Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PERBANKAN SYARIAH

KENDALA DAN SOLUSI BAGI HASIL PADA PERBANKAN SYARIAH

Oleh:
Nama : Dian Puspitasari
NIM : 43118120203

Pembimbing:
Dr. Sudjono, M.Acc.

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya hatukan kehadirat TUHAN yang maha esa, karena dengan rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini adalah berkat bantuan,
bimbingan dan dukungan dari semua pihak baik moril maupun materil. Pada kesempatan ini
dengan segala kerendahan hati, penulis menghaturkan rasa terima kasih kepada yang pihak-pihak
yang telah membantu.

Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala saran
dan kritik untuk perbaikan makalah ini akan penulis terima dengan senang hati dan yang
terakhir. Semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amien.

Penyusun,

Dian Puspitasari

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................................i


Daftar Isi ...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................1
B. Batasan Masalah........................................................................1
C. Rumusan Masalah ....................................................................2
D. Tujuan .......................................................................................2
E. Manfaat.......................................................................................2

BAB II LANDASAN TEORI


A. Pengertian Bank Syariah dan Istilah di Dalamnya............................ 3
B. Sistem Bagi Hasil................................................................................7

BAB III PEMBAHASAN


A. Kendala Bank Syariah ........................................................................11
B. Problematika Pembiayaan Bagi Hasil.................................................14
C. Problematika........................................................................................14
D. Bankir Syariah.....................................................................................15
E. Solusi...................................................................................................16

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulam......................................................................................17
B. Saran….............................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perbankan Syariâah adalah salah satu lembaga keuangan syariah yang mempunyai
peran sangat penting dalam kehidupan di Negara berkembang semacam Indonesia ini.
Fungsi peran strategi bank ini disebabkan oleh fungsi utama guna lemabaga dapat
menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat secara efektif dan efisien.

Pembiayaan tersebut adalah pendanaan atau penyediaan uang yang diberikan oleh
satu pihak (lembaga keuangan) ke pihak lain yaitu nasabah atas dara kesepakatan antara
dua belah pihak. Dalam pembiayaan ini pasti ada risiko yang bermasalah. Pembiayaan
bermasalah bisa disebut pembiayaan non lancar mulai dari kurang lancar, sampai dengan
macet.

Dari pernyataan tersebut ada pengaruh yang signifikan dari penerapan atau
penggunaan strategi penanganan terhadap pembiayaan bermasalah yang disalurkan itu
sudah sesuai dengan teori yang ada yaitu terkait dengan komunikasi secara langsung untuk
melihat kondisi nasabah permasalahaan pembiayaan yang bermasalah sudah sesuai strategi
5c ysng sesuai yang diterapkan tujuan tersebut agar meminimalisir pembiayaan bermasalah
agar bank mencapai tujuan perusahaan.

B. Batasan Masalah

Pembatasan suatu masalah digunakan untuk menghindari adanya penyimpangan


maupun pelebaran pokok masalah agar penelitian tersebut lebih terarah dan memudahkan
dalam pembahasan sehingga tujuan penelitian akan tercapai. Beberapa batasan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Luas lingkup hanya meliputi informasi seputar perbankan syariah.

2. Informasi yang disajikan yaitu: Pengertian bank syariah dan istilah di dalamnya, prinsip
bagi hasil serta kendala dan solusi bagi hasil dalam perbankan syariah.

1
C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apa saja kendala bagi hasil dalam perbankan syariah?

2. Bagaimana solusi atas kendala bagi hasil dalam perbankan syariah?

D. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan solusi atas kendala yang sering
terjadi dalam perbankan syariah.

E. Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Bagi Perbankan Syariah

Memberikan solusi antara nasabah dan perbankan syariah atas masalah bagi hasil yang
terjadi dalam perbankan syariah sehingga meningkatkan minat masyarakat untuk
menggunakan perbankan syariah

2. Bagi Peneliti

Manfaat yang didapat bagi peneliti adalah mengimplementasikan ilmu yang sudah
dipelajari di perkuliahan.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Tentang Bank Syariah dan Istilah di Dalamnya

Dalam dunia perbankan saat ini, Anda tentu mengenal bank syariah. Secara fungsi,
bank syariah memiliki peran yang sama dengan bank konvensional, yaitu menghimpun dan
menyalurkan dana masyarakat. Namun, satu hal yang membedakan adalah prinsip syariah
Islam, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian yang menjadi pedoman untuk sistem
operasi dari bank syariah itu sendiri.

Di luar tugas utama sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas penghimpunan
dan penyaluran dana masyarakat, bank syariah juga memiliki tujuan untuk menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional untuk mendukung peningkatan keadilan, kebersamaan,
dan pemerataan kesejahteraan di kalangan masyarakat. 

