Anda di halaman 1dari 17

PEMBERDAYAAN UMKM MELALUI PEMBIAYAAN

DENGAN PRINSIP BAGI HASIL


OLEH LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Rizki Tri Anugrah Bhakti

Fakultas hukum Universitas Putra Batam


Jl. R. Soeprapto, Muka Kuning, Batam
Email: rizki.tri.ab@gmail.com

Abstract
This journal writing based on the ability of MSMEs to absorb labor in Indonesia which is
quitelarge, as many as 97.3% of the total labor. The role of MSMEs due to have difficulties
some factors, one of the factor is capital issues. To fact Syariah financial institution with the
profit sharing principal to be expected become ideal solution. Based on those phenomenon it is
necessary to some assessment on few point area, first: implementation of financing on Syariah
financial institution in the Malang City related to the profit sharing principal which become
ideal solutions for MSMEs. Second; some factors that become the barrier on implementation
of Syariah financial institution in Malang City related to profit sharing principal and the Third;
related some solutions to overcome the barrier factors on the implementation at Shariah
financial institution in Malang City concerning exact profit sharing principal.
Key words: empowerment, micro small and medium enterprises (MSMEs), profit sharing,
syariah financial institution

Abstrak
Penulisan jurnal ini dilatarbelakangi kemampuan UMKM dalam menyerap tenaga kerja di
Indonesia cukup besar, yaitu sebanyak 97,3% dari total angkatan kerja yang bekerja. Peran
UMKM tersebut dalam kenyataannya terkendala oleh beberapa hal, diantaranya adalah
permasalahan modal. Di sinilah lembaga keuangan syariah dengan pembiayaan berprinsip
bagi hasil diharapkan menjadi solusi yang ideal. Mengamati fenomena yang demikian maka
perlu dikaji mengenai beberapa hal, pertama pelaksanaan pembiayaan pada lembaga keuangan
syariah di Kota Malang berkenaan dengan prinsip bagi hasil yang dirasa sangat ideal bagi
UMKM. Kedua adalah berkenaan dengan faktor-faktor penghambat pelaksanaan pembiayaan
pada lembaga keuangan syariah di Kota Malang berkenaan dengan prinsip bagi hasil, dan ketiga
adalah berkaitan dengan solusi mengatasi faktor-faktor penghambat penghambat pelaksanaan
pembiayaan pada lembaga keuangan syariah di Kota Malang berkenaan dengan prinsip bagi
hasil yang dirasa sangat ideal tersebut.
Kata kunci: pemberdayaan, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), bagi hasil, lembaga
keuangan syariah

121
122 ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 1, April 2013, Halaman 1-151

Latar Belakang dengan berdasarkan prinsip syariah, selain


Kemampuan usaha mikro, kecil, dan lembaga keuangan konvensional yang telah
menengah (yang selanjutnya disebut UMKM) berdiri selama ini. Lembaga keuangan syariah
dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia tersebut diantaranya adalah bank syariah dan
cukup besar, yaitu sebanyak 97,3% dari Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau lembaga
total angkatan kerja yang bekerja.1 Data keuangan mikro syariah. Bila pada perbankan
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konvensional hanya terdapat satu prinsip
jumlah UMKM di Indonesia tahun 2008 yaitu bunga, maka pada lembaga keuangan
adalah lebih dari 51.000.000 (lima puluh syariah terdapat pilihan prinsip yang dapat
satu juta) unit, dan merupakan unit usaha disesuaikan dengan kebutuhan nasabah, yaitu
terbesar dari total unit usaha yang ada. Ini prinsip bagi hasil, prinsip jual beli, prinsip
menandakan bahwa UMKM memiliki peran sewa, dan prinsip jasa. Salah satu prinsip
yang penting terutama dalam memperluas yang tepat diperuntukkan bagi pemberdayaan
lapangan kerja, meningkatkan pendapatan UMKM adalah prinsip bagi hasil. Secara
masyarakat sehingga dapat menjadi penggerak umum prinsip bagi hasil dapat dilakukan dalam
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. empat akad, yaitu mudharabah, musyarakah,
Keterbatasan modal merupakan muzara’ah, dan musaqah. Namun dalam
permasalah yang umum dihadapi oleh praktiknya akad yang paling banyak dipakai
UMKM, hal ini akan menyebabkan ruang adalah mudharabah dan musyarakah.
gerak UMKM semakin sempit,2 misalnya Pembiayaan dengan akad mudharabah
mengalami kesulitan dalam mengembangkan dan musyarakah pada dasarnya merupakan
usahanya dikarenakan tidak mampu memenuhi pembiayaan yang sempurna, hal ini
pesanan dari konsumen. Bila hal tersebut dikarenakan pada pembiayaan tersebut
tidak teratasi maka dapat dimungkinkan digunakan prinsip bagi hasil keuntungan
usaha menciptakan lapangan pekerjaan akan (profit sharing).3 Selain menggunakan prinsip
kembali sulit diupayakan. bagi hasil keuntungan (profit sharing), hal
Lembaga keuangan syariah hadir sebagai lain yang membuat ideal adalah adanya
wujud perkembangan aspirasi masyarakat pembagian kerugian (loss sharing). Kerugian
yang menginginkan kegiatan perekonomian pada pembiayaan dengan akad mudharabah

