Anda di halaman 1dari 14

RESUME PERBANKAN SYARIAH

Dosen Pembimbing : Ibu Eva Iryani S.Pd.i.M.pd.I


Nama : Eko Cahyono

Nim : ERC1A012146

Kelas : C (Konsentrasi Ekonomi Islam dan Perbankan Syariah)

Universitas Jambi Kampus Kuala Tungkal

Fakultas EKONOMI dan BISNIS (Program studi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan).

BAB I PERBANKAN SYARIAH


Perbankan syariah atau perbankan Islam (Arab: ‫ المصرفية اإلسالمية‬al-Mashrafiyah al-Islamiyah)
adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah).

A. KONSEP PERBANKAN SYARIAH

Konsep syariah atau syar’i Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan
dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan
bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori
terlarang (haram). Perintah untuk menjalankan syariah antara lain tertuang dalam Al-Qur’an
Surat 45 (Al-Jaatsiyah) Ayat 18, yang berbunyi: “Kemudian Kami jadikan kamu (ya
Muhammad) berada di atas syariat (peraturan) dair urusan (agama), maka ikutilah syariat
itu dan jangan kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak berilmu“.

C. PRINSIP BANK SYARIAH

Dalam menjalankan usahanya, bank syariah harus tetap berpedoman pada nilai-nilai
syariah. Prinsip itu berpedoman pada Alquran dan Hadits.  Prinsip yang diterapkan bank
syariah meliputi:

1. Prinsip pengharaman riba

Prinsip ini tercermin dari praktek pengelolaan dana nasabah. Dana yang berasal dari nasabah
penyimpan harus jelas asal usulnya. Sedangkan penyalurannya harus dalam usaha-usaha yang
tidak bertentangan dengan syari.

2. Prinsip keadilan

Prinsip ini tercermin dari penerapan sistem bagi hasil dan pengambilan keuntungan
berdasarkan hasil kesepakatan dua belah pihak.

3. Prinsip Kesamaan

Prinsip ini tercermin dengan menempatkan posisi nasabah serta bank pada posisi yang
sederajat. Kesamaan ini terwujud dalam hak, kewajiban, risiko dan keuntungan yang
berimbang di antara nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana maupun bank.

BAB II Bank Syriah VS Bank Konvensional


 Ciri-ciri Bank Syariah dan Bank konvensional.
 Bank syariah
Adapun ciri-ciri dari bank syariah adalah:
 Berdimensi keadilan dan permintaan
Didalam bank syariah dilakukan dengan cara bagi hasil (mudharabah dan musyarakah)
dengan bagi hasil ini tidak akan muncul kerugian yang hanya dialami oleh satu pihak,
karna resiko keuntungan dan kerugian yang diperoleh di tanggung bersama.
 Bersifat mandiri
Karna prinsip oprasional bank syariah tidak menggunakan bunga, maka secara otomatis
akan terlepas dari gejoalk moneter sehinggah bank syariah dapat berjaln tanpa
dipengaruhi invlasi dan bank syariah mendorng adanya investasi.
 Menciptakan rasa kebersamaan
Dalam oprasionalnya bank syaraih berupaya menciptakan kebersamaan antara sebagai
pemilik modal dengan nasabahnyasebagai pengelola modal
 Adanya dewan pengawas syariah
Sebagai pembela diri bank konvensonal adalah dengan adanya dewan pengawas syariah
(DPS)yang ditempatkan pada bank-bank yang melakukan kegiatan syariah ataukegiatan
usaha berdasarkan prinsip syaiah.

 Adapun karakter khusus dari bank syariah adalah:


-Universal.
-Adil
-Trasparan
-Seimbang
-Maslahat
-Variatif
-Fasilitas
 Bank konvensional.
Ciri-ciri perbankaan konvensonal;
 Membayar kadar faedah atas deposit dan pada penyimpanan
 Mengenakan faedah atas pinjaman yang diberikan kepada peminjam atau pilabur.
 Bank konvensonal mengandalkan prinsip keuntunganmaksimum dalam pelaburannya
asal kan tidak bertentangan dengan undang-undang Negara.
 Bank konvensoanl kurang menitik beratkan unsur spiritual atau keagamaan dalam
oprasional walau bagaimnapun bank konvensonal turt menjalan kan social.

