ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Investasi pada perbangkan syariah
secara umum dapat dikatakan bahwa syariat islam menghendaki kegiatan
ekonomi yang halal, baik produk yang menjadi objek, cara perolehnya, maupun
cara penggunaannya, selain itu prinsip investasi juga harus dilakukan tanpa
paksaan (ridha), adil dan transaksinya berpijak pada kegiatan produksi dan jasa
yang tidak dilarang oleh islam dan juga mengajak masyarakat muslim untuk
beralih dengan menabung dan berinvestasi di perbangkan syariah dengan
memberikan edukasi yang baik agar masyarakat mudah memahami dan beralih
dengan perbangkan syariah.
Kata kunci : Investasi di Perbangkan Syariah
ABSTRAK
This study aims to determine investment in Islamic banking in general, it can be
said that Islamic law requires lawful economic activities, both the product that is
the object, how to obtain it, and how to use it, besides that the investment principle
must also be carried out without coercion (ridha), fair and the transaction is based
on production and service activities that are not prohibited by Islam and also
invites the Muslim community to switch to saving and investing in sharia banking
by providing good education so that people can easily understand and switch to
sharia banking.
Keywords: Investment in Islamic Banking
1
A. PENDAHULUAN
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Perbankan Syariah
Dalam konsep Islam tidak dikenal istilah bank. Institusi bank dikembangkan oleh
masyarakat Barat yang bermula dari konsep "Banco" yang berarti meja. Karena institusi
bank sudah menjalar ke seluruh pelosok dunia, sehingga kegiatan perekonomian
seolah-olah sudah tidak bias dipisahkan dari kegiatan perekonomian dan transaksi
keuangan, umat Islam akhirnya mengadopsi institusi bank dengan mengubah secara
fundamental sistem operasionalnya disesuaikan dengan pola perekonomian yang
dikembangkan pada zaman Rasulullah SAW dan para sahabat Khulafur Rosyidin, yaitu
yang sesuai dengan syari'at Islam.
Menurut UU Perbankan No.7 tahun 1998 dijelaskan yang dimaksud dengan
perbangkan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya. (Pasal 1 ayat 1). Sedangkan yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup orang banyak.(ayat 2).1 Berkaitan dengan fungsi bank, paling
tidak ada dua fungsi yang cukup mendasar, yaitu fungsi perantara (intermediation role)
dan fungsi transmisi (tranmision role). Fungsi perantara adalah penyediaan kemudahan
untuk aliran dana dari mereka yang mempunyai dana nganggur atau kelebihan dana
1
Abdur Rohman, Etika Bisnis Islam, (Madura: 2015), 144.
2
selaku penabung (saver) atau pemberi pinjaman (lender) kepada mereka yang
memerlukan atau kekurangan dana untuk memenuhi berbagai kekurangan untuk
berbagai kepentingan peminjam (borrower). Sedangkan fungsi transmisi berkaitan
dengan peranan bank dalam hal lintas pembayaran dan peredaran uang dengan
menciptakan instrumen keuangan seperti penciptaan uang kartal, uang giral dan lain-
lain.2
Secara filosofis, bank syariah adalah pendapatan bank yang aktivitasnya
meninggalkan masalah riba. Dengan demikian, penghindaran bunga yang dianggap riba
merupakan salah satu tantangan yang dihadapi dunia Islam. Belakangan ini para
ekonom Muslim telah mencurahkan perhatian besar guna menemukan cara untuk
menggantikan sistem bunga dalam transaksi perbankan dan keuangan yang sesuai
dengan etika Islam. Upaya ini dilakukan dalam upaya membangun model teori ekonomi
yang bebas bunga dan pengujiannya terhadap pertumbuhan ekonomi, alokasi, dan
distribusi. Oleh karena itu, mekanisme perbankan bebas bunga yang biasa disebut
dengan bank syariah. Perbankan syariah didirikan didasarkan pada alasan filosofis
maupun praktik. Alasan filosofisnya adalah dilarangnya riba dalam transaksi keuangan
maupun non keuangan berdasarkan dalam surat QS. Al-Baqarah yang artinya “Allah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Dan alasan praktisnya adalah sistem perbankan berbasis bunga atau konvensional
mengandung beberapa kelamahan yaitu sebagai berikut:
1. Transaksi berbasis bunga melanggar keadilan atau kewajaran bisnis. Dalam bisnis,
hasil yang diperoleh setiap perusahaan selalu tidak pasti. Peminjam sudah
berkewajiban untuk membayar tingkat bunga yang disetujui.
