Anda di halaman 1dari 17

MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU

Hukum Perbankan Syariah Dr. Syaugi Mubarak Seff, M.A, MA

KELEMBAGAAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

DI SUSUN OLEH:

Kelompok 1

1) AGNI AMALIA MADHANI (200105020139)


2) TISNA FAHMI DAMAYANTI (200105020168)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

PERBANKAN SYARIAH

2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Kelembagaan Perbankan Syariah di
Indonesia” sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen
pembimbing mata kuliah Hukum Perbankan Syariah.

Ucapan terima kasih kami kepada dosen dan semua teman-teman yang telah memberikan
motivasi juga inspirasi kepada kami sehingga tugas Mata Kuliah Hukum Perbankan Syariah ini
dapat diselesaikan. Dalam makalah ini dibahas tentang bagaimana pengetahuan mengenai
Kelembagaan perbankan syariah di indonesia

Dalam penulisan makalah ini banyak sekali kesalahan dan kekurangan, untuk itu penulis
memerlukan kritik dan saran yang bermanfaat untuk lebih baiknya pembuatan makalah di masa
mendatang. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca dan seluruh
masyarakat Indonesia.

Penyusun

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2

BAB I..........................................................................................................................................................4

a. Latar belakang.....................................................................................................................................4

b. Rumusan Masalah …………………………………………………………………………………………………………………………..5

BAB II.........................................................................................................................................................6

A. Kelembagaan Perbankan Syariah........................................................................................................6

B. Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia..................................................................................7

C. Pengaturan Perbankan Syariah di Indonesia.......................................................................................8

D. Dinamika Perkembangan Kelembagaan Perbankan Syariah di Indonesia...........................................9

BAB III......................................................................................................................................................15

Kesimpulan............................................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................16

3
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar belakang

Perkembangan pasar keuangan syariah di Indonesia selama sebagian tahun terakhir cukup pesat,
walaupun pasar keuangan syariah yakni elemen baru di Indonesia. Perkembangan ini ditandai
dengan terus jadi banyaknya lembaga keuangan syariah di Indonesia, semacam perbankan
syariah, asuransi syariah, reksadana syariah, dan lembaga keuangan syariah lainya.
Perkembangan yang cukup pesat dalam pasar keuangan syariah yang berdampak besar terhadap
ekonomi masyarakat, ialah industri perbankan syariah. Industri Perbankan syariah dapat
memberikan kontribusi dalam melakukan transformasi perekonomian pada aktivitas ekonomi
produktif, bernilai tambah dan inklusif.

Peran strategis industri perbankan syariah dalam pembangunan ekonomi rakyat harus terus
ditingkatkan dengan menangkap berbagai peluang yang ada di masa financial digital yang
ditandai dengan pemanfaatan teknologi dalam produk perbankan. Persaingan ini terus jadi
diperkuat dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean( MEA) pada tahun 2016 buat industri
perbankan. Mengenai ini jadi peluang sekaligus tantangan buat industri perbankan syariah di
Indonesia. Terlebih sebagai elemen baru, market share industri perbankan syariah di Indonesia
masih rendah apabila dibandingkan dengan negara orang sebelah, semacam malaysia. Tidak
cuma itu apabila dilihat dari total aset secara keseluruhan terhadap industri perbankan
keseluruhan, total aset perbankan syariah masih terletak di kisaran angka 5%. Aset perbankan
syariah pada tahun 2016 terletak pada peringkat yang jauh apabila dibandingkan dengan negara
orang sebelah. Oleh karena itu, Industri Perbankan syariah harus terus memantapkan diri biar
dapat tingkatkan peran dalam tingkatkan perekonomian di Indonesia. Industri perbankan syariah
harus jadi industri yang kuat, memiliki market share yang besar, dan jadi opsi masyarakat.
Industri perbankan syariah yang yakni bentuk dari uraian masyarakat muslim hendak penerapan
konsep syariah dalam bidang ekonomi sepatutnya mampu jadi pemain utama dalam industri
perbankan, mengingat sebagian besar penduduk di Indonesia ialah muslim. 1Eksistensi bank
syariah di Indonesia secara resmi sudah diawali semenjak tahun 1992. Aktivitas lembaga
keuangan perbankan syariah dimulai dengan berdirinya Bank Muammalat. Undang- Undang
1
Hani werdi apriyanti, “Perkembangan industry perbankan syariah di Indonesia” vol.8 No.1, September 2017 – Februari 2018,
hal 17

