana (22416262201031)
6. Melinda Maryani (22416262201124)
Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan
keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang saya miliki. Oleh karna itu, saya
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan yang membangun dari berbagai pihak. Saya
berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi siapa pun yang membacanya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
1.3 Tujuan............................................................................................................................. 2
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan Undang Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank
Syariah merupakan Bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah atau
prinsip hukum Islam. Prinsip syariah Islam yang dimaksud mencakup dengan prinsip keadilan
dan keseimbangan ('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme (alamiyah),
serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang haram, sebagaimana yang
diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia. Bank Syariah adalah Bank yang beroperasi
sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, yakni Bank dengan tata cara dan operasinya mengikuti
ketentuan-ketentuan syariah Islam.
Bank Syariah adalah Bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga.
Bank Islam atau biasa disebut dengan Bank tanpa bunga, adalah lembaga
keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-
Quran dan Hadits Nabi SAW, dengan kata lain Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang
memiliki usaha pokok memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas
pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat
Islam. Bank syariah menghindari sistem bunga dalam mengoperasikan usahanya. Keberadaan
Bank Syariah dapat dijadikan sebagai solusi alternatif terhadap persoalan tentang adanya
pertentangan antara bunga dengan riba.
1
1.2 Rumusan Masalah
Dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka penulis ingin mengetahui
hal – hal yang berkaitannya dengan Bank Syariah. Oleh karena itu penulis merumuskan
masalah sebagai berikut :
1.3 Tujuan
Sesuai dengan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, makalah ini mempunyai tujuan. Tujuan yang ingin dicapai melalui makalah ini
adalah :
1. Untuk mengetahui sejarah Bank Syariah.
2. Untuk mengetahui fungsi dan tujuan dari Bank Syariah.
3. Untuk mengetahui macam-macam Bank Syariah dan sumber pendapatannya.
4. Untuk mengetahui prinsip dan landasan hukum Bank Syariah.
5. Untuk mengetahui usaha, ciri-ciri dan produk dari Bank Syariah.
6. Untuk mengetahui perbedaan Bank Syariah dengan Bank konvensional.
7. Untuk mengetahui sistem perbankan syariah di Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Bank Syariah pada awalnya dikembangkan sebagai suatu respon dari kelompok
ekonomi dan praktisi perbankan muslim yang berupaya mengakomodasi desakan dari
berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia jasa transaksi keuangan yang dilaksanakan
sejalan dengan nilai moral dan prinsip-prinsip syariah Islam. Umat Islam diharapkan dapat
memahami perkembangan bank syariah dan mengembangkannya apabila dalam posisi
sebagai pengelola Bank Syariah yang perlu secara cermat mengenali dan mengidentifikasi
semua mitra kerja yang sudah ada maupun yang potensial untuk pengembangan bank
syariah.
Sejarah perbankan syariah di Indonesia dimulai pada saat Deregulasi perbankan tahun
1983. Pada tahun tersebut, BI memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk
menetapkan suku bunga. Pemerintah berharap dengan kebijakan deregulasi perbankan maka
akan tercipta kondisi dunia perbankan yang lebih efisien dan kuat dalam menopang
perekonomian. Pada tahun 1983 tersebut pemerintah Indonesia pernah berencana
menerapkan "sistem bagi hasil" dalam perkreditan yang merupakan konsep dari perbankan
syariah.
3
dibuka seluas-luasnya untuk menunjang pembangunan (liberalisasi sistem
perbankan). Meskipun lebih banyak bank konvensional yang berdiri, beberapa usaha-usaha
perbankan yang bersifat daerah yang berasaskan syariah juga mulai bermunculan. Inisiatif
pendirian Bank Islam Indonesia dimulai pada tahun 1980 melalui diskusi-diskusi
bertemakan bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam. Sebagai uji coba, gagasan perbankan
Islam dipraktekkan dalam skala yang relatif terbatas di antaranya di Bandung (Bait At-
Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta (Koperasi Ridho Gusti). Tahun 1990, Majelis Ulama
Indonesia (MUI) membentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia.
