Anda di halaman 1dari 16

PENYEBAB PERLAMBATAN PERTUMBUHAN BANK

SYARIAH DI INDONESIA

TUGAS BESAR II PERBANKAN SYARIAH

Nama: Hilal Dhiya ‘Ulhaq


NIM: 43120010404

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2023

1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Besar II ini dengan judul “Penyebab Perlambatan Pertumbuhan Bank Syariah di
Indonesia”. Tugas Besar II merupakan salah satu syarat untuk kelulusan pada mata
kuliah perbankan syariah.

Makalah ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan yang sangat
berarti dari berbagai pihak, khususnya Bapak Dr. Sudjono, M.Acc. selaku dosen
pengampu pada mata kuliah perbankan syariah yang telah membimbing,
memberikan ilmu, memberikan semangat yang tiada hentinya, motivasi, saran,
semangat, pengetahuan dan nasehat-nasehat yang sangat bermanfaat yang telah
diberikan kepada penulis demi terselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari


sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki
penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan
bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Semoga makalah ini
bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan khususnya bagi penulis, pembaca,
dan peneliti selanjutnya. Akhir kata dengan segala ketulusan dan kerendahan diri,
penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dan kelemahan dalam makalah ini,
Terima kasih.

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Perbankan Syariah menjadi salah satu bagian terpenting di dalam
perwujudan pembangunan dunia usaha. Alokasi yang cukup besar dimiliki oleh
dunia perbankan dalam menghimpun dana dari masyarakat baik dalam bentuk
tabungan, giro, deposito, penyaluran dana kepada masyarakat dari berbagai
jenis produk perbankan yang menjadi pendorong di dalam proses transaksi
pembayaran dan keuangan dengan prinsip dasar syariah, dengan selalu
menjauhkan dari praktek riba.
Perbankan syariah pertama kali berdiri di Indonesia pada tahun 1991 di
mana Bank Muamalat Indonesia menjadi bank syariah pertama yang ada di
Indonesia. Pemrakarsa dari berdirinya Bank Muamalat Indonesia adalah
Majelis Ulama Indonesia (MUI), pemerintah, dan dukungan dari Ikatan
Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI). Bank syariah di Indonesia mulai
dikembangkan pada tahun 1998 ditandai dengan diberlakukannya Undang-
undang tentang perbankan yang mengatur bank syariah yaitu UU No.10 Tahun
1998.
Hal tersebut satu sisi sungguh sangat menggembirakan semua pihak
terutama umat Islam Indonesia, akan tetapi kegembiraan tersebut dapat berubah
menjadi sebaliknya ketika kita memperhatikan secara seksama bahwa perkiraan
total volume usaha perbankan syariah pada tahun 2011 yang disampaikan oleh
Bank Indonesia sebesar Rp. 27 triliun itu sesungguhnya hanya 1,6 persen saja
dari total transaksi industri perbankan syariah dengan perbankan konvensial
sama dengan sebesar 2:96 (dua berbanding sembilan puluh enam).
Namun disisi lain, harapan masyarakat akan peran vital perbankan syariah
dalam rangka turut serta membantu pertumbuhan sekaligus perkembangan
tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia hingga saat ini dinilai oleh banyak
pakar perbankan Islam ataupun ekonomi Islam sendiri masih jauh dari harapan,
bahkan bernilai tumpul, mengingat perilaku perbankan yang dijalankannya

