Anda di halaman 1dari 15

Bank dan Perlunya Manajemen Risiko Bank Syariah

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Resiko Bank Syariah


Dosen Pengampu : Wahyu Syarvina, MA

Disusun Oleh :

Ayuni Syafitri (0503191007)


Husnul Khotimah Nasution (0503191004)
Misbah Sitohang (0503191013)

PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2022-2023

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan limpahan karunia dan
rahmatnya kepada kita semua, sehingga pada hari ini penulis telah menyelesaikan tugas berupa
makalah mata kuliah Lembaga Keuangan Bukan Bank dengan judul “Bank dan Perlunya
Manajemen Risiko Bank Syariah” dengan tepat waktu. Dan penulis mengucapkan Terimakasih
kepada dosen pengampu yang telah membimbing kami selama satu semester ini sehingga kami bisa
menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.

Adapun kendala dan masalah ketika penulisan makalah tentang Bank dan Perlunya Manajemen
Risiko Bank Syariah ini dikarenakan kami sebagai penulis masih banyak kurangnya wawasan dan
miskin ilmu yang kami miliki, namun kami selalu berusaha agar makalah ini bisa selesai dengan
sempurna. Agar pembaca bisa memahami isi makalah ini dengan baik. Kami mencoba memberikan
beberapa referensi yang bagus.

Semoga makalah tentang Bank dan Perlunya Manajemen Risiko Bank Syariah ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca
khususnya, apabila ada kesalahan atau kekurangan dalam penulisan silahkan memberikan kritik dan
saran yang membangun guna penyempurnaan penulisan makalah Bank dan Perlunya Manajemen
Risiko Bank Syariah ini, jika ada benarnya itu semua datangnya dari Allah SWT Yang Maha Benar.
Terima kasih semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Wassalam

Medan, 24 Mei 202

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang .................................................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 2

1.3. Tujuan Masalah ................................................................................................................. 2


BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................. 4

2.1. Sejarah Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia ................................................... 6


2.2. Manajemen Risiko dan Factor Yang Menjadi Penyebab ................................................... 7
2.3. Perlunya Manjemen Resiko Bank Syariah....................................................................... 10

BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 9

A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 9
B. Saran .................................................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA

3
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Pesatnya perkembangan bank syariah baik di Indonesia maupun Internasional telah
memberikan alternatif baru bagi konsumen pengguna jasa perbankan untuk menikmati produk-
produk perbankan dengan metode non bunga atau yang biasa disebut dengan bagi hasil, dan
kepercayaan masyarakat sebagai konsumen terhadap perbankan syariah semakin tinggi. Saat ini,
layanan perbankan syariah telah tersebar di seluruh penjuru dunia dalam berbagai bentuk lembaga
keuangan, bahkan di Indonesia sejak 1 February 2021 sampai saat ini telah tumbuh dan berdiri Bank
Syariah Indonesia (BSI) yaitu hasil dari penggabungan merger 3 perbankan syariah milik pemerintah
yang sudah ada sebelumnya yaitu BSM, BRI Syariah, dan BNI Syariah.

Perkembangan yang begitu pesat telah membuktikan kepada kita betapa hebat dan pentingnya
perbankan syariah dalam perekonomian kita karena dari sejarahnya bank syariah mampu melewati masa-masa
krisis perekonomian yang dialami negara kita, keberadaannya telah memberikan alternatif investasi lain tanpa
harus memikirkan resiko perkembangan balas jasa dengan metode bunga yang tidak pasti. Akan tetapi dalam
pelaksanaanya perbankan syariah membutuhkan perlakuan khusus karena praktek penerapannya berbeda
dengan bank konvensional yang telah kita kenal selama ini, terutama dalam hal menangani resiko dan
tantangan yang dihadapi oleh bank syariah.