1 Bank Indonesia, Buku Kajian Akademik Pemeringkat Kredit Bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah di
Indonesia, www.bi.go.id, diakses 8 Pebruari 2013 pukul 11.35 WIB.
2 Suara Merdeka, 31 Desember 2012, Bank Syariah dan Industri Kreatif. Suara Merdeka, 8 November 2012,
Pertumbuhan Perbankan Syariah Belum Optimal, Republika, 27 Oktober 2011, Pertumbuhan Perbankan
Syariah Belum Optimal, Kompas, 3 Januari 2010, Keterbatasan UKM Dalam Meraih Pembiayaan Bank
Syariah.
3 Burhanuddin S., Hukum Bisnis Syariah, UII Press, Yogyakarta, 2011, hlm. 125.
Rizki Tri Anugrah Bhakti, Pemberdayaan UMKM Melalui Pembiayaan dengan... 123

akan ditanggung sepenuhnya oleh bank, yang disepakati dan risiko akan ditanggung
kecuali bila nasabah melakukan kelalaian dan sesuai porsi kerjasama.
kesengajaan yang menyebabkan dialaminya Prosentase pemberian pembiayaan dengan
kerugian. Kerugian pada pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, baik mudharabah maupun
akad musyarakah akan dihitung sesuai dengan musyarakah dalam praktiknya masih lebih
porsi modal masing-masing pihak, yaitu pihak kecil bila dibandingkan dengan pembiayaan
bank dan nasabah. Pada dasarnya dengan lain yang juga ditawarkan oleh perbankan
prinsip bagi kerugian (loss sharing) ini, syariah. Misalnya saja bila dibandingkan
maka kedua pihak yaitu pihak nasabah dan dengan pembiayaan murabahah yaitu
pihak bank akan berusaha untuk menghindari pembiayaan dengan prinsip jual beli. Pada
terjadinya kerugian tersebut. pembiayaan murabahah bank menyediakan
Pada pembiayaan mudharabah, bank dana atau tagihan untuk transaksi jual beli
bertindak sebagai shahibul maal yang barang sebesar harga pokok ditambah margin
menyediakan dana secara penuh dan nasabah atau keuntungan berdasarkan kesepakatan
bertindak sebagai mudharib yang mengelola dengan nasabah.
dana dalam kegiatan usaha. Pembiayaan Kecilnya porsi pembiayaan dengan
mudharabah ini memiliki karakter yang prinsip bagi hasil muncul disebabkan karena
berbeda dengan kredit yang diberikan beberapa persoalan, misalnya pembiayaan
oleh bank konvensional, karakter tersebut dengan prinsip bagi hasil sangat berisiko
adalah adanya keadilan dan kebersamaan dan membutuhkan transparansi informasi
yang merupakan semangat dari perbankan juga kepercayaan tinggi antara pemilik
syariah. Hal ini dapat terlihat dari pembagian modal (shahibul maal) dan pengelola usaha
keuntungan dan kerugian di antara bank (mudarib), usaha mikro kecil sering dianggap
dengan nasabah pengelola dana. Keuntungan sebagai unit usaha yang oleh perbankan
akan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang sering disebut sebagai unit usaha yang tidak
tertuang dalam akad, sedangkan kerugian bankable, kebijakan perbankan itu sendiri,
akan ditanggung oleh bank kecuali jika pihak hingga perilaku masyarakat yang kurang
nasabah pengelola dana melakukan kesalahan menempatkan faktor kejujuran ketika
yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian. mendapatkan pembiayaan dengan prinsip
Pada pembiayaan musyarakah maka terjadi bagi hasil.
percampuran dana antara dua pihak atau lebih Kota Malang dengan penduduk yang bukan
untuk melakukan usaha tertentu yang halal hanya dihuni oleh penduduk asli namun juga
dan produktif dengan kesepakatan bahwa pendatang, memiliki potensi yang sangat baik
keuntungan akan dibagi sesuai dengan nisbah terhadap perkembangan UMKM.4 Tercatat

