Anda di halaman 1dari 18

PERBANKAN SYARIAH

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Islam

Dosen Pengampu: Bu Ainul Imronah, ME.

Oleh :

KELOMPOK I

Melani Alya Putri NIM 211100453

Semester / Kelas : 3 / EBI-A

JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH (ESy)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SUFYAN TSAURI MAJENANG -
CILACAP
Sekretariat: Jl. Kyai Haji SufyanTsauri Majenang Telp. (0280) 623562 Po. Box 18
TahunAkademik 2022/2023

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................. i

ABSTRAK ...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ........................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Bank Syariah ............................................................. 2


B. Sejarah Perkembangan Bank Syariah .............................................. 3
C. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional ...........................
D. Produk-Produk Perbankan Syariah ..................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 8

i
ABSTRAK

Berdasarkan landasan hukum perbankan Syariah yaitu UU No. 10 TAHUN 1998 tentang
perubahan UU No. 7 TAHUN 1972 tentang perbankan.
Perbankan Syariah adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan Syari’ah
(hukum) Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama Islam
untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta
larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram.
Misalnya, usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media
yang tidak Islami dan lain-lain, di mana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan
konvensional.
Bank syariah sebenarnya berlaku untuk semua orang atau Universal. Syari’ah itu sendiri
hanyalah sebuah prinsip atau sistem yang sesuai dengan aturan atau ajaran Islam. Siapa saja
dapat memanfaatkan jasa keuangan bank syariah.1

1
Santi, Mei. “Perbankan Syariah”. Bank Konvensional Vs Bank Syariah. Juni 2015. Vol. 02 No. 01. Halm. 1

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Bank syariah merupakan bank yang secara operasional berbeda dengan bank
konvensional. Salah satu ciri khas bank syariah yaitu tidak menerima atau
membebankan bunga kepada nasabah, akan tetapi menerima atau membebankan bagi
hasil serta imbalan lain sesuai dengan akad-akad yang diperjanjikan.
Konsep dasar bank syariah didasarkan pada al-Qur’an dan hadits. Semua produk dan
jasa yang ditawarkan tidak boleh bertentangan dengan isi al-Qur’an dan hadits
Rasulullah SAW.2
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja konsep dasar perbankan syariah?
2. Bagaimana sejarah perkembangan bank syariah?
3. Jelaskan beberapa perbedaan bank syariah dan bank konvensional.
4. Sebutkan produk-produk perbankan syariah.
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar perbankan syariah.
2. Untuk mengetahui dan memahami sejarah perkembangan bank syariah.
3. Untuk mengetahui dan memahami beberapa perbedaan bank syariah dan bank
konvensional.
4. Untuk mengetahui dan memahami produk-produk perbankan syariah.

2
Ismail. “Konsep Dasar Bank Syariah”. Perbankan Syariah. Januari 2016. Halm. 23.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Bank Syariah


Praktik perbankan telah ada sejak zaman Babylonia, Yunani, dan Romawi meskipun pada
saat tersebut bentuk praktik perbankan tidak seperti saat ini.
Pada awalnya kegiatan ini hanya terbatas pada tukar menukar uang, kemudian
berkembang menjadi usaha menerima tabungan, menitipkan ataupun meminjamkan uang
dengan memungut bunga pinjaman. Hal tersebut semakin berkembang menjadi perbankan
modern, yang saat ini dilaksanakan secara umum di seluruh dunia.
Pada abad ke-20 muncul suatu wacana perlunya bank syariah yang bebas bunga, demi
melayani kebutuhan kaum Muslim yang tidak berkenan dengan penerapan bunga dalam
perbankan karena termasuk dalam riba, yaitu transaksi yang dilarang oleh syariat Islam.
Perkembangan bank syariah di dunia ataupun di Indonesia saat ini cukup pesat. Hal ini
menandakan salah satu momentum kebangkitan ekonomi Islam di dunia, terutama
perkembangan pada sektor keuangan syariah.
Sejak awal kelahirannya, perbankan syariah dilandasi dengan kehadiran gerakan
renaissance Islam modern, yaitu neorevivalis3 dan modernis4.
Tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah untuk
mendasari segenap aspek kehidupan ekonomi kaum Muslim dengan berlandaskan pada
Al-Quran dan As-Sunnah.
Dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2008 diterangkan bahwa yang dimaksud dengan
perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya.
Dari definisi perbankan syariah tersebut ada dua kelembagaan yang terdapat pada
perbankan syariah, yaitu Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Munculnya dua
kelembagaan ini pada perbankan syariah di Indonesia berkaitan dengan dual banking
system5 yang dianut pada sistem perbankan di Indonesia.