1. Pengertian Bank Syariah

Berdasarkan Undang Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, bank
syariah merupakan bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
atau prinsip hukum islam. Prinsip syariah Islam yang dimaksud mencakup dengan prinsip
keadilan dan keseimbangan ('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme
(alamiyah), serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang haram,
sebagaimana yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia. 

Selain itu, Undang Undang Perbankan Syariah juga memberi amanah kepada bank
syariah untuk selalu menjalankan fungsi sosial sekaligus menjalankan fungsi seperti
lembaga baitul mal. Lembaga baitul mal yaitu sebuah lembaga yang menerima dana
berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya
kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif).

2. Penanggung Jawab Bank Syariah

3
Dalam pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) tetap menerapkan tata kelola yang sama dengan bank konvensional, yaitu dengan
menjalankan prinsip kehati-hatian dan juga memastikan tata kelola berjalan dengan baik.
Meskipun begitu, tata kelola dan pengawasan tetap mendapatkan penyesuaian dengan
prinsip-prinsip yang jadi pedoman oleh sistem perbankan syariah. 

Secara hakikatnya, bank syariah merupakan lembaga yang menawarkan produk


perbankan sesuai dengan prinsip syariah Islam. Lembaga perbankan syariah harus
mematuhi pada prinsip syariah Islam yang sudah ditetapkan. Pasalnya, prinsip syariah
dalam lembaga perbankan ini jadi hal yang cukup fundamental, mengingat eksistensi dari
bank syariah sendiri didasari oleh prinsip syariah Islam tersebut.

Tetap teguh dalam menjalankan aktivitas perbankan pada prinsip syariah juga
dipandang sebagai sisi kekuatan dari bank syariah. Untuk menjaga konsistensi dalam
menjalankan aktivitas perbankan berdasarkan prinsip syariah islam, bank syariah juga
diawasi oleh Dewan Syariah Nasional dari Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Perihal
pengawasan tersebut dijelaskan melalui Undang Undang No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.

Dalam Undang Undang tersebut terdapat pernyataan pemberian kewenangan kepada


MUI melalui DSN-MUI untuk menerbitkan fatwa kesesuaian syariah terhadap suatu
produk perbankan. Ketetapan tersebut juga didukung oleh Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan (POJK) yang menegaskan bahwa seluruh produk perbankan syariah hanya boleh
ditawarkan kepada masyarakat setelah bank mendapat fatwa dari DSN-MUI dan
memperoleh izin dari OJK.

3. Jenis Bank Syariah

Perlu diketahui bahwa secara umum terdapat dua bentuk usaha dari bank syariah itu
sendiri. Pertama adalah bank umum syariah dan yang kedua adalah bank pembiayaan
rakyat syariah (BPRS). Kedua jenis usaha bank syariah tersebut memiliki fungsi dasar
yang sama dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Namun ada perbedaan
dalam sistem operasi yang ditawarkan kepada nasabah.

4
4. Fungsi sosial

Fungsi sosial merupakan aspek pertama yang memperlihatkan perbedaan antara bank
umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah secara signifikan. Dalam pelaksanaan
aktivitas perbankan syariah, bank umum syariah dapat menjalankan fungsi sosial sebagai
lembaga baitul mal. Dalam hal ini adalah penerimaan dana yang bersumber dari zakat,
infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya. Dana yang diterima tersebut nantinya bisa
disalurkan kepada organisasi pengelola zakat untuk keperluan sosial. Sedangkan bank
pembiayaan rakyat syariah tidak memiliki fungsi sosial tersebut. 

5. Penghimpunan Dana

Dalam sistem penghimpunan dana, bank umum syariah diperbolehkan untuk


menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf berbentuk uang. Wakaf uang yang
diterima tersebut akan disalurkan kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak
pemberi wakaf (wakif). Sedangkan untuk bank pembiayaan rakyat syariah, bank hanya
bisa melakukan penghimpunan dana nasabah melalui rekening bank pembiayaan rakyat
syariah.

6. Penyaluran Dana

Bank pembiayaan rakyat syariah hanya bisa menyalurkan dana masyarakat dalam
bentuk pembiayaan bagi hasil dan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak
bergerak kepada nasabah yang didasari oleh akad ijarah. Selain itu pembiayaan yang boleh
dilakukan oleh bank pembiayaan rakyat syariah juga bisa dilakukan dengan cara sewa beli
serta pengambil alihan utang berdasarkan akad hawalah. 