4 Data statistik Dinas Koperasi dan Usaha kecil dan Menengah Kota Malang Tahun 2011.
124 ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 1, April 2013, Halaman 1-151

untuk jenis usaha handycraft, fashion dan keuangan, berupa penghimpunan dana,
makanan yang potensial sebagai oleh-oleh, menyalurkan, dan/atau jasa-jasa keuangan
jumlah UMKM adalah lebih kurang 63.000. Di lainnya. Lembaga ini memiliki fungsi
sinilah lembaga keuangan syariah diharapkan sangat penting, terutama sebagai lembaga
perannya mengingat perkembangan jumlah intermediasi diantara para pemilik modal
UMKM di kota Malang yang semakin dengan pihak lain yang membutuhkannya.
bertambah. Terlebih dengan adanya kebijakan Selain lembaga keuangan yang telah ada, maka
perbankan, berkaitan dengan adanya dalam perkembangannya hadir pula lembaga
Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/22/ keuangan yang dalam menjalankan usahanya
PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau berdasarnya prinsip syariah, disebut sebagai
Pembiayaan Oleh Bank Umum dan Bantuan Lembaga Keuangan Syariah. Kehadiran
Teknis Dalam Rangka Pengembangan lembaga keuangan inilah yang memfasilitasi
Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Pada arus peredaran uang, sehingga uang dari
Peraturan Bank Indonesia ini telah dengan masyarakat dapat dikumpulkan melalui
jelas disebutkan bahwa bank umum termasuk berbagai bentuk produk penghimpunan
bank syariah wajib memberikan kredit atau dana sebelum disalurkan kembali kepada
pembiayaan kepada UMKM dengan jumlah pihak yang membutuhkan dalam bentuk
kredit atau pembiayaan ditetapkan paling pembiayaan, baik yang bersifat sosial maupun
rendah 20% (dua puluh persen) dari total bisnis.
kredit atau pembiayaan yang dilakukan, Lembaga keuangan syariah pada
serta hadirnya undang-undang yang khusus penelitian ini difokuskan pada perbankan
menaungi lembaga keuangan mikro yaitu syariah dan Baitul Maal wat Tamwil (BMT).
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Menurut Ensiklopedi Islam, Bank Islam atau
Lembaga Keuangan Mikro, seperti halnya Bank Syari’ah adalah lembaga keuangan
Baitul Maal wat Tamwil (BMT). yang usaha pokoknya memberikan kredit
dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran
Pembahasan serta peredaran uang yang pengoperasiannya
Lembaga keuangan (financial institutions) sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah.6
adalah suatu perusahaan yang usahanya Berbeda dengan Baitul Maal wat Tamwil
bergerak di bidang jasa keuangan.5 Ini berarti (BMT) yaitu suatu lembaga yang terdiri
bahwa kegiatan yang dilakukan oleh lembaga dari dua istilah, yaitu baitul maal dan baitul
ini akan selalu berkaitan dengan bidang tamwil.7 Baitul maal lebih mengarah pada
5 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Rajawali Press, Jakarta, 1998, hlm. 2.
6 Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga yang Terkait, RajaGrafindo, Jakarta,
1996, hlm. 5.
7 Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis, Kencana,
Jakarta, 2010, hlm. 363.
Rizki Tri Anugrah Bhakti, Pemberdayaan UMKM Melalui Pembiayaan dengan... 125