3
Neorevivalisme: Penghidupan dan Kebangkitan baru.
4
Modernis: Hubungan manusia dengan lingkungan sekitar pada zaman modern.
5
Dual Banking System: Bank yang melakukan dua kegiatan sekaligus; Kegiatan berbasis bunga dan non bungga.

2
Menurut Undang-Undang No. 21 tahun 2008, Bank Syariah adalah bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri
atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Sementara Unit Usaha Syariah menurut Undang-Undang No. 21 tahun 2008 adalah unit
kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk
dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau
unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk
dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.
Dengan demikian, dapat ditarik suatu definisi umum, yaitu Bank Syariah adalah lembaga
keuangan yang menjalankan fungsi perantara (intermediary) dalam penghimpunan dana
masyarakat serta menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat sesuai dengan prinsip-
prinsip syariah. Bank syariah bukan hanya bank bebas bunga, melainkan memiliki
orientasi pencapaian sejahtera.
Bank syariah mempunyai beberapa tujuan:
1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalat secara Islami,
khususnya muamalat yang berkaitan dengan perbankan agar terhindar dari praktik
riba atau jenis usaha/perdagangan lain yang mengandung unsur gharar, dan jenis-
jenis usaha tersebut selain dilarang dalam Islam, juga telah menimbulkan dampak
negatif terhadap kehidupan ekonomi rakyat.
2. Menciptakan keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan
melalui kegiatan investasi agar tidak terjadi kesenjangan yang lebar antara pemilik
modal dan pihak yang membutuhkan dana.
3. Meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang berusaha yang
lebih besar, terutama kelompok miskin yang diarahkan pada kegiatan usaha yang
produktif menuju terciptanya kemandirian usaha.
4. Menanggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan program
utama dari negara-negara yang sedang berkembang.
Upaya bank syariah dalam mengentaskan kemiskinan berupa pembinaan nasabah
yang lebih menonjol sifat kebersamaan dari siklus usaha yang lengkap.
Seperti, program pembinaan pengusaha produsen, pembina pedagang perantara,
program pembinaan konsumen, program pengembangan modal kerja, dan
program pengembangan usaha bersama.

3
5. Menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Bank syariah mampu menghindari
pemanasan ekonomi akibat adanya inflasi, menghindari persaingan yang tidak
sehat antara lembaga keuangan.
6. Menyelamatkan kebergantungan umat Islam terhadap bank konvensional yang
masih menerapkan sistem bunga.6
B. Sejarah Perkembangan Bank Syariah
Perbankan Syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel Islam,
karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai
gerakan fundamentalis.
Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan
yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963.
Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan
konsep serupa di Mesir.
Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar
berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk
partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh
negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun utamanya
bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana
untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya.
IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara
tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada Syari’ah Islam.
Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis Islam kemudian
muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic
Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank
(1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan
dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation
yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji.
Di Indonesia pelopor perbankan Syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun
1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta
dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha
muslim.