4
yang mengendalikan dikala itu ialah UU Nomor. 7 Tahun 1992 dengan peraturan yang masih
sangat terbatas serta masih belum tegas dalam prinsip syariah. Semenjak berdirinya bank syariah
hingga pertumbuhan lembaga keuangan terus menjadi ketat dengan terdapatnya persaingan
terhadap bank konvensional.2

b. Rumusan Masalah

Secara terperinci perumusan masalah dalam makalah ini adalah :

1. Apa yang dimaksud dengan Perbankan Syariah itu sendiri?


2. Bagaimana pola perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia?
3. Bagaimana Pengaturan Perbankan Syariah Di Indonesia?
4. Bagaimana Dinamika Perkembangan Kelembagaan Perbankan Syariah Di Indonesia?

2
Yudhistira Ardana, Wulandari, “Tingkat suku bunga, Kinerja keuangan dan Tingkat bagi hasil deposito pada Perbankan
Syariah” vol.8, No. 2, 2018

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kelembagaan Perbankan Syariah

Kata bank dari kata banque dalam bahasa Prands, serta dari banco dalam bahasa italia,
yang berarti peti/ lemari ataupun bangku.3 Pada abad ke- 12 kata banco merujuk pada meja,
counter ataupun tempat penukaran duit (money changer).4 Perbankan Syariah merupakan seluruh
suatu yang menyangkut tentang bank syariah serta unit usaha syariah, mencakup kelembagaan
aktivitas usaha, dan metode serta proses dalam melakukan aktivitas usahanya( Undang- undang
Nomor 21 Tahun 2008). Bank syariah merupakan bank yang melaksanakan aktivitas usahanya
bersumber pada Prinsip syariah. Prinsip Syariah merupakan prinsip hukum islam dalam aktivitas
Perbankan bersumber pada fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga fatwa di bidang syariah.
Bank syariah bukan hanya bank leluasa bunga, namun pula mempunyai orientasi pencapaian
kesejahteraan. Secara Fundamental ada sebagian ciri bank syariah, antara lain:
1) Penghapusan Riba
2) Pelayanan kepada kepentingan public dan merealisasikan sasaran sosio-ekonomi Islam.
3) Bank Syariah bertabiat umum yang ialah gabungan dari bank komersial serta bank
investasi.
4) Bank syariah hendaknya melaksanakan penilaian yang lebih berjaga- jaga terhadap
permohonan pembiayaan yang berorientasi kepada penyertaan modal, sebab bank
komersial syariah mempraktikkan profit and loss sharing dalam konsinyasi, ventura,
bisnis, ataupun industry.
5) Untuk hasil cenderung mempererat ikatan antara bank syariah serta pengusaha.

Oleh sebab itu, hingga secara structural serta system pengawasannya berbeda dari bank
konvensional. Pengawasan perbankan islam mencakup 2 perihal, ialah awal pengawasan dari
aspek keuangan, kepatuhan pada perbankan secara universal, serta prinsip kehati- hatian bank.
Kedua pengawasan prinsip syariah dalam aktivitas operasional bank.5

B. Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia


3
Zainul Arifin, “Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari’ah” (Jakarta : Alvabet, 2002) h. 2
4
Rimsky K.Judisseno, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm. 92-93
5
Wirdyaningsih, dkk: Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2005). Hlm.61