Pada tanggal 18 – 20 Agustus 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan
lokakarya bunga Bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya
tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta
22 – 25 Agustus 1990, yang menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja
pendirian Bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI
dengan diberi tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak yang
terkait.
Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirilah Bank Syariah
pertama di Indonesia yaitu PT Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang sesuai akte
pendiriannya, berdiri pada tanggal 1 November 1991. Sejak tanggal 1 Mei 1992, BMI resmi
beroperasi dengan modal awal sebesar Rp 106.126.382.000,-
Pada awal masa operasinya, keberadaan bank syariah belum memperoleh perhatian
yang optimal dalam tatanan sektor perbankan nasional. Pada tahun 1998, pemerintah dan
Dewan Perwakilan Rakyat melakukan penyempurnaan UU No. 7/1992 tersebut menjadi UU
No. 10 Tahun 1998, yang secara tegas menjelaskan bahwa terdapat dua sistem dalam
perbankan di tanah air (dual banking system), yaitu sistem perbankan konvensional dan
sistem perbankan syariah. Peluang ini disambut hangat masyarakat perbankan, yang ditandai
dengan berdirinya beberapa Bank Islam lain, yakni Bank IFI, Bank Syariah Mandiri, Bank
Niaga, Bank BTN, Bank Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, BPD Jabar dan BPD Aceh dll.
4
keuangan syariah kita menjadi salah satu sistem terbaik dan terlengkap yang diakui secara
internasional.
Pada akhir tahun 2013, fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan berpindah dari
Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan. Maka pengawasan dan pengaturan perbankan
syariah juga beralih ke OJK. OJK selaku otoritas sektor jasa keuangan terus
menyempurnakan visi dan strategi kebijakan pengembangan sektor keuangan syariah yang
telah tertuang dalam Roadmap Perbankan Syariah Indonesia 2015-2019 yang dilaunching
pada Pasar Rakyat Syariah 2014. Roadmap ini diharapkan menjadi panduan arah
pengembangan yang berisi insiatif-inisiatif strategis untuk mencapai sasaran pengembangan
yang ditetapkan.
5
ini Bank Syariah akan memperoleh return atas dana yang disalurkan. Return atau
pendapatan yang diperoleh bank syariah atas penyaluran dana ini tergantung pada akadnya.
3. Fungsi Bank Syariah memberikan pelayanan jasa bank
Fungsi Bank Syariah selain menghimpun dana dan menyalurkan dana kepada
masyarakat, bank syariah juga memberikan pelayanan jasa perbankan kepada nasabahnya.
Pelayanan jasa bank syariah ini diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat
dalam menjalankan aktivitasnya. Pelayanan jasa kepada nasabah merupakan fungsi bank
syariah yang ketiga. Berbagai jenis produk pelayanan jasa yang dapat diberikan oleh bank
syariah antara lain jasa pengiriman uang (transfer), pemindahbukuan, penagihan surat
berharga ataupun sebagainya.
Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang berusaha
yang lebih besar terutama kelompok miskin. Yang di arahkan kepada kegiatan usaha
yang lebih produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha.
6
Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas bank syariah akan
mampu menghindari pemanasan ekonomi di akibatkan adanya inflasi, menghindari
persaingan yang tidak sehat antara lembaga keuangan.
Tujuan bank syariah yang keenam yaitu untuk menyelamatkan ketergantungan umat
Islam terhadap bank non-syariah.
7
2. Pendapatan dari investasi. Bank syariah juga memperoleh pendapatan dari hasil
investasi pada instrumen keuangan, seperti saham, obligasi, dan surat berharga syariah
lainnya.
3. Pendapatan dari jasa. Bank syariah memperoleh pendapatan dari jasa yang diberikan
kepada nasabahnya, seperti jasa pengelolaan dana, jasa kustodian, dan jasa lainnya.
4. Pendapatan dari tabungan dan deposito. Bank syariah memperoleh pendapatan dari
bunga tabungan dan deposito yang diperoleh dari nasabah.
5. Pendapatan dari fee. Bank syariah juga memperoleh pendapatan dari fee, seperti fee
administrasi, fee transaksi, fee pembiayaan, dan fee lainnya.
Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi
pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas dan waktu penyerahan
(fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan nasabah
penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman
karena berjalannya waktu (nasi’ah).
Maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan
bersifat untung-untungan.
Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui
keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali
diatur lain dalam syariah.
Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah;atau
Zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya. Yang
dimaksud dengan “Demokrasi Ekonomi” adalah kegiatan ekonomi syariah yang
mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan.
8
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, penerapan bunga di Bank Syariah dinyatakan
riba dan sebagai gantinya diberlakukan sistem bagi hasil yang ditentukan dimuka pada awal
akad usaha disepakati dengan nasabahnya. Porsi bagi hasil biasanya ditentukan dengan suatu
perbandingan. Misalnya, jika customer service Bank Syariah menawarkan nisbah bagi hasil
tabungan sebesar 60:40. Itu berarti nasabah Bank Syariah akan mendapatkan porsi bagi hasil
sebesar 60%, sementara itu Bank Syariah akan mendapatkan porsi bagi hasil sebesar 40%.
Prinsip syariah lebih terang dijelaskan pada pasal 1 butir 13 UU menyebutkan sebagai
berikut “Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara Bank
dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan
lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah antara lain pembiayaan berdasarkan
prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan penyertaan
modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh
keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni
tanpa pilihan (ijarah)atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang
yang disewa dari pihal bank oleh pihal lain (ijarah wa iqtina)”.
Landasan hukum bank syariah selanjutnya yang masih juga digunakan hingga saat ini
adalah UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Peraturan perundangan yang satu
ini, berupaya memberikan penjelasan komprehensif mengenai operasional Bank Syariah. Di
dalamnya secara jelas diatur mengenai jenis-jenis usaha, ketentuan dalam melaksanakan
9
prinsip syariah, penyaluran dana, kelayakan dalam berusaha, serta beberapa hal yang harus
dihindari oleh sebuah Bank Syariah.
1. Penghimpunan Dana
Di kategori usaha penghimpunan dana, setidaknya bank syariah memiliki dua prinsip,
yakni wadiah dan mudharabah.
a. Penghimpunan dana berprinsip wadiah, prinsip wadiah berarti “titipan”. Dengan begitu,
penitip dapat mengambil uang yang dititipkannya di bank kapan pun waktunya. Selama
ini ada dua jenis wadiah, yakni: Wadiah yad dlamana (jika belum diambil penitip dapat
digunakan oleh pihak yang dititipkan) dan Wadiah yad amanah (pihak yang dititipkan
tidak boleh menggunakan uang dari penitip).
b. Penghimpunan dana berprinsip mudharabah. Dalam prinsip mudharabah terjalin kerja
sama antara pemilik dana dengan orang yang mengelola dana tersebut. Prinsip
mudharabah ini terbagi menjadi tiga jenis berikut: Mudharabah muthlaqah (memberi
kuasa penuh pada pengelola uang untuk menjalankan usaha apapun), Mudharabah
muqayyadah (pemilik uang punya batasan-batasan tertentu untuk pengguna uangnya),
dan Mudharabah musytarakah (pengelola ikut serta menanamkan modal dalam sebuah
investasi).
10
2. Penyaluran dana
Dalam kategori kegiatan usaha penyaluran dana ke masyarakat, bank syariah
mempunyai 3 jenis metode, yaitu jual-beli, investasi, dan sewa/penyewaan.
a. Jual-beli, ketika melakukan jual beli Bank Syariah memiliki tiga macam skema yang
meliputi mudharabah, salam, dan istishna. Berikut penjelasan terkait tiga skema
tersebut: Mudharabah (penjual dan pembeli menyepakati keuntungan yang nantinya
diambil oleh masing-masing), Salam (pembeli mesti melunasi pembayaran sebelum
mendapatkan barang), dan Istishna (pembeli memberi arahan pada penjual untuk
menyediakan barang yang sesuai kualifikasi dan penjualannya sesuai kesepakatan yang
terjadi antara keduanya).
