Anda di halaman 1dari 5

UTS PERBANKAN SYARIAH

NAMA : NIDA KAMALIA


NIM : 2112130134
PRODI/KELAS : HES/4C
MATKUL : PERBANKAN SYARIAH
DOSEN PENGAMPU : Dr. Muzalifah, S.Pd.I., M.S.I

Soal

Terdapat beberapa perbankan syariah yang ada di Indonesia, diantaranya: Bank Syariah Indonesia,
Bank Muamalat Indonesia, Bank Mega Syariah, Bank Aladin Syariah, Bank Victoria Syariah. Dari
beberapa bank syariah tersebut, jelaskan:
1. Apa yang menjadi dasar hukum berdirinya bank syariah tersebut di atas?
2. Jenis produk dan jasa yang di tawarkan pada perbankan syariah tersebut?
3. Jenis akad dan dasar hukum di dilaksanakan akad tersebut oleh perbankan syariah tersebut?
4. Pihak yang mengawasi operasional pada perbankan syariah tersebut (internal dan eksternal)?
5. Apakah perbankan tersebut terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS)?

Jawab

1. Yang menjadi dasar hukum berdirinya BMI adalah UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan. Secara substansi, UU ini merupakan peraturan perbankan nasional yang
muatannya lebih banyak mengatur bank konvesional dibandingkan bank syariah. Tidak
banyak pasal yang mengatur tentang bank syariah dalam UU ini. Kata ‘bank syariah’ juga
tidak disebutkan secara eksplisit. UU ini hanya menyatakan bahwa bank boleh beroperasi
berdasarkan prinsip pembagian hasil keuntungan atau prinsip bagi hasil (profit sharing)
(lihat Pasal 1 butir 12 & Pasal 6 huruf m). Tidak disebutkannya kata ‘syariah’ atau ‘Islam’
secara eksplisit dalam UU ini disebabkan, menurut Sutan Remy Sjahdeini, masih tidak
kondusifnya situasi politik pada saat itu. Pemerintah masih ‘alergi’ dengan penggunaan
kata ‘syariah’ atau ‘Islam’.
2. Berikut adalah produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dinikmati dan
dimanfaatkan oleh masyarakat umum diantaranya adalah :
Tabungan Syariah
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya melalui beberapa ketentuan yang
sudah dijelaskan oleh pihak bank pada nasabah. Sarana penarikannya bisa menggunakan
buku tabungan, ATM, slip penarikan dan juga melalui metode canggih lain misalnya internet
banking. Ciri khas tabungan syariah adalah menerapkan akad wadi’ah, yang artinya
tabungan yang kita simpan tidak mendapatkan keuntungan karena cuma dititip, tidak ada
bunga yang diterima oleh nasabah akan tetapi bank memberikan hadiah atau bonus kepada
nasabah.
Deposito Syariah
Deposito banyak dipilih oleh masyarakat untuk berinvestasi, selain mudah,
keuntungan yang didapatkan juga lebih tinggi dari tabungan biasa. Depositoadalahproduk
simpanan di bank yang penyetorannya maupun penarikannya hanya bisa dilakukan pada
waktu tertentu saja karena bank membutuhkan waktu untuk melakukan investasi. Bisnis atau
investasi yang dijalankan oleh bank tersebut harus masuk kategori halal menurut hukum
islam. Tenor atau jangka waktu yang ditawarkan sama dengan deposito konvensional, antara
1 hingga 24 bulan.
Deposito syariah menggunakan akad mudharabah artinya tabungan dengan sistem
bagi hasil (nisbah) antara nasabah dan bank. Keuntungan deposito dengan akad
mudharabah ini biasanya memakai perbandingan 60 : 40 untuk nasabah dan bank. Makin
besar untung yang bank dapat, makin besar untung yang diperoleh oleh nasabah, demikian
pula jika keuntungan yang diperoleh bank sedikit maka nasabah akan mendapat keuntungan
yang sedikit pula dengan kata lain, keuntungan muncul bersama risiko.
Gadai Syariah (Rahn)
Akad gadai syariah yang dipraktikkan pada PT. Pegadaian adalah meminjamkan
uang kepada nasabah dengan jaminan harta yang bernilai dan dapat dijual. Uang yang
dipinjamkan adalah murni tanpa bunga. Namun nasabah (rahin) wajib menyerahkan barang
jaminan (marhum) untuk kepentingan sebagai alat pembayaran utang manakala pemberi
gadai tidak dapat membayar utang saat jatuh tempo yang telah disepakati.
Dalam praktiknya, barang jaminan akan dijual untuk menutupi utang manakala
pemberi gadai telah dikonfirmasi. Jika barang gadai telah dijual sesuai dengan harga
pasaran maka penerima gadai hanya mengambil sesuai dengan nilai hutangnya dan
lebihnya dikembalikan kepada penggadai.

