Anda di halaman 1dari 18

INVESTASI PADA PERBANKAN SYARIAH

Makalah ini diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata
KuliahManjemen investasi syariah SemesterLima Fakultas Ekonomi &
Bisnis Islam Jurusan PerbankanSyariah (PS)

oleh:

AZLAN

SULFRIDHA SUPI

A.ALFIAN SYAM

ANDI PRAZILLIA ALISKA

SARADIBA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)


BONE
2019
DAFTAR ISI

Sampul………....................................................................................................... i

Daftar Isi............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 2

1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bank Syariah................................................................................. 3

2.2 Karakteristik dan Tujuan Investasi Perbankan Syariah................................... 5

2.3 Produk-Produk Investasi Perbankan Syariah.................................................. 6

2.4 Investasi pada Perbankan Syariah................................................................... 10

2.5 Peran Perbankan sebagai Nadzir..................................................................... 11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 16

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini semakin banyak bermunculan bank-bank yang

menggunakan sistem syariah. Bahkan tidak sedikit bank-bank syariah saat ini

merupakan hasil konversi dari bank-bank konvensional yang mencoba sebuah

alternatif lain untuk mendapatkan nasabah sebanyak-banyaknya.

Terdapat sejumlah alasan mengapa perbankan konvensional yang ada


sekarang ini mulai melirik untuk menggunakan dan mengembangkan sistem

syariah, diantaranya adalah pasar potensial yang besar, karena mayoritas

penduduk Indonesia beragama Islam dan semakin tingginya kesadaran

masyarakat muslim untuk berperilaku secara Islami termasuk didalamnya

yaitu aspek muamalah atau berniaga.

Dalam hal ini masyarakat mendapatkan pilihan kepada sistem

keuangan berbasis syariah yang sesuai dengan kebutuhannya. Di samping itu,

masyarakat memiliki alternatif lain dalam melakukan aktivitas keuangannya.

Hal tersebut memberi dampak akan kebutuhan bank syariah yang semakin

tinggi.

Bank syariah hanya membayar bagi hasil kepada nasabahnya sesuai

dengan marjin keuntungan yang diperoleh bank, dengan sistem ini bank

syariah tidak akan mengalami negative spread. Hal inilah yang menjadi

pendorong berkembangnya perbankan syariah di negara-negara yang

penduduk muslimnya minoritas.

Salah satu bentuk pelaksanaan dalam perbankan syariah yakni dalam

hal investasi. Berbagai bentuk produk syariah berbasis investasi telah


diterbitkan serta diharapkan akan memberikan kontribusi positif bagi

perbankan syariah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian bank syariah?

2. Bagaimana karakteristik serta fun gsi investasi dalam perbankan

syariah?

3. Bagaimana penerapan investasi pada produk bank syariah?

4. Bagaimana penerapan investasi pada bank syariah?

5. Bagaimana peran nadzir dalam pelaksanaan investasi pada perbankan

syariah?

C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui bagaimana upaya membangun bisnis yang sesuai dengan

al-Qur’an.

2. Mengetahui sumber ajaran Islam yang disepakati.

3. Mengetahui bagaimana dalil-dalail yang diperselisihkan.

4. Mengetahui bagaimana ijtihad, pengertian, dan syaratnya.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bank Syariah

Menurut UU Perbankan No.7 tahun 1998 dijelaskan yang dimaksud dengan

perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup

kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan

usahanya. (Pasal 1 ayat 1). Sedangkan yang dimaksud dengan Bank adalah badan

usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan

menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.(ayat

2).[1] Berkaitan dengan fungsi bank, paling tidak ada dua fungsi yang cukup

mendasar, yaitu fungsi perantara (intermediation role) dan fungsi transmisi

(tranmision role). Fungsi perantara adalah penyediaan kemudahan untuk aliran

dana dari mereka yang mempunyai dana nganggur atau kelebihan dana selaku

penabung (saver) atau pemberi pinjaman (lender) kepada mereka yang

memerlukan atau kekurangan dana untuk memenuhi berbagai kekurangan untuk

berbagai kepentingan peminjam (borrower). Sedangkan fungsi transmisi berkaitan

dengan peranan bank dalam hal lintas pembayaran dan peredaran uang dengan

menciptakan instrumen keuangan seperti penciptaan uang kartal, uang giral dan

lain-lain.