Perkembangan pasar perbankan syariah ini bekaitan erat dengan penanganan resiko yang ditangani
oleh bank agar roda fungsi bank sebagai penghimpun dan penyalur dana berjalan dengan stabil. Untuk itu lah
dalam industri perbankan khususnya syariah perlu memiliki, menerapkan dan mengontrol resiko yang tidak
diharapkan. Pihak manajemen perlu menciptakan lingkungan manajemen resiko dan mengidentifikasi tujuan
dan strategi lembaga secara jelas, serta dengan membentuk sistem yang dapat mengidentifikasi, mengukur,
memonitor, dan mengelola berbagai eksposur resiko, bank syariah juga perlu membentuk sistem kontrol yang
handal oleh karena karakteristik produk dan pelaksanaannya yang unik dan berbeda dari yang biasanya
dilakukan bank konvensional.
1.2. Rumusan Masalah
1. Jelaskan tentang bagaimana perkembangan perbankan Syariah Indonesia ?
2. Apa pengertian manajemen risiko dan apa saja factor yang menjadi penyebabnya?
3. Jelaskan mengapa manajemen resiko perlu diterapkan pada bank syariah?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan perbankan Syariah Indonesia.
4
2. Untuk mengetahui pengertian manajemen risiko dan factor yang menjadi penyebabnya.
3. Untuk mengetahui mengapa manajemen resiko perlu diterapkan pada bank syariah.

5
PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia

Gagasan untuk mendirikan bank syariah di Indonesia sebenarnya sudah muncul sejak
pertengahan tahun 1970-an lalu pada tahun 1991 lahir lah Bank Muamalat atas hasil kerja sama tim
perbankan MUI. Pendirian Bank Muamalat ini diikuti oleh bank-bank perkreditan rakyat syariah
(BPR). Namun demikian, keberadaan dua lembaga keuangan tersebut belum sanggup menjangkau
masyarakat lapisan bawah. Oleh karena itu, dibentuklah lembaga-lembaga simpan-pinjam yang
disebut baitul maal wattamwil (BMT). Setelah dua tahun beroperasi, Bank Muamalat mensponsori
berdirinya asuransi islam, Syarikat Takaful Inonesia (STI) dan menjadi salah satu pemegang
sahamnya.

Bank Muamalat Indonesia merupakan bank syariah pertama di Indonesia yang lahir sebelum
lahirnya Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 yang memungkinkan berdirinya bank yang
sepenuhnya melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah. BMI lahir sebagai hasil kerja tim
Perbankan MUI tersebut di atas. Akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada
tanggal 1 November 1991. Keberadaan BMI ini semakin diperkuat secara konstitusi dengan
munculnya Undang-Undang (UU) No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, di mana perbankan bagi
hasil diakomodasi. Dalam UU tersebut, pasal 13 ayat (c) menyatakan bahwa salah satu usaha Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) menyediakan Pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pada tahun 1998, pemerintah dan DPR melakukan
penyempurnaan UU No. 7/1992 tersebut menjadi UU No. 10 Tahun 1998. Di mana secara tegas menjelaskan
bahwa ada dua sistem dalam perbankan di Tanah Air (dual banking system), yaitu sistem perbankan
konvensional dan sistem perbankan syariah.

Peluang ini disambut hangat masyarakat perbankan. Ditandai dengan berdirinya beberapa
Bank Islam lain, yakni Bank IFI, Bank Syariah Mandiri, Bank Niaga, Bank BTN, Bank Mega, Bank
BRI, Bank Bukopin, BPD Jabar dan BPD Aceh dll.1

Pengesahan beberapa produk perundangan yang memberikan kepastian hukum dan


meningkatkan aktivitas pasar keuangan syariah, seperti
1
Sudin Haron, Prinsip dan Operasi Perbankan Islam, Berita Publishing Sdn Bhd, Kuala Lumpur, 1996 , hal 25
2 Kadim Sadr, ibid
6
1. UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

2. UU No. 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (sukuk); dan

3. UU No. 42 tahun 2009 tentang Amandemen Ketiga UU No.8 tahun 1983 tentang PPN Barang
dan Jasa.

Dengan telah diberlakukannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada 16
Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan
hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. OJK selaku
otoritas sektor jasa keuangan terus menyempurnakan visi dan strategi kebijakan pengembangan
sektor keuangan syariah sesuai peta jalan perbankan syariah. Arah pengembangan perbankan syariah
yang sebelumnya tertuang pada Roadmap Perbankan Syariah Indonesia 2015-2019 telah sampai pada
masa akhirnya.