6
Di Indonesia, bank syariah yang awal didirikan pada tahun 1992 merupakan Bank
Muamalat Indonesia( BMI). Meski perkembangannya agak terlambat apabila dibanding dengan
negara- negara muslim yang lain, perbankan syariah di Indonesia hendak terus tumbuh. Apabila
pada periode tahun 1992- 1998 cuma terdapat satu unit Bank Syariah, hingga pada tahun 2005,
jumlah bank syariah di Indonesia sudah meningkat jadi 20 unit, ialah 3 bank universal syariah
serta 17 unit usaha syariah. Sedangkan itu, jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah( BPRS)
sampai akhir tahun 2004 meningkat jadi 88 buah. Bersumber pada informasi Bank Indonesia,
prospek perbankan syariah pada tahun 2005 diperkirakan lumayan baik. Industri perbankan
syariah diprediksi masih hendak tumbuh dengan tingkatan perkembangan yang lumayan besar.
Bila pada posisi November 2004, volume usaha perbankan syariah sudah menggapai 14, 0 triliun
rupiah, dengan tingkatan perkembangan yang terjalin pada tahun 2004 sebesar 88, 6%, volume
usaha perbankan syariah di akhir tahun 2005 diperkirakan hendak menggapai dekat 24 triliun
rupiah. Dengan volume tersebut, diperkirakan industry perbankan syariah hendak menggapai
pangsa sebesar 1, 8% dari industry perbankan nasional dibanding sebesar 1, 1% pada akhir tahun
2004. Perkembangan volume usaha perbankan syariah tersebut ditopang oleh rencana
pembukaan unit usaha syariah yang baru serta pembukaan jaringan kantor yang lebih luas. Dana
pihak ketiga( DPK) diperkirakan hendak menggapai jumlah dekat 20 triliun rupiah dengan
jumlah pembiayaan dekat 21 triliun rupiah di akhir tahun 2005.6Perbankan syariah terus menjadi
tumbuh sehabis dikeluarkan Undang- Undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang secara
implisit menampilkan kalau bank diperbolehkan melaksanakan usahanya bersumber pada prinsip
untuk hasil atau bagi hasil. Yang setelah itu dipertegas dengan dikeluarkannya peraturan
Pemerintah No 72 Tahun 1992 tentang Bank bersumber pada prinsip untuk hasil atau bagi hasil.7

C. Pengaturan Perbankan Syariah di Indonesia

Gagasan buat mendirikan bank syariah di Indonesia sesungguhnya telah timbul semenjak
pertengahan tahun 1970- an. Perihal ini dibicarakan pada seminar nasional Ikatan Indonesia-
Timur Tengah pada 1974 serta pada tahun 1976 dalam seminar internasional yang
6
Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah Tahun 2004, (Jakarta: Bank
Indonesia, 2004), hlm. 65
7
Abdul Ghofur Anshori, “Perbankan Syariah di Indonesia”, hlm.5

7
diselenggarakan oleh lembaga riset ilmu- ilmu Kemasyarakatan( LSIK) serta Yayasan Bhineka
Tunggal Ika. Tetapi, terdapat sebagian alibi yang membatasi terealisasinya ilham ini:

1) Pembedahan bank syariah yang mempraktikkan prinsip untuk hasil belum diatur, serta sebab
itu, tidak sejalan dengan UU Pokok Perbankan yang berlaku, ialah UU Nomor. 14/ 1967.

2) Konsep bank syariah dari segi politis berkonotasi ideologis, merupakan bagian dari ataupun
berkaitan dengan konsep Negeri Islam, serta arena itu tidak dikehendaki pemerintah.

3) Masih dipertanyakan, siapa yang bersedia menyimpan modal dalam venture semacam itu;

Sedangkan pendirian bank baru dari Timur Tengah masih dicegah, antara lain
pembatasan bank asing yang mau membuka kantornya di Indonesia Kesimpulannya, gagasan
menimpa bank syariah itu timbul lagi semenjak tahun 1988, di dikala pemerintah menghasilkan
Paket Kebijakan Oktober ( Pakto) yang berisi liberalisasi industri perbankan. Para ulama pada
waktu itu berupaya buat mendirikan bank leluasa bunga, tetapi tidak terdapat satupun fitur
hukum yang bisa dirujuk, kecuali kalau perbankan bisa saja menetapkan bunga sebesar 0%.
Sehabis terdapatnya saran dari lokakarya ulama tentang bunga bank serta perbankan di Cisarua,
Bogor bertepatan pada 19- 22 Agustus 1990, yang setelah itu dibahas tebih mendalam pada
Musyawarah Nasional( Munas) IV Majelis Ulama Indonesia( MUI) yang berlangsung di Hotel
Sahid Jaya, Jakarta, 22- 25 Agustus 1990, 49 dibentuklah kelompok kerja buat mendirikan bank
syariah di Indonesia serta pendiriab bank syariah awal diberi nama Bank Muamalat Indonesia
yang terbenyuk selaku hasil kerja regu Perbankan MUI tersebut di atas bersumber pada Akte
pendirian PT Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada bertepatan pada 1 Nopember 1991.
Pendirian bank tersebut dikukuhkan bersumber pada Undang- Undang Rl(UU) Nomor. 7 tahun
1992 tentang Perbankan dengan mengakomodasi sistem untuk hasil. Dalam UU tersebut, pasal
13 ayat (c) melaporkan kalau salah satu usaha Bank Perkreditan Rakyat( BPR) sediakan
pembiayaan untuk nasabah bersumber pada prinsip untuk hasil cocok dengan syarat yang
diresmikan dalam peraturan pemerintah.8