Secara filosofis, bank syariah adalahpendapatan bank yang aktivitasnya

meninggalkan masalah riba.[2] Dengan demikian, penghindaran bunga yang

dianggap riba merupakan salah satu tantangan yang dihadapi dunia Islam dewasa

ini. Belakangan ini para ekonom Muslim telah mencurahkan perhatian besar guna

menemukan cara untuk menggantikan sistem bunga dalam transaksi perbankan

dan keuangan yang sesuai dengan etika Islam. Upaya ini dilakukan dalam upaya
membangun model teori ekonomi yang bebas bunga dan pengujiannya terhadap

pertumbuhan ekonomi, alokasi, dan distribusi. Oleh karena itu, mekanisme

perbankan bebas bunga yang biasa disebut dengan bank syariah. Perbankan

syariah didirikan didasarkan pada alasan filosofis maupun praktik. Alasan

filosofisnya adalah dilarangnya riba dalam transaksi keuangan maupun non

keuangan berdasarkan dalam surat QS .Al-Baqarah yang artinya “Allah

menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” Dan alasan praktisnya adalah

sistem perbankan berbasis bunga atau konvensional mengandung beberapa

kelamahan yaitu sebagai berikut:

1. Transaksi berbasis bunga melanggar keadilan atau kewajaran bisnis.

Dalam bisnis, hasil yang diperoleh setiap perusahaan selalu tidak pasti.

Peminjam sudah berkewajiban untuk membayar tingkat bunga yang disetujui.

2. Tidak fleksibelnya sistem transaksi berbasis bunga menyebabkan

kebangkrutan. Hal ini menyebabkan hilangnya potensi produktif masyarakat

secara keseluruhan, selain dengan pengangguran sebagian besar orang. Lebih

dari itu, beban utang makin menyulitkan upaya pemulihan ekonomi dan

memperparah penderitaan seluruh masyarakat.

3. Komitmen bank untuk keamanan uang deposan berikut bunganya

membuat bank cemas untuk mengembalikan pokok dan bunganya. Oleh

sebab itu, demi keamanan bank hanya mau meminjamkan dana bagi bisnis

yang sudah benar-benar mapan atau kepada orang yang sanggup menjamin

keamanan pinjamannya.

4. Sistem transaksi berbasis bunga menghalangi munculnya inovasi oleh

usaha kecil. Usaha besar dapat mengambil risiko untuk mencoba teknik dan

produk baru karena mereka mempunyai cadangan dana sebagai sandaran bila

ternyata ide barunya itu tidak berhasil. Sebaliknya, usaha kecil tidak dapat
mencoba ide baru karena untuk itu mereka harus membutukan pinjaman dana

berbunga dari bank. Bila gagal, tidak ada jalan lain bagi mereka kecuali harus

membayar kembali pinjaman berikut bunganya sehingga bisa saja mereka

menjadi bangkrut.

5. Dalam sistem bunga, bank tidak akan tertarik dalam kemitraan usaha

kecil bila ada jaminan kepastian pengembalian modal dan pendapatan bunga

mereka. Setiap rencana bisnis yang diajukan kepada mereka selalu diukur

dengan kriteria ini. Jadi, bank yang bekerja dengan sistem ini tidak

mempunyai insentif untuk membantu usaha yang berguna bagi masyarakat

dan para pekeja. Sistem ini menyebabkan misallocation sumber daya dalam

masyarakat islam.

Dari beberapa kelemahan sistem perbankan konvensional tersebut, maka

perbankan syariah diharapkan mendapatkan kebebasan dalam mengembangkan

produk sesuai dengan teori perbankan syariah. Jika kebebasan ini dapat

diwujudkan, secara ideal akan memberikan manfaat yaitu :

a. Terpeliharanya aspek keadilan bagi para yang bertransaksi.

b. Lebih menguntungkan dibanding perbankan konvensional.

c. Dapat memelihara kestabilan nilai tukar mata uang karena selalu

terkait dengan transaksi riil.

d. Tranparansi menjadi sifat yang melekat (inheren).

e. Memperluas aplikasi syariah dalam kehidupan masyarakat Muslim.

