Anda di halaman 1dari 10

Bank syariah adalah bank yang beroperasi berdasarkan syariah atau prinsip agama

Islam. Sesuai dengan prinsip Islam yang melarang sistem bunga atau riba yang
memberatkan, maka bank syariah beroperasi berdasarkan kemitraan pada semua aktivitas
bisnis atas dasar kesetaraan dan keadilan.
Dalam pandangan Islam kegiatan ekonomi merupakan kelaziman dan tuntutan
kehidupan, dan ada jugadimensi ibadah dalam hal tersebut. Kegiatan ekonomi dalam
pandangan Islam bertujuan untuk:
 Memenuhi kebutuhan hidup seseorang secara cukup dan sederhana.
 Memenuhi kebutuhan keluarga.
 Memenuhi kebutuhan jangka panjang.
 Menyediakan kebutuhan keluarga yang ditinggalkan.
 Memberikan bantuan sosial dan sumbangan menurut jalan Allah SWT.
Untuk mencapai tujuan tersebut ajaran Islam memberikan panduan untuk
menegakkan asas keadilan dan menghapus eksploitasi dalam transaksi bisnis. Asas ini
dilaksanakan dengan melarang semua bentuk peningkatan kekayaan secara tidak adil.
Salah satu sumber penting yang tidak diperbolehkan adalah menerima keuntungan
moneter dalam transaksi bisnis tanpa memberikan suatu imbalan setimpal yang adil. Riba
merupakan suatu sumber utama keuntungan yang tidak diperbolehkan. Secara literal
berarti peningakatan dan penambahan. Secara teknis, riba berarti pengambilan tambahan
dari harta pokok atau modal secara bathil.
UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan pasal 1 ayat 3 menetapkan bahwa salah satu bentuk usaha
bank adalah ‘menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan
prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.’ Pokok –
pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
 Kegiatan usaha dan produk – produk bank berdasarkan prinsip syariah.
 Pembentukan dan tugas Dewan Pengawas Syariah.
 Persyaratan bagi pembukaan kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Bank syariah adalah bank yang dalam aktivitasnya ( penghimpunan dana maupun
penyaluran dananya ) memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah
yaitu jual beli dan bagi hasil. Sedangkan bank konvensional adalah bank yang dalam
aktivitasnya, memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah imbalan
dalam presentase tertentu dari dana untuk suatu periode tertentu. Presentase ini biasanya
ditetapkan per tahun.
Bank syariah adalah bank yang beroperasi berdasarkan prinsip agama Islam, yang
melarang sistem bunga atau riba yang memberatkan, maka bank tersebut beroperasi
berdasarkan kemitraan pada semua aktivitas bisnis atas dasar kesetaraan dan keadilan.
Perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional antara lain:
 Perbedaan falsafah.
 Konsep pengelolaan Dananasabah.
 Kewajiban mengelola zakat.
 Struktur organisasi.
Perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional, antara
lain :
1. Perbedaan Falsafah
Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada
landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam
seluruh aktivitasnya sedangkan bank kovensional justru kebalikannya. Hal inilah yang
menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan
oleh bank syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang
dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi
hasil. Dengan demikian sebenarnya semua jenis transaksi perniagaan melalu bank syariah
diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba). Riba secara sederhana
berarti sistem bunga berbunga atau compound interest dalam semua prosesnya bisa
mengakibatkan membengkaknya kewajiban salah satu pihak seperti efek bola salju pada
cerita di awal artikel ini. Sangat menguntungkan saya tapi berakibat fatal untuk banknya.
Riba, sangat berpotensi untuk mengakibatkan keuntungan besar disuatu pihak namun
kerugian besar dipihak lain, atau malah ke dua-duanya.
2. Konsep Pengelolaan Dana Nasabah
Dalam sistem bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun
investasi. Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito pada bank
konvensional dimana deposito merupakan upaya mem-bungakan uang. Konsep dana