6
Suma, M. Amin. “Konsep Dasar Bank Syariah”. Pengantar Ekonomi Syariah. September 2015. Halm. 317-320.

4
Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya
hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana
kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba.
Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam undang-undang yaitu
UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan dan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat
Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syari’ah.
Sementara itu Bank Umum yang telah memiliki unit usaha Syari’ah adalah 19 bank
diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero), Bank Rakyat
Indonesia (Persero) dan Bank Swasta Nasional: Bank Tabungan Pensiunan Nasional
(Tbk).
Sistem Syari’ah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah
berkembang 104 BPR Syari’ah.7
C. Beberapa Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
1. Bank syariah:
a) Berinvestasi pada usaha yang halal.
b) Sistem Bagi Hasil.
c) Profit dan falah oriented (Kebahagiaan dunia akhirat).
d) Hubungan kemitraan penjual-pembeli.
e) Ada DPS (Dewan Pengawas Syariah).
f) Tidak tergantung pada kinerja usaha. Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkat meskipun untung besar.
2. Bank Konvensional:
 Bebas nilai.
 Sistem Bunga.
 Profit Oriented (kebahagiaan dunia saja).
 Hubungan debitur–kreditur.
 Tidak ada lembaga sejenis DPS (Dewan Pengawas Syariah)
 Didasarkan pada jumlah uang (pokok) pinjaman Nasabah kredit harus
tunduk pada pemberlakuan perubahan tingkat suku bunga tertentu secara
sepihak oleh bank sesuai dengan fluktuasi tingkat suku bunga di pasar

7
Santi, Mei. “Sejarah Perbankan Syariah”. Bank Konvensional VS Bank Syariah. Juni 2015, Vol. 02 No. 01. Halm.
8-10.

5
uang. Pembayaran bunga yang sewaktu-waktu dapat meningkat/menurun
tdk dapat dihindari nasabah dalam masa pembayaran angsuran kreditnya.8
D. Produk-Produk Perbankan Syariah
1. Produk Penghimpunan Dana Masyarakat (Funding).
a) Giro (Demand Deposit).
Giro adalah simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap
saat, artinya adalah bahwa uang yang disimpan direkening giro dapat diambil
setiap waktu setelah memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan.
Pengertian Giro juga dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 23 Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yakni Simpanan
berdasarkan Akad Wadiah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek. bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau
dengan perintah pemindahbukuan.
Giro yang dikenal dalam perbankan konvensional dapat diaplikasikan dalam
perbankan syariah dengan menghilangkan unsur bunga yang ada di dalamnya.
Kemudian timbul pertanyaan, prinsip apa dalam Islam yang cocok dipakai
dalam produk giro dan keuntungan apa yang akan diperoleh oleh nasabah
apabila memilih produk giro selain mendapatkan kemudahan dalam lalulintas
pembayaran.
Jawaban dari pertanyaan di atas dengan mendasarkan pada definisi Giro dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah ada dua
macam, yaitu bisa berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah) atau
berdasarkan prinsip titipan (wadiah).
Dengan demikian, dalam perbankan syariah dikenal adanya produk berupa
Giro Wadiah dan Giro Mudharabah. Walaupun demikian dalam praktiknya
prinsip wadiah yang paling banyak dipakai, mengingat motivasi utama
nasabah memilih produk giro adalah untuk kemudahan dalam lalulintas
pembayaran, bukan untuk mendapatkan keuntungan.
Secara singkat Giro Wadiah dapat diartikan sebagai bentuk simpanan yang
penarikannya dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro9,

8
Fardillah, Frena. Saleman Hardi Yahawi, dkk. “Konsep-Konsep dalam Perbankan Syariah”. Perbankan Syariah
Indonesia. Juli 2021. Halm. 6-8.
9
Bilyet Giro: Surat berharga, surat perintah, atau salah satu alat pembayaran non tunai.