2. Tidak fleksibelnya sistem transaksi berbasis bunga menyebabkan kebangkrutan.
Hal ini menyebabkan hilangnya potensi produktif masyarakat secara keseluruhan,
selain dengan pengangguran sebagian besar orang. Lebih dari itu, beban utang
makin menyulitkan upaya pemulihan ekonomi dan memperparah penderitaan
seluruh masyarakat.
3. Komitmen bank untuk keamanan uang deposan berikut bunganya membuat bank
cemas untuk mengembalikan pokok dan bunganya. Oleh sebab itu, demi keamanan
bank hanya mau meminjamkan dana bagi bisnis yang sudah benar-benar mapan
atau kepada orang yang sanggup menjamin keamanan pinjamannya.
4. Sistem transaksi berbasis bunga menghalangi munculnya inovasi oleh usaha kecil.
Usaha besar dapat mengambil risiko untuk mencoba teknik dan produk baru karena
mereka mempunyai cadangan dana sebagai sandaran bila ternyata ide barunya itu
tidak berhasil. Sebaliknya, usaha kecil tidak dapat mencoba ide baru karena untuk
itu mereka harus membutukan pinjaman dana berbunga dari bank. Bila gagal, tidak
ada jalan lain bagi mereka kecuali harus membayar kembali pinjaman berikut
bunganya sehingga bisa saja mereka menjadi bangkrut.
5. Dalam sistem bunga, bank tidak akan tertarik dalam kemitraan usaha kecil bila ada
jaminan kepastian pengembalian modal dan pendapatan bunga mereka. Setiap
rencana bisnis yang diajukan kepada mereka selalu diukur dengan kriteria ini. Jadi,
bank yang bekerja dengan sistem ini tidak mempunyai insentif untuk membantu
usaha yang berguna bagi masyarakat dan para pekeja. Sistem ini
menyebabkan misallocation sumber daya dalam masyarakat islam.
Dari beberapa kelemahan sistem perbankan konvensional tersebut, maka
perbankan syariah diharapkan mendapatkan kebebasan dalam mengembangkan produk
2
Amir Machmud dan Rukmana, Bank Syariah Teori Kebijakan dan Studi Empiris di
Indonesia, (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2010), 4.
3
sesuai dengan teori perbankan syariah. Jika kebebasan ini dapat diwujudkan, secara
ideal akan memberikan manfaat yaitu:
a. Terpeliharanya aspek keadilan bagi para yang bertransaksi.
b. Lebih menguntungkan dibanding perbankan konvensional.
c. Dapat memelihara kestabilan nilai tukar mata uang karena selalu terkait dengan
transaksi riil.
d. Tranparansi menjadi sifat yang melekat (inheren).
e. Memperluas aplikasi syariah dalam kehidupan masyarakat Muslim.
Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasakan hukum Islam antara bank dan
pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain penyimpanan dan
pembiayaan berdasarkan:
1. Titipan (Wadiah),
2. Prinsip bagi hasil (mudharabah),
3. Prinsip penyertaan modal (musharakah),
4. Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah),
5. Pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah),
atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari
pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)
3
3
Otoritas Jasa Keuangan, Industri Jasa Keuangan Syariah; Seri Litersi Keuangan Perguruan
Tinggi, (Jakarta, 2016), 19.
4
Abdul Aziz, A. Z (2010). Manajemen investasi syariah, 189
4
7. tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time-value of money);
b. Fungsi Perbangkan Syariah
Bahwasannya bank umum kegiatan usahanya menghimpun dana
masyarakat dapat menyelenggarakan rekening giro (demand deposit). Artinya,
fungsi setoran dari bank timbul jika nasabah bank menyetorkan uang tunai dan
atau cek-cek ke bank itu. Dengan demikian, semakin banyak nasabah bank
melakukan setoran, semakin besar persediaan uang yang dimiliki oleh bank
tersebut. Persediaan uang tersebut dalam jumlah tertentu dapat digunakan oleh
bank untuk memberikan pinjaman kepada nasabah atau masyarakat yang
membutuhkannya. Fungsi bank syari'ah selain menjalankan fungsi jasa keuangan
adalah sebagai perantara antara masyarakat yang kelebihan dana (surplus
spending unit, SSU) dengan masyarakat yang kekurangan dana (deficit spending
unit, DSU) melalui pembiayaan produk dan jasa syari'ah, sebagaimana halnya
bank konvensional. Fungsi Perbangkan Syariah Dalam dunia perbankan saat ini,
Anda tentu mengenal bank syariah. Secara fungsi, bank syariah memiliki peran
yang sama dengan bank konvensional, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana
masyarakat. Namun, satu hal yang membedakan adalah prinsip syariah Islam,
demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian yang menjadi pedoman untuk
sistem operasi dari bank syariah itu sendiri.
fungsi Bank Syariah tersebut yaitu: (1) Manajer investasi (Mudharib); (2)
Investor (Shahibul Al Maal); (3) Jasa Keuangan dan lalu lintas pembayaran; (4)
Fungsi Sosial.