A. Perbedaan bank syariah dan bank konvensonal Perbedaan yang mendasarl antara lain;
 Perbedaan falsafah
Bank syariah tidak melaksanakan system bunga sementara bank konvensional
mengunakan bunga.
 Konsep pengelolaan dana nasabah
Dalam bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan ataupun investasi, dan
berbeda dengan deposito pada bank konvensonal dimana devosito upaya membungakan
uang konssep dana titipan menjadi sangat likuid.
 Kewajiban mengelola zakat
Bank syariah di wajibkan menjadi pengelola zakatyaitu dalam arti wajib membayar
zakat, menghimpun, mengadministrasikan dan mendistribusikan
 Sruktur organisasi
Dalam bank syariah diharuskakn adanya dewan pengawas syariah (DPS) dan DPS slalu
diawasi oleh Dewan syariah Nasional DSN. DSN dapat memberikan teguran jika
lembaga yang bersangkutan menyimpang.
 Perbedaan lain antara Bank Syariah dan Bank Konvensional

 Syariah.
-Melakukan investasi halal menurut
hukum islam.
-Memakai prinsip akad (keuntungan di
awal),bagi hasil, dan sewa.
-Berinvestasi keuntungan falah
(kebahagiaan dunia akhirat).
-Hubungan nasabah dengan bentuk
kemitraan.
-Menghimpun dan pengeluaran dana
sesuai dengan fatwa dewan
pengawas syariah.
 Konvensional.
-Melakukan investasi yang halal
maupun haram menurut hukum islam.
-Memakai prinsip suku bunga.
-Berorientasi pada keuntungan.
-Hubungan dalam bentuk kreditur
dan debitur.
-Menghimpun dana pengeluaran dana
tidaak diatur dewan sejenis.
B. Persamaan bank syariah dan bank konvensional
Meski secara prinsip operasi bank syariah jelas berbeda dengan bank konvensional
keduanya memiliki persamaan misalnya;
 Sama-sama menjalankan fungsi bank (menghimpun dana, mengelola, dan
mengeluarkan dana).
 Memiliki Pegawai laki-laki dan permpuan
 Sama-sama memiliki pegawai yang paham maupun yang awam terhadap agama islam
 Harus patuh pada UU perbankan dan perturan bank Indonesia.

BAB III PRODUK-PRODUK BANK SYARIAH


Perbankan Syari’ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syari’ah dan
Unit Usaha-Usaha Syari’ah, seperti halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga
menawarkan nasabah dengan bank konvensional dalam produk perbankan.Berikut ini jeis-jenis
produk bank syariah yang ditawarkan adalah sebagai berikut:
A . Al-wadi’ah (Simpanan)
Al-Wadi’ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan, merupakan titipan murni dari satu
pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikain
kapan saja bila si penitip menghendaki.
 Penerima simpanan disebut yad al-amanah yang artinya tangan amanah. Si penyimpan tidak
bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada titipan selama hal itu
bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan.
 Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah yang diterapkan pada produk
rekening giro. Wadih’ah dhamanah berbeda dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah harta
titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi, sedangkan dhamanah yang dititipi (bank) boleh
memanfaatkan harta titipan tersebut. Implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimanan nasabah
meminjamkan uang kepada bank.
B . Pembiayaan Dengan Bagi Hasil
 Al-musyarakah (Partisipasi Modal)
Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha tertentu.
 Al-mudharabah
Pengertian Mudharabah dapat didefinisikan sebagai sebuah akad atau perjanjian diantara dua belah
pihak, dimana pihak pertama sebagai pemilik modal (shahib al-mal atau al-mal), memercayakan
kepada pihak kedua atau pihak lain (pengusaha), untuk menjalankan suatu aktivitas atau usaha.
 Al-muzara’ah
Pengertian AI-muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan
penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap untuk ditanami produk pertanian
dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen.
 Al-musaqah
Pengertian AI-musaqah merupakan bagian dari al-muza’arah yaitu penggarap hanya bertanggung
jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan menggunakan dana dan peralatan mereka sendiri.
C . Bai’al Murabahah

Pengertian Bai’al-Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih dulu memberitahukan harga pokok
yang ia beli ditambah keuntungan yang diinginkannya.

