Anda di halaman 1dari 21

AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH

ANALISIS PRAKTEK SISTEM PEMBIAYAAN BAGI HASIL PADA


PERBANKAN SYARIAH
Dosen: Median Wilestari, SE. AK, MM, M.Si

Disusun Oleh:

H. Agus Santhuso, SE

[ 7320130004 ]

Program Studi Pasca Sarjana Magister Manajemen


Universitas Islam Assafiiyah
2014

Tugas Jurnal UAS Analisis Praktek Sistem Pembiayaan Bagi Hasil pada Perbankan Syariah
H. Agus Santhuso, SE

Daftar Isi
Halaman
Abstrak......

BAB 1 : Latar Belakang


1.1. Tinjauan Pustaka....

BAB 2 : Praktek Sistem Pembiayaan Bagi Hasil pada Perbankan Syariah


2.0. Praktek Sistem Pembiayaan Bagi Hasil Pada Perbankan Syariah ....

2.1. Pembiayaan Mudharabah .

2.2. Pembiayaan Musyarakah .

13

BAB 3 : Kesimpulan
Kesimpulan ....

18

Daftar Pustaka/ Referensi .

19

Tugas Jurnal UAS Analisis Praktek Sistem Pembiayaan Bagi Hasil pada Perbankan Syariah
H. Agus Santhuso, SE

ABSTRAK
Perbankan syariah muncul karena praktek perbankan konvensional, yang
didasarkan pada tingkat suku bunga yang dianggap sebagai riba yang tidak memberikan
keadilan kepada rakyat dan hanya memberikan manfaat bagi bank sendiri. Oleh karena
itu, perbankan syariah muncul untuk menawarkan profit and loss sharing. Dalam
pelaksanaan keuntungan sistem pembiayaan berbagi dalam bank syariah menggunakan
mudharabah dan musyarakah. Mudharabah diartikan sebagai kerjasama antara bank dan
nasabah di mana modal (100%) dimiliki bank, sementara kontrak musyarakah
didefinisikan sebagai suatu kemitraan antara dua pihak di mana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana.
Dalam prakteknya bank dan pelanggan sama akan mendapatkan keuntungan dari
usahanya. Dalam rangka untuk memperoleh pembiayaan bagi hasil di bank syariah, maka
pelanggan harus memenuhi prosedur yang ditentukan oleh bank

Page |1

Akuntansi Perbankan Syariah

BAB 1
PENDAHULUAN

Bank syariah atau bank islam merupakan sistem perbankan yang berbeda
dengan bank konvensional yang telah lama beroperasi menggunakan konsep bunga.
Konsep bunga tersebut merupakan unsur riba yang telah dilarang oleh Islam dalam
melakukan transaksi bisnis. Riba mengandung unsur eksplotasi juga menimbulkan
ketidakadilan dalam masyarakat terutama bagi perbankan yang pasti menerima
keuntungan tanpa tahu apakah debitor menerima keuntungan atau tidak. Dengan adanya
larangan riba tersebut maka munculah perbankan syariah, keberadaannya yang
mengutamakan sistem bagi hasil dan tidak mengandalkan bunga sebagai prinsip dasar
perbankan syariah, diharapkan dapat memicu kesejahteraan masyarakat.
Operasional perbankan syariah merupakan perpaduan antara aspek moral dan
aspek bisnis yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari setiap usahanya serta
menghindari bunga, hal ini bertujuan agar para nasabah tidak dirugikan dan adanya
unsur keadilan antara pihak perbankan dan nasabah ketika usahanya mengalami
kerugian.
Pola bagi hasil terdiri dari dua model yaitu akad mudharabah dan akad
musyarakah. Mudharabah merupakan kerja sama antara dua pihak atau lebih dimana
salah satu pihak menyediakan 100% dana / modal sementara pihak lain mengelola
modal dan hasil usaha dibagi menurut rasio kesepakatan diawal. Dan musyarakah
merupakan kerjasama antara dua orang atau lebih yang sepakat untuk sama-sama
mengeluarkan modal dalam suatu usaha serta ikut andil dalam manajerial usaha
bersama, risiko dan keuntungan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Pola
ini merupakan akad bank syariah yang paling penting yang disepakati oleh ulama islam.
Masih terkait dengan sistem pembiayaan bagi hasil, tentunya tidak terlepas dengan
keterkaitannya dengan masyarakat baik sebagai nasabah maupun non-nasabah. Salah
satu keterkaitan tersebut adalah bagaimana sebetulnya masyarakat memahami sistem
pembiayaan bagi hasil di bank syariah sehingga masyarakat mau menjadi mitra. Dalam
sistem pembiayaan bagi hasil akan banyak ditemukan risiko yang akan berakibat pada
kerugian bank syariah apabila bank syariah kurang selektif dalam memberikan
pembiayaan dengan sistem bagi hasil.
Alasan penulisan jurnal ilmiah ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana bank
syariah dalam melakukan nisbah (%) bagi hasil apakah masih mengikuti perkembangan