2.2 Karakteristik dan Fungsi Investasi Perbankan Syariah

Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan pada

prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Perbankan syariah

bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka


meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
Berikut karakteristik investasi dari perbankan syariah:

1. Modal sebagai penentu keputusan

2. Waktu yang tepat mengambil keputusan

Sedangkan fungsi dari perbankan syariah adalah:

1. Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan

menyalurkan dana masyarakat.

2. Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk

lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak,

sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada

organisasi pengelola zakat.

3. Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal

dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai

dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).

4. Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada angka (2) dan

angka (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.3 Produk-produk Investasi Perbankan Syariah

Gambar 2.1 Akad dan Produk Bank Syariah

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Penerapan prinsip syariah dalam sebuah investasi diharuskan. Hal tersebut

agar setiap prinsip serta fungsi perbankan syariah tetap terlaksana sebagai mana

mestinya. Dalam pelaksanaanya prinsip investasi perbankan syariah diterapkan

pada produk pendanaan yang berdasarkan pola bagi hasil serta pada produk

pembiayaan investasi. Produk pendanaan yang mengguanakan prinsip investasi

sendiri ada 4 yakni, tabungan mudharabah, deposito/investasi umum (tidak

terikat), deposito/investasi khusus (terikat), dan sukuk al-mudharabah. Sementara

itu dalam pelaksanaan pembiayaannya diterapkan menggunakan


prinsip mudharabah, musyarakah, murabahah, istishna, ijarah, ijarah muntahiya

bi tamlik.

Berikut adalah penjelasan mengenai produk pendanaan yang berdasarkan

prinsip investasi pada perbankan syariah:

a. Tabungan mudharabah

Tabungan dalam bank sayariah menggunakan akad wadi’ah yang hampir

sama dengan giro namun kurang leluasa seperti giro karena dapat diambil dengan

cek. Dalam wadi’ah untuk rekening tabungan, bank dapat memberikan bonus

kepada nasabah dari keuntungan yang diperoleh bank karena bank lebih leluasa

untuk menggunakan dana ini untuk tujuan mendapatkan keuntungan.

Konsep qardh yang merupakan pinjaman tanpa tambahan dalam

pengembaliannya, bank mendapat pinjaman tanpa bunga dari deposan.[3] Pihak

bank dapat menggunakan dana ini untuk tujuan mencari keuntungan, dari

keuntungan tersebut pihak bank dapat memberikan bagian keuntungan kepada

deposan berupa uang atau non uang.bagi hasil inilah yang menggunakan prinsip

bagi hasil mudahrabah.

b. Deposito/investasi umum (tidak terikat)

Deposito ini menggunakan prinsip mudharabah muthlaqah. Dikarenakan

menggunakan akad ini maka pihak banka dapat mneggunakan dana yang

disimpan oleh nasabah tersebut untuk mendapatkan keuntungan yang kemudian

akan dibagi dengan deposan tersebut. Bank syariah menerima simpanan deposito

berjangka (pada umumnya untuk satu bulan ke atas) ke dalam rekening investasi

umum (general investment account) dengan

prinsip mudharabah al-muthlaqah (URIA: Unrestricted Investment

Account).[4]Rekening investasi seperti ini lebih bertujuan untuk mencari

keuntungan dibandingkan dengan mengamankan dananya.


c. Deposito/investasi khusus (terikat)

Apabila dalam investasi umum nasabah tidak menentukan dananya akan

digunakan untuk proyek apa, berbeda dengan depiosito khusus yang menetapkan

dananya akan digunakan pada sektor yang dikehendaki oleh deposan. Nasabah

menetapkan persyaratan tertentu yang harus dipatuhi oleh bank, misalnya dana

digunakan untuk bisnis tertentu, digunakan dengan akad-akad tertentu dan

digunakan untuk nasabah tertentu.[5] Rekening semacam ini biasanya digunakan

oleh investor besar.

d. Sukuk al-mudaharabah

Salah satu bentuk investasi yang dapat dilakukan oleh nasabah untuk

melakukan transaksi investasi yakni dengan cara berinvestasi pada sukuk.