D . Bai’as-Salam

Bai’as-salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayaran
dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih dulu jenis, kualitas dan
jumlah barang dan hukum awal pembayaran harus dalam bentuk uang.

E . Bai’al Istishna’

Bai’ Al istishna’ merupakan bentuk khusus dari akad Bai’assalam, oleh karena itu ketentuan dalam
Bai` Al istishna’ mengikuti ketentuan dan aturan Bai’as-salam. Pengertian Bai’ Al istishna’ adalah
kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen (pembuat barang).

F . Al-Ijarah (Leasing)

Pengertian Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas ba rang atau jasa, melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Dalam praktiknya
kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan leasing, baik untuk kegiatan operating lease maupun financial
lease.

G . Al-Wakalah (Amanat)

Wakalah atau wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau pemberian mandat dari satu pihak
kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah disepakati oleh si pemberi
mandat.

H . Al-Kafalah (Garansi)

Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi
kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai pengalihan tanggung
jawab dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia perbankan dapat di lakukan dalam hal
pembiayaan dengan jaminan seseorang.

I . Al-Hawalah

Al-Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib
menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu pihak kepada lain pi hak.
Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan kegiatan anjak piutang atau factoring.

J . Ar-Rahn

Ar-Rahn merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti jaminan utang atau gadai.
BAB IV PENGERTIAN DAN KONSEP WADIAH

A. pengertian wadi’ah
Kata wadi’ah berasal dari wada asy syai-a,yaitu meninggalkan sesuatu. Sesuatu yang orang
tinggalkan pada orang lain agar dijaga disebut wadi’ah.
B. Dasar hukum wadiah
Dasar hukum al-wadiah ini dapatditemukan dalam Alqur’an dan Sunnah Nabi. Dalam
Alqur’an ditegaskan ,”sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya…. “(QS.AN-Nisa/:58.dan “sebagian kamu mempercayai sebagian
yang lain ,maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya(utangnya)…”(QS.Al-
Baqarah:283).
C. Syarat Wadiah
1. Orang Yang Berakad
Adalah Muwadi Sebagai Orang Yang menitipkan Barangnya dan Mustaudah Sebagai
Orang yang di titip barang (Penerima Barng) orang Yang berakad hendaklah orang yg
sehat di antaranya yaitu:
 Baligh
 Beakal
 Kemauan sendirian,tanpa di paksa
2. Barang titipan
Barang Yang dititpkan Harus Jelas dan dapat dipegang atau dikuasai
3. Sighah (Akad)
Syarat Sighah yaitu kedua belah pihak melepaksak akhad yaitu orang yang menitipkan
(Muwadi dan orang yang di beri titipan.
D. Rukun wadi’ah
berpendapat bahwa rukun wadi’ah adalah ijab dan Kabul. Sedangkan menurut jumhur
ulama rukun wadiah ada 4, yaitu:
1. Muwaddi ( orang yang menitipkan )
2. Wadi’I ( orang yang dititipi barang )

3. Wadi’ah ( barang yang dititipkan )


4. Shigot ( Ijab dan qobul )

E. Jenis-Jenis Barang yang diwadia’ah kan

1. Wadiah Yad Amanah

Wadiah Yad Amanah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima (Wadi’i) tidak
diperkenankan penggunaan barang/uang dari si penitip (Muwaddi) tersebut dan tidak
bertanggung jawab atas kerusakan atau kelalaian yang bukan disebabkan oleh kelalaian si
penerima titipan (Wadi’i). Dan sebagai gantinya si penitip (Muwaddi) wajib untuk
membayar kepada orang yang dititipi (Wadi’i), namun boleh juga untuk tidak membayar
asalkan orang yang dititipi tidak merasa keberatan dan menganggapnya sedekah. Akad
penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan
barang/uang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan
barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima titipan.
Ketentuan pokok pada operasional wadi’ah yad al-amanah antara lain :
a. Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh
penerima titipan;

b. Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan
berkewajibanuntuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh
memanfaatkannyaMengingat barang atau harta yang dititipkan tidak boleh
dimanfaatkan oleh penerima titipan.