usaha-usaha penghimpunan dan penyaluran merupakan sesuatu yang telah diharamkan


dana yang non profit, seperti zakat, infaq sehingga dilarang oleh agama. Keberadaan
dan shodaqoh. Adapun baitul tamwil sebagai perbankan konvensional dengan sistem bunga
usaha penghimpunan dan penyaluran dana merupakan bentuk riba, sehingga kemudian
komersial. Dahulu BMT merupakan salah timbul pemikiran mendirikan bank syariah
satu unit usaha pada sebuah koperasi yang yang bertujuan untuk menjauhkan umat dari
menginginkan salah satu unit usaha adalah praktik riba dalam kegiatan usaha perbankan.
jasa keuangan mikro dengan berprinsip Pelarangan riba telah diatur secara tegas
syariah. Saat ini dengan hadirnya Undang- di dalam Al-Qur’an, yaitu Surat Al-Baqarah
undang Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga ayat 275, 276, dan 278. Sebagaimana telah
Keuangan Mikro, maka BMT dapat berdiri diketahui bahwa kaidah hukum asal dalam
sendiri dengan badan hukum berbentuk syariah adalah ibadah dan muamalah. Ketika
koperasi. suatu transaksi baru muncul dan belum
BMT juga merupakan lembaga ekonomi dikenal sebelumnya dalam hukum Islam,
rakyat kecil yang berupaya mengembangkan maka transaksi tersebut dianggap dapat
usaha-usaha produktif dan investasi dalam diterima, kecuali terdapat implikasi dari dalil
rangka meningkatkan kegiatan ekonomi Al-Qur’an dan Al-Hadist yang melarangnya,
pengusaha kecil dengan berdasarkan prinsip baik secara eksplisit maupun implisit. Jadi
syariah dan prinsip koperasi.8 dalam bidang muamalah semua transaksi
Pendirian bank syariah dengan prinsip bagi dibolehkan kecuali yang diharamkan.
hasil sudah sejak lama dicita-citakan oleh umat Adanya pembedaan antara bank umum
Islam di Indonesia. Hal itu terungkap dalam yang kemudian dikenal sebagai bank umum
keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah konvensional dengan bank syariah adalah
yang diadakan di Sidoarjo, Jawa Timur pada pembedaan menurut kegiatan usahanya. Bank
tahun 1968. Dalam poin Nomor 4 diputuskan, umum konvensional melaksanakan kegiatan
Majelis Tarjih menyarankan kepada Pimpinan usahanya secara konvensional, sedangkan
Pusat Muhammadiyah untuk mengusahakan bank syariah melaksanakan kegiatan usahanya
terwujudnya konsepsi sistem perekonomian, dengan berdasarkan prinsip syariah.10 Pada
khususnya lembaga perbankan yang sesuai bank konvensional sesuai dengan Undang-
dengan kaidah Islam.9 undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana
Kaidah Islam yang dimaksud di atas telah diubah dengan Undang-undang Nomor
adalah adanya ketentuan hukum bahwa riba 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juga

8 Ahmad Hasan Ridwan, BMT dan Bank Islam Instrumen Lembaga Keuangan Syari`ah, Pustaka Bani
Quraisy, Bandung, 2004, hlm. 5.
9 Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm. 47.
10 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 153-155.
126 ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 1, April 2013, Halaman 1-151

