Anda di halaman 1dari 7

DEFINISI PERBANKAN SYARIAH

Definisi Perbankan Syariah dapat diartikan sebagai suatu sistem perbankan yang
dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini
didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam
dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-
usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi
makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak
dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.

BEBERAPA PRINSIP/HUKUM YANG DIANUT OLEH SISTEM PERBANKAN


SYARIAH ANTARA LAIN :
1. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman
dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.

2. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil
usaha institusi yang meminjam dana.
3. Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya
merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai
intrinsik.
4. Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak
harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah
transaksi.
5. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam
islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.

SEJARAH PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA

            Perbankan syariah di Indonesia, pertama kali dipelopori oleh Bank Muamalat
Indonesia yang berdiri pada tahun 1991. Bank ini pada awal berdirinya diprakarsai
oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta mendapat dukungan dari
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim.
Pada saat krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun 1990,bank ini mengalami

1
kesulitan sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB
kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002
dapat bangkit dan menghasilkan laba.
            Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank
Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu
bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya
merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat
Indonesia (Persero).
Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah
berkembang 104 BPR Syariah.

Prinsip kerja bank syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara
bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha,
atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.

Bank Syariah dan Sektor Riil


            Pada fungsi utamanya sebagai lembaga intermediasi, bank berperan
sebagai penghubung antara surplus unit dengan deficit unit dalam sebuah
perekonomian. Dalam memainkan fungsi ini, terdapat perbedaan mendasar antara
konsep bank konvensional dan bank syariah, sehingga kita perlu memahami secara
benar landasan filosofis bank syariah, yang membedakannya secara prinsipil
dengan bank konvensional. Banyak kritik yang dialamatkan kepada bank syariah,
yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara bank syariah
dengan bank konvensional dalam praktiknya. Bahkan ada pula yang berpendapat
bahwa bertransaksi dengan bank syariah cenderung "lebih mahal" bila dibandingkan
dengan bank konvensional. Boleh jadi, munculnya opini semacam itu akibat
kesenjangan informasi yang diterima oleh masyarakat. Untuk itu, perlu diperjelas lagi
prinsip dasar dalam praktik bank syariah.
            Sesungguhnya, bank syariah adalah bank yang beroperasi atas dasar prinsip
"risk-profit sharing". Prinsip ini selaras dengan klausul syariah yang menyatakan
bahwa, "laa ribha liman laa kasba" (tidak ada keuntungan tanpa risiko). Artinya,
profit dan risiko memiliki grafik yang berbanding lurus. Menurut Irfan Syauqi Beik
(Dosen Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB), semakin besar

2
risiko, akan semakin besar pula tingkat keuntungan (kerugian) yang akan didapat.
Sehingga, bank syariah akan cenderung "lebih berisiko" jika dibandingkan dengan
bank konvensional, yang cenderung "lebih pemalas." Bagi bank konvensional, yang
terpenting adalah mendapatkan keuntungan dari selisih antara persentase bunga
yang dibebankan pada pengusaha/investor dengan bunga yang dibayarkan kepada
nasabah.
            Sebagai manifestasi dari prinsip ini, maka pola pembiayaan pada bank
syariah haruslah didominasi oleh pola mudarabah dan musyarakah, bukan oleh pola
murabahah yang saat ini masih menjadi primadona. Murabahah merupakan fixed
return mode yang mirip (meskipun tidak sama) dengan konsep bunga pada bank
konvensional. Seharusnya murabahah adalah skema pembiayaan yang menjadi
pelengkap skema mudarabah dan musyarakah, dan bertugas untuk meng-cover apa
yang tidak bisa dijangkau oleh mudarabah dan musyarakah.
            Masih menurut Irfan, kehadiran bank syariah seharusnya memberikan
dampak yang luar biasa terhadap sektor riil. Hal ini dikarenakan pola mudarabah
dan musyarakah adalah pola investasi langsung pada sektor riil. Return pada sektor
keuangan (bagi hasil), dalam prinsip ajaran Islam sangat ditentukan oleh sektor riil.
Berbeda dengan konsep konvensional, di mana return pada sektor riil ditentukan
oleh sektor keuangan.
Deputi Gubernur BI, Maulana Ibrahim, mengatakan, hingga saat ini, wujud dukungan
perbankan syariah terhadap sektor riil di Indonesia sangatlah nyata, terutama untuk
sektor usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM) yang porsi pembiayaannya di
seluruh Indonesia mencapai lebih dari 90 persen.
            Investasi inilah yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh bangsa kita, agar
angka pengangguran dan tingkat kemiskinan dapat direduksi. Oleh karena itu, BI
harus mendorong regulasi yang menunjang iklim investasi berbasiskan skema
mudarabah dan musyarakah, sekaligus mengantisipasi kemungkinan terjadinya
kredit macet. Hal ini disebabkan oleh besarnya risiko yang akan dihadapi oleh pihak
bank syariah.
Meski demikian, kemungkinan terjadinya kredit fiktif yang selama ini kerap terjadi
pada bank konvensional, dapat diminimalisir. Ini dikarenakan persyaratan ketat yang
diatur oleh syariat Islam pada pelaksanaan kedua skema pembiayaan tersebut, di
mana keduanya bukan semata-mata paper-based financing, melainkan asset and
production based financing dengan kejujuran, transparansi, dan keterbukaan
3
sebagai landasan pokoknya. Dan ini diperkuat pula oleh peran depositor di dalam
mengontrol jalannya bank syariah, karena dalam konsep bank syariah, mereka
dianggap dan diperlakukan sebagai bagian dari pemilik bank.

