Nim : ERC1A012146
Fakultas EKONOMI dan BISNIS (Program studi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan).
Konsep syariah atau syar’i Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan
dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan
bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori
terlarang (haram). Perintah untuk menjalankan syariah antara lain tertuang dalam Al-Qur’an
Surat 45 (Al-Jaatsiyah) Ayat 18, yang berbunyi: “Kemudian Kami jadikan kamu (ya
Muhammad) berada di atas syariat (peraturan) dair urusan (agama), maka ikutilah syariat
itu dan jangan kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak berilmu“.
Dalam menjalankan usahanya, bank syariah harus tetap berpedoman pada nilai-nilai
syariah. Prinsip itu berpedoman pada Alquran dan Hadits. Prinsip yang diterapkan bank
syariah meliputi:
Prinsip ini tercermin dari praktek pengelolaan dana nasabah. Dana yang berasal dari nasabah
penyimpan harus jelas asal usulnya. Sedangkan penyalurannya harus dalam usaha-usaha yang
tidak bertentangan dengan syari.
2. Prinsip keadilan
Prinsip ini tercermin dari penerapan sistem bagi hasil dan pengambilan keuntungan
berdasarkan hasil kesepakatan dua belah pihak.
3. Prinsip Kesamaan
Prinsip ini tercermin dengan menempatkan posisi nasabah serta bank pada posisi yang
sederajat. Kesamaan ini terwujud dalam hak, kewajiban, risiko dan keuntungan yang
berimbang di antara nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana maupun bank.
A. Perbedaan bank syariah dan bank konvensonal Perbedaan yang mendasarl antara lain;
Perbedaan falsafah
Bank syariah tidak melaksanakan system bunga sementara bank konvensional
mengunakan bunga.
Konsep pengelolaan dana nasabah
Dalam bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan ataupun investasi, dan
berbeda dengan deposito pada bank konvensonal dimana devosito upaya membungakan
uang konssep dana titipan menjadi sangat likuid.
Kewajiban mengelola zakat
Bank syariah di wajibkan menjadi pengelola zakatyaitu dalam arti wajib membayar
zakat, menghimpun, mengadministrasikan dan mendistribusikan
Sruktur organisasi
Dalam bank syariah diharuskakn adanya dewan pengawas syariah (DPS) dan DPS slalu
diawasi oleh Dewan syariah Nasional DSN. DSN dapat memberikan teguran jika
lembaga yang bersangkutan menyimpang.
Perbedaan lain antara Bank Syariah dan Bank Konvensional
Syariah.
-Melakukan investasi halal menurut
hukum islam.
-Memakai prinsip akad (keuntungan di
awal),bagi hasil, dan sewa.
-Berinvestasi keuntungan falah
(kebahagiaan dunia akhirat).
-Hubungan nasabah dengan bentuk
kemitraan.
-Menghimpun dan pengeluaran dana
sesuai dengan fatwa dewan
pengawas syariah.
Konvensional.
-Melakukan investasi yang halal
maupun haram menurut hukum islam.
-Memakai prinsip suku bunga.
-Berorientasi pada keuntungan.
-Hubungan dalam bentuk kreditur
dan debitur.
-Menghimpun dana pengeluaran dana
tidaak diatur dewan sejenis.
B. Persamaan bank syariah dan bank konvensional
Meski secara prinsip operasi bank syariah jelas berbeda dengan bank konvensional
keduanya memiliki persamaan misalnya;
Sama-sama menjalankan fungsi bank (menghimpun dana, mengelola, dan
mengeluarkan dana).
Memiliki Pegawai laki-laki dan permpuan
Sama-sama memiliki pegawai yang paham maupun yang awam terhadap agama islam
Harus patuh pada UU perbankan dan perturan bank Indonesia.
Pengertian Bai’al-Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih dulu memberitahukan harga pokok
yang ia beli ditambah keuntungan yang diinginkannya.
D . Bai’as-Salam
Bai’as-salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayaran
dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih dulu jenis, kualitas dan
jumlah barang dan hukum awal pembayaran harus dalam bentuk uang.
