Anda di halaman 1dari 4

Asuransi syariah pada dasarnya adalah asuransi yang berdasarkan prinsip-prinsip

hukum syariah. Hukum syariah dipastikan bersumber kepada Al-Quran dan Alhadis. Namun
dalam praktiknya, Al-Quran dan Alhadis ini tidak akan dipahami apalagi diterapkan begitu
saja tanpa bantuan para ahli hukum agama para ahli hukum Islam.

Dasar hukum asuransi syariah pada dasarnya dibedakan ke dalam dua kategori besar,
yaitu dasar hukum yang berbentuk wahyu yakni Al-Quran dan Alhadis, dan dasar hukum
non-wahyu yang berdasarkan hasil ijtihad manusia. Untuk alam Indonesia, dasar hukum
asuransi syariah secara berurutan adalah sebagai berikut.
1. Al-Quran, tepatnya ayat-ayat hukum (ayat al-ahkam).
2. Al-Hadis, tepatnya hadis-hadis hukum (ahadits al-ahkam).
3. Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
5. Lain-lain yang dibenarkan oleh hukum agama maupun undang-undang negara
dan/peraturan pemerintah.

Berdasarkan sejumlah ayat-ayat hukum, hadis-hadis hukum, kaidah-kaidah fiqhiyah,


kaidah-kaidah usuliah, dan pendapat sejumlah ulama-ulama secara individu maupun
terutama kolektif maka dapat disimpulkan hukumnya mubah. Sesuai dengan kaidah yang
mengatakan.

‫ االباحة حتى يدل الدليل على تحريمه‬C‫األصل فى المعامالت‬


(Hukum) dasar/asal dalam hubungan hukum muamalat adalah boleh sampai ada dalil yang
menunjukkan keharamannya.

Demikian pula halnya dengan kategori hukum asuransi dinyatakan sunnah (anjuran)
atau malahan wajib manakala ada alasan yang mendesaknya. Contoh, asuransi
konvensional maupun syariah baru dikatakan halal atau tepatnya boleh (mubah) kalau
dalam praktik perasuransiannya benar-benar terbebas (tidak ditemukan) hal-hal yang nyata
mengandung unsur penipuan, perjudian, dan/atau riba. Sebaliknya asuransi bisa menjadi
wajib manakala suatu ketika, negara memandang asuransi sebagai sesuatu hal yang harus
diwajibkan kepada semua rakyatnya.

Maknanya, syariat Islam memberikan kemerdekaan kepada setiap orang dewasa .


Apakah akan mengambil bagian dalam asuransi atau tidak.

Adapun tujuan didirikannya bank islam itu sendiri adalah sebagai berikut.
1. Menyediakan lembaga keuangan perbankan sebagai sarana meningkatkan kualitas
kehidupan sosial ekonomi masyarakat terbanyak, antara lain melalui meningkatkan
kualitas dan kegiatan usaha.
a. Sistem bagi hasil yang berlandaskan keadilan dan peningkatan keuntungan
bagi kedua belah pihak, akan merangsang orang-orang dan pengusaha-
pengusaha kecil yang lemah dalam permodalannya untuk bekerjasama
dengan bank islam guna mendirikan usaha baru dan mengembangkan usaha
yang tengah dijalankan.
b. Dengan munculnya kegiatan-kegiatan usaha yang baru dan pengembangan
kegiatan usaha yang telah ada, maka akan terbuka luas lapangan kerja baru.
2. Meningkatnya partisipasi masyarakat banyak dalam proses pembangunan, karena:
a. Masih cukup banyak masyarakat yang berhubungan dengan bank, hal ini
terjadi karena di samping masih banyaknya orang Islam yang mempunyai
pandangan bahwa bunga bank itu sama dengan riba
b. Dengan adanya bank berdasarkan syariah Islam, masyarakat Islam yang
tadinya enggan berhubungan dengan bank akan merasa terpanggil untuk
berhubungan dengan bank Islam.
3. Berkembangnya lembaga bank dan sistem perbankan yang sehat berdasar edisiesi
dan keadilan yang akan mampu meningkatkan partisipasi masyarakat sehingga
menggalakkan usaha-usaha ekonomi masyarakat.
4. Ikhtiar ini akan sekaligus mendidik dan membimbing masyarakat untuk berpikir
secara ekonomis.
5. Berusaha membuktikan bahwa menurut syariah Islam dapat beroperasi.