Berbeda dengan surat berharga konvensioal yang dapat beredar pada pasar kedua

dengan bebas, sukuk yang merpakan surat berharga syariah hanya dapat dipindah

tangankan sebanyak tiga kali sama. Dengan obligasi syariah, bank mendapatkan

alternatif sumber dana berjangka panjang (lima tahun atau lebih) sehingga dapat

digunakan untuk pembiayaan-pembiayaan berjangka panjang.[6]

Berikut adalah penjelasan mengenai produk pembiayaan yang berdasarkan

prinsip investasi pada perbankan syariah:

1. Bagi hasil: mudharabah, musyarakah.

Kebutuhan investasi secara umum dapat dipenuhi dengan pembiayaan

berpola bagi hasil dengan akad mudharabah atau musyarakah. Sebagai contoh,

pembuatan pabrik baru, perluasan pabrik, usaha baru, perluasan usaha, dan

sebagainya. Dengan cara ini bank syariah dan pengusaha berbagi risiko usaha

yang saling menguntungkan dan adil. Agar bank syariah dapat berperan aktif

dalam kegiatan usaha dan mengurangi kemungkinan risiko, seperti moral


hazard (tanggung jawab moril), maka bank dapat memilih untuk menggunakan

akad musyarakah.

2. Jual beli: murabahah, istishna; dan

Kebutuhan investasi sebagiannya juga dapat dipenuhi dengan pembiayaan

berpola jual beli dengan akad murabahah. Sebagai contoh, pembelian mesin,

pembelian kendaraan untuk usaha, pembelian tempat usaha, dan sebagainya.

Dengan cara ini bank syariah mendapat keuntungan marjin jual beli dengan risiko

yang minimal. Sementara itu, pengusaha mendapatkan kebutuhan investasinya

dengan perkiraan biaya yang tetap dan mempermudah perencanaan.

Kebutuhan investasi yang memerlukan waktu untuk membangun juga dapat

dipenuhi dengan akad istishna, misalnya untuk industri berteknologi tinggi,

seperti industri pesawat terbang, industri pembuatan lokomotif, dan kapal, selain

berbagai tipe mesin yang dibuat oleh perusahaan atau bengkel besar. Selain itu,

akad istishna juga dapat diaplikasikan dalam industri konstruksi, misalnya,

gedung apartemen, rumah sakit, sekolah, universitas, dan sebagainya.

Ketentuan umum pembiayaan istishna’ adalah sebagai berikut:

a. Spesifikasi barang pesanan harus jelas seperti jenis, macam ukuran,

mutu, dan jumlahnya.

b. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad istishna’ dan

tidak boleh berubah selama berlakunya akad.

c. Jika terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan terjadi perubahan

harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap

ditanggung nasabah.

3. Sewa: ijarah atau ijarah muntahiyah bit tamlik.

Kebutuhan aset investasi yang biayanya sangat tinggi dan memerlukan waktu

lama untuk memproduksinya pada umumnya tidak dilakukan dengan cara bagi
hasil atau kepemilikan karena risikonya terlalu tinggi atau kebutuhan modalnya

tidak terjangkau. Kebutuhan investasi seperti itu dapat dipenuhi dengan

pembiayaan berpola sewa dengan akad ijarah atau ijarah muntahiyah bit tamlik.

Sebagai contoh, pembiayaan pesawat terbang, kapal, dan sejenisnya. Selain itu,

pembiayaan ijarah dapat juga digunakan untuk pembiayaan peralatan industri,

mesin-mesin pertanian, dan alatalat transportasi. Dengan cara ini bank syariah

dapat mengambil manfaat dengan tetap menguasai kepemilikan aset dan pada

waktu yang sama menerima pendapatan dari sewa. Penyewa juga mengambil

manfaat dari skim ini dengan terpenuhinya kebutuhannya investasi yang

mendesak dan mencapai tujuan dalam waktu yang wajar tanpa harus

mengeluarkan biaya modal yang besar.