D. Dinamika Perkembangan Kelembagaan Perbankan Syariah di Indonesia

8
Saifullah bombing, “Prospek Perbankan Syariah di Indonesia”, vol. 1 No 2, Tahun 2013 hlm. 275

8
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS) berfungsi menghimpun dan menyalurkan
dana masyarakat seperti bank pada umumnya. Dijelaskan bahwa Bank Syariah dan UUS dapat
berfungsi sosial dalam menjalankan bentuk baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari
zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya serta menyalurkannya kepada organisasi
pengelola zakat. Untuk dana sosial yang berasal dari wakaf uang, disalurkan kepada pengelola
wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif) sebagaimana yang telah
ditentukan dalam Pasal 4 UU No. 21 Tahun 2008.

Sesuai dengan peraturan perundang-undangan, kelembagaan perbankan syariah di


Indonesia di terdiri dari 3 bentuk, pertama adalah Bank Umum Syariah yakni  Bank Syariah
yang menjalankan kegiatan memberikan jasa dalam lalu pembayaran silang. Kedua, Unit Usaha
Syariah (UUS), bergerak sebagai unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional
berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit kerja yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah atau unit kerja pada cabang Bank yang kantornya terdaftar di luar
negeri yang memiliki tugas kegiatan usaha secara konvensional berfungsi sebagai kantor induk
dari kantor cabang pembantu syariah maupun. Ketiga, perbankan syariah berupa Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah
berdasarkan kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Pada masa sekarang ini telah berkembang berbagai macam trend pembentukan bank
syariah pasca diundangkannya Undang-undang No. 21 Tahun 2008. Perkembangan tersebut
dapat dilihat dengan beberapa pengaturan seperti Bank umum konvensional yang telah memiliki
Unit Usaha Syariah (UUS) mengakuisisi bank yang relatif kecil kemudian konversi ke unit
menjadi syariah dan rilis dan menggabungkan unit bisnis syariah dengan bank yang baru
dikonversi. Bank komersial konvensional yang tidak memiliki UUSmmengakuisisi bank yang
relatif kecil dan konversi ke syariah. Pemisahan UUS (spin-off) digunakan sebagai bank umum
syariah.

Statistik Otoritas Jasa Keuangan sebagai Islam 2015 menunjukkan jaringan (jaringan)
bank syariah di Indonesia yang terdiri dari 12 bank umum Islam, 22 unit bisnis Islam, dan 162
bank pembiayaan syariah. Termasuk bank komersial syariah, yaitu: PT Bank Muamalat
Indonesia, PT Bank Mandiri Syariah, PT Bank Mega Syariah, PT Bank BRI Syariah, PT Bank
Bukopin Syariah, PT Bank Panin Syariah, PT Bank Victoria Syariah, PT BCA Syariah, PT Bank

9
Jabar dan Banten, PT Bank BNI Syariah, PT Maybank Indonesia Syariah, dan PT Bank Savings
Syariah Reverting. Kecuali PT. Bank Muamalat Indonesia, pembentukan bank komersial
dimaksudkan melalui mekanisme akuisisi dan konversi atau pemisahan. Secara umum di
Indonesia belum benar-benar menjalankan Syariah, baik sesuai dengan fatwa dan dalam Al
Qur'an dan As-Sunnah. Di tingkat kelembagaan masih ada kepatuhan Syariah ke prinsip yang
diadakan oleh bisnis syariah, lebih lanjut dapat menghasilkan produk-produk di institusi
perbankan syariah yang harus mencintai syariah.