Fungsi bank syariah yang sangat penting antara lain:


1. memobilisasi tabungan masyarakat.
2. menyalurkan dana tersebut secara efektif ke kegiatan-kegiatan yang produktif fan
menguntungkan secara finansial.
3. melakukan fungsi secara regulator, turut mengatur mekanisme penyaluran dana ke
masyarakat sesuai kebijakan bank indonesia sehingga terhindar dari inflasi.
Secara akademik, istilah Islam dan syariah memang mempunyai pengertian yang
berbeda. Namun secara teknis untuk penyebutannya bank Islam dan bank syariah
mempunyai pengertian yang sama.

Bank Islam adalah bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-
ketentuan Alquran dan Al-Hadis, yakni bank yang tata cara beroperasinya itu mengikuti
suruhan dan larangan yang tercantum dalam Alquran dan Al-Hadis.

Dalam menjalankan aktivitasnya, bank syariah tersebut menganut prinsip-prinsip


sebagai berikut.
1. Prinsip keadilan
Prinsip ini tercermin dari penerapan imbalan atas dasar bagi hasil dan pengambilan
margin keuntungan yang disepakati.
2. Prinsip kesederajatan
Bank syariah menempatkan nasabah dan bank pada kedudukan yang sama.
3. Prinsip ketentraman
Produk-produk bank syariah telah sesuai dengan prinsip dan kaidah muamalah
islam.

Bank islam diperkenankan untuk mengeluarkan produk, jasa, dan kegiatan usaha
perbankan yang baru asalkan hal itu tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang
terdapat dalam Alquran maupun Al-Hadis.

Pada bank Islam umumnya dibentuk suatu lembaga pengawas yang bertugas dan
memiliki kewenangan untuk memastikan kesesuaian atas produk, jasa, dan kegiatan usaha
bank islam tersebut. Pengawas inilah yang akan memberikan fatwa kepada bank yang
bersangkutan.
Apabila terjadi pertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, maka bank-bank islam
merencanakan dan menerapkan sistem sendiri guna menyesuaikan aktivitas perbankan
mereka dengan prinsip-prinsip syariat islam. Untuk itu maka dewan syariah berfungsi
memberikan masukan kepada perbankan islam guna memastikan, bahwa bank islam tidak
terlibat dengan unsur-unsur yang tidak disetujui oleh islam.

1. Ciri-Ciri Bank Islam


a. Keuntungan dan beban biaya yang disepakati tidak kaku dan di tentukan
berdasarkan tanggungan risiko.
b. Beban biaya tersebut hanya dikenakan sampai batas waktu kontrak. Sisa
utang selepas kontrak dilakukan kontrak baru.
c. Penggunaan persentase untuk perhitungan keuntungan dan biaya
administrasi selalu dihindarkan.

2. Perbedaan Bank Islam dan Bank Konvensional


a. Pada bank konvensional, penentuan bunga dibuat pada waktu akad tanpa
berpedoman pada untung rugi, sedangkan pada bank islam penentuan
besarnya rasio bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada
kemungkinan untuk rugi.
b. Pada bank konvensional, besarnya persentase berdasarkan pada jumlah
uang (modal) yang dipinjamkan, sedangkan pada bank islam, besarnya rasio
bagi hasil berdasarkan jumlah keuntungan yang diperoleh.
c. Pada bank Konvensional, pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan
tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah
untung atau rugi, sedangkan pada bank islam, bagi hasil tergantung pada
keuntungan proyek yang dijalankan sekiranya itu mendapat keuntungan,
maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua pihak.
d. Pada bank konvensional, jumlah pembayaran bunga tidak meningkat
sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang
booming, sedangkan pada bank islam, jumlah pembagian laba meningkat
sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.

Perbedaan bank islam dan bank konvensional tidak terbatas dari segi imbalan,
perbedaan yang dimaksud antara lain:
a. bank islam mendasarkan perhitungan pada margin sedangkan bank konvensional
memakai perangkat bunga atau bagi hasil;
b. bank islam tidak saja berorientasi pada keuntungan (profit), tetapi juga pada falah
oriented, sedangkan bank konvensional semata-mata profit oriented;
c. bank islam melakukan hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan
kemitraan, sedangkan bank konvensional melakukan hubungan dengan nasabah
dalam bentuk hubungan debitur kreditor;
d. bank islam meletakkan penggunaan dana secara riil (users of real funds), sedangkan
bank konvensional sebagai creator of money supply.

Anda mungkin juga menyukai