5
tujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional untuk mendukung
peningkatan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan di kalangan
masyarakat.5
Persaingan global semakin ketat, baik pada lembaga pasar uang maupun
pasar modal. Begitu ketatnya, fungsi bank yang awalnya hanya, bersifat
penyimpanan, penyaluran, serta penyediaan jasa-jasa perbankan. Kini, lembaga
keuangan perbankan dalam mengembankan bisnisnya melakukan terobosan-
terobosan dengan melakukan penanaman modal di pasar modal maupun lembaga
keuangan lainnya, maupun bank itu sendiri menyediakan fasilitas-fasilitas
investasi, termasuk di dalamnya bank syari’ah, baik bank syariah internasional
maupun bank syariah domestic. Hal ini dapat dilihat dari sumber dan aplikasi
keuangan di bank Islam Malaysia. Demikian pula bank domistik, misalnya Bank
Muamalat Indonesia membuka produk investasi berupa; Dana Pensiun Lembaga
Keuangan (DPLK) Mauamat. Dana pensiunan umat ini merupakan produk dana
pensiunan program iuran pasti dengan pengelolaan investasi dilakukan secara
syari’ah. Begitu pula, Bank Syariah Mandiri (BSM), membuka produk
penyertaan investtasi berupa Investasi Reksa Dana.
a. Tabungan Mudharabah
5
Abdul Aziz, A. Z (2010). Manajemen investasi syariah, 191
6
Abdul Aziz, A. Z (2010). Manajemen investasi syariah, 200-201
6
deposan berupa uang atau non uang bagi hasil inilah yang menggunakan
prinsip bagi hasil mudahrabah.
d. sukuk al-mudaharabah
Salah satu bentuk investasi yang dapat dilakukan oleh nasabah untuk
melakukan transaksi investasi yakni dengan cara berinvestasi pada sukuk.
Berbeda dengan surat berharga konvensioal yang dapat beredar pada pasar
kedua dengan bebas, sukuk yang merpakan surat berharga syariah hanya
dapat dipindah tangankan sebanyak tiga kali sama. Dengan obligasi syariah,
bank mendapatkan alternatif sumber dana berjangka panjang (lima tahun atau
lebih) sehingga dapat digunakan untuk pembiayaan-pembiayaan berjangka
panjang.7
Berikut adalah penjelasan mengenai produk pembiayaan yang
berdasarkan prinsip investasi pada perbankan syariah:
1. Bagi Hasil Mudharabah dan Musyarakah
Kebutuhan investasi secara umum dapat dipenuhi dengan pembiayaan
berpola bagi hasil dengan akad mudharabah atau musyarakah. Sebagai
contoh, pembuatan pabrik baru, perluasan pabrik, usaha baru, perluasan
usaha, dan sebagainya. Dengan cara ini bank syariah dan pengusaha berbagi
risiko usaha yang saling menguntungkan dan adil. Agar bank syariah dapat
berperan aktif dalam kegiatan usaha dan mengurangi kemungkinan risiko,
seperti moral hazard (tanggung jawab moral), maka bank dapat memilih
untuk menggunakan akad musyarakah.
2. Jual Beli Murabahah Dan Istishna
7
Otoritas Jasa Keuangan, Industri Jasa Keuangan Syariah; Seri Litersi Keuangan Perguruan
Tinggi, (Jakarta, 2016), 20-23
7
Kebutuhan investasi sebagiannya juga dapat dipenuhi dengan
pembiayaan berpola jual beli dengan akad murabahah. Sebagai contoh,
pembelian mesin, pembelian kendaraan untuk usaha, pembelian tempat
usaha, dan sebagainya. Dengan cara ini bank syariah mendapat keuntungan
marjin jual beli dengan risiko yang minimal. Sementara itu, pengusaha
mendapatkan kebutuhan investasinya dengan perkiraan biaya yang tetap dan
mempermudah perencanaan.
Kebutuhan investasi yang memerlukan waktu untuk membangun juga
dapat dipenuhi dengan akad istishna, misalnya untuk industri berteknologi
tinggi, seperti industri pesawat terbang, industri pembuatan lokomotif, dan
kapal, selain berbagai tipe mesin yang dibuat oleh perusahaan atau bengkel
besar. Selain itu, akad istishna juga dapat diaplikasikan dalam industri
konstruksi, misalnya, gedung apartemen, rumah sakit, sekolah, universitas,
dan sebagainya.
Ketentuan umum pembiayaan istishna’ antara lain sebagai berikut:
a. Spesifikasi barang pesanan harus jelas seperti jenis, macam ukuran,
mutu, dan jumlahnya.
b. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad istishna’ dan
tidak boleh berubah selama berlakunya akad.
c. Jika terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga
setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap
ditanggung nasabah.
8
e. Tidak adanya unsur riba, maysir (perjudian atau spekulasi), dan gharar
(ketidakjelasan atau samar-samar).
Berdasarkan keterangan di atas, maka kegiatan investasi haruslah tetap
ada jalur syariat yang mengajarkan untuk berinvestasi yang memeberikan
manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan mudharat yang ditimbulkan.
Semua transaksi yang terjadi harus atas dasar suka sama suka, tidak ada unsur
pemaksaan, tidak ada pihak yang didzalimi atau mendzalimi. Tanpa unsur riba,
tidak bersifat spekulatif serta harus transparan.
Istilah mudharabah merupakan akad yang paling banyak digunakan oleh
bank syariah dalam melaksanakan fungsinya dalam investasi. Mudharabah
adalah perjanjian atas suatu jenis perkongsian, dimana pihak perama (shahibul
maal) menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggungjawab atas
pengelolaan usaha. 8
Dalam transaksi mudharabah harus memenuhi rukun mudharabah
meliputi, yaitu:
a. Shahibul Maal (Pemilik Dana Atau Nasabah)
b. Mudharib (pengelola dana/pengusaha/bank), amal (usaha atau pekerjaan)
c. Ijab dan Qabul.
8
Hamzah Hafied dan Muhammad Nasir, Lembaga Keuangan Syariah; Teori dan Penelitian
Empiris, (Makassar: Umitoha Ukhuwah Grafika, 2013), 66.
9
Hamzah Hafied dan Muhammad Nasir, Lembaga Keuangan Syariah; Teori dan Penelitian
Empiris, (Makassar: Umitoha Ukhuwah Grafika, 2013), 67
9
pengelolaannya (dalam hal ini dewan nadzir). Oleh karenanya dalam kaitan ini,
keberadaan bank-bank syariah dipandang sebagai lembaga alternatif yang cukup
representatif dalam mengelola dana amanah tersebut. Untuk lebih memahami
beberapa jauh kemungkinan-kemung kinan yang dapat dimainkan perbankan
syariah dalam mengelola wakaf tunai, ada baiknya kita mengetahui ketentuan-
ketentuan perbankan dalam kegiatan usaha bank yang terkait dengan masalah
wakaf, antara lain: SK Dir.BI No.32/34/KEP/DIR tanggal 19 Mei 1999, tentang
bank umum berdasarkan prinsip syariah, pasal 29 ayat 2 yang berbunyi, “Bank
dapat bertindak sebagai lembaga baitul maal yaitu menerima dana yang berasal dari
zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya
kepada yang berhak dalam bentuk santunan atau pinjaman kebajikan (qardhul
hasan).”10
Nazhir merupakan pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk
dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Posisi Nazhir sebagai
pihak yang bertugas untuk memelihara dan mengurusi harta wakaf mempunyai
kedudukan yang penting dalam perwakafan.
10
C. KESIMPULAN
Menurut UU Perbankan No.7 tahun 1998 dijelaskan yang dimaksud dengan
perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya. (Pasal 1 ayat 1).
Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan pada
prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Perbankan syariah
bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
Dalam pelaksanaanya prinsip investasi perbankan syariah diterapkan pada
produk pendanaan yang berdasarkan pola bagi hasil serta pada produk pembiayaan
investasi. Produk pendanaan yang mengguanakan prinsip investasi sendiri ada 4
yakni, tabungan mudharabah, deposito/investasi umum (tidak terikat),
deposito/investasi khusus (terikat), dan sukuk al-mudharabah. Sementara itu dalam
pelaksanaan pembiayaannya diterapkan menggunakan prinsip mudharabah,
musyarakah, murabahah, istishna, ijarah, ijarah muntahiya bi tamlik.
Kegiatan investasi haruslah tetap ada jalur syriat yang mengajarkan untuk
berinvestasi yang memeberikan manffat yang lebih besar dibandingkan dengan
mudharat yang ditimbulkan. Semua transaksi yang terjadi harus atas dasar suka
sama suka, tidak ada unsur pemaksaan, tidak ada pihak yang didzalimi atau
mendzalimi. Tanpa unsur riba, tidak bersifat spekulatif serta harus transparan.
Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk
dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Posisi Nazhir sebagai
pihak yang bertugas untuk memelihara dan mengurusi harta wakaf mempunyai
kedudukan yang penting dalam perwakafan.
11
DAFTAR PUSTAKA
12