Page |2

Akuntansi Perbankan Syariah

bunga. Jurnal ilmiah ini akan diarahkan pada permasalahan yang berkaitan dengan
analisis praktek pembiayaan bagi hasil pada perbankan syariah. Dengan melihat
bagaimana bank syariah menerapkan pembiayaan bagi hasil.

1.1. Tinjauan Pustaka


Sistem adalah suatu kesatuan tatanan yang mempunyai beberapa unsur yang
saling berkaitan satu sama lain atau merupakan mata rantai yang tak terpisahkan satu
dengan yang lainnya. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah menurut UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang
atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Arti
pembiayaan menurut Keputusan Presiden Nomor 61 tahun 1988 tentang Lembaga
Pembiayaan pasal 1 butir 2 yaitu kegiatan yang berbentuk penyediaan dana atau barang
modal dengan tidak menarik dana secara langsung. Perbedaan kedua istilah tersebut ada
pada objek perjanjian yaitu menurut UU Nomor 10 Tahun 1998 yang menjadi objek
adalah uang, sedangkan menurut Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 Pasal 1
butir 2 yang menjadi objeknya adalah uang dan barang modal.
Bank berdasarkan prinsip syariah atau bank syariah adalah bank yang
melaksanakan seluruh kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip syariah, juga berfungsi
sebagai suatu lembaga intermediasi (intermediary institution), yaitu mengerahkan dana
dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang
membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Bedanya dengan bank
konvensional hanyalah bahwa bank syariah melakukan kegiatan usahanya tidak
berdasarkan bunga (interest free), tetapi berdasarkan prinsip syariah, yaitu prinsip
pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing principle atau PLS
principle). Tujuan perbankan syariah menurut Handbook of Islamic Banking, ialah
menyediakan fasilitas keuangan dengan cara mengupayakan instrument-instrumen
keuangan (financial instruments) yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan normanorma syariah, perbankan syariah bukan ditujukan terutama untuk memaksimumkan
keuntungannya sebagaimana halnya system perbankan yang berdasarkan bunga,
melainkan untuk memberikan keuntungan-keuntungan sosio-ekonomis bagi orangorang muslim. Sedangkan para bankir muslim beranggapan bahwa peranan perbankan
islam semata-mata komersial dengan mendasarkan pada instrument-instrumen

Page |3

Akuntansi Perbankan Syariah

keuangan yang bebas bunga dan ditujukan untuk menghasilkan keuangan. Dengan kata
lain, para bankir muslim tidak beranggapan bahwa suatu bank islam adalah suatu
lembaga social.
Bank syari'ah berdasarkan pada prinsip profit and loss sharing (bagi untung dan
bagi rugi). Bank syari'ah tidak membebankan bunga, melainkan mengajak partisipasi
dalam bidang usaha yang didanai. Para deposan juga sama-sama mendapat bagian dari
keuntungan bank sesuai dengan rasio yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan
demikian ada kemitraan antara bank syari'ah dengan para deposan di satu pihak dan
antara bank dan para nasabah investasi sebagai pengelola sumber dana para deposan
dalam berbagai usaha produktif di pihak lain. Sistem ini berbeda dengan bank
konvensional yang pada intinya meminjam dana dengan membayar bunga pada satu sisi
neraca dan member pinjaman dana dengan menarik bunga pada sisi lain. Kompleksitas
perbankan Islam tampak dari keragaman dan penamaan instrumen-instrumen yang
digunakan serta pemahaman dalil-dalil hukum Islamnya. Perbankan Syari'ah
memberikan layanan bebas bunga kepada para nasabahnya, pembayaran dan penarikan
bunga dilarang dalam semua bentuk transaksi. Islam melarang kaum muslimin menarik
atau membayar bunga (riba).
Sumber utama ajaran Islam adalah Al-Qur'an dan As Sunnah. Kedua sumber ini
menyatakan bahwa penarikan bunga adalah tindakan pemerasan dan tidak adil sehingga
tidak sesuai dengan gagasan Islam tentang keadilan dan hak-hak milik. Pembayaran dan
penarikan bunga sebagaimana terjadi dalam sistem perbankan konvensional secara
terang-terangan dilarang oleh Al-Quran, sehingga para investor harus diberi konpensasi
dengan cara lain. Perbedaan yang mendasar antara sistem keuangan konvensional
dengan Syari'ah terletak pada mekanisme memperoleh pendapatan, yakni bunga dan
bagi hasil. Dalam hukum Islam lama (fiqh), bagi-hasil terdapat dalam mudharabah dan
musyarakah. Kedua bentuk perjanjian keuangan itu dianggap dapat menggantikan riba,
yang mengambil bentuk "bunga" antara bunga dan bagi hasil, keduanya sama-sama
memberikan keuntungan bagi pemilik dana. Namun keduanya mempunyai perbedaan
yang sangat nyata.