titipan berarti kapan saja si nasabah membutuhkan, maka bank syariah harus dapat
memenuhinya, akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah
membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan
pengendapan dana. Karena pengendapan dananya tidak lama alias cuma titipan maka
bank boleh saja tidak memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana nasabah tersebut
diinvestasikan, maka karena konsep investasi adalah usaha yang menanggung risiko,
artinya setiap kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang dilaksanakan,
didalamnya terdapat pula risiko untuk menerima kerugian, maka antara nasabah dan
banknya sama-sama saling berbagi baik keuntungan maupun risiko.
Sesuai dengan fungsi bank sebagai intermediary yaitu lembaga keuangan
penyalur dana nasabah penyimpan kepada nasabah peminjam, dana nasabah yang
terkumpul dengan cara titipan atau investasi tadi kemudian, dimanfaatkan atau disalurkan
ke dalam traksaksi perniagaan yang diperbolehkan pada sistem syariah. Hasil keuntungan
dari pemanfaatan dana nasabah yang disalurkan ke dalam berbagai usaha itulah yang
akan dibagikan kepada nasabah. Hasil usaha semakin tingi maka semakin besar pula
keuntungan yang dibagikan bank kepada dan nasabahnya. Namun jika keuntungannya
kecil otomatis semakin kecil pula keuntungan yang dibagikan bank kepada nasabahnya.
Jadi konsep bagi hasil hanya bisa berjalan jika dana nasabah di bank di investasikan
terlebih dahulu kedalam usaha, barulah keuntungan usahanya dibagikan. Berbeda dengan
simpanan nasabah di bank konvensional, tidak peduli apakah simpanan tersebut di
salurkan ke dalam usaha atau tidak, bank tetap wajib membayar bunganya.
Dengan demikian sistem bagi hasil membuat besar kecilnya keuntungan yang
diterima nasabah mengikuti besar kecilnya keuntungan bank syariah. Semakin besar
keuntungan bank syariah semakin besar pula keuntungan nasabahnya. Berbeda dengan
bank konvensional, keuntungan banknya tidak dibagikan kepada nasabahnya. Tidak
peduli berapapun jumlah keuntungan bank konvesional, nasabah hanya dibayar sejumlah
prosentase dari dana yang disimpannya saja.
3. Kewajiban Mengelola Zakat
Bank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib
membayar zakat, menghimpun, mengadministrasikannya dan mendistribusikannya. Hal
ini merupakan fungsi dan peran yang melekat pada bank syariah untuk memobilisasi
dana-dana sosial (zakat. Infak, sedekah)
4. Struktur Organisasi
Di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya Dewan
Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktifitas bank agar selalu
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan Syariah Nasional
(DSN). Berdasarkan laporan dari DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah,
DSN dapat memberikan teguran jika lembaga yang bersangkutan menyimpang. DSN
juga dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas seperti Bank
Indonesia dan Departemen Keuangan untuk memberikan sangsi.
Bank Syariah
Islam memandang harta yang dimiliki oleh manusia adalah titipan/amanah Allah
SWT sehingga cara memperoleh, mengelola, dan memanfaatkannya harus sesuai ajaran
Islam
Bank syariah mendorong nasabah untuk mengupayakan pengelolaan harta
nasabah (simpanan) sesuai ajaran Islam
Bank syariah menempatkan karakter/sikap baik nasabah maupun pengelolaan
pada posisi yang sangat penting dan menempatkan sikap akhlakul karimah sebagai sikap
dasar hubungan antara nasabah dan bank
Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat didasarkan prinsip keadilan,
prinsip kesederajatan dan prinsip ketentraman antara Pemegang Saham, Pengelola Bank
dan Nasabah atas jalannya usaha bank syariah
Prinsip bagi hasil:
 Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman
pada kemungkinan untung dan rugi
 Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
 Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah
pendapatan
 Tidak ada yang meragukan keuntungan bagi hasil
 Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu
tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh
kedua belah pihak