1
tidak jauh berbeda dengan perbankan konvensional, bahkan dinilai lebih
‘merugikan’ umat Islam sendiri. Betapa tidak, menurut Usman Kartadijaya,
perbankan syariah saat ini hanya lebih menonjol pada aspek ‘baju’ nya, namun
prinsip perbankan yang dijalankannya masih banyak yang jauh dari ketentuan
syariah itu sendiri.
Sehingga jangan disalahkan jika perekonomian umat Islam di Indonesia
sendiri, seakan-akan berjalan tanpa dorongan perbankan syariah secara
menyakinkan, yang pada akhirnya angka kemiskinan umat Islam di negeri ini
disinyalir justru semakin meningkat. SDM yang kompeten dan profesinal yang
masih terbatas juga akan menghambat kemajuan perbankan syariah nasional.
Keterbatasan pada SDM ini akan mempengaruhi besarnya resiko perbankan
syariah pada oprasionalnya. Ketidak mampuan SDM dikhawatirkan akan
meneken bukan hanya resiko oprasional bank, namun juga resiko reputasi yang
secara khas dimiliki oleh perbankansyariah. Seperti diketahui resiko reputasi
bukan hanya akan mempengaruhi bank secara individu, tetapi juga akan
mempengaruhi industry perbankan syariah. Tidak seperti bank konvensional,
bank syariah juga memiliki tanggung jawab moral yang relative lebih besar,
ketika perbankan syariah memang secara alami memiliki kewajiban
memperhatikan manfaat (maslahat) yang dapat dibrikan kepada seluruh
masyarakat (umat).
Masih ada perbedaan pada aplikasi prinsip-prinsip Islam dalam perbankan
syariah di beberapa Negara muslim. Beberapa instrument tidak dapat diterima
oleh Negara muslim
Pertumbuhan bank syariah berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia
mulai terjadi penurunan di periode 2014 akibat dampak krisis keuangan dunia.
Jumlah pembiayaan yang disalurkan (PYD) dandana pihak ketiga(DPK)
perbankan syariah mengalami penurunan, hal ini berdampak pada pertumbuhan
aset dan kemampulabaan (ROA) bank syariah yang juga menjadi menurun.
Penurunan kinerja bank syariah juga diindikasikan dari penurunan likuiditas
(FDR) dan peningkatan pembiayaan bermasalah (NPF) bank syariah.

2
1.2 Batasan Masalah
Jika pemahaman umat Islam Indonesia belum wujud seperti apa yang
terdeskripsi di atas, maka yang terjadi seperti apa yang menjadi masalah kajian
ini, yaitu: masyarakat masih enggan untuk mengakses produk dan layanan
perbankan syariah. Karena, sistem perbankan syariah masih asing bagi mereka.
Selain itu mereka juga menganggap dan menilai bahwa terdapat beberapa
kelemahan pada operasional perbankan syariah yang membuat mereka belum
atau tidak bisa menerima.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah disampaikan sebelumnya, maka berikut adalah
rumusan masalah pada topik kali ini:
1. Bagaimana regulasi dan kebijakan pemerintah mempengaruhi pertumbuhan
bank syariah di Indonesia?
2. Sejauh mana pemahaman masyarakat terkait dengan prinsip-prinsip
perbankan syariah?
3. Sejauh mana inovasi produk dan layanan dapat meningkatkan daya tarik
bank syariah di mata nasabah?
1.4 Tujuan
Dengan didasari oleh rumusan masalah yang telah dibuat, maka dari itu
berikut adalah tujuan dari penulisan makalah ini:
1. Mengetahui tentang regulasi dan kebijakan pemerintah yang akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan bank syariah di Indonesia
2. Mengetahui sejauh mana masyarakat memahami prinsip-prinsip dari bank
syariah
3. Mengetahui perihal inovasi yang dilakukan oleh bank syariah untuk
memikat daya tarik nasabah
1.5 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi dan
referensi bagi pembaca yang akan melaksanakan penelitian ataupun hal lainnya,
terutama pada studi kasus tentang perkembangan bank syariah di Indonesia.

3
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Grand Theory, Middle Theory, dan Operational Theory
a) Grand Theory
Perbankan syariah adalah suatu bentuk lembaga keuangan yang beroperasi
berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam. Berbeda dengan perbankan
konvensional yang menggunakan bunga sebagai dasar operasionalnya,
perbankan syariah berusaha untuk mematuhi prinsip-prinsip ekonomi Islam,
yang melibatkan pembagian risiko dan keuntungan antara pihak-pihak yang
terlibat dalam transaksi.
Teori stewardship adalah teori yang dicetuskan oleh Donaldson dan Davis.
Menurut Donaldson dan Davis (dalam Raharjo, 2007: 37-46) teori stewardship
merupakan teori yang menggambarkan situasi dimana para manajer tidaklah
termotivasi oleh tujuan-tujuan individu tetapi lebih ditujukan pada sasaran hasil
utama mereka untuk kepentingan organisasi, sehingga teori ini mempunyai
dasar psikologi dan sosiologi yang telah dirancang agar para eksekutif sebagai
steward termotivasi untuk bertindak sesuai keinginan principal, selain itu
perilaku steward tidak akan meninggalkan organisasinya karena steward
berusaha mencapai sasaran organisasinya. Teori stewardship dibangun di atas
asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya
dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki
integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Dengan kata lain, teori stewardship
memandang manajemen dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaikbaiknya
bagi kepentingan publik maupun stakeholder (Kaihatu, 2006).
Teori stewardship dapat dipahami dalam produk pembiayaan lembaga
perbankan. Bank syariah sebagai principal yang mempercayakan nasabah
sebagai steward (pelayan) untuk mengelola dana yang idealnya mampu
mengakomodasi semua kepentingan bersama antara principal dan steward yang
mendasarkan pada pelayan yang memiliki perilaku di mana dia dapat dibentuk
agar selalu dapat diajak bekerjasama dalam organisasi, memiliki perilaku