Kegiatan bisnis perbankan di Indonesia dibagi menjadi beberapa periode waktu. Pertama,
ada era Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan masih berada di tahap pengantar
bisnis perbankan kepada masyarakat dengan praktik-praktik yang telah dilindungi oleh undang-
undang dan peraturan. Di era pendahuluan, diperkenalkan bahwa operasi perbankan selain
didasarkan pada minat, juga berdasarkan pada pembagian keuntungan dengan menjalankan
secara khusus untuk menjalankan bisnis. Bank Muamalat muncul sebagai bank syariah pertama
pada tahun 1988. Berkembang pada era Undang-undang No. 8 Tahun 1998 tentang Perbankan
yang telah memasuki era pengakuan. Pada masa ini terjadi krisis ekonomi dan banyak bank yang
dilikuidisasi. Peristiwa yang memunculkan pengakuan pada bank syariah adalah ada satu bank
yang masih dinyatakan sehat yaitu bank muamalah. Poin penting dalam undang-undang
perbankan perubahan ini adalah mulai saat itu ada kesempatan menurut undang-undang untuk
bank konvensional memberikan layanan syariah dengan tenggang waktu. Pada tahun 2023 harus
dipisahkan antara bank konvensional dengan bank syariah sampai pada perkembangan untuk
memisahkan dan memurnikan kegiatan usaha perbankan yang masih konvensional dengan yang
syariah sehingga dapat dicapai kemurnian kegiatan usaha dengan prinsip syariah.

Pentingnya dilakukan analisis dan kajian mendalam untuk mengetahui urgensi Pemisahan
UUS BUK dalam perspektif yuridis, sosiologis dan filosofis. Hal ini dilakukan selain
mendasarkan pada aspek peraturan perundang-undangan, juga melihat teori-teori hukum
(syariah) dan teori sosial guna melihat aktivitas perbankan syariah dari kacamata sosiologis dan
filosofis. Dalam skala makro penting untuk dilakukan analisis tentang politik hukum nasional
terkait kelembagaan perbankan syariah. Lebih lanjut, penilaian ketaatan syariah (sharia
compliance) pada perubahan BUK yang diambil alih (Acquired) menjadi Bank Umum
berdasarkan Prinsip Syariah penting untuk menilai semangat kemurnian dari perbankan syariah.

10
Ketaatan dimaksud adalah terhadap peraturan perundang-undangan sebagai manifestasi ketaatan
terhadap ulil amri, ketaatan terhadap prinsip-prinsip syariah yang sudah tertuang dalam fatwa
DSN-MUI maupun yang belum tertuang dalam fatwa DSN-MUI, serta International Standard
Setter yang dikeluarkan oleh AAOIFI, khususnya Standar No. 6 tentang “Bank Conversion to an
Islamic Bank”. Berbagai standard setter AAOIFI secara empiris telah menjadi referensi bagi
DSN-MUI maupun regulator (Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan) dalam memberikan
pengaturan terhadap entitas perbankan syariah. Analisis selanjutnya terhadap nilai kemandirian
dan nilai ketergantungan sebagai konsekuensi adanya Pemisahan melalui Acquisition Model. Di
samping itu juga akan mendasarkan pada teori tentang Perusahaan Kelompok (Group Company)
dengan mengingat adanya relasi induk perusahaan dan anak perusahaan antara BUK dan BUS
hasil pemisahan UUS. 

Pada tahun 1991 berdiri sebuah bank yang diberi nama Bank Muamalat Indonesia (BMI)
sebagai satu-satuya bank umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil.
Akan tetapi, eksistensi bank syariah di Indonesia secara formal telah dimulai sejak tahun 1992
dengan diberlakukannya UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Namun, harus diakui bahwa
UU tersebut belum memberikan landasan hukum yang cukup kuat terhadap pengembangan bank
syariah karena masih belum secara tegas mencantumkan kata-kata “prinsip syariah” dalam
kegiatan usahanya hanya menggunakan istilah bank bagi hasil.9 Pengertian Bank Bagi Hasil yang
dimaksudkan dalam UU tersebut belum sesuai dengan cakupan pengertian bank syariah yang
relatif lebih luas dari bank bagi hasil. Dengan tidak adanya pasal dalam Undang-Undang yang
mengatur bank syariah, jadi hingga 1998 tidak ada ketentuan operasional yang secara khusus
mengatur kegiatan bisnis bank syariah.10

