HUKUM PERBANKAN
Oleh :
KH SAEPUDDIN ZUHRI
HAURKUNING-TASIKMALAYA
2022
KATA PENGANTAR
Puji serta rasa Syukur ke Hadirat Allah SWT. yang telah memberikan Rahmat
serta Hidayah-Nya. Sholawat serta Salam semoga tetap tercurah limpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, tidak lupa kepada keluarganya, sahabatnya,
hingga kepada kita sebagai umatnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Agus Ahmad Faruk, S.Sos, M.M.
selaku dosen Mata Kuliah Hukum Perbankan yang telah memberikan tugas ini.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuan dan kesempatannya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas makalah yang berjudul “PENGERTIAN, PERANAN DAN
PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA” ini tepat pada
waktunya.
Dengan ditulisnya makalah ini semoga menjadi sarana untuk menambah wawasan
dan pengetahuan bagi kami sebagai penulis dan bagi pembaca.
Kami menyadari makalah ini yang kami tulis jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami harap kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
PENULIS
ii
DAFTAR ISI
JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PEMBAHASAN 2
3.1. Kesimpulan 7
3.2. Saran 7
DAFTAR PUSTAKA 8
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
bisa jadi bunga yang harus dibayar melebihi keuntungannya. Jelas hal ini
bertentangan dengan norma keadilan dalam Islam.
2. Tidak fleksibelnya sistem transaksi berbasis bunga menyebabkan
kebangkrutan.
Beban utang menjadi penyebab hilangnya potensi produktif masyarakat
selain pengangguran yang menyebabkan sulitnya upaya pemulihan
ekonomi dan memperparah penderitaan masyarakat.
3. Komitmen bank untuk menjaga keamanan uang deposan berikut
bunganya.
Bank hanya bersedia memberikan pinjaman bagi bisnis yang sudah benar-
benar mapan atau kepada perorangan yang dijamin mampu menjamin
pinjamannya. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan pendapatan dan
kesejahteraan karena masyarakat di kalangan menengah yang memiliki
potensi tidak memiliki kesempatan untuk merealisasikan potensinya.
4. Sistem transaksi berbasis bunga dapat menghalangi munculnya
inovasi oleh pelaku Usaha Kecil dan Menengah.
Badan usaha yang besar dapat mengambil risiko untuk mencoba teknik
dan produk baru dengan memiliki dana cadangan sebagai sandaran jika
teknik dan produk barunya tidak berhasil. Berbeda dengan usaha kecil dan
menengah yang mana ketika ada inovasi baru untuk merealisasikannya
harus mencari modal terlebih dahulu yang tidak jarang dengan mengambil
jalan pinjaman modal dari bank yang berbasis bunga. Dengan demikian
ketika usahanya tidak membuahkan hasil yang terjadi adalah kebangkrutan
karena harus tetap membayar pinjamannya beserta bunganya. Hal ini
menyebabkan memburuknya keseimbangan kesejahteraan.
2.2 Peranan Bank Syariah
Dalam suatu negara pasti mempunyai sistem lembaga keuangan sebagai
aturan yang menyangkut masalah keuangan suatu negara sebagai instrumen
penting dalam pembangunan suatu negara. Maka dituntut adanya sistem baku
yang mengatur dalam bidang perekonomian. Namun kenyataan yang terjadi
sekarang adalah umat manusia telah terbelenggu oleh sistem perekonomian
yang sekuler.
3
De Javasche Bank (DJB) atau yang sekarang menjadi Bank Indonesia pada
tahun 1872, telah menanamkan nilai-nilai sistem perbankan yang sampai
sekarang telah mendarah daging di kalangan masyarakat Indonesia.
Undang-Undang Perbankan Nomor 7 tahun 1992 yang direvisi melalui
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 dengan tegas mengakui keberadaan
dan berfungsinya Bank Bagi Hasil atau Bank Islam. Dengan demikian hal
tersebut menjadi pijakan kokoh bagi umat Islam dalam bidang perbankan yang
memegang prinsip berdasarkan Syariah Islam.
Bank Islam atau Bank Syariah sendiri memiliki peranan sebagai berikut:
1. Meningkatkan kepercayaan masyarakat dengan memurnikan sistem
perbankan yang berbasis Syariat Islam,
2. Meningkatkan kesadaran umat terhadap Syariat Islam,
3. Menjalin kerja sama dengan para Ulama.
4
(3) Memberikan return (keuntungan) yang lebih baik. Dengan investasi di
Bank Syariah tidak menjaminkan return (keuntungan) secara pasti kepada
investor. Dengan itu nasabah yang diberikan pembiayaan akan
memberikan hasil sesuai dengan keuntungan yang didapatnya dengan asas
bagi hasil,
(4) Menekan spekulasi di pasar keuangan dengan mendorong masyarakat
yang lebih produktif dalam mengelola dananya,
(5) Menciptakan pemerataan pendapatan,
(6) Mengefisienkan mobilitas dana. Dengan Bank Syariah memberdayakan
dana dari investor bank dapat memperoleh komisi atau bagi hasil.
2.3 Perkembangan Bank Sariah
Dalam dunia ekonomi pada dasarnya adalah membahas tentang konsep uang.
Uang sendiri dalam Islam pada dasarnya adalah alat tukar bukan sebagai
komoditi. Peranan uang sendiri adalah bermaksud untuk melenyapkan
ketidakadilan dan kejujuran dalam tukar menukar. Berbicara keadilan dalam
tukar menukar sering disebut sebagai riba al fadhl, yaitu suatu tambahan yang
disyaratkan dalam sistem tukar menukar atau secara sederhana adalah
menukar suatu barang dengan takaran berbeda. Oleh karena itu Islam
melarang riba al fadhl, karena tidak sesuai dengan konsep uang sendiri
menurut Islam yaitu sebagai alat tukar, sehingga uang tidak dapat
menghasilkan suatu keuntungan. Maka berangkat dari sana bunga yang biasa
ada dalam sistem pinjam meminjam.
Bank Syariah sendiri hadir atas dasar problem riba dan bunga yang telah
sekian lama mendarah daging di dunia ekonomi baik nasional maupun
internasional dan juga menjadi ganjalan bagi umat Islam dalam menjalankan
perekonomian.
KH Mas Mansur pada tahun 1937 mengatakan dalam Majalah Tablig Siaran
bahwa bunga bank menjadi masalah yang sangat serius bagi Umat Islam.
Masalah tersebut pada saat itu belum menemukan jawaban dikarenakan belum
adanya regulasi moneter dan keuangan. Tahun 1983 baru adanya deregulasi
moneter dan perbankan yang sedikitnya menekan masalah terhadap bunga dan
riba tersebut. Juga diperkuat dengan Paket Kebijakan Oktober 1988 bahwa
bank dapat memberikan pembiayaan dengan bunga 0%.
5
Pada tahun 2002 Mudrajad dan Suharjono mengatakan bahwa deregulasi
finansial yang sedang terjadi di Indonesia sejalan dengan deregulasi finansial
di Negara Asia lainnya. Terdapat tiga dimensi deregulasi yang terpisah namun
berkaitan erat, yaitu deregulasi harga terutama dalam deregulasi suku bunga,
deregulasi produk dan deregulasi spasial yaitu kelonggaran pembukaan
cabang atau hambatan memasuki pasar.
Deregulasi sendiri sedikitnya telah menunjukkan perubahan terhadap wajah
sektor keuangan Indonesia dengan berkurangnya represi finansial. Deregulasi
finansial juga menjadi penyebab timbulnya iklim persaingan semakin hangat,
termasuk di dalam bidang perbankan syariah di Indonesia.
Deregulasi finansial juga telah berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan Bank Syariah di Indonesia. Hal tersebut terbukti pada tahun
1991 telah berdiri dua Bank Syariah, yaitu Bank Syariah Dana Mardhotillah
dan BPR Syariah Berkah Amal Sejahtera yang keduanya berada di Bandung.
Tahun 1992 juga berdiri Bank Muamalat Indonesia diikuti BPR Syariah
Bangun Drajd Warga dan BPR Syariah Marga Rizki Bahagia dan juga pad
Tahun 1992 juga dibentuk UU Perbankan Nomor 7 tahun 1992 yang isinya
tentang bank bagi hasil. Dan pada tahun 1998 UU No.7 tahun 1992 dilakukan
revisi menjadi UU No.10 tahun 1998. Dengan demikian diterbitkannya UU
No.10 tahun 1998 di Indonesia telah berdiri juga satu Bank Umum Syariah
(Bank Muamalat Indonesia) ditambah dengan delapan puluh BPR Syariah.
Perkembangan Bank Syariah di Indonesia memiliki peluang besar, karena
peluang pasarnya yang luas dan sejurus dengan mayoritas penduduk
Indonesia. UU No.,10 tahun 1998 tidak menutup kemungkinan bagi pemilik
bank negara, swasta nasional maupun pihak asing sekalipun untuk membuka
cabang syariah di Indonesia. Dengan terbukanya kesempatan ini jelas akan
memperbesar peluang transaksi keuangan di dunia perbankan Indonesia,
terutama ketika terjalin hubungan kerja sama di antara bank syariah.
Dengan demikian bisa menampung aspirasi dan kebutuhan masyarakat, yang
mana masyarakat diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mendirikan
bank berdasarkan konsep Bank Syariah. Hal ini juga termasuk kesempatan
konversi dari bank umum yang kegiatan usahanya berdasarkan pada pola
konvensional menjadi pola syariah. Selain itu juga diperbolehkan pula bagi
6
pengelola bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang khusus
syariah dengan ketentuan melarang percampuran modal dan akuntansinya.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah ini bisa kita simpulkan bahwa Bank Syariah
merupakan salah satu titik terang bagi kia sebagai Muslim, sebagai acuan
dalam bermuamalah yang berlandaskan pada Syariat Islam. Namun,
dibalik itu hal ini juga merupakan PR besar bagi kita generasi Muslim
untuk mempertahankan dan mengembangkan Ekonomi berbasis Syariat
Islam.
3.2. Saran
Kami sangat menyarankan terhadap rekan-rekan mahasiswa secara khusus
dan terhadap pembaca secara umum untuk memperhatikan sistem
perekonomian di Indonesia, karena diterima ataupun tidak kita sebagai
Umat Islam yang mendominasi populasi penduduk Indonesia, supaya tetap
dalam koridor Islami.
7
DAFTAR PUSTAKA
Antonio Syafe’i, Bank Islam : Teori dan Praktik, Gema Insani Press, Jakarta,
2000