Page |4

Akuntansi Perbankan Syariah

Perbedaan itu dapat dilihat dari tabel berikut ini:


Tabel 1. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
BUNGA
Penentuan bunga dibuat pada waktu akad
dengan asumsi harus selalu untung.

Besarnya prosentase berdasarkan pada


jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
Pembayaran bunga tetap seperti yang
dijanjikan tanpa pertimbangan apakah
proyek yang dijalankan oleh pihak
nasabah untung atau rugi.
Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkat sekalipun jumlah keuntungan
berlipat atau keadaan ekonomi sedang
booming.
Eksistensi bunga diragukan ( kalau tidak
dikecam) oleh semua agama, termasuk
islam.

BAGI HASIL
Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi
hasil dibuat pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan untung
rugi.
Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan
pada jumlah keuntungan yang diperoleh
Bagi hasil bergantung pada keuntungan
proyek yang dijalankan Bila usaha
merugi, kerugian akan ditanggung
bersama oleh kedua belah pihak.
Jumlah pembagian laba meningkat sesuai
dengan peningkatan jumlah pendapatan

Tidak ada yang meragukan keabsahan


bagi hasil

Dilihat dalam pandangan sejarah, sistem bagi-hasil yang diterapkan dalam


perbankan Islam dalam bentuk mudharabah sesungguhnya merupakan suatu ciptaan
yang baru sekarang ini. Bahkan bank Islam dalam pengertian sekarang sesungguhnya
tidak ada dalam sejarah peradaban Islam lama ataupun pertengahan. Sebab cara kerja
bank Islam sama saja dengan cara kerja bank konvensional. Karena itu, bagi hasil yang
digunakannya berbeda dari bagi-hasil pada masa Rasulullah ataupun masa kehidupan
para pakar hukum Islam lama. Bagi hasil pada masa Islam pertama dan abad
pertengahan terjadi secara perseorangan atau antar individu sedangkan bagihasil dalam
bank Islam terjadi pada dua tingkat, yakni bagi-hasil investor dengan bank dan bagi hasil
bank dengan pengusaha. Perbedan itu lebih dipengaruhi segi kelembagaan bank itu
sendiri.
Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi
hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi
masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi
yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam
berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan
menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan
skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem

Page |5

Akuntansi Perbankan Syariah

perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat
Indonesia tanpa terkecuali. Tujuan dari perbankan syariah ini adalah menyediakan
fasilitas keuangan dengan cara mengupayakan instrument-instrumen keuangan yang
sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan norma-norma syariah, juga bukan ditunjukan
terutama untuk memaksimumkan keuntungan sebagaimana halnya sistem perbankan
yang berdasarkan bunga, melainkan untuk memberikan keuntungan-keuntungan sosioekonomis bagi orang-orang muslim.
Praktek pembiayaan di perbankan syariah bahwa yang menjadi objek pembiayaan
selain uang dan barang modal yakni menentukan besarnya jumlah uang untuk pembelian
barang modal. Pengertian pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah kegiatan yang
berupa penyediaan uang dan barang dari pihak bank kepada nasabah sesuai kesepakatan
yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan atau bagi hasil yang didasari prinsip bagi hasil.