Diamandemennya UU No. 7 tahun 1992 yang kemudian melahirkan UU No. 10 tahun


1998 secara eksplisit menetapkan bahwa bank dapat beroperasi berdasarkan prinsip syariah. UU
Nomor 10 tahun 1998, kebijakan hukum perbankan di Indonesia menganut sistem perbankan
ganda. Kebijakan ini pada dasarnya memberikan peluang bagi bank komersial konvensional
untuk menyediakan layanan syariah melalui mekanisme jendela Islam dengan terlebih dahulu

9
Muh. Ghafur Wibowo, Potret Perbankan Syariah Terkini: Kajian Kritis Perkembangan Perbankan
Syariah Terkini (Yogyakarta: Biruni Press,2007), 2.
10
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi (Jakarta: Bumi
Aksara, 2010), 107.

11
membentuk Unit Business Syariah (UUS).11 Akibatnya pasca undang-undang ini memunculkan
banyak bank konvensional yang ikut andil dalam memberikan layanan syariah kepada
nasabahnya. Kemudian, pada tahun 1999 disahkan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank
Indonesia. Dalam UU ini menetapkan bahwa Bank Indonesia dapat melakukan pengendalian
moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Keberadaan dua undang-undang tersebut telah
mempekerjakan Bank Indonesia untuk menyiapkan ketentuan perangkat dan fasilitas pendukung
lainnya yang mendukung operasi bank syariah sehingga memberikan landasan hukum yang lebih
kuat dan kesempatan yang lebih luas bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia. 12
Kedua UU tersebut selanjutnya menjadi dasar hukum bagi keberadaan dual banking sistem di
Indonesia, yaitu ada dua sistem perbankan (konvensional dan syariah) berdampingan dalam
menyediakan layanan perbankan bagi masyarakat. Upaya mengembangkan perbankan syariah di
Indonesia bukan hanya konsekuensi dari UU No. 10/1998 dan UU No. 23/1999 tetapi juga
bagian dari upaya restrukturisasi sistem perbankan yang bertujuan meningkatkan daya tahan
ekonomi nasional. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan 1997 membuktikan bahwa
bank yang beroperasi dengan prinsip syariah dapat bertahan hidup di tengah nilai tukar dan suku
bunga tinggi. Fakta ini didukung oleh karakteristik operasi bank syariah yang melarang bunga
(riba), transaksi bersifat tidak transparan (gharar) dan spekulatif (maysir). 13 Dengan fakta ini,
pengembangan perbankan syariah diperkirakan akan meningkatkan ketahanan sistem perbankan
nasional yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan ketahanan ekonomi nasional di
masa depan. Ketahanan ekonomi nasional sedemikian rupa untuk menciptakan ekonomi yang
tangguh, yaitu perekonomian yang pertumbuhannya di sektor keuangan sejalan dengan
pertumbuhan sektor riil. Dalam upaya mengembangkan Perbankan Islam, Bank Indonesia
sebagai Otoritas Perbankan Nasional mulai bergerak maju dengan memperkenalkan instrumen
moneter Islam pertama, yaitu sertifikat Wadiah BI (SWI) pada tahun 1999 dan pasar uang antar
bank berdasarkan prinsip-prinsip syariah (PUAS) pada tahun 2000. 14 Di tahun 2002, Tturan

11
Bambang Waluyo, “Prinsip Ekonomi dalam Perbankan Syariah”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.6,
No.2, Juli 2007.
12
Mulya Siregar, “Agenda Pengembangan Perbankan Syariah Untuk Mendukung Sistem Ekonomi yang
Sehat di Indonesia: Evaluasi, Prospek dan Arah Kebijakan”, Iqtisad: Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 3, No. 1, Maret
2002, 46-66.
13
Mulya Siregar, “Agenda Pengembangan Perbankan Syariah, 46-66.
14
Ascarya, “Alur Transmisi Dan Efektifitas Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia” Buletin Ekonomi

12
perbaikan BI tentang unit bisnis syariah melalui PBI Nomor 4/1/PBI Tahun 2002 yang mengatur
tentang:15

1. Konversi konversi bank ke bank syariah;

2. Konversi cabang konvensional menjadi cabang syariah;

3. Konversi kantor kas konvensional menjadi cabang syariah.

4. Pembukaan sub-cabang syariah di cabang konvensional; dan

5. Pembukaan unit syariah di cabang konvensional. Peran BI semakin diperkuat dalam


tindakan tersebut.

Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan UU Nomor 23 Tahun 1999. Kemudian, pada
tahun 2006 penyediaan layanan syariah memudahkan Bank Indonesia dengan diperkenalkannya
penyaluran kantor dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/3 / PBI / 2006. Kantor inti
Chaneling adalah untuk menyediakan Bank Jenderal Syariah secara konvensional Layanan yang
sudah memiliki UUS di kantor pusatnya, tidak perlu lagi membuka kantor cabang / cabang
pembantu baru tetapi hanya membuka konter syariah di kantor cabang / cabang konvensional16
dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/3/PBI/2006. Office chaneling intinya
Kemudian, pada tahun 2006 penyediaan layanan syariah memudahkan Bank Indonesia dengan
diperkenalkannya penyaluran kantor dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/3 / PBI /
2006. Kantor inti Chaneling adalah untuk menyediakan Bank Jenderal Syariah secara
konvensional Layanan yang sudah memiliki UUS di kantor pusatnya, tidak perlu lagi membuka
kantor cabang / cabang pembantu baru tetapi hanya membuka konter syariah di kantor cabang /
cabang konvensional.17 Hal ini tentu saja akan menghemat keuangan bank, karena tidak lagi
memerlukan infrastruktur baru seperti gedung, alat-alat kantor, karyawan, dan teknologi
informasi.18

15
Yusuf Wibisono, “Politik Ekonomi UU Perbankan Syariah Peluang dan Tantangan Regulasi
16
Sampai dengan bulan Oktober 2012, jumlah jaringan office channeling pada Bank Umum dan Unit
Usaha Syariah mencapai 1.277 outlet dengan dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun telah menembus Rp
134.453 Miliar. Lihat, Bank Indonesia, “Statistik Perbankan Syariah”, Oktober 2012.
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/8E0EBC3E-9716-4B35-BA97-B967368C9D13/27716/SPSOct2013.pdf diakses
pada 10 Desember 2012.
17
Abdul Ghofur Anshori, “Sejarah Perkembangan Perbankan Syariah, Desember 2008.
18
Ketentuan ini kemudian disempurnakan melalui PBI Nomor 9/7/PBI Tahun 2007.

13
Selanjutnya, industri perbankan syariah telah mengalami perkembangan pesat semakin
memiliki dasar hukum yang memadai, yaitu penerbitan UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan
Islam.19 Dukungan peraturan ini tentu akan mendorong pertumbuhan Perbankan Islam Industi
dengan lebih cepat dan diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung
perekonomian nasional akan semakin signifikan. Undang-Undang Perbankan Islam (UU PS)
yang berisi 70 artikel memiliki beberapa tujuan utama. Pertama, memastikan kepastian hukum
bagi para pemangku kepentingan dan pada saat yang sama memberikan kepercayaan bagi
masyarakat untuk menggunakan produk dan layanan perbankan syariah. Ini dapat dilihat dari
ketentuan mengenai jenis bisnis, ketentuan implementasi syariah, kelayakan usaha, penyaluran
dana, larangan bagi bank syariah dan UUS, kerahasiaan bank, serta penyelesaian perselisihan.
Kedua, menjamin kepatuhan syariah. Ini dapat dilihat dari ketentuan kegiatan bisnis yang tidak
boleh bertentangan dengan prinsip Syariah, penegasan otoritas Fatwa Islam oleh MUI, kewajiban
untuk membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) di setiap Bank Islam dan UUS , serta Komite
Pengawas Syariah di Bank Indonesia (BI). Ketiga, menjamin "stabilitas sistem". Ini dapat dilihat
dari adopsi 25 prinsip inti Basel untuk pengawasan perbankan yang efektif seperti ketentuan
tentang pendirian dan kepemilikan, pemegang saham pengendali, tata kelola, prinsip kehati-
hatian, kewajiban pengelolaan resiko serta pembinaan dan pengawasan.20

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Perbankan memiliki peran penting dalam lembaga ekonomi. Kegiatan utama perbankan
adalah menyerap dana dari publik untuk disalurkan ke publik. Dengan demikian, dunia

19
Hasan, “Analisis Industri Perbankan Syariah Di Indonesia”, Jurnal Dinamika Ekonomi Pembangunan,
Vol. 1, Nomor 1, Juli 2011.
20
Yusuf Wibisono, “Politik Ekonomi UU Perbankan Syariah Peluang dan Tantangan Regulasi Industri
Perbankan Syariah”, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, , hlm. 105-115 Volume XVI, Nomor 2, Mei–
Agustus 2009,ISSN 0854-3844.