Bank Konvensional
Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah memperoleh
imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham
adalah diantaranya memperoleh spread yang optimal antara suku bunga simpanan dan
suku bunga pinjaman (mengoptimalkan interest difference). Dilain pihak kepentingan
pemakai dana (debitor) adalah memperoleh tingkat bunga yang rendah (biaya murah).
Dengan demikian terhadap ketiga kepentingan dari tiga pihak tersebut terjadi
antagonisme yang sulit diharmoniskan. Dalam hal ini bank konvensional berfungsi
sebagai lembaga perantara saja
Tidak adanya ikatan emosional yang kuat antara Pemegang Saham, Pengelola
Bank dan Nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak
belakang
Sistem bunga:
 Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu
untung untuk pihak Bank
 Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
 Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat
ganda saat keadaan ekonomi sedang baik
 Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama
Islam
 Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang
dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.

Bagaimana Nasabah Mendapat Keuntungan


Jika bank konvensional membayar bunga kepada nasabahnya, maka bank syariah
membayar bagi hasil keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Kesepakatan bagi hasil ini
ditetapkan dengan suatu angka ratio bagi hasil atau nisbah. Nisbah antara bank dengan
nasabahnya ditentukan di awal, misalnya ditentukan porsi masing-masing pihak 60:40,
yang berarti atas hasil usaha yang diperolah akan didisitribusikan sebesar 60% bagi
nasabah dan 40% bagi bank. Angka nisbah ini dengan mudah Anda dapatkan
informasinya dengan bertanya ke customer service atau datang langsung dan melihat
papan display “ Perhitugan dan Distribusi Bagi Hasil” yang ada di cabang bank syariah.
Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Beberapa kalangan masyarakat masih mempertanyakan perbedaan antara bank
syariah dengan konvensional. Bahkan ada sebagian masyarakat yang menganggap bank
syariah hanya trik kamuflase untuk menggaet bisnis dari kalangan muslim segmen
emosional. Sebenarnya cukup banyak perbedaan antara bank syariah dengan bank
konvensional, mulai dari tataran paradigma, operasional, organisasi hingga produk dan
skema yang ditawarkan. Paradigma bank syariah sesuai dengan ekonomi syariah yang
telah dijelaskan di muka. Sedangkan perbedaan lainnya adalah sbb.:

Sistem Bagi Hasil


Sistem profit sharing sebetulnya sangat bagus sekali dari sudut pandang syariat.
Karena sistem ini lebih adil daripada sistem bunga. Bahkan sistem bunga bisa
digolongkan kedalam kategori riba yang sudah jelas hukumnya haram.
Tapi kenapa banyak kasus sistem bagi hasil yang bangkrut dan bahkan banyak
investor yang mengaku tertipu? Ada dua sebab yang mungkin terjadi. Pertama adalah
karena sesungguhnya pengusaha itu tidak menggunakan sistem bagi hasil yang benar.
Dan yang kedua, bisa jadi perusahaan itu menggunakan sistem bagi hasil dengan benar,
namun tidak pernah dengan fair menjelaskan resikonya pada konsumen sehingga
konsumen merasa ditipu.
Maka yang pertama kali harus Anda lakukan sebelum memutuskan untuk
berinvestasi atau tidak, adalah dengan mempelajari seperti apa itu sebetulnya sistem bagi
hasil. Dari situ kita bisa menentukan apakah perusahaan itu benar-benar menjalankan
sistem bagi hasil dan apakah dia cukup fair dalam menjelaskan, bukan cuma potensi
keuntungannya tapi juga resiko yang mungkin terjadi.
Sistem bagi hasil sejatinya adalah suatu kerja sama antara dua pihak dalam
menjalankan usaha. Pihak pertama yaitu pengusaha yang memberikan andil dalam
keahlian, keterampilan, sarana dan waktu untuk mengelola usaha tersebut. Sedangkan
pihak kedua yaitu pemodal (investor) yang memiliki andil dalam mendanai usaha itu agar
dapat berjalan. Baik itu modal kerja saja atau modal secara keseluruhan.
Atas masing-masing andil itulah, kedua belah pihak berhak atas hasil usaha yang
mereka kerjakan. Karena tidak ada yang dapat memastikan, berapa keuntungannya. Maka
pembagian hasil usaha itu ditetapkan dalam bentuk prosenstase bagi hasil dari
keuntungan yang didapat, bukan atas besarnya dana yang diinvestasikan.
Kapan keuntungan itu dibagikan tergantung dari perjanjian dan jenis usaha yang
dijalankan. Pembagian keuntungan itu dilakukan setidaknya dalam satu siklus usaha. Jika
usaha itu berupa pertanian, maka yang disebut sebagai satu siklus usaha adalah sejak
menanam sampai panen. Jika usahanya terus-menerus dan sulit ditentukan akhirnya,
biasanya disepakati setiap satu bulan atau satu tahun.
Namun tak ada juga yang dapat memastikan bahwa usaha itu akan selalu untung.
Untung atau rugi, itu hal yang biasa dalam berusaha. Lalu bagaimana kalau usaha itu
rugi? Karena untung dibagi bersama, maka kerugian pun dibagi bersama pula, itulah letak
keadilan dari sistem bagi hasil.
Pemodal memiliki resiko kehilangan sebagian atau seluruh modalnya jika
usahanya merugi. Sedangkan pengusaha menanggung rugi berupa kerja dan waktunya
yang sama sekali tidak dibayar. Ingat, pengusaha tidak boleh mengambil gaji dari usaha
itu. Ia hanya berhak atas pembagian untung. Jika pengusaha itu sudah mengambil
sebagian modal untuk kebutuhan pribadinya (termasuk gaji), maka ia harus
mengembalikannya ke pemodal. Begitu juga pengusaha tidak boleh menggunakan modal
kerja yang diterimanya untuk dialihkan menjadi pembangunan sarana produksi.
Jika ada penawaran investasi yang mengaku menggunakan sisitem bagi hasil,
namun tidak mengikuti kaidah-kaidah seperti di atas, yakinlah bahwa tawaran itu
menyesatkan dan sebaiknya Anda jauhi saja.
Berikut ini, poin-poin yang harus diwaspadai sebelum Anda terlanjur tertarik
untuk menginvestasikan usaha Anda pada investasi yang mengaku menggunakan sistem
bagi hasil:
1. Menjanjikan tingkat keuntungan yang pasti atas nilai investasi
Jika tawaran itu menjanjikan tingkat keuntungan yang pasti atas nilai investasi Anda,
sudah jelas investasi itu tidak menggunakan pola bagi hasil. Karena bagi hasil
memberikan pembagian keuntungan, yang belum dapat diketahui sampai usahanya
selesai.
2. Tetap menjanjikan keuntungan walau usahanya merugi
Ini lebih gawat lagi, jika investasi tetap menjanjikan pembagian keuntungan walau
usahanya merugi, besar kemungkinan ini adalalah money game. Dari mana pengusaha
akan membayar keuntungan kalau usahanya saja rugi, jangan-jangan dari modal yang
masuk sesudah kita. Kalau itu benar, bisa jadi uang yang kita tanamkan tidak digunakan
untuk usaha itu, tapi dijadikan pembayaran keuntungan untuk pemodal sebelum kita.
3. Jaminan modal kembali
Jaminanan modal kembali juga bukan ciri-ciri usaha bagi hasil, karena sesungguhnya
pemodal juga memiliki resiko jika usahanya merugi terus-menerus sampai habis
modalnya.
4. Perbandingan prediksi dengan harga pasar
Boleh-boleh saja jika pengusaha memberikan prospektus yang berupa prediksi
keuntungan yang akan diperoleh, tapi sekali lagi itu cuma perkiraan, tidak boleh
menjanjikan. Cek kembali angka-angka pada prospektus dengan harga pasar yang
berlaku sekarang. Jika perbedaannya terlalu jauh, berarti prediksi itu terlalu mengada-
ada. Buatlah prediksi sendiri dengan versi Anda agar dapat memperkirakan apakah usaha
yang dijalankan bisa menguntungkan.
5. Pembukuan yang transparan
Ini menjadi salah satu syarat utama dalam sistem bagi hasil. Bagaimana kita bisa
tahu berapa keuntungan yang menjadi hak kita jika pembukuannya tidak transparan.
Pengusaha harus memberikan laporan pada pemodal mengenai jalannya usaha secara
berkala atau setidaknya setiap satu siklus usaha.
6. Keterbatasan penyerapan modal
Kemampuan dan skala usaha yang dimiliki pengusaha pastilah terbatas. Oleh
karena itu pengusaha yang menawarkan investasi harus juga dapat menghitung berapa
batasan modal yang dapat diserapnya. Tanah yang dia miliki untuk menanam kan
terbatas. Maka modal yang diperlukan juga menjadi terbatas. Tapi, kalau pengusaha
terus-menerus menerima modal tanpa adanya batasan, itu berarti uang investor tidak
dijadikan modal kerja, tapi digunakan untuk hal lain yang tidak sesuai dengan perjanjian.
Berkembangnya perekonomian syariah belakangan ini menjadi perekonomian
alternative yang paling cepat berkembang dan diminati tidak hanya kalangan umat
Muslim, non Muslim juga banyak yang menikmati system ini.