4
kolektif atau berkelompok dengan utilitas tinggi dari pada individualnya dan
selalu bersedia untuk melayani (Riyadi & Yulianto, 2014)
Menurut Pramono (2013) stewardship theory juga menjelaskan bahwa
eksekutif sebagai pelayan (steward) dalam bank syariah dapat termotivasi untuk
bertindak dan melayani dengan cara terbaik pada prinsipalnya.
MenurutYulianto & Asrori (2015) teori stewardship yaitu teori yang
menggambarkan situasi di mana para manajer tidaklah termotivasi oleh tujuan-
tujuan individu tetapi lebih ditujukan kepada sasaran hasil utama mereka untuk
kepentingan organisasi, sehingga teori stewardship mempunyai dasar psikologi
dan sosiologi yang telah dirancang di mana para eksekutif sebagai steward
termotivasi untuk bertindak sesuai keinginan prinsipal, selain itu perilaku
steward tidak akan meninggalkan organisasinya sebab steward berusaha
mencapai sasaran organisasinya. Implikasi teori stewardship dalam penelitian
ini adalah bank umum syariah selaku pengelola dana (mudharib) termotivasi
untuk melayani pemilik dana (shahibul maal) dengan sebaik-baiknya. Pengelola
dana (mudharib) menjaga kepercayaan pemilik dana (shahibul maal) dengan
mengelola dana yang dititipkan dalam bentuk pemberian pembiayaan berbasis
bagi hasil kepada debitur. Pembiayaan bagi hasil ini dapat berupa pembiayaan
mudharabah dan pembiayaan musyarakah yang memberikan imbalan atau
return berupa bagi hasil kepada pihak bank.
Teori stewardship dapat dipahami dalam produk pembiayaan lembaga
perbankan. Bank syariah sebagai prinsipal yang mempercayakan nasabah
sebagai steward untuk mengelola dana yang idealnya mampu mengakomodasi
semua kepentingan bersama antara prinsipal dan steward yang mendasarkan
pada pelayanan yang memiliki perilaku dimana dia dapat dibentuk agar selalu
dapat diajak bekerjasama dalam organisasi, memiliki perilaku kolektif atau
berkelompok dengan utilitas tinggi daripada individualnya dan selalu bersedia
untuk melayani. Dengan diberlakukannya teori ini, maka pemilik dana
(shahibul maal) memberikan kepercayaan kepada pengelola dana (mudharib)
untuk mengelola dana tersebut ke dalam suatu usaha yang bersifat produktif
demi mencapai tujuan yang sama yaitu kesejahteraan hidup. Pengelola dana