14
perbankan dapat menjembatani antara pihak-pihak yang kekurangan dana dengan kelebihan
dana. Perbankan dapat menjalankan fumgkal yang perlu diterapkan dengan prinsip-prinsip yang
cermat, terutama ketika akan menyalurkan dana ke masyarakat, yang berarti bahwa bank
melakukan kelayakan dan penilaian seleksi yang sesuai pada setiap pengguna dana bank calon
pelanggan dan prospektif. Di Institusi Perbankan Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu bank
komersial dan BPRS. Bank-bank umum terdiri dari dimiliki oleh pemerintah dan bank swasta,
dan masih dibagi menjadi bank dan bank konvensional berdasarkan syariah (bank syariah).

DAFTAR PUSTAKA

https://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/taradhi.

https://muqtasid.iainsalatiga.ac.id/index.php/muqtasid/article/view/5627

15
Hani werdi apriyanti, “Perkembangan industry perbankan syariah di Indonesia” vol.8 No.1,
September 2017 – Februari 2018, hal 17

Yudhistira Ardana, Wulandari, “Tingkat suku bunga, Kinerja keuangan dan Tingkat bagi hasil
deposito pada Perbankan Syariah” vol.8, No. 2, 2018

Zainul Arifin, “Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari’ah” (Jakarta : Alvabet, 2002) h. 2

Rimsky K.Judisseno, “Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia”, (Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama, 2005), hlm. 92-93

Wirdyaningsih, dkk: Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media,
2005). Hlm.61

Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah


Tahun 2004, (Jakarta: Bank Indonesia, 2004), hlm. 65

Abdul Ghofur Anshori, “Perbankan Syariah di Indonesia”, hlm.5

Saifullah bombing, “Prospek Perbankan Syariah di Indonesia”, vol. 1 No 2, Tahun 2013 hlm. 275

Muh. Ghafur Wibowo, Potret Perbankan Syariah Terkini: Kajian Kritis Perkembangan Perbankan
Syariah Terkini (Yogyakarta: Biruni Press,2007), 2.

Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi (Jakarta:
Bumi Aksara, 2010), 107.

Bambang Waluyo, “Prinsip Ekonomi dalam Perbankan Syariah”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis,
Vol.6, No.2, Juli 2007.
Mulya Siregar, “Agenda Pengembangan Perbankan Syariah Untuk Mendukung Sistem Ekonomi
yang Sehat di Indonesia: Evaluasi, Prospek dan Arah Kebijakan”, Iqtisad: Jurnal Ekonomi Islam,
Vol. 3, No. 1, Maret 2002, 46-66.

16
Mulya Siregar, “Agenda Pengembangan Perbankan Syariah”, 46-66.

Ascarya, “Alur Transmisi Dan Efektifitas Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia” Buletin
Ekonomi

Yusuf Wibisono, “Politik Ekonomi UU Perbankan Syariah Peluang dan Tantangan Regulasi”
Sampai dengan bulan Oktober 2012, jumlah jaringan office channeling pada Bank Umum dan
Unit Usaha Syariah mencapai 1.277 outlet dengan dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun
telah menembus Rp 134.453 Miliar. Lihat, Bank Indonesia, “Statistik Perbankan Syariah”,
Oktober 2012. http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/8E0EBC3E-9716-4B35-BA97
B967368C9D13/27716/SPSOct2013.pdf diakses pada 10 Desember 2012.

Abdul Ghofur Anshori, “Sejarah Perkembangan Perbankan Syariah”, Desember 2008.

Hasan, “Analisis Industri Perbankan Syariah Di Indonesia”, Jurnal Dinamika Ekonomi


Pembangunan, Vol. 1, Nomor 1, Juli 2011.

Yusuf Wibisono, “Politik Ekonomi UU Perbankan Syariah Peluang dan Tantangan Regulasi
Industri Perbankan Syariah”, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, , hlm. 105-115 Volume
XVI, Nomor 2, Mei–Agustus 2009,ISSN 0854-3844.

17

Anda mungkin juga menyukai