2. Wadi’ah Yad Dhamanah (guarantee depository)


Akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan dapat memanfaatkan
barang/uang titipan dan harus bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan
barang/uang titipan.
BAB V Mudharabah
A.   Pengertian Mudharabah
Mudharabah dapat di definisikan sebagai sebuah perjanjian antara dua belah pihak dimana satu
pihak, pemilik modal (shahibul mal) mempercayakan sejumlah dana kepada pihak lain,
pengusaha (mudharib) untuk menjalankan suatu aktivitas usaha.
Sedangkan dalam ilmu Fiqih Mudharabah didefinisikan sebagai akad persekutuan dalam
keuntungan dengan modal dari satu pihak dan kerja dari pihak lain.
Dalam mudharabah pihak pemodal tidak diberikan peran dalam manajemen perusahaan.
Konsekuensinya mudharabah  merupakan perjanjian PLS dimana yang diperoleh para pemberi
pinjaman adalah suatu bagian tertentu dari keuntungan/kerugian proyek yang telah mereka
biayai.
B.   Dasar Hukum Mudharabah
Secara umum dasar hukum al mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan
usaha. Hal ini tampak dalam ayat-ayat dan hadits sebagai berikut :
a.    Alqur’an
Artinya : dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah
SWT...” (Al-Muzzamil : 20)
Yang menjadi argument dari al muzzamil: 20 adalah adanya kata yadhribun yang sama
dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha.
Artinya : Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah  (al-Jumuah: 10)
Artinya :  Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia dari Tuhanmu.  (Al-Baqarah: 198)
b.   Al-Hadits
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muntalib jika memberikan
dana kepada mitra usahanya secara Mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak
dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika
menyalahi aturan tersebut , maka yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana
tersebut. Disampaikanlah syarat-ayrat tersebut kepada Rasulullah, dan Rasulullah pun
membolehkannya.”(HR. Thabrani).
c.     Ijma
Diantara ijma’ dalam mudharabah, adanya riwayat yang menyatakan bahwa jemaah dari
sahabat menggunakan harta anak yatim untuk mudharabah. Perbuatan tersebut tidak
ditentang oleh sahabat lainnya.
d.    Qiyas
Mudharabah diqiyaskan kepada al-Musyaqah (menyuruh seseorang untuk mengelola kebun).
Selain diantara manusia ada yang miskin dan ada pula yang kaya. Disatu sisi banyak orang
kaya yang tidak dapat mengelola hartanya. Disisi lain tidak sedikit orang yang mau bekerja
tetapi tidak memiliki modal. Dengan demikian adanya mudharabah ditujukan antara lain
untuk memenuhi kebutuhan kedua golongan diatas, yakni untuk kemaslahatan umat manusia
dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka.
C.   Jenis-jenis Mudharabah
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis yaitu, mudharabah
mutlaqah dan mudharabah muqayadah.
a.    Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah Muthlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang
cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah
bisnis.
b.      Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah Muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted
mudharabah/specifiedmudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si
mudarib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya batasan ini
seringkali mencerminkan kecenderungan umum sishahibul maal dalam memasuki jenis
dunia usaha.
C.   Jenis-jenis Mudharabah
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis yaitu, mudharabah
mutlaqah dan mudharabah muqayadah.
a.    Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah Muthlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang
cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah
bisnis.
b.      Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah Muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted
mudharabah/specifiedmudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si
mudarib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya batasan ini
seringkali mencerminkan kecenderungan umum sishahibul maal dalam memasuki jenis
dunia usaha.
Selain syarat-syarat diatas ada pula syarat yang lainnya yaitu syarat fasid dan syarat sahih
1.      Syarat fasid (tidak benar)
Salah satu contoh mudharabah fasid adalah mengatakan “berburulah dengan jarring saya
dan hasil buruannya dibagi diantara kita” ulama Hanafiyah, Syafiiyah,
dan Hanabillah berpendapat bahwa pernyataan termasuk tidak dapat
dikatakan mudharabah yang sahih karena pengusaha (pemburu) berhak mendapatkan upah
atas pekerjaannya, baik ia mendapat buruan atau tidak.
Beberapa hal lain dalam mudharabah fasid yang mengharuskan pemilik modal memberikan
modal kepada pengusaha antara lain :
a.       Pemilik modal memberikan syarat kepada pengusaha dalam membeli, menjual, member,
atau mengambil barang.
b.      Pemilik modal mengharuskan pengusaha untuk bermusyawarah sehingga pengusaha tidak
bekerja kecuali atas seizinnya.
c.       Pemilik modal memberikan syarat kepada pengusaha agar mencampurkan harta modal
tersebut dengan harta orang lain atau barang lain miliknya.