5
harus bersifat amanah (dapat dipercaya) serta memiliki tanggung jawab yang
tinggi dalam mengelola dana tersebut.
b) Middle Theory
Perbankan syariah harus memastikan bahwa operasinya sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah, termasuk larangan terhadap riba dan investasi dalam
aktivitas yang dianggap haram dalam Islam. Pendekatan tengah juga mengakui
kebutuhan perbankan syariah untuk berinovasi dan mengikuti perkembangan
ekonomi dan teknologi. Ini mencakup penggunaan teknologi informasi,
pengembangan produk yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, dan
penerapan praktik manajemen terbaik.
Pendekatan tengah juga mencakup upaya untuk meningkatkan pemahaman
dan kesadaran masyarakat tentang produk dan layanan perbankan syariah.
Pendidikan dan kesadaran ini dapat membantu mengatasi miskonsepsi dan
mempromosikan pemahaman yang lebih baik tentang prinsip-prinsip syariah.
Beberapa lembaga perbankan syariah mungkin mencari kolaborasi atau
kemitraan dengan lembaga keuangan konvensional untuk mencapai efisiensi
operasional dan memperluas jangkauan pasar.
c) Operational Theory
Teori Pendapatan/Laba adalah pendapatan bersih yang di lihat dari selisih
antara pendapatan total perusahaan dengan biaya totalnya. Menurut Kusnadi
dkk (2004), besarnya laba dapat di lihat dari laporan laba rugi perusahaan yang
menunjukkan sumber darimana penghasilan diperoleh serta beban yang di
keluarkan sebagai beban perusahaan.
Pendapatan sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup perusahaab,
semakin besar pendapatan yang diperoleh maka semakin besar kemampuan
perusahaan untuk membiayai segala pengeluaran dan kegiatan-kegiatan yang
akan dilakukan oleh perusahaan. Selain itu pula pendapatan juga berpengaruh
terhadap laba rugi perusahaan yang tersaji dalam laporan laba rugi. Dan yang
perlu diingat lagi, pendapatan adalah darah kehidupan dari suatu perusahaan.
Tanpa pendapatan tidak ada laba, tanpa laba, maka tidaka ada perusahaan. Hal

6
ini tentu saja tidak mungkin terlepas dari pengaruh pendapatan dari hasil operasi
perusahaan.
Perusahaan akan memperoleh keuntungan apabila penghasilan yang di
dapat lebih besar dari jumlah beban yang di keluarkan dan dikatakan mengalami
kerugian apabila sebaliknya. Konsep laba yang akan di bahas dalam penelitian
ini adalah laba perbankan syariah melakukan perhitungan bagi hasil dengan
cara profit sharing, yaitu membagi keuntungan bersih dari usaha atau investasi
yang sudah dijalankan. Besarnya keuntungan untuk pihak bank dan nasabah
sudah diputuskan saat akad akan ditandatangani.

2.2 Studi dan Penelitian Terdahulu

Pada penelitian yang dilakukan oleh Nina Ismiyanti dengan judul “Persepsi
dan Minat masyarakat Terhadap Perbankan Syariah di Kota Palangkaraya”.
Menyimpulkan bahwa masyarakat pada bank syariah sedang, karena disebabkan
oleh minimnya pemahaman, pengetahuan masyarkat tentang produk yang
ditawarkan oleh bank syariah .

Penelitian yang terkait dengan minat masyarakat terhadap bank syariah juga
dilakukan oleh Dwi Ana dengan judul “Pengaruh Persepsi Masyarakat Tentang
Perbankan Syariah Terhadap Minat Menabung di Bank Syariah”. Hasil dari
penelitian tersebut adalah bahwa variabel dari persepsi masyarakat secara
keseluruhan mempunyai pengaruh terhadap variabel minat menabung.

2.3 Hipotesis

Pengertian Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2014), hipotesis


merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian.

Dengan melihat dari penelitian terdahulu, maka hipotesis yang didapat yaitu,

H1: faktor internal berpengaruh positif dan signifikan terhadap perkembangan bank
syariah

H2: faktor eksternal berpengaruh positif dan signifikan terhadap perkembangan


bank syariah

7
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Penerapan
Upaya penyusunan alternatif strategi pengembangan bank syariah,
dapat dilakukan dengan membuat matriks pakal yang terdiri atas kekuatan,
kelemahan, peluang, tantangan, dan strategi bagi bank syariah. Beberapa
alternatif strategi pengembangan bank syariah yaitu :
1. Penetrasi Pasar
Penetrasi pasar dilakukan dengan memperluas pasar yang ada baik
pasar dalam penghimpunan dana maupun pasar penyaluran dana.
Penetrasi pasar dapat dilakukan ke segmen-segmen yang belum
tersentuh oleh bank syariah yaitu kepada kelompok kelompok yang
peduli pada halal-haram, tetapi belum tahu atau belum terjamah oleh
bank syariah, kelompok yang ragu-ragu pada bank syariah dan
kelompok yang tidak peduli pada halal-haram (lebih peduli pada
pelayanan dan return, baik itu pasar muslim maupun non muslim), tetapi
belum terjamah oleh bank syariah.
2. Pengembangan produk-produk bank syariah yang kompetitif dan
inovatif
Pasar yang masih sangat terbuka lebar dan adanya keuntungan dari
pricing bank konvensional merupakan peluang bagi bank syariah untuk
semakin kreatif dan inovatif dalam membuat produk-produk baru.
Karena jika tidak kreatif, maka akan tergilas oleh pesaing, baik dengan
bank konvensional, antarbank syariah, maupun lembaga keuangan
syariah lainnya. Produk keuangan baru tersebut tidak harus sekedar
mengikuti produk-produk yang dimiliki lembaga konvensional, tetapi
produk tersebut mencerminkan karakteristik unik lembaga keuangan
syariah yang mampu menarik konsumen
3. Peningkatan kualitas pelayanan