b. Investasi, di skema investasi ada jenis mudharabah dan musyarakah. Pada bagian
mudharabah, kegiatan investasi dijalankan berdasarkan persetujuan pemodal dan
pengelola. Jika untung, keduanya akan membagi hasil. Namun, ketika rugi hanya
pengelola modal yang mendapatkan bagiannya. Adapun musyarakah merupakan
investasi beberapa pihak untuk menjalankan kegiatan usaha yang halal. Jika untung,
uang akan dibagikan sesuai dengan porsi modal yang mereka tanam. Lalu kerugian pun
dihitung berdasarkan banyaknya modal yang ditanam mereka.
c. Sewa-menyewa, sama seperti investasi, sewa-menyewa pada Bank Syariah memiliki
dua jenis, yaitu ijarah dan Ijarah mumtahiya bittamlik. Berikut keterangan mengenai
kedua skema tersebut: Ijarah (pemindahan hak pakai barang atau jasa dalam kurun
waktu yang ditetapkan tanpa balik nama kepemilikan), dan Ijarah mumtahiyah
bittamlik (pihak yang menyediakan barang berjanji untuk menjual barang tersebut di
akhir periode penyewaan).
3. Jasa Pelayanan
Menurut Ichsan, N. (2016) layanan yang dijalankan Bank Syariah dijalankan
berdasarkan 4 buah akad yang meliputi wakalah, hawalah, kafalah, dan rahn. Berikut ini
keterangan mengenai masing-masing akad tersebut:
a. Wakalah
Di akad wakalah, serah terima yang diarahkan kepada orang yang ternyata tidak dapat
memenuhi permintaan. Dengan begitu, orang yang diberikan amanah tidak dapat
diganti hingga orang tersebut dapat melakukan tugasnya secara sempurna.
b. Hawalah Akad
11
Hawalah digunakan saat salah satu pihak memindahkan tagihan kepada orang lain yang
memiliki hutang terhadap orang yang ditagih.
c. Kafalah
Di akad kafalah, seseorang (pihak kedua) diberikan jaminan oleh pihak pertama.
Dengan begitu, pembayaran dapat dilakukan oleh pihak pertama kendati yang nantinya
mendapatkan hak atas barang adalah pihak kedua.
d. Rahn
Akad rahn berarti menahan aset nasabah sebagai jaminan. Biasanya, penahanan aset ini
dilakukan ketika seseorang melakukan peminjaman uang ke bank.
a. Tabungan Syariah
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya melalui beberapa ketentuan yang sudah
dijelaskan oleh pihak Bank pada nasabah. Sarana penarikannya bisa menggunakan buku
tabungan, ATM, slip penarikan dan juga melalui metode canggih lain misalnya internet
banking. Ciri khas tabungan syariah adalah menerapkan akad wadi’ah, yang artinya
12
tabungan yang kita simpan tidak mendapatkan keuntungan karena cuma dititip, tidak ada
bunga yang diterima oleh nasabah akan tetapi bank memberikan hadiah atau bonus kepada
nasabah.
b. Deposito Syariah
Deposito banyak dipilih oleh masyarakat untuk berinvestasi, selain mudah, keuntungan
yang didapatkan juga lebih tinggi dari tabungan biasa. Deposito adalah produk simpanan di
Bank yang penyetorannya maupun penarikannya hanya bisa dilakukan pada waktu tertentu
saja karena Bank membutuhkan waktu untuk melakukan investasi. Bisnis atau investasi
yang dijalankan oleh Bank tersebut harus masuk kategori halal menurut hukum Islam. Tenor
atau jangka waktu yang ditawarkan sama dengan deposito konvensional, antara 1 hingga 24
bulan.