PENGERTIAN BANK SYARI'AH


Pengertian bank menurut UU No 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang
menghimpun dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Istilah Bank
dalam literatur Islam tidak dikenal. Suatu lembaga yang menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat, dalam literature islam dikenal
dengan istilah baitul mal atau baitul tamwil. Istilah lain yang digunakan untuk
sebutan Bank Islam adalah Bank Syari'ah. Secara akademik istilah Islam dan
syariah berbeda, namun secara teknis untuk penyebutan bank Islam dan Bank
Syari'ah mempunyai pengertian yang sama.
Dalam RUU No 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa Bank Umum merupakan bank
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syari'ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu litas pembayaran.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa prinsip syari'ah adalah aturan perjanjian berdasarkan
hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpannya, pembiayaan atau
kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari'ah. Berdasarkan rumusan
masalah tersebut, Bank Syari'ah berarti bank yang tata cara operasionalnya didasari
dengan tatacara Islam yang mengacu kepada ketentuan alquran dan al hadist.
2. Tujuan Perbankan Syari'ah
Ada beberapa tujuan dari perbankan Islam. Diantara para ilmuwan dan para
professional Muslim berbeda pendapat mengenai tujuan tersebut.
Menurut Handbook of Islamic Banking, perbankan Islam ialah menyediakan fasilitas
keuangan dengan cara mengupayakan instrument-instrumen keuangan (Finansial
Instrumen) yang sesuai denga ketentuan dan norma syari'ah. Menurut Handbook of
Islamic Banking, bank Islam berbeda dengan bank konvensional dilihat dari segi
partisipasinya yang aktif dalam proses pengembangan sosial ekonomi negara-
negara Islam yang dikemukakan dalam buku itu, perbankan Islam bukan ditujukan
terutama untuk memaksimalkan keuntungannya sebagaimana halnya sistem
perbankan yang berdsarkan bunga, melainkan untuk memberikan keuntungan sosial