Untuk produk perbankan sendiri, bank pembiayaan rakyat syariah menawarkan


simpanan berupa tabungan dan juga investasi dalam bentuk deposito. Manfaat yang bisa
dirasakan oleh nasabah harus didapatkan melalui akad wadi'ah dan mudharabah atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

7. Istilah-istilah dalam Bank Syariah

5
Dalam aktivitas perbankan syariah, terdapat beberapa kosakata atau istilah yang
berbeda digunakan oleh bank syariah jika dibandingkan dengan bank konvensional. Agar
memahami maksud dan fungsi bank syariah lebih baik, berikut adalah istilah yang akan
sering Anda temui sebagai seorang nasabah.

1. Pembiayaan

Dalam aktivitas perbankan secara umum, mungkin Anda mengenal kata kredit.
Namun untuk aktivitas bank syariah, hal tersebut dikenal dengan istilah pembiayaan.
Meskipun begitu, tidak hanya sekadar perbedaan nama saja. Pembiayaan merupakan
salah satu program dari bank syariah yang bertujuan untuk membantu masyarakat
dalam penyediaan dana dan/atau barang serta fasilitas lain. 

Dalam hal ini proses pembiayaan juga harus dilakukan sesuai dengan prinsip
syariah. Segala bentuk pembiayaan di bank syariah harus merujuk pada akad yang
telah dikeluarkan fatwanya oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN MUI) atau Pernyataan Kesesuaian Syariah dari DSN MUI.

2. Ujroh

Dalam perjanjian pembiayaan, sebagai nasabah bank syariah Anda juga perlu
memperhatikan kata ujroh. Istilah ini memiliki makna yang berarti sebuah
persetujuan atas nilai atau harga sewa yang harus dibayarkan oleh penerima manfaat
pembiayaan terkait penggunaan manfaat atas obyek pembiayaan. Ketentuan besaran
nilai yang dibayarkan perlu ditetapkan melalui akad yang disepakati oleh kedua
belah pihak.

3. Akad

Sebagai nasabah bank syariah, Anda akan sering menemukan


istilah akad dalam berbagai fasilitas atau produk perbankan yang digunakan. Istilah
satu ini memiliki arti yang mengacu pada kesepakatan dalam bentuk perjanjian
tertulis antara bank dan nasabah atau pihak lain. Dalam kesepakatan tersebut dimuat

6
juga informasi mengenai hak dan kewajiban, standar operasional, serta persyaratan
yang disepakati sesuai dengan prinsip syariah dan hukum yang berlaku.

Mengacu pada OJK, terdapat 9 akad yang ada dalam setiap transaksi perbankan
syariah. Kesembilan akad tersebut antara lain adalah 

a. Wadi’ah
b. Mudharabah
c. Musyarakah
d. Murabahah
e. Salam
f. Istina’
g. Ijarah
h. Ijarah muntahiyah bit tamlik
i. Qardh 

B. Sistem Bagi Hasil

1. Pengertian Bagi Hasil

Bagi hasil selain sebagai sebuah kesepakatan dagang, juga merupakan sistem yang
dijalankan bank syariah. Sebenarnya keduanya hampir sama karena ada kesepakatan antara
kedua belah pihak atau lebih untuk membagikan hasil usahanya. Bagi hasil adalah suatu
sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola
dana.

Mengutip dari Wahedinvest, dalam keuangan syariah, sistem ini mengacu pada dua
sistem, yaitu musyarakah dan mudarabah. Musyarakah sendiri lebih lazim dikenal sebagai
perjanjian bagi hasil dalam bisnis, di mana beberapa orang menyetorkan modal untuk
menjalankan usaha. Sementara itu, mudarabah merupakan pemberian modal dari satu
investor kepada seorang pengelola usaha.

7
Jika dalam bank konvensional dikenal dengan istilah bunga, bank syariah membayar
bagi hasil atas keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Jumlah yang dibagikan bergantung
dengan kesepakatan tingkat rasio atau nisbah. Dari sisi bisnis sendiri, hal ini merupakan
bentuk dari perjanjian kerja sama antara pemodal dengan yang menjalankan usaha untuk
menjalankan kegiatannya.

Hal ini menjadi ikatan kontrak terhadap keduanya untuk membagikan hasil bila
terdapat keuntungan, serta kerugian sesuai dengan kesepakatan yang berlaku. Bagi hasil
adalah bentuk return  terhadap kontrak investasi tiap waktunya, dengan nilai yang berubah-
ubah. Besar-kecilnya perolehan kembali itu bergantung pada hasil usaha yang benar-benar
terjadi. 