Deposito syariah menggunakan akad mudharabah artinya tabungan dengan sistem bagi
hasil (nisbah) antara nasabah dan bank. Keuntungan deposito dengan akad mudharabah ini
biasanya memakai perbandingan 60 : 40 untuk nasabah dan Bank. Makin besar untung yang
bank dapat, makin besar untung yang diperoleh oleh nasabah, demikian pula jika
keuntungan yang diperoleh Bank sedikit maka nasabah akan mendapat keuntungan yang
sedikit pula dengan kata lain, keuntungan muncul bersama risiko.
c. Gadai Syariah (Rahn)
Akad gadai syariah yang dipraktikkan pada PT. Pegadaian adalah meminjamkan uang
kepada nasabah dengan jaminan harta yang bernilai dan dapat dijual. Uang yang
dipinjamkan adalah murni tanpa bunga. Namun nasabah (rahin) wajib menyerahkan barang
jaminan (marhum) untuk kepentingan sebagai alat pembayaran utang manakala pemberi
gadai tidak dapat membayar utang saat jatuh tempo yang telah disepakati.
Dalam praktiknya, barang jaminan akan dijual untuk menutupi utang manakala pemberi
gadai telah dikonfirmasi. Jika barang gadai telah dijual sesuai dengan harga pasaran maka
penerima gadai hanya mengambil sesuai dengan nilai hutangnya dan lebihnya dikembalikan
kepada penggadai.
d. Giro Syariah
Salah satu produk perbankan syariah yang termasuk ke dalam
konsep wadiah (titipan) adalah giro. Secara umum yang dimaksud dengan giro adalah
simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet
giro, sarana perintah bayar lainnya atau dengan pemindahbukuan. Adapun yang dimaksud
dengan giro syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam
13
hal ini, Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa giro
yang dibenarkan syariah adalah giro berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
Dalam prakteknya sebagian besar Bank Syariah menggunakan akad wadiah pada produk
giro. Sebab kebutuhan nasabah membuka giro adalah untuk kelancaran dan kemudahan
dalam bertransaksi, bukan untuk mencari keuntungan. Sedang akad mudharabah bisanya
digunakan untuk akad investasi untuk mencari keuntungan.
e. Pembiayaan Syariah (Ijarah)
Leasing sudah sangat familiar dalam kehidupan kita sehari-hari karena sudah
banyak masyarakat yang menggunakan jasa layanan tersebut, contohnya dalam pembelian
mobil, motor atau benda berharga lainnya. Sewa guna usaha (leasing) pada awalnya di kenal
di Amerika Serikat, yaitu berasal dari kata lease yang berarti menyewa. Sedangkan dalam
ekonomi Islam istilah yang berkaitan dengan leasing adalah Ijarah (al ijarah) yang berasal
dari kata al ajru yang berarti al iwadhu (ganti). Berdasar SK Menteri Keuangan
No.1169/KMK.01/1991 tanggal 21 November 1991, sewa guna usaha adalah kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan
menggunakan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi
(operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara berkala.
Hukum bank syariah berdasarkan syariah islam berdasarkan Al-Qur'an dan Hadist
serta Fatwa Ulama (MUI). Sedangkan bank konvensional hukumnya berdasarkan
hukum positif yang berlaku di Indonesia (Perdata dan Pidana).
Bank Syariah akan menolak pengajuan kredit yang ditujukan untuk hal-hal yang bisa
melanggar hukum Islam (Hanya untuk usaha yang halal). Sedangkan penyaluran
kredit pada Bank Konvensional bisa dilakukan pada berbagai bisnis yang di anggap
aman dan menguntungkan selama tidak menyalahi aturan dan hukum yang berlaku.
Orientasi keuntungan Bank Syariah adalah kemakmuran dan kebahagiaan dunia dan
akhirat. Sedangkan Bank Konvensional untuk kebahagiaan dunia semata.
14
Keuntungan Bank Syariah berdasarkan sistem bagi hasil, jual-beli dan sewa.
Sedangkan bank konvensional keuntungannya berdasarkan sistem bunga.
Di bank syariah, nasabah diperlakukan sebagaimana seorang mitra karena Bank dan
nasabah di ikat dalam akad yang sangat transparan. Sedangkan di Bank Konvensional
hubungan pihak bank dengan nasabah lebih seperti antara debitur dan kreditur.
Setiap transaksi yang dilakukan oleh Bank Syariah selalu berada dalam pengawasan
Dewan Pengawas yang terdiri dari ulama-ulama serta ahli ekonomi yang memang
menguasai ilmu fikih muamalah.
Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil
memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank. serta
menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai
kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam
bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang
beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem
perbankan yang kredibel dan dapat dinikmati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa
terkecuali.
15
semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih
cepat lagi (Muchda, M. W: 2014). Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai
rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% per tahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran
industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.
16
BAB III
KESIMPULAN
Sistem Lembaga Keuangan atau yang lebih khusus lagi disebut sebagai aturan yang
menyangkut aspek keuangan dalam sistem mekanisme keuangan suatu negara, telah
menjadi instrumen penting dalam memperlancar jalannya pembangunan suatu bangsa.
Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam tentu saja menuntut adanya sistem
baku yang mengatur dalam kegiatan kehidupannya. Termasuk di antaranya kegiatan
keuangan yang dijalankan oleh setiap umat. Hal ini berarti bahwa sistem baku termasuk
dalam bidang ekonomi. Namun Dapat disimpulkan juga bahwa perbankan syariah memiliki
kekurangan dan kelebihannya tersendiri yaitu:
17
2. Kelebihan Bank Syariah
Kuatnya ikatan emosional keagamaan antara pemegang saham,pengelola bank,dan
nasabahnya.Dari ikatan emosional inilah dapat dikembangkan kebersamaan dalam
menghadapi risiko usaha dan membagi keuntungan secara jujur dan adil.
Adanya keterikatan secara religi,maka semua pihak yang terlibat dalam bank Islam
adalah berusaha sebaik-baiknya dengan pengalaman ajaran agamanya sehingga berapa
pun hasil yang diperoleh diyakini membawa berkah.
Adanya sistem bagi hasil, untuk penyimpan dana setelah tersedia peringatan dini
tentang keadaan banknya yang bias diketahui sewaktu-waktu dari naik turunnya
jumlah bagi hasil yang diterima.
Penerapan sistem bagi hasil dan ditinggalkannya sistem bunga menjadikan bank Islam
lebih mandiri dari pengaruh gejolak moneter baik dari dalam maupun dari luar negeri.
Adanya Fasilitas pembiayaan (al-mudharabah dan al-musyarakah) yang tidak
membebani nasabah sejak awal dengan kewajiban membayar biaya secara tetap.hai
ini adalah memberikan kelonggaran psikologis yang diperlukan nasabah untuk dapat
berusaha secara tenang dan sungguh-sungguh.
18
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Y. R., & Surahman, M. (2017). Analisis Pencapaian Tujuan Bank Syariah Sesuai
Uu No 21 Tahun 2008. Amwaluna: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah, 1(1), 34-
50.
Ichsan, N. (2016). Akad Bank Syariah. Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum, 50(2),
399-423.
Lugandi, R. (2019). Faktor Faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas Bank Umum Syariah
di Indonesia (Doctoral dissertation, STIE Perbanas Surabaya).
Maimun, M., & Tzahira, D. (2022). Prinsip Dasar Perbankan Syariah. Al-Hiwalah: Journal
Syariah Economic Law, 1(2), 125-142.
Maradita, A. (2014). Karakteristik good corporate governance pada bank syariah dan bank
konvensional. Yuridika, 29(2).
Marimin, A., & Romdhoni, A. H. (2015). Perkembangan bank syariah di Indonesia. Jurnal
Ilmiah Ekonomi Islam, 1(02).
Muchda, M. W. (2014). Pengalihan Tugas Pengaturan dan Pengawasan Perbankan dari bank
Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Jurnal Ekonomi, 22(2), 75-92.
Mutafarida, B. (2017). Macam-Macam Risiko Dalam Bank Syariah. WADIAH, 1(2), 25-40.
Romadhon, B. (2021). Korelasi Merger Tiga Bank Syariah dan Kesadaran Masyarakat
Terhadap Produk Perbankan Syariah. Jurnal At-Tamwil: Kajian Ekonomi Syariah,
3(1), 86-98.
Sudarsono, H., Rubha, S. M., & Rudatin, A. (2019). Pengaruh likuiditas terhadap
profitabilitas di bank syariah. In Proceeding of Conference on Islamic Management,
Accounting, and Economics (pp. 147-152).
19