Model bagi hasil dan bagi risiko memiliki kelebihan. Dalam model ini, pihak
yang mengelola dana akan dipaksa untuk melakukan kalkulasi yang matang dalam
memilih kegiatan ekonomi untuk dibiayai. Inilah yang menjadi alasan mengapa bankbank syariah umumnya relatif lebih aman dan sehat. Saat krisis ekonomi
menyebabkan kolapsnya sejumlah bank konvensional, bank-bank syariah tidak ikut
kolaps, bahkan menjamur setelahnya.
Pembahasan Konsep Bagi Risiko
Ada tiga hal yang bisa dikritisi dari konsep ini. Pertama, harus diingat bahwa
praktek perbankan yang sehat seperti ini akan bisa terjadi jika skala uang yang
berputar relatif kecil. Artinya, untuk tetap sehat dan aman, perbankan syariah memang
tak bisa menjadi besar. Konsekuensinya, jika perbankan syariah akan tetap kecil,
kemampuannya menjadi penggerak ekonomi juga tidak akan signifikan. Sebaliknya,
jika aset dan dana yang dikelola bank syariah jauh lebih besar dari yang ada sekarang,
maka kapasitas yang ada sekarang akan terbatas. Bank syariah pun akan dihadapkan
pada problem yang sama dengan yang dihadapi perbankan konvensional.
Kedua, seberapa konsisten perbankan syariah menjalankan praktek bagi hasil
dan bagi risiko tanpa adanya rasio bagi hasil yang ditetapkan sebelumnya? Jika hal ini
dijalankan konsisten, harusnya bank akan memiliki kontrak individual yang berbedabeda untuk tiap nasabah. Ini bisa dijalankan jika jumlah nasabah yang dikelola relatif
sedikit. Jika jumlah nasabahnya banyak, biaya transaksi untuk memberlakukan
kontrak spesifik akan makin membengkak, sehingga mungkin sekali tidak efisien bagi
pihak bank.
Faktanya, semua bank syariah di Indonesia sekarang ini menetapkan nisbah
bagi hasil secara ex-ante, baik untuk simpanan maupun pinjaman. Artinya dalam
praktek, bank syariah sebenarnya menerapkan mekanisme yang tidak jauh berbeda
dengan bank konvensional yang berdasarkan bunga.
Untuk pinjaman, beberapa bank syariah tidak hanya menentukan nisbah yang
ditetapkan sebelumnya, tapi nilainya bahkan bisa lebih tinggi dari bunga pinjaman
konvensional. Itu terjadi setelah adanya berbagai biaya dan fee tambahan. Ini tentunya
80-90 persen transaksi bank Islam di dunia menggunakan metode ini. Di tahun 1980an, 80 persen portfolio aset milik Islamic Development Bank juga berasal dari
pembiayaan murabahah.
Sistem bagi hasil yang diterapkan dalam perbankan syariah sangat berbeda
dengan sistem bunga, di mana dengan sistem bunga dapat ditentukan keuntungannya
diawal, yaitu dengan menghitung jumlah beban bunga dari dana yang di simpan atau
dipinjamkan. Sedang pada sistem bagi hasil ketentuan keuntungan akan ditentukan
berdasarkan besar kecilnya keuntungan dari hasil usaha, atas modal yang telah
diberikan hak pengelolaan kepada nasabah mitra bank sayariah.
Konsep Syariah Bank Islam, perlu diberikan sautu penjelasan atau perbedaan
antara bagi hasil dan pemberian bunga, dalam bidang perniagaan, khususnya dalam
bank. Karena banyak terdapat kesalahpahaman dikalangan orang banyak yang
menganggap bahwa bagi hasil sama dengna pemberian/ pengambilan bunga.
1. Dasar perniagaan adalah untuk mencari keuntungan karena itu setiap pemilik
modal mengharapkan setiap uang yang dikeluarkan akan mendatangkan
keuntungan, ini sesuai dengan kaedah fikih, yaitu: Pembayaran/ pembiayaan
dibalas dengan ganjaran.Karena itu Islam menggalakkan umatnya untuk
berdagang.