2. Mekanisme Bagi Hasil

Sebelum membahas lebih jauh tentang bagi hasil, kamu perlu mengetahui terlebih
dahulu mekanisme yang biasanya digunakan. Mengutip dari Tirto, berikut mekanisme
yang perlu kamu ketahui.

a. Profit sharing

Profit sharing berarti kesepakatan untuk membagikan keuntungan dari suatu usaha.


Keuntungan yang berasal dari pendapatan yang sudah dikurangi dengan ongkos produksi
atau operasional sehingga hasil yang didapatkan merupakan keuntungan bersih.

b.  Gross profit sharing

Sedikit berbeda dengan profit sharing, gross profit sharing juga merupakan


kesepakatan bagi hasil. Hanya saja, pembagian keuntungan hasil usaha dihitung
berdasarkan pendapatan yang dikurangi harga pokok penjualan. Laba tersebut belum
dikurangi dengan pajak, biaya administrasi, serta biaya pemasaran lainnya. Hal tersebut
bisa pula disebut dengan pembagian laba kotor.

c. Revenue sharing

8
Berbeda dengan dua poin sebelumnya. Revenue sharing adalah pendapatan yang
belum dikurangi dengan biaya operasional dan komisi dalam sistem perbankan. Hal ini
dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana. Dalam sistem syariah, pola ini dapat
digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha lembaga keuangan syariah. Dalam
perbankan syariah, mekanisme yang digunakan kebanyakan menganut prinsip profit
sharing atau pembagian laba bersih antara kreditur dan juga debitur. 

Sementara itu, dalam sistem kesepakatan usaha, mekanismenya bisa ditentukan


berdasarkan skema bagi hasil yang dipilih sesuai dengan akad atau perjanjian di awal.

d. Prinsip dalam Menjalankan Bagi Hasil

Sebelum melakukan kesepakatan, kamu perlu mengetahui beberapa prinsip yang


harus hadir di dalamnya. Hal ini agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

Berikut beberapa prinsip yang perlu kamu ketahui.

1) Adanya kesepakatan yang jelas

Dalam sebuah kesepakatan, tentu harus ada kejelasan bagaimana hal tersebut
dilakukan. Hal ini terutama berlaku untuk permodalan, apakah pihak investor memberikan
seluruh modalnya, atau hanya sebagian. Jika pihak-pihak yang bersepakat sama-sama
menyetorkan modal, perlu ada persentase pembagian jika rasio modal yang diberikan
berbeda-beda.

2) Adanya kejelasan usaha yang dilakukan

Jenis usaha yang dilakukan dan diketahui harus disepakati bersama, begitu pula jika
pengelola modal memutuskan untuk mengganti atau mengembangkan usahanya. Hal
tersebut penting agar tidak timbul perselisihan di kemudian hari.

3) Adanya ketentuan waktu

9
Dalam bagi hasil, perlu disepakati kapan proses pembagian terjadi kepada seluruh
pihak, apakah setiap bulan, atau rentang waktu lainnya. Jika terjadi keterlambatan, tentu
seluruh pihak harus memahami kondisi bisnis dan bersepakat untuk menerima
keterlambatan pemberian hasil.

4) Adanya ketentuan pembagian

Seperti dijelaskan sebelumnya, terdapat berbagai mekanisme dalam membagikan


hasil. Perlu ditentukan sejak awal bagaimana mekanisme yang akan dilakukan.

3. Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan utama dari bagi hasil adalah adanya transparansi terhadap apa yang
dilakukan serta keuntungan yang didapatkan. Hal ini penting agar dianggap tidak
merugikan kedua belah pihak. Meskipun begitu, kekurangan dari sistem ini dibandingkan
sistem lainnya adalah perlunya supervisi terhadap pengelola usaha terutama untuk
menurunkan risiko itikad kurang baik.

Pihak-pihak yang kurang mengenal satu sama lain cukup rentan menghadapi
fenomena tersebut. Umumnya, karena memiliki kesamaan visi untuk memakmurkan
perekonomian syariah, mereka akan melakukan kesepakatan. Hal itu berbeda dengan
sistem konvensional yang terdapat prosedur-prosedur yang memungkinkan terjaringnya
pihak-pihak dengan itikad semacam itu. 