6
sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan yang
didasarkan pada prinsip titipan.
Oleh karena itu, nasabah tidak mendapatkan keuntungan berupa bunga,
melainkan bonus yang nilainya tidak boleh diperjanjikan diawal akad.
b) Tabungan (Saving Deposit)
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut
syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet
giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Nasabah jika hendak mengambil simpanannya dapat datang langsung ke bank
dengan membawa buku tabungan, slip penarikan, atau melalui fasilitas ATM.
Pengertian yang hampir sama dijumpai dalam Pasal 1 angka 21 Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menyebutkan
bahwa Tabungan adalah Simpanan berdasarkan akad wadiah atau investasi
dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut
syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan
cek, bilyet giro dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Dalam hal ini terdapat dua prinsip perjanjian Islam yang sesuai
diimplementasikan dalam produk perbankan berupa tabungan, yaitu wadiah
dan madharabah.
Hampir sama dengan giro, pilihan terhadap produk ini tergantung motif dari
nasabah. Jika motifnya hanya menyimpan saja maka bisa dipakai produk
tabungan wadiah, sedangkan untuk memenuhi nasabah yang bermotif
investasi atau mencari keuntungan maka tabungan mudharabah yang sesuai.
Secara teknis mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di
mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola dana (mudharib) dalam suatu
kegiatan produktif.
Perbedaan utama dengan tabungan diperbankan konvensional adalah tidak
dikenalnya suku bunga tertentu yang diperjanjikan. Yang ada adalah nisbah
atau persentase bagi hasil pada tabungan mudharabah dan bonus pada
tabungan wadiah.
c) Deposito (Time Deposit)

7
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 deposito
didefinisikan simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu
tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank atau pada
saat jatuh tempo.
Dalam Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, Deposito
didefinisikan sebagai Investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya
dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah
penyimpan dan Bank Syariah dan/atau UUS.
Deposito merupakan produk dari bank yang memang ditujukan untuk
kepentingan investasi dalam bentuk surat-surat berharga, sehingga dalam
perbankan syariah akan memakai prinsip mudharabah.
Berbeda dengan perbankan konvensional yang memberikan imbalan berupa
bunga bagi nasabah deposan, maka dalam perbankankan syariah imbalan yang
diberikan kepada nasabah deposan adalah bagi hasil (profit sharing) sebesar
nisbah yang telah disepakati di awal akad.
Bank dan nasabah masing-masing mendapatkan keuntungan. Keuntungan bagi
bank dengan menghimpun dana lewat deposito adalah uang yang tersimpan
relatif lebih lama, mengingat deposito memiliki jangka waktu yang relatif
panjang dan frekuensi penarikan yang panjang.
Sehingga bank akan lebih leluasa melempar dana tersebut untuk kegiatan yang
produktif. Sedangkan nasabah akan mendapatkan keuntungan berupa bagi
hasil yang besarnya sesuai dengan nisbah yang telah disepakati di awal
perjanjian.10
2. Produk Penyalur Dana (Financing).
a) Berdasarkan Akad Jual Beli.
Implementasi akad jual beli merupakan salah satu cara yang ditempuh bank
dalam rangka menyalurkan dana kepada masyarakat. Produk dari bank yang
didasarkan pada akad jual beli murabahah, salam, dan istishna.
 Murabahah adalah suatu perjanjian antara bank dengan nasabah dalam
bentuk pembiayaan pembelian atas sesuatu barang yang dibutuhkan
oleh nasabah.

10
Umam, Khotibul. “Produk Perbankan Syariah di Bidang Penghimpunan dana Masyarakat.” Perbankan
Syariah. 2016. Halm. 77-99.