Untuk melanjutkan arah pengembangan perbankan syariah dengan mempertimbangkan


berbagai isu strategis, peluang maupun tantangan yang dihadapi, Roadmap Pengembangan
Perbankan Syariah Indonesia periode 2020-2025 disusun dengan membawa visi mewujudkan
perbankan syariah yang resilient, berdaya saing tinggi, dan berkontribusi signifikan terhadap
perekonomian nasional dan pembangunan sosial.

Bank syariah akan selalu berhadapan dengan berbagai dengan berbagai jenis resiko dengan
kompleksitas beragam dan melekat pada kegiatan usahanya. Resiko dalam konteks perbankan
merupakan suatu kejadian potensial, baik dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat
diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank.
Lembaga keuangan termasuk bank syariah, setidaknya telah mengakui bahwa mereka harus
memperhatikan cara-cara untuk memitigasi risiko agar bisa tetap mempertahankan daya saing,
profitabilitas, dan loyalitas nasabah. Oleh karena itu bank-bank tengah berselancar pada penerapan
manajemen risiko yang merupakan proses berkesinambungan serta memakan banyak pikiran, tenaga,
dan uang.

2.2. Manajemen Risiko dan Factor Yang Menjadi Penyebabnya


Resiko adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa (events) tertentu. Resiko
dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan
7
(expected) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unexpected) yang berdampak negatif terhadap
pendapatan dan permodalan bank. Resiko juga dapat dianggap sebagai kendala dalam pencapaian
suatu tujuan. Manajemen resiko merupakan aktivitas yang utama dari suatu bank sebagai lembaga
intermediasi yang bertujuan untuk mengoptimalkan trade off antara resiko dan pendapatan, serta
membantu merencanakan dan pembiayaan pengembangan usaha secara tepat, efektif dan efisien.

Dalam rangka meminimalisasi risiko yang dapat menimbulkan kerugian bagi bank, maka
bank harus menerapkan manajemen risiko. Manajemen risiko adalah serangkaian metodologi dan
prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko
yang timbul dari seluruh kegiatan usaha bank.

Adapun jenis-jenis risiko pada perbankan syariah adalah sebagai berikut:

1. Risiko Kredit, yaitu risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi
kewajiban kepada bank sesuai dengan pejanjian yang disepakati.
2. Risiko Pasar, yaitu risiko pada posisi neraca dan rekening administratif akibat perubahan
harga pasar, antara lain risiko berupa perubahan nilai dari asset yang dapat diperdagangkan
atau disewakan.
3. Risiko Likiuiditas, yaitu risiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban
yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau aset likuid berkualitas tinggi yang
dapat diagunkan, tanpa menganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank.
4. Risiko Operasional, yaitu risijo kerugian yang diakibatkan oleh proses internal yang kurang
memadai, kegagalan proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya
kejadian-kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank.
5. Risiko Hukum, yaitu risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis.
6. Risiki Reputasi, yaitu risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang
bersumber dari persepsi negatif terhadap bank.
7. Ririko Stratejik, yaitu risiko akibat ketidaktepatan dalam pengembalian dan/atau pelaksanaan
suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.
8. Risiko Kepatuhan, yaitu risiko akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan
peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku, serta Prinsip Syariah.

8
9. Risiko Imbal Hasil (Rate of Return Risk), yaitu risiko akibat perubahan tingkat imbal hasil
yang dibayarkan Bank kepada nasabah, karena terjadi perubahan tingkat imbal hasil yang
diterima bank dari penyaluran dana, yang dapat mempengaruhi perilaku nasabah dana pihak
ketiga bank.
10. Risiko Investasi (Equity Investment Risk), yaitu risiko akibat bank ikut menanggung kerugian
usaha nasabah yang dibiayai dalam pembiayaan bagi hasil berbasis profit and loss sharing.