10
BAB III
PEMBAHASAN

A. Kendala Bank Syariah

1. Minimnya Informasi Bank Syariah


Masyarakat masih banyak memiliki persepsi yang salah tentang bank syariah. Secara
visual dan analogis masih banyak masyarakat yang menafsirkan bank syariah adalah bank
konvensional pada umumnya yang menggunakan dasar pembagian hasil di dalam
mendistribusikan pendapatan yang diperoleh bank. Persepsi yang kurang tepat lagi bank
syariah dianggap sebagai bank yang sifatnya bank sektarian sehingga segala transaksi dan
operasionalnya diperuntukkan golongan umat agama tertentu, yang seakan-akan tertutup
mengadakan transaksi dengan golongan umat yang lain. Beberapa anggapan atau persepsi
yang tidak benar dari beberapa masyarakat dapat dipahami karena masih minimnya
informasi dan pemahaman tentang Bank Syariah. Masih minimnya literatur, referensi dan
karya tulis yang lain menyebabkan terbatasnya sosialisasi tentang informasi dan
pemahaman bank syariah. Informasi dan pemahaman bank syariah yang masih terbatas
disebabkan pula masih langkanya universitas atau lembaga pendidikan di negara kita yang
menyediakan kurikulumekonomi dan perbankan syariah, terlebih untuk mencari lembaga
pendidikan tinggi yang memiliki Islamic Economic Research Center masih jau dari
harapan.

2. Sumber Daya Manusia Masih Terbatas

Indonesia dewasa ini bahkan di tingkat glonal dirasakan masih langka bankir yang
memiliki keahlian operasional bank syaraih. Bahkan para bankir yang telah mengikuti
berbagai kursus dan pelatihan dalam praktiknya masih merasakan keterbatasan
pengetahuan tentang aplikasi model penghimpunan dana, pembiayaan dan jasa dari Bank
Syariah. Perbankan syariah menuju abad mendatang di era globalisasi harus memiliki
sumber daya manusia (SDM) yang mempunyai daya saing yang andal. Bank Syariah

11
memerlukan SDM yang memiliki kemampuan dua sisi yang meliputi ketrampilan
pengelolaan operasional dan pengetahuan syariah termasuk akhlak dan moral dengan
integritas yang tinggi. Persyaratan SDM Bank Syariah mendatang harus memenuhi STAF
merupakan kependekan dari Shidiq artinya SDM bank syariah harus jujur dan pintar. Jujur
dan pintas di dalam melaksanakan tugas operasional bank sehari-hari, Tabligh yang berarti
menyampaikan dan menyebarluaskan kebaikan, berani menyatakan dan menyampaikan
kebaikan ataupun mengatakan dan mencegah kemungkaran. Amanah berarti dapat
dipercaya. Memegang teguh amanah dan kepercayaan yang telah dipercayakan pimpinan
kepadanya. Fathonah yang artinya pandai dan memiliki kemampuan yang andal terhadap
tugasnya. Bagi otoritas pengawas persyaratan SDM Bank Syariah yang dirumuskan dalam
STAD ini secara eksplisit dan implisit harus ditetapkan dalam berbagai ketetntuan dan
petunjuk otoritas pengawas.

3. Jaringan dan Kantor Cabang yang Terbatas


Jaringan dan kantor cabang Bank Syariah di Indonesia masih jauh dari jumlah
jaringan dan kantor cabang yang dimiliki bank konvensional . Tersedianya fasilitas untuk
dapat melayani nasabah yang akan bertransaksi dengan bs masih sangat minim. Hal ini
dapat dilihat dari jumlah Bank Syariah yang ada di Indonesia terdapat satu bank umum dan
78 BPR perkembangan perbankan syaraih ini dibandingkan dengan total volume usaha dan
jumlah perbankan nasional secara keseluruhan relatif masih sangat kecil yaitu di bawah 1
% sehingga peranannya terhadap ekonomi makro belum signifikan. Kuran volume usaha
dan jaringankantor yang sangat kecil tersebut merupakan salah satu kendala utama dalam
pengembangan perbankan syariah sebagaimana yang telah diindikasikan oleh M. Umer
Chapra sehingga mempengaruhi kemampuan bank untuk melakukan pelatiha yang
memadai, penelitian pasar, pengembangan produk dan pengembangan teknoligu.
Kondisi yang masih serba terbatas tersebut akan mempengaruhi pada akademisi
maupun praktisi untuk melakukan kegiatan penelitian yang terbukti dengan masih sangat
terbatasnya literatur maupun keterlibatan para pakar dalam pengembangan Bank Syariah.
Termasuk dalam hal ini keterbatasan bank syariah di dalam taraf pengembangan adalah
masih terbatasnya sistem informasi. Teknologi sistem informasi yang tepat guna akan
menjadikan bank beroperasi lebih efisien seperti di beberapa negara kaya minyak di Timur
Tengah seperti Bahrain, Arab Saudi, Kuwait, Qatar. Kecanggihan sistem informasi bank

12
syariah sangat menonjol, sehingga mampu menyediakan data dan pelayananjasa kepada
masy melalui produk-produk bank yang modern seperti phone banking, smart card dan
investment product.