8
Pada tahun 2006 diperkirakan hampir semua bank sudah punya
divisi syariah. Karena itu, pada tahun 2006 pengembangan bank syariah
di Indonesia sudah mengarah pada organik atau peningkatan aset. Pada
saat itu juga yang terjadi adalah persaingan, di mana bank yang menjadi
pilihan nasabah adalah yang memiliki servis baik dan memberikan
kenyamanan tertinggi. Hasil Survei BI menunjukkan bahwa faktor-
faktor yang memotivasi untuk menggunakan perbankan syariah untuk
masyarakat Jawa Barat dan Jawa Timur lebih didominasi oleh faktor
kualitas pelayanan. Selain itu, nasabah bank syariah mempunyai
kecenderungan untuk berhenti menjadi nasabah karena faktor pelayanan
yang kurang baik.
4. Peningkatan promosi dan sosialisasi terhadap produk-produk bank
syariah secara efektif
Promosi dilakukan dengan memanfaatkan potensi daerah yang ada
secara efektif, baik secara perorangan, kelompok maupun instansi yang
meliputi unsur alim ulama, penguasa negara/pemerintahan,
cendekiawan dan lain-lain, yang memiliki kemampuan dan akses yang
besar dalam penyebarluasan informasi terhadap masyarakat luas. Hasil
survei BI yang dilakukan di Jawa Barat mengungkapkan bahwa
masyarakat yang belum menjadi nasabah bank syarih, kemudian diberi
penjelasan tentang produk/jasa bank syariah mempunyai kecenderungan
yang kuat untuk memilih bank syariah.
5. Peningkatan kerjasama dengan institusi lain
Kerjasama dengan institusi lain dapat dilakukan dengan institusi
pendidikan dan perusahaan sejenis. Kerjasama dengan institusi
pendidikan dimaksudkan untuk memberikan pelatihan karyawan bank
syariah, mencari lulusan terbaik dari lembaga tersebut yang ahli dalam
perbankan syariah, ataupun bank syariah bisa berperan sebagai sponsor
sosialisasi perbankan syariah dalam rangka edukasi bank syariah ke
masyarakat. Kerjasama yang dilakukan dengan perusahaan sejenis
dimaksudkan agar terdapat Forum Komunikasi Pengembangan

9
Perbankan Syariah (yang mengkoordinasikan upaya peningkatan
pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang perbankan syariah,
mendorong pemerintah untuk membuat kerangka hukum dan peraturan
yang lebih sesuai dengan bank syariah), dan Pusat Informasi Keuangan
Syariah.
3.2 Perbandingan Antara Penelitian Terdahulu
Pada penelitian yang dilakukan oleh Fitria, T. N. (2015) dengan
judul “Perkembangan bank syariah di Indonesia” dapat disimpulkan bahwa
untuk menghasilkan persaingan yang produktif antara bank konvensional
dengan bank syariah maka diperlukan peraturan perbankan khusus untuk
perbankan syariah sehingga mampu menjalankan tugasnya tanpa harus
mengekor kepada sistem konvensional.
Penelitian yang dilakukan oleh Ismanto, K. (2018) dengan judul
“Literasi Masyarakat dan Dampaknya terhadap Minat Menjadi Nasabah
Bank Syariah” mendapatkan hasil penelitian bahwa masyarakat Pekalongan
memiliki minat untuk menjadi nasabah bank syariah, tetapi minatnya tidak
dibarengi dengan pemahaman yang komprehensif. Responden memiliki
pengetahuan umum tentang bank syariah, namun tidak mengetahui secara
detail akad-akad muamalat yang ada pada produk-produk perbankan
syariah. Kesesuaian syariah dan alasan pribadi menjadi faktor utama atas
peminatannya menjadi nasabah bank syariah. Temuan penelitian menuntut
operator bank syariah untuk melakukan promosi secara masif agar
masyarakat memiliki pengetahuan yang komprehensif terkait perbankan
syariah.
3.3 Pembahasan
Beberapa masalah yang terangkum dalam studi ini adalah: pertama,
mengapa masih banyak masyarakat yang belum mengetahui sistem perbankan
syariah.Kedua, mengapa masyarakat masih enggan untuk mengakses produk
dan layanan perbankan syariah.Ketiga, sejauh mana strategi yang dilakukan
perbankan syariah untuk merebut pasar yang pada hakikatnya begitu