Bentuk resiko yang dihadapi oleh institusi keuangan juga berubah. Kalau dalam dua dekade
yang lalu, institusi keuangan menghadapi resiko kredit dan pasar, maka institusi keuangan sekarang
dihadapkan pada resiko baru dan lebih banyak. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya,
diantaranya adalah:
1. Inovasi keuangan: inovasi keuangan dan perkembangan yang cepat di pasar derivatif telah
meningkatkan kompleksitas manajemen institusi keuangan. Produk-produk inovatif telah
muncul baik pada neraca keseimbangan dan produk baru, telah memunculkan profil
pendapatan dan resikonya yang mempengaruhi profil resiko dari institusi.
2. Perubahan bisnis perbankan: ada perubahan permanen dalam bisnis perbankan tradisional,
sebagai hasil dimana bisnis telah bergerak dari bisnis pemberian pinjaman tradisional kepada
aktivitas pemberian pinjaman yang lebih kompleks.
3. Peningkatan kompetisi: kompetisi diperbankan telah meningkat, membuat bankbank kecil
sulit untuk bertahan. Bank-bank berskala kecil tidak mampu untuk berkompetisi karena
meningkatnya biaya bisnis dan tingginya biaya manajemen resiko.
4. Lingkungan peraturan: didalam krisis keuangan, dan krisis utang Dunia Ketiga pada tahun
1980an hingga krisis di Asia Timur pada tahun 1990an, terjadi kesadaran lebih besar akan
kebutuhan peraturan dan pengawasan institusi keuangan.
5. Penguapan pasar yang meningkat: institusi keuangan pertama kali menyadari pentingnya
manajemen resiko setelah kegagalan sistem Bretton Woods atas tarif pertukaran tetap, yang
menimbulkan penguapan signifikan dalam tarif pertukaran asing dan pasar suku bunga.2
Sejak saat itu, penguapan dipasar dan permintaan akan produk manajemen resiko telah
menjadi bentuk permanen dari pasar.

3
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syari’ah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),
hal 3.
9
Dalam perkembangannya, hal ini telah meningkatkan kebutuhan akan pengukuran, manajemen,
dan pengendalian resiko. Kerangka komprehensif dari manajemen resiko dapat dipakai baik pada
bank konvensional maupun bank syariah. Penelitian dan pengalaman selama dua dekade terakhir
telah menghasilkan pemahaman yang mendalam tentang permasalahan yang berkaitan dengan
manajemen resiko dan prinsip-prinsip yang terbangun dengan baik dari resiko yang dihadapi oleh
manajemen. Dalam proses manajemen resiko dapat dilakukan dengan dua langkah. Langkah pertama
adalah untuk mengidentifikasi sumber resiko. Langkah kedua, adalah untuk merancang metode untuk
melihat resiko dengan menggunakan model matematis. Bagi institusi Islam penting sekali memiliki
manajemen resiko yang komprehensif dan proses pelaporan untuk mengidentifikasi, mengukur,
memonitor, mengatur, melapor dan mengontrol kategori resiko yang berbeda.

Sebagai lembaga intermediary dan seiring dengan situasi lingkungan eksternal dan internal
perbankan yang mengalami perkembangan pesat, perbankan pada umumnya dan perbankan syariah
pada khususnya akan selalu berhadapan dengan berbagai jenis resiko dengan tingkat kompleksitas
yang beragam dan melekat pada kegiatan usahanya. Resiko-resiko tersebut tidak dapat dihindari,
tetapi dapat dikelola dan dikendalikan. Oleh karena itu perbankan, dan bank syariah khusus dapat
membentuk satuan tim yang mampu mengeloladan merupakan cakupan dari manajemen resiko itu
sendiri, yaitu :

 Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi


 Kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit
 Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian resiko serta sistem
informasi manajemen resiko
 Sistem pengendalian intern yang menyeluruh

2.3. Perlunya Manajemen Risiko Bank Syariah

Menurut PBI (Peraturan Bank Indonesia) Nomor 11/25/PBI/2009 tantang perubahan atas
PBI3 No.5/8/2003 tentang penerapan manajemen resiko bagi bank umum “Manajemen Resiko adalah
serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau,
dan mengendalikan resiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha bank.

4
Veithzal Rivai dkk, 2007, Bank and Financial Institution, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), hal. 792.
10
Tujuan ManajemenRisiko :

1. Menyediakan informasi tentang risiko kepada pihak regulator.


2. Memastikan bank tidak mengalami kerugian yang bersifat unacceptable.
3. Meminimalisasi kerugian dari berbagai risiko yang bersifat uncotrolled.
4. Mengukur eksposur dan pemusatan risiko.
5. Mengalokasikan modal dan membatasi risiko.