4. Penerapan Standar Tingkat Kesehatan Perbankan


Masalah standar laporan keuangan perbankan syariah yang dituntut menyajikan
laporan keuangan sebagai lembaga mencari untung juga terkait dengan laporan keuangan
bank yang fungsinya sebagai fungsi sosial. Hal ini berkaitan dengan konsep dasar usaha
perbankan syariah di samping mempunyai konsep investasi juga berkonsep pada norma
moral atau sosial. Memperhatikan dasar keadilan dan dasar kebenaran maka konsep Islam
dalam pencatatan keuangan tetap mengacu pada konsep dasar laporan keuangan yang dapat
dipertanggungjawabkan, transparan, adil dan dapat diperbandingkan.
Dalam laporan keuangan ini bank syariah dapat berpedoman kepada standar
akuntansi lembaga keuangan Organisasi Akuntansi dan Auditing bagi lembaga keuangan
Islam atau AAQIFI yang berkedudukan di Bahrai. Maslahnya sekarang Bank Sentral
sebagai otoritas pengawas harus mengadakan pengawasan terhadap kegiatan bank syariah.
Dalam tugasnya otoritas pengawas harus mengadakan pengawasan terhadap kegiatan bank
syariah. Dalam tugasnya otoritas pengawas mutlak memerlukan piranti pengaturan dalam
bentuk standar. Standar pengukuran kinerja atau tingkat kesehatan perbankan seperti
standar CAMEL, KPMM (Ketentuan Pemenuhan Modal Minimum) atau CAR, PDN
(Posisi Devisa Neto), BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit) dan NPTS (Nisbah
Pembiayaan terhadap Simpanan) yang telah diterapkan pada sistem perbankan
konvensional yang kita kenal selama ini. Dengan beroperasinya bank syariah timbul
pertanyaan apakah standar CAMEL dan prinsip atau ketentuan kehati-hatian atau
prudentialbanking tersebut dapat diterapkan pada sistem perbankan syariah yang
mempunyai sistemkonsep yang berbeda dalam operasionalnya dengan bank konvensional.
Penerapan prudential banking pada bank syariah ini telah lama menjadi isu pakar
perbankan. Working paper IMF (Maret 1998) Banking : Issues in prudential regulation and
supervision, menyatakan bahwa implementasi prinsip kehati-hatian pada bank syariah
dapat menggunakan referensi standar Bask Committee on Banking Supervision (BIS).
Seperti yang diterapkan pada bank konvensional. Namun standar BIS tidakdapat

13
sepenuhnya diadopsi dalam perbankan syariah karena terdapat kendala yaitu adanya
perbedaan penerapan prinsip syariah di tiap-tiap negara muslim. Perbedaan derajat
penerapan prinsip syariah dalam lembaga atau instrumen perekonomian seperti misalnya
Iran dengan Islam. Konservatif dan Malaysia dengan Islam Liberal.

B. Problematika Pembiayaan Bagi Hasil


Pada masa awal berdirinya bank syariah di Indonesia, payung hukum bank syariah
saat itu— UU No.7 tahun 1992—hanya menyebut bank syariah secara implisit. Bank
syariah “disinggung” di pasal 6 ayat m yang menyebutkan perbankan bisa menyediakan
pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil. Dari definisi itu dapat diambil
benang merah bahwa bank syariah memang diasosiasikan sebagai bank bagi hasil.
Sehingga bisa dibilang bahwa pembiayaan bagi hasil merupakan inti dari pembiayaan bank
syariah.
Dalam buku Bank Syariah : Teori dan Praktek, M. Syafi’I Antonio mengemukakan
bahwa terdapat empat jenis akad utama konsep bagi hasil yang diterapkan dalam
perbankan syariah yaitu ; mudharabah, musyarakah, muzara’ah dan musaqah. Namun
prinsip yang paling popular dan banyak digunakan oleh perbankan syariah di Indonesia
adalah mudharabah dan musyarakah.
Sayangnya, meskipun pembiayaan bagi hasil merupakan pembiayaan primer pada
bank syariah porsi pembiayaan ini masih kalah dibandingkan dengan pembiayaan
berdasarkan skema jual-beli (murabahah). Berdasarkan Statistik Perbankan Syariah Bank
Indonesia, per Oktober 2009 total pembiayaan perbankan syariah mencapai 45,3 triliun
dimana porsi pembiayaan musyarakah mencapai 6,4 triliun atau 14,1% dari total
pembiayaan. Sedangkan pembiayaan mudharabah hanya sebesar Rp 10,2 triliun atau 22,5
%. Bandingkan dengan pembiayaan murabahah yang mencapai Rp 25,5 triliun atau
porsinya sebesar 56,3%.