Page |6

Akuntansi Perbankan Syariah

BAB 2
GAMBARAN UMUM

Praktek Sistem Pembiayaan Bagi Hasil Pada Perbankan Syariah


Bagi hasil juga merupakan akad kerjasama antara bank sebagai pemilik modal
dengan nasabah sebagai pengelola modal untuk memperoleh keuntungan dan membagi
keuntungan yang diperoleh berdasarkan nisbah yang disepakati. Bagi hasil sering orang
menyebut pengganti namanya bunga untuk menjawab ini kita mencoba menganalisa
perhitungan bagi hasil melalui ilustrasi pada pembahasan berikut ini akan memberikan
gambaran riil letak perbedaan antara sistem bagi hasil dan bunga. Berikut ini akan
diberikan contoh kecil tentang perhitungan bagi hasil dari dana pihak ketiga berupa
tabungan atau deposito masyarakat, antara pola bagi hasil dengan pola bunga sebagai
berikut :
Ahmad mempunyai tabungan deposito Rp. 10 juta, jangka waktu satu bulan (1
Desember 2007 s/d 1 Januari 2008) dan keuntungan bagi hasil antara nasabah dan bank
57%:43% jika keuntungan bank yang diperoleh untuk deposito satu bulan per 31
Desember 2007 adalah Rp. 20 juta dan rata-rata deposito jangka waktu satu bulan adalah
Rp. 950 juta, berapa keuntungan yang diperoleh Ahmad ?
Jawab :
Keuntungan yang diperoleh Ahmad adalah (Rp. 10 juta x Rp. 950) x Rp.20 juta
x 57% = Rp.120.000,Contoh bunga bank konvensional :
Pada tanggal 1 Desember 2007 Ahmad membuka deposito sebesar Rp. 10 juta,
jangka waktu 1 bulan dengan tingkat bunga 9% per tahun, berapa bunga yang diperoleh
pada saat jatuh tempo?
Jawab :
Bunga yang diperoleh Ahmad adalah :
(Rp. 10 juta x 31 hari x 9%/365 hari = Rp. 76.438,Dari contoh-contoh tersebut diatas memberi pengertian bahwa bank syariah
dalam memberikan hasil kepada deposan mempertimbangkan rasio antara dana pihak
ketiga dan pembiayaan yang diberikan, serta pendapatan yang dihasilkan dari perpaduan
dua factor tersebut, sedangkan bank konvensional langsung menganggap semua bunga
yang diberikan adalah biaya, tanpa memperhitungkan berapa pendapatan yang dapat
dihasilkan dari dana yang dihimpun tersebut.

Page |7

Akuntansi Perbankan Syariah

Secara umum, prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam
empat akad utama, yaitu al-musyarakah, al-mudharabah, al-muzaraah, dan al-musaqah.
Walaupun demikian, prinsip yang paling banyak dipakai adalah al-mudharabah dan almusyarakah, sedangkan al-muzaraah dan al-musaqah dipergunakan khusus untuk
plantation financing atau pembiayaan pertanian oleh beberapa bank Islam. Maka,
produk pembiayaan syariah yang disarankan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai
berikut:

2.1.

Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah merupakan wahana utama bagi lembaga keuangan Islam untuk

memobilisasi dana masyarakat dan untuk menyediakan berbagai fasilitas, antara lain
fasilitas pembiayaan, bagi para pengusaha. Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara
dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan sejumlah
modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Bentuk ini menegaskan kerjasama dalam pandual kontribusi 100% modal kas dari
shahib al-maal dan keahlian mudharib. Mudharabah juga merupakan suatu transaksi
pembiayaan berdasarkan syariah, yang juga digunakan sebagai transaksi pembiayaan
perbankan Islam, yang dilakukan oleh para pihak berdasarkan kepercayaan.
Kepercayaan merupakan unsur terpenting dalam transaksi pembiayaan mudharabah,
yaitu kepercayaan dari shahib al-maal kepada mudharib. Kepercayaan merupakan unsur
terpenting, karena dalam transaksi mudharabah, shahib Al-mal tidak boleh meminta
jaminan atau agunan dari mudharib dan tidak boleh ikut campur di dalam pengelolaan
proyek atau usaha yang notabene dibiayai dengan dana shahib al-mal tersebut. Tanpa
adanya unsur kepercayaan dari shahib al-mal kepada mudharib, maka perjanjian
transaksi mudharabah tidak akan terjadi. Karena unsur kepercayaan merupakan unsur
penentu, maka dalam perjanjian mudharabah, shahib al-mal dapat mengakhiri perjanjian
mudharabah secara sepihak apabila shahib al-mal tidak lagi memiliki kepercayaan
terhadap mudharib.
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Mudharabah Muthlaqah, adalah bentuk kerja sama antara shahib Al-mal dan
mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha,
waktu, dan daerah bisnis
b. Mudharabah Muqayyadah, adalah kebalikan dari mudharabah muthalaqah. Mudharib
dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha.