System perekonomian syariah menerapkan system anti-riba alias bunga, yaitu lebih
menerapkan pada pembagian hasil. Tetapi di era modern seperti sekarang ini,
perekonomian syariah tidak hanya berkutat pada riba. Perekonomian syariah mengenal
perbankan sebagai bagian dari system financial.
Perbedaan antara perbankan syariah dan perbankanan biasa adalah soal bunga dan
system bagi hasil yang biasa disebut dengan nisbah. Dalam rezim bunga, simpanan, baik
berupa deposito maupun tabungan, pinjaman atau kredit, tergantung pada naik turunnya
suku bunga atau floating rate. Khusus untuk para kreditor, ada yang disebut dengan
compound interest atau bunga berbunga. Perbankan syariah berprinsip pada bagi hasil
yang telah disepakati sejak awal dalam sebuah kontrak.
Produk perbankan syariah tidak jauh berbeda dengan produk perbankan
konvensional, seperti tabungan, deposito, giro dan juga asuransi. Perbankan syariah juga
mengenal produk yang pada perbankan konvensional disebut penyaluran dana kredit.

Dalam system bagi hasil perbankan syariah, investor yang investasikan uangnya untuk
dikelola dengan nilai nisbah. Bagi hasil dihitung berdasarkan keuntungan usaha yang
dikelola. Cara lain untuk memahami system bagi hasil dan system riba adalah begini: jika
Anda dijanjikan profit X% per bulan dari hasil keuntungan, maka itu yang disebut
sebagai bagi hasil dari keuntungan. Namun, jika profit X% dihitung dari modal yang
Anda investasikan, maka itu tergolong riba.
Jadi pada intinya, perekonomian syarih berhakikat bukan soal untung atau rugi,
melainkan halal atau haramnya uang yang kita peroleh. (Agnes Margareth)
Fungsi Bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali
dana tersebut kepada masyarakat lain yang memerlukan. Bank Syariah itu sendir
merupakan suatu system perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum)
Islam. Akad merupakan pernyataan keterikatan antara bank syariah dan nasabahnya yang
merupakan dasar untuk melakukan transaksi dibank syariah.
Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada landasan
falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh
aktivitasnya sedangkan bank kovensional justru kebalikannya.
Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-
produk yang dikembangkan oleh bank syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga
maka sistem yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan
dalam bentuk bagi hasil. Dengan demikian sebenarnya semua jenis transaksi perniagaan
melalu bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba). Riba
secara sederhana berarti sistem bunga berbunga atau compound interest dalam semua
prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya kewajiban salah satu pihak. Riba, sangat
berpotensi untuk mengakibatkan keuntungan besar disuatu pihak namun kerugian besar
dipihak lain, atau malah ke dua-duanya.
Perbedaan bank syariah dengan bank konvensional/umum :
perbedaan mendasar bank syariah dengan bank konvensional. Pertama, bank syariah
berdasarkan bagi hasil dan margin keuntungan, sedangkan bank biasa memakai perangkat
bunga. Kedua, pada bank syariah hubungan dengan bank syariah berbentuk kemitraan.
Sedangkan pada bank biasa hubungan itu berbentuk debitur – kreditur. Ketiga, bank
syariah melakukan investasi yang halal saja, sedangkan bank biasa, bisa halal, syubhat
dan haram. Keempat, bank syariah berorientasi keuntungan duniawi dan ukhrawi, yakni
sebagai pengamalan syariah. Sedangkan orientasi bank biasa semata duniawi. Kelima,
bank syariah tidak melakukan spekulasi mata uang asing dalam operasionalnya untuk
meraup keuntungan, sedangkan biasa, banyak yang masih melakaukan. Bank syariah
tidak memandang uang sebagai komoditi, sedangkan bank syariah tidak memandang
uang sebagai komoditi, sedangkan bank biasa cenderung berpandangan demikian.
Bank Syariah
1. Islam memandang harta yang dimiliki oleh manusia adalah titipan/amanah Allah
SWT sehingga cara memperoleh, mengelola, dan memanfaatkannya harus sesuai ajaran
Islam
2. Bank syariah mendorong nasabah untuk mengupayakan pengelolaan harta nasabah
(simpanan) sesuai ajaran Islam
3. Bank syariah menempatkan karakter/sikap baik nasabah maupun pengelolaan pada
posisi yang sangat penting dan menempatkan sikap akhlakul karimah sebagai sikap dasar
hubungan antara nasabah dan bank
4. Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat didasarkan prinsip keadilan, prinsip
kesederajatan dan prinsip ketentraman antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan
Nasabah atas jalannya usaha bank syariah
5. Prinsip bagi hasil:
• Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman
pada kemungkinan untung dan rugi
• Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
• Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah
pendapatan
• Tidak ada yang meragukan keuntungan bagi hasil
• Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu
tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua
belah pihak