4
ekonomi bagi orang-orang muslim. Dalam buku yang berjudul Toward a Just
Monetary System, Muhammad Umar Kapra mengemukakan bahwa suatu dimensi
kesejahteraan sosial dapat dikenal pada suatu pembiayaan bank. Pembiayaan bank
Islam harus disediakan untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan
ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam. Usaha yang sungguh-sungguh yang harus
dilakukan untuk memastikan bahwa pembiayaan yang dilakukan bank-bank Islam
tidak akan meningkatkan konsentrasi kekayaan atau meningkatkan konsumsi
meskipun sistem Islam telah memiliki pencegahan untuk menangani masalah ini.
Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh pengusaha sebanyak-banyaknya
yang bergerak dibidang industri pertanian dan perdagangan untuk menunjang
kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-
jasa untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.
Para banker Muslim beranggapan bahwa peranan bank Islam semata-mata
komersial berdasarkan pada instrumen-instrumen keuangan yang bebas bunga dan
ditunjukkan untuk mengjasilkan keuangan finansial. Dengan kata lain para banker
muslim tidak beranggapan bahwa suatu bank Islam adalah suatu lembaga sosial,
dalam suatu wawancara yang dilakukan oleh Kazarian, Dr Abdul Halim Ismail,
manajer bank Islam Malaysia berhaj, mengemukakan, “sebagaimana bisnis muslim
yang patuh, tujuan saya sebagai manajer dari bank tersebut (bank Malaysia Berhaj)
adalah semata-mata mengupayakan setinggi mungkin keuntungan tanpa
menggunakan instrumen-instrumen yang berdasarkan bunga.
3. Ciri Bank Syari'ah
Bank Syari'ah mempunyai ciri yang berbeda dengan bank konvensional. cirri-ciri ini
bersifat Universal dan kualitatif, artinya Bank Syari'ah beroperasi dimana harus
memenuhi ciri-ciri tersebut.
a. Beban biaya yang telah disepakati pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam
bentuk jumlah nominal yang besarnyan tidak kaku dan dapat ditawar dalam batas
yang wajar.
b. Penggunaan prosentasi dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu
dihindarkan. Karena prosentase bersifat melekat pada sisa hutang meskipun utang
bada batas waktu perjanjian telah berakhir.
c. Didalam kontrak pembiayaan proyek bank tidak menetapkan perhitungan
berdasarkan keuntungan yang pasti (Fiset Return) yang ditetapkan dimuka. Bank
Syari'ah menerapkan system berdasarkan atas modal untuk jenis kontark al
5
mudharabah dan al musyarakah dengan system bagi hasil (Profit and losery) yang
tergantung pada besarnya keuntungan. Sedangkan penetapan keuntungan dimuka
ditetapkan pada kontrak jual beli melalui pembiayaan pemilkikan barang (al
murabahah dan al bai’u bithaman ajil, sewa guna usaha (al ijarah), serta
kemungkinan rugi dari kontrak tersebut amat sedikit.
d. Pegarahan dana masyarakat dalam bentuk deposito atau tabungan oleh
penyimpan dianggap sebagai titipan (al-wadi’ah) sedangkan bagi bank dianggap
sebagai titipan yang diamanatkan sebagai pernyataan dana pada proyek yang
dibiayai oleh bank sesuai dengan prinsip-prinsip syari'ah hingga kepada penyimpan
tidak dijanjikan imbalan yang pasti (fixed return). Bentuk yang lain yaitu giro
dianggap sebagai titipan murni (al-wadiah) karena sewaktu-waktu dapat ditarik
kembali dan dapat dikenai biaya penitipan.
e. Bank Syari'ah tidak menerapkan jual beli atau sewa-menyewa uang dari mata
uang yang sama dan transaksinya itu dapat menghasilkan keuntungan. Jadi mata
uang itu dalam memberikan pinjaman pada umumnya tidak dalam bentuk tunai
melainkan dalam bentuk pembiayaan pengadaan barang selama pembiayaan,
barang tersebut milik bank.
f. Adanya dewan syari'ah yang bertugas mengawasi bank dari sudut syari'ah.
g. Bank Syari'ah selalu menggunakan istilah-istilah dari bahasa arab dimana istilah
tersebut tercantum dalam fiqih Islam
h. Adanya produk khusus yaitu pembiayaan tanpa beban murni yang bersifat social,
dimana nasabah tidak berkewajiban untuk mengembalikan pembiayaan (al-qordul
hasal)
i. Fungsi lembaga bank juga mempunyai fungsi amanah yang artinya berkewajiban
menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dana yang telah dititipkan dan siap
sewaktu-waktu apabila dana ditarik kembali sesuai dengan perjanjian.
Selain karakteristik diatas, Bank Syari'ah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Dalam Bank Syari'ah hubungan bank dengan nasabah adalah hubungan kontrak
(akad) antara investor pemilik dana (shohibul maal) dengn investor pengelola dana
(mudharib) bekerja sama untuk melakukan kerjasama untuk yang produktif dan
sebagai keuntungan dibagi secara adil (mutual invesment relationship). Dengan
demikian dapat terhindar hubungan eskploitatif antara bank dengan nasabah atau
sebaliknya antara nasabah dengan bank.
b. Adanya larangan-larangan kegiatan usaha tertentu oleh Bank Syari'ah yang
6
bertujuan untuk menciptakan kegiatan perekonomian yang produktif (larangan
menumpuk harta benda (sumber daya alam) yang dikuasai sebagian kecil
masyarakat dan tidak produktif, menciptakan perekonomian yang adil (konsep usaha
bagi hasil dan bagi resiko) serta menjaga lingkungan dan menjunjung tinggi moral
(larangan untuk proyek yang merusak lingkungan dan tidak sesuai dengan nilai
moral seperti miniman keras, sarana judi dan lain-lain.
c. Kegiatan uasaha Bank Syari'ah lebih variatif disbanding bank konvensional, yaitu
bagi hasil sistem jual beli, sistem sewa beli serta menyediakan jasa lain sepanjang
tidak bertentangan dengan nilai dan prinsip-prinsip syari’ah.

Anda mungkin juga menyukai