2.4 Investasi pada Perbankan Syariah

Dalam melaksanakan kegiatan investasi perlu diketahui terlebih dahulu

prinsup yang mendasari adanya investasi secara syariah yakni sebagai berikut:

1. Tidak mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi zatnya

maupun cara mendapatkannya, serta tidak menggunakannya untuk hal-hal

yang haram.

2. Tidak mendzalimi dan tidak didzalimi.

3. Keadilan pendistribusian kemakmuran.

4. Transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha.

5. Tidak ada unsur riba, maysir (perjudian/spekulasi), dan gharar

(ketidakjelasan/samarsamar).

Berdasarkan keterangan di atas, maka kegiatan investasi haruslah tetap [ada

jalur ayriat yang mengajarkan untuk berinvestasi yang memeberikan manffat yang

lebih besar dibandingkan dengan mudharat yang ditimbulkan. Semua transaksi

yang terjadi harus atas dasar suka sama suka, tidak ada unsur pemaksaan, tidak
ada pihak yang didzalimi atau mendzalimi. Tanpa unsur riba, tidak bersifat

spekulatif serta harus transparan.

Istilah mudharabah merupakan akad yang paling banyak digunakan oleh bank

syariah dalam melaksanakan fungsinya dalam investasi. Mudharabah adalah

perjanjian atas suatu jenis perkongsian, dimana pihak perama (shahibul maal)

menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggungjawab atas

pengelolaan usaha.[7]

Dalam transaksi mudharabah harus memenuhi rukun mudharabah meliputi,

yaitu:

1. Shahibul maal (pemilik dana/nasabah).

2. Mudharib (pengelola dana/pengusaha/bank), amal (usaha/pekerjaan).

3. Ijab dan Qabul.

Dilihat dari kuasa yang diberikan kepada pengusaha, mudharabah terbagi

menjadi 2 jenis, yaitu sebagai berikut:

1. Mudharabah Muthlaqah (investasi tidak terikat) yaitu pihak pengusaha

diberi kuasa penuh untuk menjalankan proyek tanpa larangan/gangguan

apapun urusan dalam proyek tersebut, dan tidak terikat dengan waktu, tempat,

jenis, perusahaan, pelanggan. Investasi tidak terikat ini pada usaha perbankan

syariah diaplikasikan pada tabungan dan deposito.

2. Mudharabah Muqayyadah (investasi terikat) yaitu pemilik dana

(shahibul maal) membatasi/memberi syarat kepada mudharib dalam

pengelolaan dana seperti, hanya untuk melakukan mudharabah bidang

tertentu, cara, waktu, dan tempat tertentu saja. Bank dilarang mencampurkan

rekening investasi terikat dengan dana bank atau dana rekening lainnya pada

saat investasi.[8]Dalam investasi terikat pihak bank sebagai agen saja, dan
atas kegiatannya akan menerima imbalan berupa fee. Berikut adalah pola

investasi terikat yakni:

1. Channelling, apabila semua risiko ditanggung oleh pemilik dana dan

bank sebagai agen tidak menanggung risiko apapun.

2. Executing, apabila bank sebagai agen juga menanggung risiko dan hal

ini banyak yang menganggap bahwa investasi terikat executing ini sudah

tidak sesuai lagi dengan prinsip mudharabah, namun dalam akuntansi

perbankan syariah diakomodir karena dalam praktiknya pola ini dijalankan

oleh bank syariah.[9]

2.5 Peran Perbankan Syariah sebagai Nadzir

Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk

dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Posisi Nazhir sebagai

pihak yang bertugas untuk memelihara dan mengurusi harta wakaf mempunyai

kedudukan yang penting dalam perwakafan.[10]

Dalam menjalankan kewajibannya sebagai nadzir, terdapat beberapa pola

dalam pelaksanaannya sebagai berikut:

1. BS sebagai Nazhir Pertama , Penyalur dan Pengelola

Gambar 2.2 Pola Bank Syariah sebagai Nazhir Pertama , Penyalur dan Pengelola

Pihak bank merpakan penyalur serta pengelolanya.pihak banki akan

menerima wakaf tunai dari seorang waqif yang kemidian akan diterbitkan akta

waqif tunai lengkap dengan data pemberi waqaf. Kemudian pihak bank akan

mengelola dana yang diterimnya dengan cacatan dana tersebut haruslah

dipisahkan dari dana pihak ketiga lainnya agar lebih mudah dalam mengetahui

dana pokok yang ada.