2.      Syarat Sahih
Syarat yang shahih (dibenarkan) yaitu syarat yang tidak menyelisihi tuntutan akad dan tidak
pula maksudnya serta memiliki maslahat untuk akad tersebut. Contohnya Pemilik modal
mensyaratkan kepada pengelola tidak membawa pergi harta tersebut keluar negeri atau
membawanya keluar negeri atau melakukan perniagaannya khusus dinegeri tertentu atau
jenis tertentu yang gampang didapatkan. Maka syarat-syarat ini dibenarkan menurut
kesepakatan para ulama dan wajib dipenuhi, karena ada kemaslahatannya dan tidak
menyelisihi tuntutan dan maksud akad perjanjian mudharabah.
E.   Ketentuan-Ketentuan Dalam Mudharabah
1.      Modal mudharabah harus berupa mata uang penuh yang ditentukan sewaktu akad dan
diserahkan kepada pihak pengusaha setelah selesai ijab sesuai dengan yang telah
disepakati.
2.   Pembagian keuntungan tidak sah jika hanya dilakukan sebelah pihak.
3.    Dasar dari pembiayaan mudharabah adalah modal berasal dari pihak pemodal sedang kerja
dilakukan oleh pihak pengusaha.
4.    ika dalam usaha megalami kerugian maka kerugian ditanggung oleh pihak
pemodal.sedangkan pihak pengusaha menanggung kerugian berupa tidak mendapatkannya
hasil jerih payah selama usaha itu berjalan.
5.    Mudharabah dapat dibubarkan oleh pemilik modal pada waktu kapanpun sebelum usaha
tersebut dimulai.
6.    Usaha yang dijalankan harus halal.
7.    Mudharabah harus dilakukan oleh dua pihak dan disahkan oleh hokum yang berlaku.
8.    Dilarang mencampur adukan harta mudharabah dengan harta pribadi atau harta lainnya.
9.    Perjanjian mudharabah selesai dengan jangka waktu yang telah disepakati atau
meninggalnya salah satu pihak.
10.  Jika terjadi pembatalan maka modal dan untung harus dikembalikan kepada pemodal, dan
pengusaha berhak menuntut upah atas usaha yang sudah dijalankan.
11.  Jika terjadi suatu kerusakan maka kerusakan tersebut dapat diganti dari keuntungan yang
sudah ada.
F.    Rukun Mudharabah

Jumhur ulama berpendapat bahwa rukun mudharabah ada tiga yaitu:


1.      Dua orang yang melakukan akad (al-aqidani)
2.      Modal (ma’qudalaih)
3.      Sighat (ijab dan qabul)
Sedangkan ulama salafiyah lebih merinci lagi menjadi lima rukun, yaitu modal, pekerjaan,
laba, sighat, dan dua orang yang akad.
Sedangkan imam Al Syarbini dalam Syarh Al Minhaaj menjelasakan bahwa
rukun Mudharabah ada lima, yaitu Modal, jenis usaha, keuntungan, pelafalan transaksi dan
dua pelaku transaksi. Ini semua ditinjau dari perinciannya dan semuanya tetap kembali
kepada tiga rukun di atas.
1.    Adanya dua atau lebih pelaku.
2.    Objek Transaksi.
G.   Hikmah Disyariatkan Mudharabah
Islam mensyariatkan kerjasama mudharabah untuk memudahkan orang pelaku usaha dalam
menjalankan usahanya, karena sebagian mereka memiliki harta namun tidak mampu
mengelola hartanya, dan disana ada orang yang tidak memiliki harta namun memiliki
kemampuan untuk mengelola dan mengembangkannya.
H.   Berakhirnya Usaha Mudharabah
Berakhirnya suatu usaha mudharabah dapat terjadi apa bila terjadi hal-hal sebagai
berikut :
1.      Debitur telah membayar lunas atas modal yang diterimanya.
2.      Pembatalan perjanjian mudharabah yang dilakukan oleh pihak debitur.
3.      Musnahnya objek pembiayaan.
4.      Terjadinya kerugian total yang dialami oleh kreditur sehingga menyebabkan tidak
sanggupnya mengembalikan modal dari debitur.
5.      Kreditur mengakhiri pembiayaan apabila usahanya mengalami kerugian terus menerus.
Soal 2 : Buatlah contoh daripada konsep pelaksanaan Ijarah (Leasing) dan jelaskan perbedaan
dengan leasing konvensional ?

Contoh konsep pelaksanaan Ijarah . Mu’jir dan Musta’jir, yaitu orang yang melakukan
akad sewa-menyewa atau upah-mengupah. Mu’jir adalah yang memberikan upah yang
menyewakan, Musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan
yang menyewa sesuatu, disyaratkan bagi Mu’jir dan Musta’jir adalah baligh, berakal,
cakap melakukan tasharruf (mengendalikan harta), dan saling meridhai.Bagi orang yang
berakad ijarah juga disyarat mengetahui manfaat barang yang diakadkan dengan
sempurna sehingga dapat mencegah terjadinya perselisihan. Shighat ijab kabul antar
Mu’jir dan Musta’jir, ijab kabul sewa-menyewa dan upah-mengupah, ijab kabul sewa-
menyewa misalnya: “Aku sewakan mobil ini kepadamu setiap hari Rp 5.000,00”, maka
musta’jir menjawab “Aku terima sewa mobil tersebut dengan harga demikian setiap
hari”. Ijab kabul upah mengupah misalnya seseorang berkata, “Kuserahkan kebun ini
kepada mu untuk dicangkuli dengan upah setiap hari Rp5.000,00”, kemudian Musta’jir
menjawab “Aku akan kerjakan pekerjaan itu sesuai dengan apa yang engkau
ucapkan”.Ujrah, disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik dalam
sewa-menyewa maupun upah-mengupah. Barang yang disewakan atau sesuatau yang
dikerjakan dalam upah-mengupah, disyaratkan pada barang yang disewakan dengan
beberapa syarat yaitu.  Hendaklah barang yang menjadi objek akad sewa-menyewa dan
upah mengupah dapat diamfaatkan kegunaannya.Hendaklah benda yang menjadi objek
sewa-menyewa dan upah-mengupah dapat diserahkan kepada penyewa dan pekerja
berikut kegunaannya (khusus dalam sewa-menyewa).  Manfaat dari benda yang
disewakan adalah perkara yang mubah (boleh) menurut syara’ bukan hal yang dilarang
(diharamkan). Benda yang disewakan disyaratkan kekal ‘ain(zat)-nya hingga waktu yang
ditentukan menurut perjanjian dalam akad.

Perbedaan Ijarah dengan Leasing konvensional

Ijarah Objeknya berupa Manfaat barang dan jasa,Sistem pembayaran 1.    Bentuk tetap


2.    Bentuk tidak tetap, Kepemilikan  1.    Tidak dimiliki ketika kontrak habis
2.    Dijanjikan untuk dijual/dihibahkan di awal periode kontrak. Lease purchase /sewa –
beli Haram karena gharar (antara sewa dan beli).
leasing konvensional Objeknya  Manfaat barang saja, Sistem pembayaran Bentuk tetap
Kepemilikan 1. Tidak dimiliki ketika kontrak habis 2. Kesempatan untuk dibeli pada akhir
kontrak, Lease purchase  tidak ada masalah.

Anda mungkin juga menyukai