8
Objeknya bisa berupa barang modal seperti mesin-mesin industri,
maupun barang untuk kebutuhan sehari-hari seperti sepeda motor.
 Salam adalah jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-
syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.
Objek salam biasanya berupa produk-produk hasil pertanian.
 Istishna adalah kegiatan jual beli barang dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan.
Objek dari istishma biasanya berupa barang furniture.
 Antara salam dan istishna hampir sama, yaitu jual beli dengan cara
memesan terlebih dahulu. Perbedaan antara salam dan istishna terletak
pada cara pembayaran harga beli dan objek yang diperjualbelikan.
Dengan demikian istishna adalah bentuk khusus dari salam. Di antara ketiga
hal tersebut, murabahah-lah yang paling banyak digunakan dalam praktik
perbankan syariah di Indonesia. Murabahah bisa dimplementasikan untuk
memenuhi kebutuhan barang modal ataupun barang konsumsi yang
dibutuhkan oleh nasabah.
b) Berdasarkan Akad Sewa-Menyewa.
Salah satu produk penyaluran dana dari bank syariah kepada nasabah adalah
pembiayaan yang berdasarkan perjanjian/akad sewa-menyewa (ijarah).
Ijarah adalah transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau upah
mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau
imbalan jasa.
Ijarah juga dapat diinterpretasikan sebagai suatu akad pemindahan hak guna
atas barang atau jasa pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri.
Inti dari suatu perjanjian sewa-menyewa adalah perjanjian yang berkaitan
dengan pemberian manfaat kepada pihak penyewa dengan kontraprestasi
berupa biaya sewa.
Bank syariah selaku institusi keuangan menyediakan pembiayaan kepada
nasabah dalam bentuk sewa-menyewa, baik sewa murni atau sewa yang
memberikan opsi kepada nasabah selaku penyewa untuk memiliki objek sewa

9
diakhir perjanjian sewa atau yang lebih dikenal dengan ijarah muntahiyah
bittamlik (ijarah wa iqtina).
Ijarah wa iqtina bisa memakai mekanisme janji hibah maupun mekanisme
janji menjual di mana janji tersebut akan berlaku diakhir masa sewa.
c) Berdasarkan Akad Bagi Hasil
Bentuk penyaluran dana yang ditujukan untuk kepentingan investasi dalam
perbankan Islam dapat dilakukan berdasarkan akad bagi hasil.
Secara umum akad bagi hasil dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
mudharabah dan musyarakah, termasuk di dalamnya sebenarnya terdapat jenis
muzaraah dan musaqah walaupun jarang digunakan oleh bank syariah,
khususnya di Indonesia.
Mudharabah atau qirad menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and
loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua
belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
Keuntungan yang ada dibagi sesuai dengan syarat-syarat yang telah disepakati,
sedangkan jika terjadi kerugian, maka dibebankan kepada pemilik harta saja.
Sementara orang yang mengusahakan menanggung kerugian dalam usahanya,
sehingga tidak perlu diberi beban kerugian yang lain.
Produk penyaluran dana (lending) oleh bank syariah dalam pembiayaan
mudharabah memakai skema mudharabah muqayyadah (restricted investment)
sehingga jenis dan ruang lingkup usaha yang akan dilakukan oleh sudah
ditentukan di awal akad.
Oleh karena itu, bank selaku shahibul maal lebih mudah dalam melakukan
kegiatan monitoring terhadap usaha yang dilakukan nasabah selaku mudharib.
Dalam praktik juga diterapkan pembiayaan mudharabah muthlaqah
(unrestricted investment), akan tetapi di sini bank syariah hanya berperan
sebagai penghubung (arranger) antara nasabah dengan pemilik usaha sehingga
bank syariah tersebut tidak mendapatkan bagi hasil melainkan fee atas jasa
yang diberikan, misalnya jasa pembukuan.
Kemudian pengertian musyarakah adalah penanaman dana dari pemilik
dana/modal untuk mencampurkan dana/modal mereka pada suatu usaha
tertentu, dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah
disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung semua pemilik dana/
modal berdasarkan bagian dana/ modal masing-masing.
10
Inti dari musyarakah adalah bahwa para pihak sama-sama memasukkan dana
ke dalam usaha yang dilakukan. Dalam skema musyarakah ini bank
memberikan pembiayaan sejumlah yang disepakati dan bank mempunyai hak
untuk melakukan hands-on management terhadap usaha yang dilakukan oleh
nasabahnya.
Muzara'ah dan musaqah termasuk perjanjian bagi hasil khusus dibidang
pertanian. Muzara'ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik
lahan dan penggarap, di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian
kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian
tertentu (persentase) dari hasil panen.
Kemudian musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah di
mana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan
pemeliharaan sehingga ia berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
Dari berbagai pengertian akad-akad bagi hasil di atas yang paling umum
digunakan, khususnya pada bank-bank syariah di Indonesia adalah
pembiayaan dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.11
d) Berdasarkan Akad Pelengkap.
Pembiayaan dengan akad pelengkap ditujukan untuk memperlancar
pembiayaan dengan menggunakan tiga prinsip di atas. Akad pelengkap
tersebut, yaitu sebagai berikut:
1) Hawalah.
Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang
lain yang wajib menanggungnya.
Tujuan hawalah adalah membantu pemasok mendapatkan modal tunai agar
ia mampu melanjutkan produksinya sebaga akibat ia memiliki piutang
usaha yang belum dibayar oleh pembeli sehingga tidak memiliki cukup
dana untuk memulai pekerjaan berikutnya.
Kontrak hawalah dalam perbankan diterapkan pada hal-hal berikut:
 Factoring atau anjak piutang, yaitu para nasabah yang memiliki
piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang tersebut pada bank,
lalu bank membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak
ketiga itu.