2. Bank Syariah sebagai Nazhir Penerima dan Penyalur

Gambar 2.3 Pola Bank Syariah sebagai Nazhir Penerima dan Penyalur
Waqif akan meyerahkan sejumlah uang guna melakukan waqaf, setelah itu

pihak bank syariah akan mengeluarkan surat waqaf. Kemudian dana yang telah

terkumpul akan diserahkan kepada BWI yang akan bekerjasama dengan pihak

ketiga sebagai pengelola dana serta menggandeng Lambaga Pengawas guna

menjaga keamanan dana yang diwaqafkan.

3. Bank Syariah sebagai Pengelola (Fund Manager)

Gambar 2.4 Pola Bank Syariah sebagai Pengelola (Fund Manager)

Mekanismenya yakni pihak pewaqaf (wakif) akan meyerahkan dana

waqafnya kepada BWI yang kemudian akan bekerjasama dengan pihak perbankan

syariah dalam pengelolaannya.sebelum itu pihak BWI akan menerbitkan surat

waqaf kepada waqif.

4. Bank Syariah sebagai Kustodi

Gambar 2.5 Pola Bank Syariah sebagai Kustodi

Pihak waqif akan menyetorkan sejumlah dana kepada bank Syariah

menggunakan rekening BWI. Kemudian BWI akan menerbitkan surat waqaf yang

dititipkan kepada Bank Syariah. Pihak BWI akan juga akan bekerja sama dengan

lembaga penjamin syariah guna menjaga dana waqaf agar tidak sampai lost.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Menurut UU Perbankan No.7 tahun 1998 dijelaskan yang dimaksud dengan

perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup

kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan

usahanya. (Pasal 1 ayat 1).

Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan pada


prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Perbankan syariah

bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka

meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.

Dalam pelaksanaanya prinsip investasi perbankan syariah diterapkan pada

produk pendanaan yang berdasarkan pola bagi hasil serta pada produk

pembiayaan investasi. Produk pendanaan yang mengguanakan prinsip investasi

sendiri ada 4 yakni, tabungan mudharabah, deposito/investasi umum (tidak

terikat), deposito/investasi khusus (terikat), dan sukuk al-mudharabah. Sementara

itu dalam pelaksanaan pembiayaannya diterapkan menggunakan

prinsip mudharabah, musyarakah, murabahah, istishna, ijarah, ijarah muntahiya

bi tamlik.

kegiatan investasi haruslah tetap [ada jalur ayriat yang mengajarkan untuk

berinvestasi yang memeberikan manffat yang lebih besar dibandingkan dengan

mudharat yang ditimbulkan. Semua transaksi yang terjadi harus atas dasar suka

sama suka, tidak ada unsur pemaksaan, tidak ada pihak yang didzalimi atau

mendzalimi. Tanpa unsur riba, tidak bersifat spekulatif serta harus transparan.

Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk
dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Posisi Nazhir sebagai
pihak yang bertugas untuk memelihara dan mengurusi harta wakaf mempunyai

kedudukan yang penting dalam perwakafan.


DAFTAR PUSTAKA

Rohman, Abdur. 2015. Etika Bisnis Islam. Madura.

Machmud, Amir Dan Rukmana. 2010. Bank Syariah Teori Kebijakan Dan

Studi Empiris Di Indonesia. Jakarta: Gelora Aksara Pratama.

Otoritas Jasa Keuangan. 2016. Industri Jasa Keuangan Syariah; Seri Litersi

Keuangan Perguruan Tinggi. Jakarta.

Hafied, Hamzah Dan Nasir, Muhammad. 2013. Lembaga Keuangan Syariah;

Teori Dan Penelitian Empiris. Makassar: Umitoha Ukhuwah Grafika.


Hermanto. 2012. Bentuk Kerjasama Nazhir Dengan Lembaga Keuangan

Syariah Dalam Pengelolaan Wakaf Tunai. Skripsi. Surakarta: Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai