Anda di halaman 1dari 12

INVESTASI PADA PERBANGKAN SYRIAH

Muhamad fadil fananani, Anissa Padillah,Fenny anggun Septi,muhamad Akmal


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Jl. Perjuangan By Pass Sunyaragi Cirebon
Email: annisasuherman@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Investasi pada perbangkan syariah
secara umum dapat dikatakan bahwa syariat islam menghendaki kegiatan
ekonomi yang halal, baik produk yang menjadi objek, cara perolehnya, maupun
cara penggunaannya, selain itu prinsip investasi juga harus dilakukan tanpa
paksaan (ridha), adil dan transaksinya berpijak pada kegiatan produksi dan jasa
yang tidak dilarang oleh islam dan juga mengajak masyarakat muslim untuk
beralih dengan menabung dan berinvestasi di perbangkan syariah dengan
memberikan edukasi yang baik agar masyarakat mudah memahami dan beralih
dengan perbangkan syariah.
Kata kunci : Investasi di Perbangkan Syariah

ABSTRAK
This study aims to determine investment in Islamic banking in general, it can be
said that Islamic law requires lawful economic activities, both the product that is
the object, how to obtain it, and how to use it, besides that the investment principle
must also be carried out without coercion (ridha), fair and the transaction is based
on production and service activities that are not prohibited by Islam and also
invites the Muslim community to switch to saving and investing in sharia banking
by providing good education so that people can easily understand and switch to
sharia banking.
Keywords: Investment in Islamic Banking

1
A. PENDAHULUAN

Di era saat ini semakin banyak bermunculan bank-bank yang menggunakan


sistem syariah. Bahkan tidak sedikit bank-bank syariah saat ini merupakan hasil
konversi dari bank-bank konvensional yang mencoba sebuah alternatif lain untuk
mendapatkan nasabah sebanyak-banyaknya.
Terdapat sejumlah alasan mengapa perbankan konvensional yang ada sekarang
ini mulai melirik untuk menggunakan dan mengembangkan sistem syariah, diantaranya
adalah pasar potensial yang besar, karena mayoritas penduduk Indonesia beragama
Islam dan semakin tingginya kesadaran masyarakat muslim untuk berperilaku secara
Islami termasuk didalamnya yaitu aspek muamalah atau berniaga.
Dalam hal ini masyarakat mendapatkan pilihan kepada sistem keuangan berbasis
syariah yang sesuai dengan kebutuhannya. Disamping itu, masyarakat memiliki
alternatif lain dalam melakukan aktivitas keuangannya. Hal tersebut memberi dampak
akan kebutuhan bank syariah yang semakin tinggi.
Bank syariah hanya membayar bagi hasil kepada nasabahnya sesuai dengan
marjin keuntungan yang diperoleh bank, dengan sistem ini bank syariah tidak akan
mengalami negative spread. Hal inilah yang menjadi pendorong berkembangnya
perbankan syariah di negara-negara yang penduduk muslimnya minoritas.
Salah satu bentuk pelaksanaan dalam perbankan syariah yakni dalam hal
investasi. Berbagai bentuk produk syariah berbasis investasi telah diterbitkan serta
diharapkan akan memberikan kontribusi positif bagi perbankan syariah.

B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Perbankan Syariah
Dalam konsep Islam tidak dikenal istilah bank. Institusi bank dikembangkan oleh
masyarakat Barat yang bermula dari konsep "Banco" yang berarti meja. Karena institusi
bank sudah menjalar ke seluruh pelosok dunia, sehingga kegiatan perekonomian
seolah-olah sudah tidak bias dipisahkan dari kegiatan perekonomian dan transaksi
keuangan, umat Islam akhirnya mengadopsi institusi bank dengan mengubah secara
fundamental sistem operasionalnya disesuaikan dengan pola perekonomian yang
dikembangkan pada zaman Rasulullah SAW dan para sahabat Khulafur Rosyidin, yaitu
yang sesuai dengan syari'at Islam.
Menurut UU Perbankan No.7 tahun 1998 dijelaskan yang dimaksud dengan
perbangkan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya. (Pasal 1 ayat 1). Sedangkan yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup orang banyak.(ayat 2).1 Berkaitan dengan fungsi bank, paling
tidak ada dua fungsi yang cukup mendasar, yaitu fungsi perantara (intermediation role)
dan fungsi transmisi (tranmision role). Fungsi perantara adalah penyediaan kemudahan
untuk aliran dana dari mereka yang mempunyai dana nganggur atau kelebihan dana

1
Abdur Rohman, Etika Bisnis Islam, (Madura: 2015), 144.

2
selaku penabung (saver) atau pemberi pinjaman (lender) kepada mereka yang
memerlukan atau kekurangan dana untuk memenuhi berbagai kekurangan untuk
berbagai kepentingan peminjam (borrower). Sedangkan fungsi transmisi berkaitan
dengan peranan bank dalam hal lintas pembayaran dan peredaran uang dengan
menciptakan instrumen keuangan seperti penciptaan uang kartal, uang giral dan lain-
lain.2
Secara filosofis, bank syariah adalah pendapatan bank yang aktivitasnya
meninggalkan masalah riba. Dengan demikian, penghindaran bunga yang dianggap riba
merupakan salah satu tantangan yang dihadapi dunia Islam. Belakangan ini para
ekonom Muslim telah mencurahkan perhatian besar guna menemukan cara untuk
menggantikan sistem bunga dalam transaksi perbankan dan keuangan yang sesuai
dengan etika Islam. Upaya ini dilakukan dalam upaya membangun model teori ekonomi
yang bebas bunga dan pengujiannya terhadap pertumbuhan ekonomi, alokasi, dan
distribusi. Oleh karena itu, mekanisme perbankan bebas bunga yang biasa disebut
dengan bank syariah. Perbankan syariah didirikan didasarkan pada alasan filosofis
maupun praktik. Alasan filosofisnya adalah dilarangnya riba dalam transaksi keuangan
maupun non keuangan berdasarkan dalam surat QS. Al-Baqarah yang artinya “Allah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Dan alasan praktisnya adalah sistem perbankan berbasis bunga atau konvensional
mengandung beberapa kelamahan yaitu sebagai berikut:
1. Transaksi berbasis bunga melanggar keadilan atau kewajaran bisnis. Dalam bisnis,
hasil yang diperoleh setiap perusahaan selalu tidak pasti. Peminjam sudah
berkewajiban untuk membayar tingkat bunga yang disetujui.
2. Tidak fleksibelnya sistem transaksi berbasis bunga menyebabkan kebangkrutan.
Hal ini menyebabkan hilangnya potensi produktif masyarakat secara keseluruhan,
selain dengan pengangguran sebagian besar orang. Lebih dari itu, beban utang
makin menyulitkan upaya pemulihan ekonomi dan memperparah penderitaan
seluruh masyarakat.
3. Komitmen bank untuk keamanan uang deposan berikut bunganya membuat bank
cemas untuk mengembalikan pokok dan bunganya. Oleh sebab itu, demi keamanan
bank hanya mau meminjamkan dana bagi bisnis yang sudah benar-benar mapan
atau kepada orang yang sanggup menjamin keamanan pinjamannya.
4. Sistem transaksi berbasis bunga menghalangi munculnya inovasi oleh usaha kecil.
Usaha besar dapat mengambil risiko untuk mencoba teknik dan produk baru karena
mereka mempunyai cadangan dana sebagai sandaran bila ternyata ide barunya itu
tidak berhasil. Sebaliknya, usaha kecil tidak dapat mencoba ide baru karena untuk
itu mereka harus membutukan pinjaman dana berbunga dari bank. Bila gagal, tidak
ada jalan lain bagi mereka kecuali harus membayar kembali pinjaman berikut
bunganya sehingga bisa saja mereka menjadi bangkrut.
5. Dalam sistem bunga, bank tidak akan tertarik dalam kemitraan usaha kecil bila ada
jaminan kepastian pengembalian modal dan pendapatan bunga mereka. Setiap
rencana bisnis yang diajukan kepada mereka selalu diukur dengan kriteria ini. Jadi,
bank yang bekerja dengan sistem ini tidak mempunyai insentif untuk membantu
usaha yang berguna bagi masyarakat dan para pekeja. Sistem ini
menyebabkan misallocation sumber daya dalam masyarakat islam.
Dari beberapa kelemahan sistem perbankan konvensional tersebut, maka
perbankan syariah diharapkan mendapatkan kebebasan dalam mengembangkan produk

2
Amir Machmud dan Rukmana, Bank Syariah Teori Kebijakan dan Studi Empiris di
Indonesia, (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2010), 4.

3
sesuai dengan teori perbankan syariah. Jika kebebasan ini dapat diwujudkan, secara
ideal akan memberikan manfaat yaitu:
a. Terpeliharanya aspek keadilan bagi para yang bertransaksi.
b. Lebih menguntungkan dibanding perbankan konvensional.
c. Dapat memelihara kestabilan nilai tukar mata uang karena selalu terkait dengan
transaksi riil.
d. Tranparansi menjadi sifat yang melekat (inheren).
e. Memperluas aplikasi syariah dalam kehidupan masyarakat Muslim.
Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasakan hukum Islam antara bank dan
pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain penyimpanan dan
pembiayaan berdasarkan:
1. Titipan (Wadiah),
2. Prinsip bagi hasil (mudharabah),
3. Prinsip penyertaan modal (musharakah),
4. Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah),
5. Pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah),
atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari
pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)
3

2 Karakteristik dan Fungsi Investasi Perbankan Syariah


a. Karateristik Perbangkan Syariah
Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan pada
prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Perbankan syariah
bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
Prinsip syariah Islam dalam pengelolaan harta menekankan pada
keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat. Harta harus
dimanfaatkan untuk hal-hal produktif terutama kegiatan investasi yang
merupakan landasan aktivitas ekonomi dalam masyarakat. Tidak setiap orang
mampu secara langsung menginvestasikan hartanya untuk menghasilkan
keuntungan. Oleh karena itu, diperlukan suatu lembaga perantara (intermediary
institution) yang menghubungkan masyarakat pemilik dana dan pengusaha yang
memerlukan dana (pengelola dana). Salah satu bentuk lembaga perantara tersebut
adalah bank yang kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Dalam
operasionalnya bank syariah berasaskan, antara lain, pada asas kemitraan,
keadilan, transapan dan universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan
berdasarkan prinsip syariah4. Berikut merupakan karakteristik investasi dari
perbankan syariah:
1. Modal sebagai penentu keputusan
2. Waktu yang tepat mengambil keputusan
3. Konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas;
4. Tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif;
5. Tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang; dan
6. Tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad.

3
Otoritas Jasa Keuangan, Industri Jasa Keuangan Syariah; Seri Litersi Keuangan Perguruan
Tinggi, (Jakarta, 2016), 19.
4
Abdul Aziz, A. Z (2010). Manajemen investasi syariah, 189

4
7. tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time-value of money);
b. Fungsi Perbangkan Syariah
Bahwasannya bank umum kegiatan usahanya menghimpun dana
masyarakat dapat menyelenggarakan rekening giro (demand deposit). Artinya,
fungsi setoran dari bank timbul jika nasabah bank menyetorkan uang tunai dan
atau cek-cek ke bank itu. Dengan demikian, semakin banyak nasabah bank
melakukan setoran, semakin besar persediaan uang yang dimiliki oleh bank
tersebut. Persediaan uang tersebut dalam jumlah tertentu dapat digunakan oleh
bank untuk memberikan pinjaman kepada nasabah atau masyarakat yang
membutuhkannya. Fungsi bank syari'ah selain menjalankan fungsi jasa keuangan
adalah sebagai perantara antara masyarakat yang kelebihan dana (surplus
spending unit, SSU) dengan masyarakat yang kekurangan dana (deficit spending
unit, DSU) melalui pembiayaan produk dan jasa syari'ah, sebagaimana halnya
bank konvensional. Fungsi Perbangkan Syariah Dalam dunia perbankan saat ini,
Anda tentu mengenal bank syariah. Secara fungsi, bank syariah memiliki peran
yang sama dengan bank konvensional, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana
masyarakat. Namun, satu hal yang membedakan adalah prinsip syariah Islam,
demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian yang menjadi pedoman untuk
sistem operasi dari bank syariah itu sendiri.

Dalam bank syari'ah, masyarakat yang kelebihan dana dapat menyimpan


dananya dalam bentuk giro, tabungan, deposito atau bentuk simpanan lainnya
melalui prinsip wadi'ah maupun mudharabah. Begitu pula masyarakat yang
kekurangan dana dapat meminjam di bank dalam bentuk kredit atau pembiayaan.
Bank syariah selain memiliki tiga fungsi seperti pada bank konvensional juga
memiliki fungsi lainnya yang tidak dimiliki oleh bank konvensional. Adapun

fungsi Bank Syariah tersebut yaitu: (1) Manajer investasi (Mudharib); (2)
Investor (Shahibul Al Maal); (3) Jasa Keuangan dan lalu lintas pembayaran; (4)
Fungsi Sosial.

Di luar tugas utama sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas


penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat, bank syariah juga memiliki

5
tujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional untuk mendukung
peningkatan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan di kalangan
masyarakat.5

3 Produk-produk Investasi Perbankan Syariah

Persaingan global semakin ketat, baik pada lembaga pasar uang maupun
pasar modal. Begitu ketatnya, fungsi bank yang awalnya hanya, bersifat
penyimpanan, penyaluran, serta penyediaan jasa-jasa perbankan. Kini, lembaga
keuangan perbankan dalam mengembankan bisnisnya melakukan terobosan-
terobosan dengan melakukan penanaman modal di pasar modal maupun lembaga
keuangan lainnya, maupun bank itu sendiri menyediakan fasilitas-fasilitas
investasi, termasuk di dalamnya bank syari’ah, baik bank syariah internasional
maupun bank syariah domestic. Hal ini dapat dilihat dari sumber dan aplikasi
keuangan di bank Islam Malaysia. Demikian pula bank domistik, misalnya Bank
Muamalat Indonesia membuka produk investasi berupa; Dana Pensiun Lembaga
Keuangan (DPLK) Mauamat. Dana pensiunan umat ini merupakan produk dana
pensiunan program iuran pasti dengan pengelolaan investasi dilakukan secara
syari’ah. Begitu pula, Bank Syariah Mandiri (BSM), membuka produk
penyertaan investtasi berupa Investasi Reksa Dana.

Penerapan prinsip syariah dalam sebuah investasi diharuskan. Hal tersebut


agar setiap prinsip serta fungsi perbankan syariah tetap terlaksana sebagai mana
mestinya. Dalam pelaksanaanya prinsip investasi perbankan syariah diterapkan
pada produk pendanaan yang berdasarkan pola bagi hasil serta pada produk
pembiayaan investasi. Produk pendanaan yang mengguanakan prinsip investasi
sendiri ada 4 yakni, tabungan mudharabah, deposito/investasi umum (tidak
terikat), deposito/investasi khusus (terikat), dan sukuk al-mudharabah. Sementara
itu dalam pelaksanaan pembiayaannya diterapkan menggunakan
prinsip mudharabah, musyarakah, murabahah, istishna, ijarah, ijarah muntahiya
bi tamlik.

Berikut adalah penjelasan mengenai produk pendanaan yang berdasarkan


prinsip investasi pada perbankan syariah:6

a. Tabungan Mudharabah

Tabungan dalam bank sayariah menggunakan akad wadi’ah yang hampir


sama dengan giro namun kurang leluasa seperti giro karena dapat diambil
dengan cek. Dalam wadi’ah untuk rekening tabungan, bank dapat memberikan
bonus kepada nasabah dari keuntungan yang diperoleh bank karena bank lebih
leluasa untuk menggunakan dana ini untuk tujuan mendapatkan keuntungan.
Konsep qardh yang merupakan pinjaman tanpa tambahan dalam
pengembaliannya, bank mendapat pinjaman tanpa bunga dari deposan. Pihak
bank dapat menggunakan dana ini untuk tujuan mencari keuntungan, dari
keuntungan tersebut pihak bank dapat memberikan bagian keuntungan kepada

5
Abdul Aziz, A. Z (2010). Manajemen investasi syariah, 191
6
Abdul Aziz, A. Z (2010). Manajemen investasi syariah, 200-201

6
deposan berupa uang atau non uang bagi hasil inilah yang menggunakan
prinsip bagi hasil mudahrabah.

b. Deposito atau investasi umum (tidak terikat)


Deposito ini menggunakan prinsip mudharabah muthlaqah. Dikarenakan
menggunakan akad ini maka pihak banka dapat mneggunakan dana yang
disimpan oleh nasabah tersebut untuk mendapatkan keuntungan yang
kemudian akan dibagi dengan deposan tersebut. Bank syariah menerima
simpanan deposito berjangka (pada umumnya untuk satu bulan ke atas) ke
dalam rekening investasi umum (general investment account) dengan
prinsip mudharabah al-muthlaqah Rekening investasi seperti ini lebih
bertujuan untuk mencari keuntungan dibandingkan dengan mengamankan
dananya.

c. Deposito/investasi khusus (terikat)


Apabila dalam investasi umum nasabah tidak menentukan dananya akan
digunakan untuk proyek apa, berbeda dengan depiosito khusus yang
menetapkan dananya akan digunakan pada sektor yang dikehendaki oleh
deposan. Nasabah menetapkan persyaratan tertentu yang harus dipatuhi oleh
bank, misalnya dana digunakan untuk bisnis tertentu, digunakan dengan
akad-akad tertentu dan digunakan untuk nasabah tertentu. Rekening
semacam ini biasanya digunakan oleh investor besar.

d. sukuk al-mudaharabah
Salah satu bentuk investasi yang dapat dilakukan oleh nasabah untuk
melakukan transaksi investasi yakni dengan cara berinvestasi pada sukuk.
Berbeda dengan surat berharga konvensioal yang dapat beredar pada pasar
kedua dengan bebas, sukuk yang merpakan surat berharga syariah hanya
dapat dipindah tangankan sebanyak tiga kali sama. Dengan obligasi syariah,
bank mendapatkan alternatif sumber dana berjangka panjang (lima tahun atau
lebih) sehingga dapat digunakan untuk pembiayaan-pembiayaan berjangka
panjang.7
Berikut adalah penjelasan mengenai produk pembiayaan yang
berdasarkan prinsip investasi pada perbankan syariah:
1. Bagi Hasil Mudharabah dan Musyarakah
Kebutuhan investasi secara umum dapat dipenuhi dengan pembiayaan
berpola bagi hasil dengan akad mudharabah atau musyarakah. Sebagai
contoh, pembuatan pabrik baru, perluasan pabrik, usaha baru, perluasan
usaha, dan sebagainya. Dengan cara ini bank syariah dan pengusaha berbagi
risiko usaha yang saling menguntungkan dan adil. Agar bank syariah dapat
berperan aktif dalam kegiatan usaha dan mengurangi kemungkinan risiko,
seperti moral hazard (tanggung jawab moral), maka bank dapat memilih
untuk menggunakan akad musyarakah.
2. Jual Beli Murabahah Dan Istishna

7
Otoritas Jasa Keuangan, Industri Jasa Keuangan Syariah; Seri Litersi Keuangan Perguruan
Tinggi, (Jakarta, 2016), 20-23

7
Kebutuhan investasi sebagiannya juga dapat dipenuhi dengan
pembiayaan berpola jual beli dengan akad murabahah. Sebagai contoh,
pembelian mesin, pembelian kendaraan untuk usaha, pembelian tempat
usaha, dan sebagainya. Dengan cara ini bank syariah mendapat keuntungan
marjin jual beli dengan risiko yang minimal. Sementara itu, pengusaha
mendapatkan kebutuhan investasinya dengan perkiraan biaya yang tetap dan
mempermudah perencanaan.
Kebutuhan investasi yang memerlukan waktu untuk membangun juga
dapat dipenuhi dengan akad istishna, misalnya untuk industri berteknologi
tinggi, seperti industri pesawat terbang, industri pembuatan lokomotif, dan
kapal, selain berbagai tipe mesin yang dibuat oleh perusahaan atau bengkel
besar. Selain itu, akad istishna juga dapat diaplikasikan dalam industri
konstruksi, misalnya, gedung apartemen, rumah sakit, sekolah, universitas,
dan sebagainya.
Ketentuan umum pembiayaan istishna’ antara lain sebagai berikut:
a. Spesifikasi barang pesanan harus jelas seperti jenis, macam ukuran,
mutu, dan jumlahnya.
b. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad istishna’ dan
tidak boleh berubah selama berlakunya akad.
c. Jika terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga
setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap
ditanggung nasabah.

3. Sewa Ijarah Atau Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik


Kebutuhan aset investasi yang biayanya sangat tinggi dan memerlukan
waktu lama untuk memproduksinya pada umumnya tidak dilakukan dengan
cara bagi hasil atau kepemilikan karena risikonya terlalu tinggi atau
kebutuhan modalnya tidak terjangkau. Kebutuhan investasi seperti itu dapat
dipenuhi dengan pembiayaan berpola sewa dengan akad ijarah atau ijarah
muntahiyah bit tamlik. Contohnya yaitu, pembiayaan pesawat terbang,
kapal, dan sejenisnya. Selain itu, pembiayaan ijarah dapat juga digunakan
untuk pembiayaan peralatan industri, mesin-mesin pertanian, dan alat-alat
transportasi. Dengan cara ini bank syariah dapat mengambil manfaat dengan
tetap menguasai kepemilikan aset dan pada waktu yang sama menerima
pendapatan dari sewa. Penyewa juga mengambil manfaat dari skema ini
dengan terpenuhinya kebutuhannya investasi yang mendesak dan mencapai
tujuan dalam waktu yang wajar tanpa harus mengeluarkan biaya modal yang
besar.

4. Investasi pada Perbankan Syariah


Dalam melaksanakan kegiatan investasi perlu diketahui terlebih dahulu
prinsip yang mendasari adanya investasi secara syariah yakni sebagai
berikut:
a.Tidak mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun
cara mendapatkannya, serta tidak menggunakannya untuk hal-hal yang
haram.
b. Tidak mendzalimi dan tidak didzalimi.
c. Keadilan pendistribusian kemakmuran.
d. Transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha.

8
e. Tidak adanya unsur riba, maysir (perjudian atau spekulasi), dan gharar
(ketidakjelasan atau samar-samar).
Berdasarkan keterangan di atas, maka kegiatan investasi haruslah tetap
ada jalur syariat yang mengajarkan untuk berinvestasi yang memeberikan
manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan mudharat yang ditimbulkan.
Semua transaksi yang terjadi harus atas dasar suka sama suka, tidak ada unsur
pemaksaan, tidak ada pihak yang didzalimi atau mendzalimi. Tanpa unsur riba,
tidak bersifat spekulatif serta harus transparan.
Istilah mudharabah merupakan akad yang paling banyak digunakan oleh
bank syariah dalam melaksanakan fungsinya dalam investasi. Mudharabah
adalah perjanjian atas suatu jenis perkongsian, dimana pihak perama (shahibul
maal) menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggungjawab atas
pengelolaan usaha. 8
Dalam transaksi mudharabah harus memenuhi rukun mudharabah
meliputi, yaitu:
a. Shahibul Maal (Pemilik Dana Atau Nasabah)
b. Mudharib (pengelola dana/pengusaha/bank), amal (usaha atau pekerjaan)
c. Ijab dan Qabul.