E . Bai’al Istishna’
Bai’ Al istishna’ merupakan bentuk khusus dari akad Bai’assalam, oleh karena itu ketentuan dalam
Bai` Al istishna’ mengikuti ketentuan dan aturan Bai’as-salam. Pengertian Bai’ Al istishna’ adalah
kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen (pembuat barang).
F . Al-Ijarah (Leasing)
Pengertian Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas ba rang atau jasa, melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Dalam praktiknya
kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan leasing, baik untuk kegiatan operating lease maupun financial
lease.
G . Al-Wakalah (Amanat)
Wakalah atau wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau pemberian mandat dari satu pihak
kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah disepakati oleh si pemberi
mandat.
H . Al-Kafalah (Garansi)
Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi
kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai pengalihan tanggung
jawab dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia perbankan dapat di lakukan dalam hal
pembiayaan dengan jaminan seseorang.
I . Al-Hawalah
Al-Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib
menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu pihak kepada lain pi hak.
Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan kegiatan anjak piutang atau factoring.
J . Ar-Rahn
Ar-Rahn merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti jaminan utang atau gadai.
BAB IV PENGERTIAN DAN KONSEP WADIAH
A. pengertian wadi’ah
Kata wadi’ah berasal dari wada asy syai-a,yaitu meninggalkan sesuatu. Sesuatu yang orang
tinggalkan pada orang lain agar dijaga disebut wadi’ah.
B. Dasar hukum wadiah
Dasar hukum al-wadiah ini dapatditemukan dalam Alqur’an dan Sunnah Nabi. Dalam
Alqur’an ditegaskan ,”sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya…. “(QS.AN-Nisa/:58.dan “sebagian kamu mempercayai sebagian
yang lain ,maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya(utangnya)…”(QS.Al-
Baqarah:283).
C. Syarat Wadiah
1. Orang Yang Berakad
Adalah Muwadi Sebagai Orang Yang menitipkan Barangnya dan Mustaudah Sebagai
Orang yang di titip barang (Penerima Barng) orang Yang berakad hendaklah orang yg
sehat di antaranya yaitu:
Baligh
Beakal
Kemauan sendirian,tanpa di paksa
2. Barang titipan
Barang Yang dititpkan Harus Jelas dan dapat dipegang atau dikuasai
3. Sighah (Akad)
Syarat Sighah yaitu kedua belah pihak melepaksak akhad yaitu orang yang menitipkan
(Muwadi dan orang yang di beri titipan.
D. Rukun wadi’ah
berpendapat bahwa rukun wadi’ah adalah ijab dan Kabul. Sedangkan menurut jumhur
ulama rukun wadiah ada 4, yaitu:
1. Muwaddi ( orang yang menitipkan )
2. Wadi’I ( orang yang dititipi barang )
Wadiah Yad Amanah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima (Wadi’i) tidak
diperkenankan penggunaan barang/uang dari si penitip (Muwaddi) tersebut dan tidak
bertanggung jawab atas kerusakan atau kelalaian yang bukan disebabkan oleh kelalaian si
penerima titipan (Wadi’i). Dan sebagai gantinya si penitip (Muwaddi) wajib untuk
membayar kepada orang yang dititipi (Wadi’i), namun boleh juga untuk tidak membayar
asalkan orang yang dititipi tidak merasa keberatan dan menganggapnya sedekah. Akad
penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan
barang/uang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan
barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima titipan.
Ketentuan pokok pada operasional wadi’ah yad al-amanah antara lain :
a. Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh
penerima titipan;
b. Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan
berkewajibanuntuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh
memanfaatkannyaMengingat barang atau harta yang dititipkan tidak boleh
dimanfaatkan oleh penerima titipan.
2. Syarat Sahih
Syarat yang shahih (dibenarkan) yaitu syarat yang tidak menyelisihi tuntutan akad dan tidak
pula maksudnya serta memiliki maslahat untuk akad tersebut. Contohnya Pemilik modal
mensyaratkan kepada pengelola tidak membawa pergi harta tersebut keluar negeri atau
membawanya keluar negeri atau melakukan perniagaannya khusus dinegeri tertentu atau
jenis tertentu yang gampang didapatkan. Maka syarat-syarat ini dibenarkan menurut
kesepakatan para ulama dan wajib dipenuhi, karena ada kemaslahatannya dan tidak
menyelisihi tuntutan dan maksud akad perjanjian mudharabah.