C. Problematika

Problem masih rendahnya pembiayaan bagi hasil di Indonesia bisa berasal dari
berbagai sumber, yakni dari internal bank syariah, stakeholders, regulasi, dan faktor

14
eksternal lainnya. Tetapi di artikel ini saya lebih menyoroti dari sisi internal bank syariah.
Karena banyak studi yang menyimpulkan bahwa faktor internal yang paling memicu
rendahnya pembiayaan bagi hasil.

Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia tahun 2004,
pernah membuat penelitian bahwa terdapat lima masalah internal bank syariah yang
muncul seputar rendahnya pembiayaan bagi hasil di perbankan syariah, yaitu : Pertama,
Pemahaman bankir syariah terhadap esensi bank syariah kurang. Kedua, Bank syariah
terlalu mengutamakan orientasi bisnis dan keuntungan. Ketiga, kualitas dan kuantitas SDM
belum memadai dan kurang menguasai seluk beluk penyaluran pembiayaan bagi hasil.
Keempat, Aversion to effort yaitu bank syariah masih bersikap tidak mau repot atau
melakukan hal-hal ekstra dalam mendampingi pengusaha. Kelima, aversion to risk yaitu
bank syariah masih bersikap menghindar dari risiko.

D. Bankir Syariah

Pada dasarnya, permasalahan diatas masih relevan dengan keadaan sekarang. Dari
fakta di lapangan, penulis berpendapat, faktor internal yang menjadi penyebab utama
rendahnya pembiayaan bagi hasil adalah rendahnya kapasitas bankir syariah dalam
memahami pembiayaan bagi hasil.

Rendahnya pemahaman bankir syariah terhadap pembiayaan bagi hasil akan


menyebabkan bankir syariah kurang memberi informasi tentang pembiayaan bagi hasil.
Bankir syariah dengan mudahnya akan menjelaskan panjang lebar tentang akad jual beli
dengan keunggulannya berupa cicilan tetap. Tapi hal tersebut belum tentu terjadi ketika
menjelaskan produk bagi hasil.

Akibatnya calon debitor pun minim informasi bahkan bisa salah persepsi
(misperception). Misalnya, menganggap pembiayaan bagi hasil itu ribet. Bahkan bisa saja
ada suatu proyek yang cocok diberikan pembiayaan bagi hasil, tapi karena ketidakpahaman
pada kedua belah pihak, maka diambilah jalan pintas, misalnya menggunakan skema jual
beli alias murabahah.

Apalagi perbankan syariah cenderung berkembang di kota-kota besar yang lebih


banyak didominasi sektor perdagangan. Ditambah praktek murabahah lebih diterima

15
masyarakat karena cenderung mirip dengan skema konvensional—bankir syariah juga
kebanyakan dari bank konvensional. Seorang bankir syariah—seperti halnya bankir di
bank lain—juga cenderung mencari jalan yang mudah dan cepat meng-gol-kan target
pembiayaan. Sehingga mereka akan mendahulukan pembiayaan murabahah yang mudah di
pahami debitor dan simple dalam analisa pembiayaan.

Rendahnya pemahaman pada pembiayaan bagi hasil juga membuat bankir syariah
lebih dominan melihat sisi risiko daripada economic benefit. Pembiayaan bagi hasil
memang berbasis natural uncertainty contract. Sehingga masing-masing pihak tidak
mempunyai kepastian berapa return yang akan diperoleh. Bank syariah bisa mendapat bagi
hasil atau tidak mendapat sama sekali. Tergantung dari pendapatan debitor. Adanya
ketidakpastian hasil yang diperoleh tersebut membuat bankir syariah terlalu ekstra prudent
sehingga menciutkan nyali untuk melempar pembiayaan bagi hasil.

E. Solusi

Solusi dari kemandegan ini tentu memberikan pelatihan pembiayaan bagi hasil yang
super intensif terhadap bankir syariah. Susahnya, paradigma konvensional yang masih
melekat pada bankir syariah bisa meruntuhkan misi akselerasi pembiayaan bagi hasil. Nah,
yang ini tergantung bagaimana Bank syariah bisa meramu bankirnya. Sehingga yang harus
disalahkan jika bankir syariah kurang menguasai pembiayaan bagi hasil bukan si bankir
tapi bank syariah tempat si bankir syariah bekerja.