10
potensial.Secara timbal balik, keterkaitan ketiga variabel itu menjadi masalah
sekaligus menjadi sorotan dalam kajian ini.
Secara mendasar dan sederhana, pertanyaan pertama mengenai
ketidaktahuan masyarakat tentang sistem dan operasional perbankan syariah
sering terjawab dengan informasi dan promosi perbankan syariah yang tidak
begitu menggemparkan.Ibarat gempa bumi, getaran yang dirasakan oleh
masyarakat tidak signifikan.Dan juga bisa diibaratkan berita tentang eksistensi
perbankan syariah hanya seperti angin lalu.
Bagi masyarakat dengan kategori kaum intelektual seperti mahasiswa,
kaum profesioanal, birokrat, pegawai negeri sipil dan lainnya, yang sekilas
mengetahui eksistensi perbankan syariah bisa diyakini akan menjadi
pertimbangan bagi mereka untuk mendiversifikasi penempatan uang mereka,
misalnya. Tapi, jumlah mereka diyakini pula tidak begitu signifikan.
Hal itu sudah tentu berbeda dengan masyarakat yang dari dulu lebih dekat
dengan perbankan konvensional. Mereka yang mengakses produk dan layanan
bank konvensional sudah tentu menempati market share sisa dari market share
perbankan syariah yang di bawah 5%.Dan, disinyalir bahwa masyarakat
tersebut terdiri dari berbagai level, dari golongan menengah sampai kaum elite,
dari mereka yang berpendidikan tinggi sampai kepada mereka yang tidak
pernah menyentuh dunia pendidikan formal.Yang jelas, mereka membutuhkan
produk dan layanan perbankan.Penjelasan ini secara tidak langsung juga
menjawab pertanyaan kedua, yaitu mengapa masyarakat masih enggan untuk
mengakses produk dan layanan perbankan syariah.
Ringkasnya, masyarakat dengan kategoribankableterlebih dahulu
mengakses produk dan layanan perbankan konvensional yang menggurita ke
seantero dunia dan pelosok negeri.Sebaliknya, perbankan syariah baru
menapakkan kaki setapak demi setapak di belakang bank-bank
konvensional.Sehingga, ibarat bayangan, bahwa bayangan bank syariah masih
tertutup dengan besar dan banyaknya jumlah bank konvensional.
Selain beberapa alasan di atas, keengganan masyarakat untuk mengakses
produk dan layanan perbankan syariah dibuktikan dari munculnya pemahaman