Page |8

Akuntansi Perbankan Syariah

Faktor-faktor yang harus ada dalam akad mudharabah yaitu:


a.

Pelaku (pemilik modal atau pelaksana usaha)


Dalam akad mudharabah, harus ada dua pelaku. Pihak pertama sebagai
pemilik modal (shahib al-mal), sedangkan pihak kedua (mudharib atau amil)
bertindak sebagai pelaksana usaha.

b.

Objek, objek mudharabah merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang


dilakukan oleh para pelaku.

c.

Persetujuan faktor ketiga yakni persetujuan kedua belah pihak, merupakan


konsekuensi dari prinsip an-taraddin minkum (sama-sama rela).

d.

Nisbah keuntungan, adalah rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang tidak
ada dalam akad jual beli. Nisbah mencerminkan imbalan yang berhak diterima
oleh kedua belah pihak yang bermudharabah.

Kontrak mudharabah adalah suatu kontrak yang dilakukan oleh minimal dua
pihak. Tujuan utama kontrak ini adalah memperoleh hasil investasi. Besar kecilnya
investasi di pengaruhi banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi bagi hasil di
bank syariah ada yang berdampak langsungdan ada yang tidak langsung.
A.

Faktor langsung
Diantara faktor-faktor langsung (direct factors) yang mempengaruhi perhitungan

bagi hasil adalah investment rate, jumlah dana yang tersedia, dan nisbah bagi hasil
(profit sharing ratio)
Investmen rate merupakan prosentase aktual dana yang dapat diinvestasikan dari
total dana yang terhimpun. Jika 80 % dana yang terhimpun diinvestasikan, berarti
20 % nya dicadangkan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas.
Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari
berbagai sumber yang dapat diinvestasikan. Dana tcrsebut dapat dihitung dengan
menggunakan salah satu metode : Rata-rata saldo minimum bulanan;
Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk investasi akan
menghasilkan jumlah dana aktual yang digunakan.
Nisbah (profit sharing ratio)
a) Salah satu ciri al mudharafah adalah nisbah yang harus ditentukan sesuai
persetujuan di awal perjanjian.
b) Nisbah antara satu bank dengan bank lain dapat berbeda.
c) Nisbah antara satu bank dengan bank yang lainnya dapat berbeda.

Page |9

Akuntansi Perbankan Syariah

d) Nisbah dapat berbeda dari waktu kewaktu dalam satu bank, misalnya deposito 1
bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan

B.

Faktor Tidak Langsung


Faktor tidak langsung yang mempengaruhi bagi hasil adalah:
1. Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya muddharabah
Bank dan nasabah melakukan share pendapatan yang dibagi hasilkan
adalah pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya.
Jika semua biaya ditanggung bank, maka hal ini disebut revenue sharing.
2. Kebijakan akunting (prinsip dan metode akutansi)
Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh jalannya aktivitas yang
diterapkan,terutama dengan pengakuan pendapatan dan biaya.
Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan
pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana mudharabah diterapkan pada :
a.

Tabungan berjangka, tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus,


seperti tabungan haji, tabungan kurban, deposito biasa;

b.

Deposito spesial (special investment), dimana dana yang dititipkan


nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya mudharabah saja atau
ijarah saja.

Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk :


a.

Pembiayaan modal kerja, seperti pembiayaan modal kerja perdagangan dan


jasa.

b.

Investasi khusus, disebut juga dengan mudharabah muqayyadah, dimana


sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat
yang telah ditetapkan oleh shahib al-mal (bank).

Ketentuan umum skema pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut:

Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal


harus diserahkan tunai, dan dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan
nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap,
harus jelas tahapannya dan disepakti bersama.

Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan


dengan cara, yakni:

Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing)

Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing)

P a g e | 10

Akuntansi Perbankan Syariah

Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan
atau waktu yang disepakati

Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak


berhak mencampuri urusan pekerjaan atau usaha nasabah.