E. Ketentuan-Ketentuan Dalam Mudharabah
1. Modal mudharabah harus berupa mata uang penuh yang ditentukan sewaktu akad dan
diserahkan kepada pihak pengusaha setelah selesai ijab sesuai dengan yang telah
disepakati.
2. Pembagian keuntungan tidak sah jika hanya dilakukan sebelah pihak.
3. Dasar dari pembiayaan mudharabah adalah modal berasal dari pihak pemodal sedang kerja
dilakukan oleh pihak pengusaha.
4. ika dalam usaha megalami kerugian maka kerugian ditanggung oleh pihak
pemodal.sedangkan pihak pengusaha menanggung kerugian berupa tidak mendapatkannya
hasil jerih payah selama usaha itu berjalan.
5. Mudharabah dapat dibubarkan oleh pemilik modal pada waktu kapanpun sebelum usaha
tersebut dimulai.
6. Usaha yang dijalankan harus halal.
7. Mudharabah harus dilakukan oleh dua pihak dan disahkan oleh hokum yang berlaku.
8. Dilarang mencampur adukan harta mudharabah dengan harta pribadi atau harta lainnya.
9. Perjanjian mudharabah selesai dengan jangka waktu yang telah disepakati atau
meninggalnya salah satu pihak.
10. Jika terjadi pembatalan maka modal dan untung harus dikembalikan kepada pemodal, dan
pengusaha berhak menuntut upah atas usaha yang sudah dijalankan.
11. Jika terjadi suatu kerusakan maka kerusakan tersebut dapat diganti dari keuntungan yang
sudah ada.
F. Rukun Mudharabah
Contoh konsep pelaksanaan Ijarah . Mu’jir dan Musta’jir, yaitu orang yang melakukan
akad sewa-menyewa atau upah-mengupah. Mu’jir adalah yang memberikan upah yang
menyewakan, Musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan
yang menyewa sesuatu, disyaratkan bagi Mu’jir dan Musta’jir adalah baligh, berakal,
cakap melakukan tasharruf (mengendalikan harta), dan saling meridhai.Bagi orang yang
berakad ijarah juga disyarat mengetahui manfaat barang yang diakadkan dengan
sempurna sehingga dapat mencegah terjadinya perselisihan. Shighat ijab kabul antar
Mu’jir dan Musta’jir, ijab kabul sewa-menyewa dan upah-mengupah, ijab kabul sewa-
menyewa misalnya: “Aku sewakan mobil ini kepadamu setiap hari Rp 5.000,00”, maka
musta’jir menjawab “Aku terima sewa mobil tersebut dengan harga demikian setiap
hari”. Ijab kabul upah mengupah misalnya seseorang berkata, “Kuserahkan kebun ini
kepada mu untuk dicangkuli dengan upah setiap hari Rp5.000,00”, kemudian Musta’jir
menjawab “Aku akan kerjakan pekerjaan itu sesuai dengan apa yang engkau
ucapkan”.Ujrah, disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik dalam
sewa-menyewa maupun upah-mengupah. Barang yang disewakan atau sesuatau yang
dikerjakan dalam upah-mengupah, disyaratkan pada barang yang disewakan dengan
beberapa syarat yaitu. Hendaklah barang yang menjadi objek akad sewa-menyewa dan
upah mengupah dapat diamfaatkan kegunaannya.Hendaklah benda yang menjadi objek
sewa-menyewa dan upah-mengupah dapat diserahkan kepada penyewa dan pekerja
berikut kegunaannya (khusus dalam sewa-menyewa). Manfaat dari benda yang
disewakan adalah perkara yang mubah (boleh) menurut syara’ bukan hal yang dilarang
(diharamkan). Benda yang disewakan disyaratkan kekal ‘ain(zat)-nya hingga waktu yang
ditentukan menurut perjanjian dalam akad.