11
dan ungkapan-ungkapan beberapa kalangan seperti: bank syariah tidak berbeda
dengan bank konvensional, meminjam di bank syariah atau baitul mal wat
tamwil (BMT) lebih mahal dibanding dengan bank atau lembaga keuangan
konvensional (Mu‟allim, 2008;vi).
Pengetahuan masyarakat tentang bank syariah yang baik akan berpengaruh
terhadap minatnya. Rahmawaty (2014) menyampaikan bahwa persepsi
masyarakat tentang sistem bagi hasil berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap minat menggunakan produk bank syariah. Masyarakat yang memiliki
pengetahuan akan lebih mudah untuk menerima hal-hal baru. Menerima dan
memikirkan terlebih dahulu merupakan ciri manusia modern. Sedangkan
Thambiah, dkk (2010) menyatakan bahwa masyarakat perkotaan lebih
menegtahui dibanding masyarakat pedesaan.
Alasan tidak minat responden terhadap bank syariah lebih didasarkan pada
fasilitas dan produk bank syariah yang kurang menarik. Echchabi & Aziz (2012)
menyatakan bahwa kecocokan (compatibility) keuntungan pribadi (relative
advantage), memiliki pengaruh signifikan terhadap keputusan menggunakan
bank syariah di negara Maroko. Di sisi lain, mereka masih loyal terhadap
layanan bank konvensional. Loyalitas nasabah terhadap bank konvensional ini
karena ada beberapa layanan yang belum bisa diisediakan oleh bank syariah.
Dari uraian diatas, penulis berpendapat bahwa jika pengetahuan masyarakat
tentang bank syariah rendah, maka minat masyarakat juga rendah. Hal ini bisa
dipastikan akan menghambat perkembangannya secara khusus di Pekalongan
dan umumnya Indonesia. Padahal sebagian besar masyarakat memiliki minat
untuk menjadi nasabah bank syariah. Nampaknya minat ini tidak dibarengi
dengan pemahaman yang memadai.
Seperti yang sudah tertulis pada pendahuluan bahwa upaya
memperkenalkan bank syariah dinilai efektif jika dilakukan dengan orientasi
selalu menguntungkan masyarakat.Strategi sederhana yang perlu dilakukan
dalam merebut hati masyarakat sebagai calon nasabah adalah dengan
memanjakan mereka dalam hal layanan serta memanjakan mereka dengan
berbagai keuntungan (profit).

12
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Uraian diatas mengantarkan pada simpulan bahwa responden memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang kurang komprehensif tentang bank syariah.
Sumber informasi yang berasal dari keluarga/teman dan internet tidak cukup
memadai. Akad-akad muamalat yang menjadi landasan syariah penyusunan
produk perbankan syariah juga masih belum dipahami secara utuh. Meskipun
masyarakat memiliki pemahaman yang rendah, tetapi tidak menyurutkan minat
untuk bertransaksi di bank syariah. Alasan kesesuaian syariah dan alasan
subjektif pribadi menjadi alasan dominan dalam meminati bank syariah.
Agar masyarakat tidak lagi enggan untuk mengakses produk dan layanan
bank syariah, beberapa hal yang dapat dibuat di antaranya adalah mewujudkan
bank syariah yang murah hati dan ringan tangan dalam berbagi dengan
masyarakat lewat infak dan sedekahnya. Dengan perilaku itu, bank syariah akan
dikenal sebagai institusi keuangan yang pro ummah.
4.2 Saran
Lambatnya perkembangan bank syariah di Indonesia bisa disebabkan oleh
berbagai faktor. Berikut adalah beberapa saran untuk meningkatkan
perkembangan bank syariah di Indonesia:
- Lakukan kampanye edukasi yang intensif untuk meningkatkan
pemahaman masyarakat tentang prinsip-prinsip perbankan syariah.
- Berfokus pada pengembangan produk yang bersifat inklusif dan dapat
menjangkau berbagai segmen masyarakat.
- Mengadopsi teknologi finansial (fintech) syariah untuk memudahkan
akses masyarakat terhadap produk dan layanan perbankan syariah.
- Melibatkan tokoh agama dan komunitas dalam mendukung
perkembangan bank syariah, karena dukungan dari pihak ini dapat
memperkuat legitimasi dan kepercayaan masyarakat.

13
Daftar Pustaka

Ismanto, K. (2018). Literasi Masyarakat dan Dampaknya terhadap Minat Menjadi


Nasabah Bank Syariah. HUMAN FALAH: Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam.

Bahri, S. (2016). Mengapa Masyarakat Masih Enggan Dengan Bank


Syariah?. IQTISHADUNA: Jurnal Ilmiah Ekonomi Kita, 5(1), 61-67.

Ihsan, N., Hadi, N., & Pratikto, M. I. S. (2022). Analisis Minat Masyarakat
Terhadap Perbankan Syariah di Wilayah Kecamatan Panceng Kabupaten
Gresik. Jurnal Baabu al Ilmi Ekonomi dan Perbankan Syariah, 57-69.

14

Anda mungkin juga menyukai