11
Umam, Khotibul. “Produk Perbankan Syariah di Bidang Penyaluran Dana”. Perbankan Syariah. 2016. Halm.
101-131.

11
 Post dated check, yaitu bank bertindak sebagai juru tagih tanpa
membayarkan dahulu piutang tersebut.
2) Rahn.
Rahn adalah menahan salah satu harta milik peminjam sebagai jaminan
atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki
nilai ekonomis dan nilai jual sekurang-kurangnya setara dengan pinjaman
yang diterima menurut harga pasar.
Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat
mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
Tujuan akad rahn adalah memberikan jaminan pembayaran pada bank
dalam memberikan pembiayaan.
Produk rahn dalam perbankan dapat digunakan sebagai produk pelengkap
sebagai jaminan dalam pembiayaan ataupun sebagai produk tersendiri atau
yang biasa dikenal dengan gadai.
3) Qardh.
Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau
diminta kembali. Dengan kata lain, meminjamkan tanpa mengharapkan
imbalan.
Dalam literatur fiqh klasik, qardh dikategorikan dalam aqd tathawwui atau
akad saling membantu dan bukan transaksi komersial.
Aplikasi qardh, antara lain sebagai pinjaman talangan haji, pinjaman tunai
dari produk kartu kredit syariah.
4) Wakalah.
Wakalah atau wikalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian
mandat. Tidak setiap orang mempunyai kemampuan atau kesempatan
untuk menyelesaikan segala urusannya sendiri. Pada suatu waktu,
seseorang perlu mendelegasikan suatu pekerjaan kepada orang lain untuk
mewakili dirinya.
Aplikasi wakalah dalam penyaluran dana di perbankan terjadi apabila
nasabah memberikan kuasa pada bank untuk mewakili dirinya melakukan
pekerjaan jasa tertentu, seperti L/C, inkaso, dan transfer uang.
5) Kafalah.

12
Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil)
kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung.
Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab
seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain
sebagai penjamin.
Kafalah memiliki beberapa macam, yaitu:
 Kafalah bin-nafs;
 Kafalah bil-maal;
 Kafalah bit-taslim;
 Kafalah al-munjazah;
 Kafalah al-muallaqah.
3. Produk Jasa (Service).
a) Sharf (Jual Beli Valuta Asing).
Pada prinsipnya, jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual beli mata
uang yang tidak sejenis ini harus dilakukan pada waktu yang sama (spot).
Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini. Prinsip ini dipraktikkan
pada bank syariah devisa yang memiliki izin untuk melakukan jual beli valuta asing.
Adapun rukun sharf adalah:
 Penjual (ba'i);
 Pembeli (musytari);
 Mata uang yang diperjualbelikan (sharf);
 Nilai tukar (si'rus sharf);
 Ijab kabul (sighat).
b) Wadi'ah (Titipan).
Jenis produk jasa tambahan yang dapat diterapkan adalah wadi'ah, namun wadi'ah
yang diterapkan adalah wadi'ah yad al-amanah.
Aplikasi perbankan wadi'ah yad al-amanah adalah penyewaan kotak simpanan (safe
deposit box) sebagai sarana penitipan barang berharga nasabah. Bank mendapat
imbalan sewa dari jasa tersebut.12