Dilihat dari kuasa yang diberikan kepada pengusaha, mudharabah terbagi


menjadi 2 jenis, antara lain yaitu:
1. Mudharabah Muthlaqah (investasi tidak terikat) yaitu pihak pengusaha
diberi kuasa penuh untuk menjalankan proyek tanpa larangan/gangguan
apapun urusan dalam proyek tersebut, dan tidak terikat dengan waktu,
tempat, jenis, perusahaan, pelanggan. Investasi tidak terikat ini pada usaha
perbankan syariah diaplikasikan pada tabungan dan deposito.
2. Mudharabah Muqayyadah (investasi terikat) yaitu pemilik dana (shahibul
maal) membatasi/memberi syarat kepada mudharib dalam pengelolaan
dana seperti, hanya untuk melakukan mudharabah bidang tertentu, cara,
waktu, dan tempat tertentu saja. Bank dilarang mencampurkan rekening
investasi terikat dengan dana bank atau dana rekening lainnya pada saat
investasi. Dalam investasi terikat pihak bank sebagai agen saja, dan atas
kegiatannya akan menerima imbalan berupa fee. Berikut merupakan pola
investasi terikat yakni:
3. Channelling, apabila semua risiko ditanggung oleh pemilik dana dan bank
sebagai agen tidak menanggung risiko apapun.
4. Executing, apabila bank sebagai agen juga menanggung risiko dan hal ini
banyak yang menganggap bahwa investasi terikat executing ini sudah tidak
sesuai lagi dengan prinsip mudharabah, namun dalam akuntansi perbankan
syariah diakomodir karena dalam praktiknya pola ini dijalankan oleh bank
syariah. 9
5. Peran Perbankan Syariah sebagai Nadzir
Selain peran dan fungsi perbankan syariah dalam mengem bankan produk dan
jasa yang berorientasi pada investasi, juga perbankan syarikah harus dapat melihat
potensi dana wakaf yang sangat besar, maka perlu ada profesionalisasi dalam

8
Hamzah Hafied dan Muhammad Nasir, Lembaga Keuangan Syariah; Teori dan Penelitian
Empiris, (Makassar: Umitoha Ukhuwah Grafika, 2013), 66.
9
Hamzah Hafied dan Muhammad Nasir, Lembaga Keuangan Syariah; Teori dan Penelitian
Empiris, (Makassar: Umitoha Ukhuwah Grafika, 2013), 67

9
pengelolaannya (dalam hal ini dewan nadzir). Oleh karenanya dalam kaitan ini,
keberadaan bank-bank syariah dipandang sebagai lembaga alternatif yang cukup
representatif dalam mengelola dana amanah tersebut. Untuk lebih memahami
beberapa jauh kemungkinan-kemung kinan yang dapat dimainkan perbankan
syariah dalam mengelola wakaf tunai, ada baiknya kita mengetahui ketentuan-
ketentuan perbankan dalam kegiatan usaha bank yang terkait dengan masalah
wakaf, antara lain: SK Dir.BI No.32/34/KEP/DIR tanggal 19 Mei 1999, tentang
bank umum berdasarkan prinsip syariah, pasal 29 ayat 2 yang berbunyi, “Bank
dapat bertindak sebagai lembaga baitul maal yaitu menerima dana yang berasal dari
zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya
kepada yang berhak dalam bentuk santunan atau pinjaman kebajikan (qardhul
hasan).”10
Nazhir merupakan pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk
dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Posisi Nazhir sebagai
pihak yang bertugas untuk memelihara dan mengurusi harta wakaf mempunyai
kedudukan yang penting dalam perwakafan.