Oleh karena itu bank syariah harus membuat suatu desain strategi—terutama dalam
“mendidik” bankirnya—yang akan meningkatkan porsi pembiayaan bagi hasil secara
bertahap. Memang, dominannya pembiayaan non bagi hasil bukan sesuatu hal yang salah
tapi bukankah lebih baik jika porsi pembiayaan bagi hasil mendominasi pangsa
pembiayaan bank syariah.

16
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara hukum Bank Syariah di Indonesia sudah mendapat legitimasi hukum yang
kuat dengan diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan dan UU No. 23
tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang menegaskan bahwa Bank Indonesia
mempersiapkan perangkat aturan dan fasilitas penunjang yang mendukung operasional
Bank Syariah. Berdirinya Bank Syariah merupakan salah satu solusi umat muslim keluar
dari transaksi dan bisnis riba seperti bank konvensional pada umumnya yang dasar
operasionalnya menggunakan konsep dasar bunga. Dasar transaksi bunga yang hukumnya
sudah jelas dinyatakan oleh MUI adalah haram. Peluang Bank Syariah untuk maju dan
berkembang masih besar, mengingat mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim dan
pada kenyataannya pasar yang diraih oleh bank syariah masih kecil dan belum digali,.
Masih ada kesempatan besar untuk menggali potensi pangsa pasar di Indonesia.
Pada kenyataannya bank syaraiah akan lebih rentan terhadap krisis atau goncangan
yang terjadi. Dengan dasar operasional bagi hasil bukan atas dasar bunga, bank syariah
tidak akan menghadapi masalah negetive spread seperti yang dihadapi oleh bank
konvensional kebanyakan, yang menggunakan dasar operasional bunga. Sistem bagi hasil
yang dimiliki bank syariah akan mendorong sistem perekonomian yang berkeadilan.
Dengan sistem bagi hasil akan mendorong pemanfaatan sumber daya secara maksimal,
pada akhirnya menggairahkan sektor riil yang banyak diharapkan memberi peluang
kesempatan kerja. Bank Syariah dengan kemauan pemerintah yang didukung dengan
lingkungan yang kondusif yaitu aparatur yang bersih dan berwibawa bebas dari korupsi,
kolusi dan nepotisme. Sosialisasi tentang pengertian dan pemahaman mengenai bank
syariah yang benar yang diikuti pula dengan keterlibatan para pakar ekonomi dan
perbankan untuk mengkaji dan megnadakan penelitian untuk pengembangan bank
syariah.didukung pula oleh SDM dan pelatihan dan perluasan jaringan pelayanan berupa

17
kanbtor cabang dan kecanggihan teknologi informasi Bank Syariah akan tumbuh dan
berkembang sejajar dengan bank konvensional lainnya, bahkan akab lebih besar merebut
panfsa pasar perbankan di Indonesia

B. Saran
Untuk mengatasi permasalahan maupun hambatan dalam pelaksanaan Sistem Bagi
Hasil pada Bank Syariah diperlukan langkah-langkah antara lain sebagai berikut :
1. Agar ditingkatkan kesadaran tentang persepsi dan komitmen kepada calon nasabah
melalui sosialisasi khususnya tentang Sistem Bagi Hasil pada Bank Syariah dan
produk-produk lainnya melalui berbagai media
2. Agar ditumbuhkannya tekad yang kuat dan istiqomah dimulai dari pengelola serta
memiliki sumber daya manusia yang professional, memahami dan trampil tentang
konsep syariah dan operasional serta memberikan pengertian kepada nasabah atau
calon nasabah yang mempunyai sikap istiqomah pula.
3. Agar lebih ditingkatkannya dukungan dari pemerintah terhadap perkembangan
kemajuan lembaga keuangan dengan sistim Bank Syariah dengan membuat
perundang-undangan khusus yang mengatur tentang Bank Syariah.
4. Agar lebih ditingkatkannya promosi Bank syariah lebih pro-aktif kepada masyarakat
antara lain dengan membuka kantor-kantor cabang baru di seluruh wilayah RI yang
diikuti dengan peningkatan profesionalisme tenaga kerjanya dalam memasarkan
produknya dan melayani masyarakat.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Yunitarini, Siti. “Prospek dan Kendala Bank Syariah di Era Global”

2. https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/Pages/PBS-dan-kelembagaan.aspx
3. https://www.ojk.go.id/waspada-investasi/id/regulasi/Documents/
UU_No_21_Tahun_2008_Perbankan_Syariah.pdf

4. https://www.kompasiana.com/banksyariah/54ff5142a33311764c50fb7c/problematika-
pembiayaan-bagi-hasil/ Tony Hidayat

5. https://glints.com/id/lowongan/bagi-hasil/#.YntDXtpBzIU

19

Anda mungkin juga menyukai