NASABAH
(Pengelola modal)

Dana Mudharabah

BANK
(Pemilik dana)

Bagi hasil usaha


Gambar 1. Skema Pembiayaan Mudharabah

Penerapan mudharabah dalam perbankan syariah, yang terjadi adalah investasi


langsung (direct financing) antara shahib al-mal (sebagai surplus unit) dengan mudharib
(sebagai deficit unit). Dalam direct financing, peran bank sebagai lembaga perantara
(intermediary) tidak ada. Mudharabah klasik ini memiliki ciri-ciri khusus, yakni bahwa
biasanya huungan antara shahib al-mal dengan mudharib merupakan hubungan personal
dan langsung serta dilandasi oleh rasa saling percaya. Modus mudharabah seperti itu
tidak efisien lagi dan kecil kemungkinannya untuk dapat diterapkan oleh bank, karena
beberapa hal:
1) Sistem kerja bank adalah investasi berkelompok, di mana mereka tidak saling
mengenal.
2) Banyak investasi sekarang ini membutuhkan dana dalam jumlah besar, sehingga
diperlukan puluhan bahkan ratusan ribu shahib al-mal untuk sama-sama menjadi
penyandang dana untuk satu proyek tertentu.
3) Lemahnya disiplin terhadap ajaran Islam menyebabkan sulitnya bank memperoleh
jaminan keamanan atas modal yang disalurkan.

Untuk mengatasi masalah tersebut, maka ulama kontemporer melakukan inovasi


baru atas skema mudharabah, yakni mudharabah yang melibatkan tiga pihak. Tambahan
satu pihak ini diperankan oleh bank syariah sebagai lembaga perantara yang
mempertemukan shahib al-mal dengan mudharib. Jadi, terjadi evolusi dari konsep direct
financing menjadi indirect financing.
Dalam skema indirect financing dibawah, bank menerima dana dari shahib al-mal
dalam bentuk dana pihak ketiga sebagai sumber dananya. Dana-dana ini dapat berbentuk

P a g e | 11

Akuntansi Perbankan Syariah

tabungan atau simpanan deposito mudharabah dengan jangka waktu yang bervariasi.
Selanjutnya dana-dana yang sudah terkumpul ini disalurkan kembali oleh bank ke dalam
bentuk pembiayaan-pembiayaan yang menghasilkan (earning assets).

$$

Mudharib
(Pelaksana
Usaha)

Mudharib
(Pelaksana
Usaha)

$$

Bag

$$

Shahib AlMaal
(Pemilik
Dana)

+
Bagi hasil

Bank Syariah
(Intermediasi
Keuangan)

Shahib AlMaal
(Pemilik Dana)

Bagi hasil
Deficit unit

Surplus unit

Gambar 2. Evolusi Mudharabah, Direct Financing > Indirect Financing


Keuntungan dari penyaluran pembiayaan inilah yang akan dibagi hasilkan antara bank
dengan pihak ketiga. Proses inilah yang tercatat dalam neraca bank syariah, sehingga
neraca suatu bank syariah pada dasarnya sebagai berikut:
Tabel 2. Neraca Bank Syariah
Aktiva

Pasiva

Penyaluran
Investment)

Dana

(Financing

& Sumber Dana (Funding)

Non-Earning Assets

Current Liabilities

- Kas
- Giro pada BI
Earning Assets:

Dana pihak ketiga:

P a g e | 12

Surat Berharga

Giro Wadiah

Akuntansi Perbankan Syariah

Pembiayaan:
1. Murabahah
2. Ijarah
3. IMBT
4. Mudharabah
5. Musyarakah
Fixed Assets

2.2.

Tabungan Mudharabah
Deposito Mudharabah

Stockholders Equity

Pembiayaan Musyarakah
Berbeda dengan akad Mudharabah dimana pemilik dana menyerahkan modal

sebesar 100% dan pengelola dana berkontribusi dalam kerja, dalam akad musyarakah,
para mitra berkontribusi dalam modal maupun kerja. Keuntungan dari usaha syariah
akan dibagikan kepada para mitra sesuai dengan nisbah yang disepakati para mitra
ketika akad, sedangkan kerugian akan ditanggung para mitra sesuai dengan proporsi
modal.
Menurutt Afzalur Rahman, seorang deputi Secretary General in The Muslim
School Trust,

Musyarakah secara bahasa adalah al-syirkah berarti al-ikhtilath

(percampuran) atau persekutuan dua orang atau lebih, sehingga antara masing-masing
sulit dibedakan atau tidak dapat dipisahkan.
Menurut Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK No. 106 mendefinisikan
Musyarakah sebagai akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dengan ketentuan bahwa
keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi
kontribusi dana.
Al-Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau
amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan.
Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama
untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk
usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih di mana mereka secara bersama-sama
memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak bewujud.
Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana,
barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian

P a g e | 13

Akuntansi Perbankan Syariah

(skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible asset (seperti hak
paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang-barang
lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Ketentuan umum pembiayaan musyarakah
adalah sebagai berikut :

Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyrk musyarakah dan dikelola
bersama-sama. Pemilik modal percaya untuk menjalankan proyek musyarakah dan
tidak boleh melakukan tindakan seperti:
a. Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi
b. Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa izin pemilik modal
lainnya.
c. Memberi pinjaman kepada pihak lain.
d. Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak
lain.
e. Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerja sama apabila:
Menarik diri dari perserikatan
Meninggal dunia
Menjadi tidak cakap hukum

Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka aktu proyek harus
diketahui bersama.

Proyek yang dijalankan harus disebutkan dalam akad.

NASABAH
(Pemilik dana dan
pelaksana usaha)

BANK
(Pemilik dana)

Dana
Musyarakah

Bagi hasil
usaha

Bagi hasil usaha


USAHA
Gambar 3. Skema Pembiayaan Musyarakah

P a g e | 14

Akuntansi Perbankan Syariah

Berdasarkan Eksistensi, musyarakah ada dua jenis yaitu musyarakah pemilikan


(Syirkah Al Milk) dan Musyarakah akad (Syirkah Aluqud). Musyarakah pemilikan
(syirkah Al Milk) mengandung arti kepemilikan bersama yang keberadaannya muncul
apabila dua orang tau lebih memperoleh kepemilikan bersama atas suatu kekayaan
(aset). Syirkah Al Milk tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang
mengakibatkan pemilikan satu asset oleh dua orang atau lebih.
Musyarakah akad (Syirkah Al-uqud) yaitu kemitraan yang tercipta dengan
kesepakatan dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu.
Syirkah Aluqud tercipta dengan cara kesepakatan di mana dua orang atau lebih setuju
bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Mereka pun sepakat
berbagi keuntungan dan kerugian. . Syirkah jenis ini dapat dianggap sebagai kemitraan
yang sesungguhnya, karena para pihak yang bersangkutan secara sukarela berkeinginan
untuk membuat suatu kerja sama investasi dan berbagi untung dan risiko. Syirkah
Aluluq dapat dibagi menjadi empat: yaitu, syirkah Abdan, syirkah Wujuh, syirkah
Inan, dan syirkah Mufawwadhah

Berdasarkan pernyataan PSAK, jenis musyarakah ada dua yaitu:


a. Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap
mitra ditentukan saat akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad (PSAK
No. 106 par 04)
b. Musyarakah menurun/mutanaqisah adalah musyarakah dengan ketentuan bagian
dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya
sehingga bagian dananya akan menurunn dan pada akhir masa akad mitra lain
tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha musyarakah tersebut.

Unsur yang harus ada dalam akad Musyarakah atau rukun musyarakah ada empat yaitu:
a.

Pelaku terdiri atas para mitra

b.

Objek musyarakah berupa modal dan kerja


1) Modal
a. Modal yang diberikan harus tunai
b. Modal yang diserahkan dapat berupa uang tunai, emas, perak, aset
perdagangan, atau aset tidak berwujud seperti lisensi, hak paten, dsb

P a g e | 15

Akuntansi Perbankan Syariah

c. Apabila modal yang diserahkan dalam bentuk nonkas, maka harus


ditentukan nilai tunainya terlebih dahulu dan harus disepakati bersama.
d. Modal yang diserahkan oleh setiap mitra harus dicampur.
e. Dalam kondisi normal, setiap mitra memiliki hak untuk mengelola aset
kemitraan.
2) Kerja
a. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan
musyarakah
b. Tidak dibenarkan bila salah seorang di antara mitra menyatakan tidak ikut
serta menangani pekerjaan dalam kemitraan tersebut
c. Meskipun porsi kerja antara satu mitra dengan mitra lainnya tidak harus
sama
d. Setiap mitra bekerja atas nama pribadi atau mewakili mitranya
e. Para mitra harus menjalankan usaha sesuai dengan syariah

c.

Ijab qabul/ serah terima adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara
pihak-pihak pelaku akad

yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui

korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.


d.