BAB III
12
Suma, M. Amin. “Bank Syariah”. Pengantar Ekonomi Syariah. September 2015. Halm. 364-370.

13
PENUTUP

A. Berdasarkan landasan hukum perbankan Syariah yaitu UU No. 10 TAHUN 1998


tentang perubahan UU No. 7 TAHUN 1972 tentang perbankan. “Bank syariah adalah
bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah dalam
kegiatannya dapat memberikan atau tidak memberikan jasa dalam lalulintas
pembayarannya.”
B. Perbankan Syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel
Islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya
sebagai gerakan fundamentalis.
Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank
simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada
tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri
9 bank dengan konsep serupa di Mesir.
C. Beberapa Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional:
1. Bank syariah:
 Berinvestasi pada usaha yang halal.
 Sistem Bagi Hasil.
 Profit dan falah oriented (Kebahagiaan dunia akhirat).
 Hubungan kemitraan penjual-pembeli.
 Ada DPS (Dewan Pengawas Syariah).
2. Bank Konvensional:
 Bebas nilai.
 Sistem Bunga.
 Profit Oriented (kebahagiaan dunia saja).
 Hubungan debitur–kreditur.
 Tidak ada lembaga sejenis DPS (Dewan Pengawas Syariah)
D. Produk-Produk Perbankan Syariah:
1. Produk Penghimpunan Dana Masyarakat (Funding).
2. Produk Penyaluran Dana (Financing).
3. Produk Jasa (Service).

14
Daftar Pustaka

Santi, Mei. 2015. Bank Konvensional VS Bank Syariah. Tulungagung; STAI


Muhammadiyah Tulungagung.

Ismail. 2016. Perbankan Syariah. Jakarta; Prenadamedia Group.

Suma, M. Amin. 2015. Pengantar Ekonomi Syariah. Bandung; Pustaka Setia.

Umam, Khotibul. 2016. Perbankan Syariah. Jakarta; RajaGrafindo Persada.

Fardillah, Frena. Seleman Hardi Yahawi, dkk. 2021. Perbankan Syariah Indonesia.
Cirebon; Insania Grup.

https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=yyk5EAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA41&dq=info:5KzW3qO9F
bIJ:scholar.google.com/
&ots=ALNfsBMIZu&sig=xKaWxAl33BQHmNjRodUX44SI-
5c&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false

https://jurnal.staiannawawi.com/index.php/annawa/article/download/123/127/
#:~:text=Yang%20dimaksud%20dual%20banking%20system,kegiatan
%20perbankan%20yang%20berbasis%20nonbunga

https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=X9xDDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR5&dq=info:PN8GEcpItKI
J:scholar.google.com/
&ots=qz70QAfyxf&sig=urAMYaysEFwOEpF6ZZKh4VGfiyE&redir_esc=y#
v=onepage&q&f=false

https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Category/122#:~:text=Bilyet%20giro
%20adalah%20surat%20berharga,tertera%20di%20dalam%20bilyet%20giro

https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=bN-
2DwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR1&dq=info:D5Aa_km2fqMJ:scholar.google.c
om/
&ots=uz8V01Xftn&sig=8HfH9xZqo9J74obAG8J0eL28kak&redir_esc=y#v=
onepage&q&f=false

15

Anda mungkin juga menyukai