2. Dalam pandangan Islam, uang yang disimpan tanpa digunakan tidak akan
bertambah, justru jumlahnya semakin menurun dari tahun ke tahun, karena ia
wajib membayar zakat 2,5% pertahun hingga sampai dibawah nisab (batas
minimal jumlah harta yang wajib dikeluarkan). Karena itu Islam tidak
mengakui konsep bunga yang diperoleh seseorang jika menyimpan uangnya di
Bank misalnya dan dianggap riba, kecuali jika Bank itu diberikan kekuasaan
untuk memakai uang tersebut. Lalu, jika bank itu mendapat keuntungan , maka
dibagi dengan orang tersebut berdasarkan berapa persen dari uang yang
disimpan. Maka jumlah yang diterima dari Bank itu dianggap untung. .
3. Islam tidak mengakui bunga dalam pembayaran hutang, sebagaimana sabda
Rasulullah SAW., yang artinya Bahwa setiap hutang yang membawa
keuntungan material bagi si pemberi adalah riba. Tujuan Islam mengharamkan
riba selain karena mengandung unsur penindasan, riba juga merupakan suatu
Kenam, dalam konteks Indonesia, dampak bunga tidak hanya sebatas itu,
tetapi jugaberdampak terhadap pengurasan dana APBN. Bunga telah membebani
APBN untuk membayar bungaobligasi kepada perbakan konvensional yang telah
dibantu engan BLBI. Selain bunga obligasi juga membayar bunga SBI. Pembayaran
bunga yang besar inilah yang membuat APBN kita defisit setiap tahun. Seharusnya
APBN kita surplus setiap tahun dalam jumlah yang besar, tetapi karena sistem
moneter Indonesia menggunakan sistem riba, maka takayal lagi, dampaknya bagi
seluruh rakyat Indonesiasangat mengerikan .
Dalam pendangan seorang banker atau debitur, sistem bunga yang mereka
terapkan yang dilandasi saling ridha dan terkesan tidak ada saling menzalimi diantara
mereka, dianggap sebagai sebuah sistem yang wajar dan tidak menjadi masalah.
Bahkan bersifat positif konstruktif bagi masyarakat. Inilah pandangan ekono mimikro
yang sering menjerumuskan banyak orang yang akalnya terbatas, termasuk
parailmuwan muslim yang bukan ekonom. Begitulah, akal manusia ering kali tidak
bisa menjangkau apa yang dibalik realitas ekonomi (metaekonomi). Padahal sistem
riba itu justru merusak dan sama sekali tidak membawa pertumbuhan ekonomi yang
sebenarnya.
Perbedaan-perbedaan antara system bunga dan bagi hasil.
Bunga
1 Penentuan bunga dibuat sewaktu
Bagi hasil
1 Penentuan bagi hasil dibaut sewaktu
untung/ rugi
untung/ rugi
berlipat ganda.
Kesimpulan
System bagi hasil dan bagi risiko memiliki kelebihan. Dalam system ini, pihak
yang mengelola dana akan dipaksa untuk melakukan kalkulasi yang matang dalam
memilih kegiatan ekonomi untuk dibiayai. Inilah yang menjadi alasan mengapa bankbank syariah umumnya relatif lebih aman dan sehat. Hal ini bisa dilahat saat krisis
ekonomi menyebabkan kolapsnya sejumlah bank konvensional, bank-bank syariah
tidak ikut kolaps, bahkan menjamur setelahnya.
Untuk tetap sehat dan aman, perbankan syariah memang tak bisa menjadi
besar, akan tetapi jika perbankan syariah akan tetap kecil, kemampuannya menjadi
penggerak ekonomi juga tidak akan signifikan. Sebaliknya, jika aset dan dana yang
dikelola bank syariah jauh lebih besar dari yang ada sekarang, maka kapasitas yang
ada sekarang akan terbatas. Bank syariah pun akan dihadapkan pada problem yang
sama dengan yang dihadapi perbankan konvensional.
Semua bank syariah di Indonesia sekarang ini menetapkan nisbah bagi hasil
secara ex-ante, baik untuk simpanan maupun pinjaman. Artinya dalam praktek, bank
syariah sebenarnya menerapkan mekanisme yang tidak jauh berbeda dengan bank
konvensional yang berdasarkan bunga.
Referensi: http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=1264
Oleh Ari A. Perdana
Oleh : Agustianto
Sekretaris Umum DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) dan Pengajar
pada
Program Pascasarjana PSTTI UI
11/06/2007
PAPER
Oleh:
HARI GUNAWAN
I1B005035