Nisbah keuntungan
1. Nisbah diperlukan untuk pembagian keuntungan dan harus disepakati oleh para
mitra di awal akad sehingga risiko perselisihan diantara para mitra dapat
dihilangkan
2. Perubahan nisbah harus berdasrkan kesepakatan kedua belah pihak
3. Keuntungan

harus dapat dikuantifikasi dan ditentukan dasar perhitungan

keuntungan tersebut misalnya bagi hasil atau bagi laba


4. Keuntungan yang dibagikan tidak boleh menggunakan nilai proyeksi akan tetapi
harus menggunakan nilai realisasi keuntungan
5. Mitra tidak dapat menentukan

bagian keuntungannya sendiri

dengan

menyatakan nilai nominal tertentu karena hal sama dengan riba dan dapat
melanggar prinsip keadilan dan prinsip untung muncul bersama risiko (al
ghunmu ni al ghurmi).

Aplikasi musyarakah dalam perbankan syariah dapat dijumpai pada pembiayaanpembiayaan seperti:

P a g e | 16

Akuntansi Perbankan Syariah

a.

Pembiayaan Proyek
Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah

dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut, dan setelah
proyek itu selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah
disepakati untuk bank.
b.

Modal Ventura
Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam

kepemilikan perusahaan, musyarakah diaplikasikan dalam skema modal ventura.


Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank
melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun
bertahap.
Pengumpulan dana yang dilakukan oleh Bank Syariah yang berasal dari para
Nasabah, para pemilik modal atau dana titipan dari pihak ketiga perlu dikelola dengan
penuh amanah dan istiqomah, dengan harapan dana tersebut mendatangkan keuntungan
yang besar, baik untuk nasabah maupun syariah. Prinsip utama yang harus
dikembangkan bank syariah dalam kaitan dengan manajemen dana adalah bahwa Bank
Syariah harus mampu memberikan bagi hasil kepada penyimpan dana, minimal sama
dengan atau lebih besar dari suku bunga yang berlaku di bank-bank konvensional dan
mampu menarik bagi hasil dari debitur lebih rendah daripada bunga yang berlaku di
bank konvensional. Oleh karena itu upaya manajemen dana bank syariah perlu
dilakukan secara baik. Semakin baik manajemen dana bank syariah akan menunjukkan
kredibilitas kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dananya, sehingga arah untuk
mencapai likuiditas bank syariah akan dapat tercapai.

P a g e | 17

Akuntansi Perbankan Syariah

BAB 3
KESIMPULAN

Bagi hasil pada dasarnya adalah suatu sistem pengelolaan dana atas pembagian
hasil usaha antara pihak Bank dan penyimpan dana ataupun pihak pengelola dana, baik
berupa keuntungan ataupun kerugian, dengan ketentuan yang berdasarkan kesepakatan
/ perjanjian dimana pihak pengelola mendapat bagian lebih besar atau lebih kecil dari
pada pemilik modal, tergantung pada kesepakatan dalam akad / perjanjian. Kedudukan
pemilik modal dengan pengelola modal adalah sejajar, karena pemilik modal dan
pengelola saling berkepentingan dan saling membutuhkan. Inti daripada sistem bagi
hasil terletak pada kesepakatan dalam akad / perjanjian yang harus ditaati oleh kedua
belah pihak karena dalam syariah Islam bahwa janji harus ditaati (Al- Hadist).
Secara umum, prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam
empat akad utama, yaitu al-musyarakah, al-mudharabah, al-muzaraah, dan al-musaqah.
Walaupun demikian, prinsip yang paling banyak dipakai adalah al-mudharabah dan almusyarakah, sedangkan al-muzaraah dan al-musaqah dipergunakan khusus untuk
plantation financing atau pembiayaan pertanian oleh beberapa bank Islam.
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana
pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola
(mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan
kerjasama dalam pandual kontribusi 100% modal kas dari shahib al-maal dan keahlian
mudharib. Sedangkan musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
(atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

P a g e | 18

Akuntansi Perbankan Syariah

Daftar Pustaka
Antonio, M. S., 2001, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Jilid 1, Gema Insani, Jakarta.
Karim, Adiwarman, 2006, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Ed. 3, Cet. 3, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sjahdeini, Sutan Remy, 1999, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia, Cetakan 1, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.
Margono, Slamet (2008), Pelaksaan Sistem Bagi Hasil Pada Bank Syariah (Tinjauan
Umum Pada BTN Syariah Cabang Semarang), Tesis Program Magister Ilmu Hukum
Universitas Diponegoro Semarang.

P a g e | 19

Akuntansi Perbankan Syariah

Anda mungkin juga menyukai