Adapun manfaat manajemen risiko bagi perusahaan sebagai berikut:

1. Manajemen risiko bisa mencegah kegagalan sehingga peningkatan laba bisa dilakukan atau
setidaknya kerugian perusahaan tidak terlalu besar.
2. Manajemen risiko bisa melindungi perusahaan dari risiko murni karena kreditor pelanggan
dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang terlindungi mungkin dengan asuransi tertentu
sehingga secara tidak langsung akan meningkatkanpublicimage.
3. Manajemen risiko bisa memberikan informasi dan persektif kepada pihak manajemen
perusahaan tentang profil risiko serta perubahan yang mendasar tentang produk, pasar,
lingkungan bisnis, dan perubahan lainnya yang diperlukan dalam proses manajemen resiko.
4. Manajemen risiko bisa membuat cadangan yang memadai untuk mengantisipasi risiko yang
terukur sehingga potensi kerugian yang relatif lebih besar bisa dihindari.
5. Manajemen risiko bisa menghitung dan mengukur besarnya riskexposure dan menetapkan
alokasi sumber-sumber dana sekaligus limit risiko yang lebih tepat.

Penerapan manajemen resiko dapat meningkatkan shareholder value, memberikan gambaran


kepada pengelola bank mengenai kemungkinan kerugian bank di masa mendatang, meningkatkan
metode dan proses pengambilan keputusan yang sistematis yang didasarkan atas ketersediaan
informasi, yang digunakan sebagai dasar pengukuran yang lebih akurat mengenai kinerja bank, serta
menciptakan infrastruktur manajemen resiko yang kokoh dalam rangka meningkatkan daya saing
bank.

Praktik manajemen risiko di perbankan dapat menggunakan berbagai alternatif penilaian


profil risiko. Standar Basel II menggunakan beberapa altenatif pendekatan macammacam risiko
dalam menghitung kebutuhan modal yang sesuai dengan profil risiko bank. Melalui implementasi
Basel II pula, Bank Indonesia diharapkan dapat meningkatkan aspek manajemen risiko agar bank
11
semakin resisten terhadap perubahan-perubahan yang terjadi baik di dalam negeri maupun diluar
negri.

Secara historis penerapan manajemen risiko pada bank, dalam hal ini BI sendiri baru mulai
menerapkan aturan perhitungan capital adequacy ratio (CAR) pada bank sejak 1992. Sementara itu,
bank dengan prinsip syariah lahir pertama kali di Indonesia pada tahun yang sama. Jadi jika dilihat
dari usia sistem perbankan syariah, hal ini merupakan tantangan yang berat. Bank syariahpun akan
sangat sulit mengikuti konsep yang telah dijalankan perbankan konvensional dalam hal manajemen4
risiko, mengingat perbankan konvensional membutuhkan waktu yang panjang untuk membangun
sistem dan mengembangkan teknik manajemen risiko. Tetapi bank syariah sekarang sudah
berkembang sangat pesat dan sudah mengalami merger dari 3 bank syariah besar milik pemerintah
yaitu BSM, BRI Syariah, dan BNI Syariah menjadi Bank Syariah Indonesia jadi pasti Bank syariah
Indonesia pasti tidak kalah pada Bank Konvensional dalam hal manajemen resiko.

Secara umum, risiko yang dihadapi perbankan syariah bisa diklasifikasikan menjadi dua
bagian besar. Yakni risiko yang sama dengan yang dihadapi bank konvensional dan risiko yang
memiliki keunikan tersendiri karena harus mengikuti prinsip-prinsip syariah. Risiko kredit, risiko
pasar, risiko benchmark, risiko operasional, risiko likuiditas, dan risiko hukum, harus dihadapi bank
syariah. Tetapi, karena harus mematuhi aturan syariah, risiko-risiko yang dihadapi bank syariah pun
menjadi berbeda.