Giro Syariah
Salah satu produk perbankan syariah yang termasuk ke dalam
konsep wadiah (titipan) adalah giro. Secara umum yang dimaksud dengan giro adalah
simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet
giro, sarana perintah bayar lainnya atau dengan pemindahbukuan. Adapun yang dimaksud
dengan giro syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam
hal ini, Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa giro yang
dibenarkan syariah adalah giro berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
Akad mudharabah pada giro syariah adalah akad kerjasama antara nasabah sebagai
penyimpan dana (shahibul maal) sedang bank syariah sebagai pihak yang mengelola dana
(mudharib). Ketentuan Giro Syariah menggunakan akad mudharabah adalah sebagai berikut:

1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana,

dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.

2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam

usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya,

termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.

3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan

piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan

dalam akad pembukaan rekening.

5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional giro dengan menggunakan

nisbah keuntungan yang menjadi haknya.

6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa

persetujuan yang bersangkutan.

Sedangkan, Giro Syariah dengan akad wadiah adalah akad titipan dana dari nasabah
kepada bank syariah, dimana bank syariah dapat mengelola dana tersebut tanpa harus
memberikan imbalan kepada nasabah jika mendapat keuntungan. Giro syariah dengan akad
wadiah mengikuti ketentuan sebagai berikut :

1. Bersifat titipan.

2. Titipan bisa diambil kapan saja (on call).

3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (athaya)

yang bersifat sukarela dari pihak bank.

Dalam prakteknya sebagian besar bank syariah menggunakan akad wadiah pada
produk giro. Sebab kebutuhan nasabah membuka giro adalah untuk kelancaran dan
kemudahan dalam bertransaksi, bukan untuk mencari keuntungan. Sedang akad mudharabah
bisanya digunakan untuk akad investasi untuk mencari keuntungan.

Pembiayaan Syariah (Ijarah)


Leasing sudah sangat familiar dalam kehidupan kita sehari-hari karena sudah
banyak masyarakat yang menggunakan jasa layanan tersebut, contohnya dalam pembelian
mobil, motor atau benda berharga lainnya. Sewa guna usaha (leasing) pada awalnya di kenal
di Amerika Serikat, yaitu berasal dari kata lease yang berarti menyewa. Sedangkan dalam
ekonomi Islam istilah yang berkaitan dengan leasing adalah Ijarah (al ijarah) yang berasal dari
kata al ajru yang berarti al iwadhu (ganti). Berdasar SK Menteri Keuangan
No.1169/KMK.01/1991 tanggal 21 November 1991, sewa guna usaha adalah kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan
menggunakan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi
(operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara berkala.

3. Berikut penjelasan mengenai jenis akad bank syariah dan contohnya:

Akad Sosial (Tabarru)


Akad sosial atau tabarru adalah akad yang dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolong-
menolong dengan mengharap pahala dari Allah SWT.
Beberapa akad yang termasuk kategori akad sosial adalah:

Pinjaman (Qardh)

Qardh adalah akad pinjaman dana kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah
wajib mengembalikan dana yang diterimanya tanpa menambahkan imbalan, pada waktu
yang telah disepakati.

Titipan (Wadiah)

Wadiah merupakan akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai
barang atau uang dan pihak yang diberi kepercayaan.

Tujuan dari akad wadiah adalah untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan
barang atau uang. Pada bank syariah, tabungan dengan akad wadiah adalah tabungan
yang tujuan utamanya adalah menyimpan dana.

Wakaf

Wakaf adalah suatu kegiatan melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif.
Harta yang diwakafkan tersebut disalurkan kepada penerima wakaf sebagai sedekah
yang mengikat.

Akad Komersial (Tijarah)

Akad komersial atau tijarah adalah akad atau perjanjian yang dilakukan saat hendak
melaksanakan transaksi ekonomi.

Dasar hukum tentang akad dijelaskan dalam Al-Quran sebagaimana Allah berfirman dalam
QS.AL-MAIDAH (5:1) QS. AL-ISRA (17:34). Yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali
yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu
sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-
Nya.”

4. Perbankan syariah saat ini diawasi oleh lembaga keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Tetapi peran OJK akan pengawasan perbankan
syariah terbatas dan membutuhkan peran dari pengawas lainnya yaitu Dewan Pengawas
Syariah (DPS). Dewan Pengawas Syariah (DPS)
DPS berperan sebagai pengawas dari lembaga keuangan syariah yang mengawasi setiap
operasional kegiatan pebankan syariah baik itu bank syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah
dan lain-lain, sehingga semua lembaga keuangan syariah dapat berjalan sesuai dengan tuntutan
syariat Islam.

5. DPS wajib dibentuk di bank syariah dan bank umum konvensional yang memiliki unit usaha

syariah maupun bank perkreditan rakyat syariah.


Berdasarkan hukum, DPS diangkat berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atas

rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dalam kegiatannya, DPS akan mengawasi sistem

manajemen, produk yang dipasarkan, dan pengelolaan dana serta kebijakan investasi lembaga

tersebut.Menurut Otoritas Jasa keuangan (OJK) fungsi pengawasan perbankan syariah dibentuk dengan

memperhatikan prinsip kehati-hatian serta tata kelola yang baik. Hal ini untuk menjamin mekanisme

pemenuhan kepatuhan syariah. Lebih jauh, aturan DPS ditetapkan Undang-undang No. 21 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah.

Anda mungkin juga menyukai