Dalam menjalankan kewajibannya sebagai nadzir, terdapat beberapa pola


dalam pelaksanaannya sebagai berikut:
1. Bank Syariah sebagai Nazhir Pertama
Penyalur dan pengelola sebagai nazhir pertama, penyalur dan pengelola
pihak bank merupakan penyalur serta pengelolanya. Pihak bank akan
menerima wakaf tunai dari seorang waqif yang kemidian akan diterbitkan akta
waqif tunai lengkap dengan data pemberi waqaf. Kemudian pihak bank akan
mengelola dana yang diterimnya dengan cacatan dana tersebut haruslah
dipisahkan dari dana pihak ketiga lainnya agar lebih mudah dalam mengetahui
dana pokok yang ada.
2. Bank Syariah sebagai Nazhir Penerima dan Penyalur
Penerima dan Penyalur Waqif akan meyerahkan sejumlah uang guna
melakukan waqaf, setelah itu pihak bank syariah akan mengeluarkan surat
waqaf. Kemudian dana yang telah terkumpul akan diserahkan kepada BWI
yang akan bekerjasama dengan pihak ketiga sebagai pengelola dana serta
menggandeng Lambaga Pengawas guna menjaga keamanan dana yang
diwaqafkan.
3. Bank Syariah Sebagai Pengelola (Fund Manager)
Bank Syariah sebagai Pengelola (Fund Manager) Mekanismenya yakni
pihak pewaqaf (wakif) akan meyerahkan dana waqafnya kepada BWI yang
kemudian akan bekerjasama dengan pihak perbankan syariah dalam
pengelolaannya. sebelum itu pihak BWI akan menerbitkan surat waqaf kepada
waqif.
4. Bank Syariah Sebagai Kustodi
Bank Syariah sebagai Kustodi Pihak waqif akan menyetorkan sejumlah
dana kepada bank Syariah menggunakan rekening BWI. Kemudian BWI akan
menerbitkan surat waqaf yang dititipkan kepada Bank Syariah. Pihak BWI
akan juga akan bekerja sama dengan lembaga penjamin syariah guna menjaga
dana waqaf agar tidak sampai lost.11

Abdul Aziz, A. Z (2010). Manajemen investasi syariah, 206


10

Hermanto, Bentuk Kerjasama Nazhir Dengan Lembaga Keuangan Syariah Dalam


11

Pengelolaan Wakaf Tunai, Skripsi, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta,2012 7

10
C. KESIMPULAN
Menurut UU Perbankan No.7 tahun 1998 dijelaskan yang dimaksud dengan
perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya. (Pasal 1 ayat 1).
Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan pada
prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Perbankan syariah
bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
Dalam pelaksanaanya prinsip investasi perbankan syariah diterapkan pada
produk pendanaan yang berdasarkan pola bagi hasil serta pada produk pembiayaan
investasi. Produk pendanaan yang mengguanakan prinsip investasi sendiri ada 4
yakni, tabungan mudharabah, deposito/investasi umum (tidak terikat),
deposito/investasi khusus (terikat), dan sukuk al-mudharabah. Sementara itu dalam
pelaksanaan pembiayaannya diterapkan menggunakan prinsip mudharabah,
musyarakah, murabahah, istishna, ijarah, ijarah muntahiya bi tamlik.
Kegiatan investasi haruslah tetap ada jalur syriat yang mengajarkan untuk
berinvestasi yang memeberikan manffat yang lebih besar dibandingkan dengan
mudharat yang ditimbulkan. Semua transaksi yang terjadi harus atas dasar suka
sama suka, tidak ada unsur pemaksaan, tidak ada pihak yang didzalimi atau
mendzalimi. Tanpa unsur riba, tidak bersifat spekulatif serta harus transparan.
Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk
dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Posisi Nazhir sebagai
pihak yang bertugas untuk memelihara dan mengurusi harta wakaf mempunyai
kedudukan yang penting dalam perwakafan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz, A. Z (2010). Manajemen investasi syariah


Hafied, Hamzah Dan Nasir, Muhammad. 2013. Lembaga Keuangan Syariah; Teori Dan
Penelitian Empiris. Makassar: Umitoha Ukhuwah Grafika.
Hermanto. 2012. Bentuk Kerjasama Nazhir Dengan Lembaga Keuangan Syariah Dalam
Pengelolaan Wakaf Tunai. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Machmud, Amir Dan Rukmana. 2010. Bank Syariah Teori Kebijakan Dan Studi Empiris Di
Indonesia. Jakarta: Gelora Aksara Pratama.
Otoritas Jasa Keuangan. 2016. Industri Jasa Keuangan Syariah; Seri Litersi Keuangan
Perguruan Tinggi. Jakarta.
Rohman, Abdur. 2015. Etika Bisnis Islam. Madura.

12

Anda mungkin juga menyukai