Bank syariah juga harus menghadapi risiko-risiko lain yang unik (khas). Risiko unik ini
muncul karena isi neraca bank syariah yang berbeda dengan bank konvensional. Dalam hal ini pola
bagi hasil (profit and loss sharing) yang dilakukan bank syari’ah menambah kemungkinan
munculnya risiko-risiko lain. Seperti withdrawal risk, fiduciary risk, dan displaced commercial risk
merupakan contoh risiko unik yang harus dihadapi bank syariah. Karakteristik ini bersama-sama
dengan variasi model pembiayaan dan kepatuhan pada prinsip-prinsip syariah. Konsekuensinya,
teknik-teknik yang digunakan untuk melakukan identifikasi, pengukuran, dan pengelolaan risiko
pada bank syariah dibedakan menjadi dua jenis. Teknik-teknik standar yang digunakan bank
konvesional, asalkan tidak bertentangan dengan prinsip syariah, bisa diterapkan pada bank syariah.

5
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko.hlm. 194
6
Ibid.hlm. 195

12
Beberapa di antaranya, GAP analysis, maturity matching, internal rating system, dan risk adjusted
return on capital (RAROC).

Di sisi lain bank syariah bisa mengembangkan teknik baru yang harus konsisten dengan
prinsip-prinsip syariah. Ini semua dilakukan dengan harapan bisa mengantisipasi risiko-risiko lain
yang sifatnya unik tersebut. Survei yang dilakukan Islamic Development Bank (2001) terhadap 17
lembaga keuangan syariah dari 10 negara mengimplikasikan, risiko-risiko unik yang harus dihadapi
bank syariah lebih serius mengancam kelangsungan usaha bank syariah dibandingkan dengan risiko
yang dihadapi bank konvesional. Survei tersebut juga mengimplikasikan bahwa para nasabah bank
syariah berpotensi menarik simpanan mereka jika bank syariah memberikan hasil yang lebih rendah
daripada bunga bank konvesional. Lebih jauh survei tersebut menyatakan, model pembiayaaan bagi
hasil, seperti diminishing musyarakah, musyarakah, mudharabah, dan model jual-beli, seperti salam
dan istishna’, lebih berisiko ketimbang murabahah dan ijarah.

13
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Bank syariah akan selalu berhadapan dengan berbagai dengan berbagai jenis resiko dengan
kompleksitas beragam dan melekat pada kegiatan usahanya. Resiko dalam konteks perbankan
merupakan suatu kejadian potensial, baik dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat
diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank.

Manajemen resiko merupakan aktivitas yang utama dari suatu bank sebagai lembaga
intermediasi yang bertujuan untuk mengoptimalkan trade off antara resiko dan pendapatan, serta
membantu merencanakan dan pembiayaan pengembangan usaha secara tepat, efektif dan efisien.

Tujuan ManajemenRisiko :

1. Menyediakan informasi tentang risiko kepada pihak regulator.


2. Memastikan bank tidak mengalami kerugian yang bersifat unacceptable.
3. Meminimalisasi kerugian dari berbagai risiko yang bersifat uncotrolled.
4. Mengukur eksposur dan pemusatan risiko.
5. Mengalokasikan modal dan membatasi risiko.

3.2. Saran

Demikianlah makalah kami buat, semoga dapat memberi manfaat pada penyusun khususnya
pada pembaca pada umumnya. Kami sadari bahwa pembuatan makalah masih jauh dari kata
sempurna dan mengandung banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Veithzal Rivai dkk. Bank and Financial Institution. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.

F.N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan. Jakarta: Rajawali Pers, 2008.

Halim Alamsyah (Deputi Gubernur BI), “Perkembangan dan Prospek Perbankan Syariah Indonesia:
Tantangan dalam Menyongsong MEA 2015.

Heri Sudarsono. 2007. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia.

Imam Wahyudi, dkk, Manajemen Risiko Bank Islam. Jakarta: Salemba Empat, 201

Sudin Haron. Prinsip dan Operasi Perbankan Islam. Kuala Lumpur: Berita Publishing Sdn Bhd, 1996.

Rustam Bambang Rianto. Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba
Empat, 2013.

Tariqullah Khan dan Habib Ahmed. Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Bumi
Aksara, 2008

15

Anda mungkin juga menyukai