Bank Konvensional
1. Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah memperoleh
imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham
adalah diantaranya memperoleh spread yang optimal antara suku bunga simpanan dan
suku bunga pinjaman (mengoptimalkan interest difference). Dilain pihak kepentingan
pemakai dana (debitor) adalah memperoleh tingkat bunga yang rendah (biaya murah).
Dengan demikian terhadap ketiga kepentingan dari tiga pihak tersebut terjadi
antagonisme yang sulit diharmoniskan. Dalam hal ini bank konvensional berfungsi
sebagai lembaga perantara saja
2. Tidak adanya ikatan emosional yang kuat antara Pemegang Saham, Pengelola Bank
dan Nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak belakang
3. Sistem bunga:
• Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung
untuk pihak Bank
• Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
• Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat
ganda saat keadaan ekonomi sedang baik
• Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam
• Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang
dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
Dalam sistem bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi.
Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito pada bank konvensional dimana
deposito merupakan upaya mem-bungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja
si nasabah membutuhkan, maka bank syariah harus dapat memenuhinya, akibatnya dana
titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang
memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana. Karena
pengendapan dananya tidak lama alias cuma titipan maka bank boleh saja tidak
memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana nasabah tersebut diinvestasikan, maka
karena konsep investasi adalah usaha yang menanggung risiko, artinya setiap kesempatan
untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang dilaksanakan, didalamnya terdapat pula
risiko untuk menerima kerugian, maka antara nasabah dan banknya sama-sama saling
berbagi baik keuntungan maupun risiko.
Perhatikan Konsep dan Sistem Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional berikut:

Sesuai dengan fungsi bank sebagai intermediary yaitu lembaga keuangan penyalur dana
nasabah penyimpan kepada nasabah peminjam, dana nasabah yang terkumpul dengan
cara titipan atau investasi tadi kemudian, dimanfaatkan atau disalurkan ke dalam
traksaksi perniagaan yang diperbolehkan pada sistem syariah. Hasil keuntungan dari
pemanfaatan dana nasabah yang disalurkan ke dalam berbagai usaha itulah yang akan
dibagikan kepada nasabah. Hasil usaha semakin tingi maka semakin besar pula
keuntungan yang dibagikan bank kepada dan nasabahnya. Namun jika keuntungannya
kecil otomatis semakin kecil pula keuntungan yang dibagikan bank kepada nasabahnya.
Jadi konsep bagi hasil hanya bisa berjalan jika dana nasabah di bank di investasikan
terlebih dahulu kedalam usaha, barulah keuntungan usahanya dibagikan. Berbeda dengan
simpanan nasabah di bank konvensional, tidak peduli apakah simpanan tersebut di
salurkan ke dalam usaha atau tidak, bank tetap wajib membayar bunganya.

Dengan demikian sistem bagi hasil membuat besar kecilnya keuntungan yang diterima
nasabah mengikuti besar kecilnya keuntungan bank syariah. Semakin besar keuntungan
bank syariah semakin besar pula keuntungan nasabahnya. Berbeda dengan bank
konvensional, keuntungan banknya tidak dibagikan kepada nasabahnya. Tidak peduli
berapapun jumlah keuntungan bank konvesional, nasabah hanya dibayar sejumlah
prosentase dari dana yang disimpannya saja.

Anda mungkin juga menyukai