diperbolehkan untuk melakukan dual banking yang mempunyai keahlian, keterampilan atau
system, yaitu di samping melaksanakan tenaga dalam melaksanakan unit-unit ekonomi
kegiatan usaha secara konvensional juga atau usaha.12 Prinsip bagi hasil secara umum
diperbolehkan membentuk Unit Usaha dapat dilakukan dalam 4 (empat) akad, yaitu
Syariah (UUS) yang dalam kegiatan usahanya musyarakah, mudharabah, muzara’ah, dan
berdasarkan prinsip syariah. Sebaliknya musaqah. Pada praktiknya, perbankan syariah
pada perbankan syariah terdapat larangan lebih banyak memakai akad musyarakah dan
untuk melakukan kegiatan usaha secara mudharabah.13
konvensional. Bentuk pembiayaan yang diharapkan
Fungsi utama perbankan seperti menerima mampu memberikan pemerataan
deposit, memberikan kredit atau pembiayaan kesejahteraan masyarakat adalah pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah dan melakukan mudharabah dan musyarakah dengan
jasa transfer keuangan, dan lain-lain prinsip bagi hasil (profit sharing).14
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Mudharabah merupakan skema yang
kehidupan umat Islam.11 Di dalam sejarah paling mendasar dalam memobilisasi
perekonomian umat Islam, pembiayaan yang sumber-sumber dana yaitu penggabungan
dilakukan dengan akad yang sesuai syariah antara pemilik dana dan pihak lain yang
telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam memiliki keterampilan menjalankan usaha.15
sejak zaman Rasulullah SAW. Bentuk akad Pembiayaan mudharabah memiliki filosofi
seperti menerima titipan, meminjamkan uang yaitu menyatukan modal (capital) dengan
dan pembiayaan usaha, serta melakukan tenaga kerja (skill dan entrepreneurship).
berbagai akad terkait dengan jasa keuangan Hal inilah yang tidak ditemukan pada sistem
sudah merupakan bagian dari kehidupan perbankan konvensional.16 Pada pembiayaan
muamalat saat itu. mudharabah bank bertindak sebagai shahibul
Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk maal yang menyediakan dana secara penuh
pembiayaan dengan prinsip bagi hasil dan nasabah bertindak sebagai mudharib yang
merupakan perwujudan nilai dasar dari sistem mengelola dana dalam kegiatan usaha, oleh
hukum ekonomi Islam, yaitu kerja sama antara karenanya maka pembiayaan mudharabah
pemilik modal atau uang dengan pengusaha ini sangat bermanfaat untuk memenuhi

11 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisa Fikih dan Keuangan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm.
18.
12 A.M. Saefuddin, Studi Sistem Ekonomi Islam, Media Dakwah, Jakarta, 1984, hlm. 19-105.
13 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press, Jakarta, 2001, hlm.
85.
14 Burhanuddin S, Op.cit.
15 Hirsanuddin, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Genta Press, Yogyakarta, 2008, hlm. 121.
16 Suhrawardi K. Lubis dan Farid Wajdi, Hukum Ekonomi Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 57.
Rizki Tri Anugrah Bhakti, Pemberdayaan UMKM Melalui Pembiayaan dengan... 127

kebutuhan permodalan usaha nasabah. berbeda dengan penyaluran dana oleh lembaga
Musyarakah adalah akad kerjasama atau keuangan konvensional yang dikenal dengan
percampuran antara dua pihak atau lebih sebutan kredit. Pada lembaga keuangan
untuk melakukan usaha tertentu yang halal syariah, ketentuan pembiayaan juga memiliki
dan produktif dengan kesepakatan bahwa kebijaksanaan yang berbeda-beda, bervariasi
keuntungan akan dibagi sesuai dengan nisbah dan tergantung pada kebutuhan di masyarakat.
yang disepakati dan risiko akan ditanggung Penelitian menunjukkan bahwa tidak
sesuai porsi kerjasama.17 Pada pembiayaan semua lembaga keuangan syariah di Kota
musyarakah bank sebagai shahibul maal Malang menerapkan pembiayaan dengan
memenuhi sebagian modal suatu usaha prinsip bagi hasil. Beberapa lembaga
mudharib berdasarkan persetujuan atau keuangan syariah bahkan menggunakan
kesepakatan. Bank dan mudharib masing- prinsip jual beli yaitu murabahah, padahal
masing bertindak sebagai mitra usaha, sebagaimana diketahui bahwa prinsip
mudharib bertindak sebagai pengelola usaha murabahah menerapkan margin keuntungan
dan bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta yang berarti bahwa bank meyakini bahwa
dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas usaha tersebut akan mendapatkan keuntungan
dan kewenangan yang disepakati. juga. Hal ini berbeda dengan prinsip bagi hasil
Dikeluarkannya Undang-undang Nomor yang memperhitungkan adanya kemungkinan
7 tahun 1992 sebagaimana diubah dengan terjadinya impas atau tidak didapatnya
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 keuntungan, bahkan terjadi kerugian.
tentang Perbankan, Undang-undang Nomor 21 Pada prinsip bagi hasil, diyakini bahwa
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, serta mudharib tidak mungkin berkeinginan untuk
adanya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 mendapatkan kerugian, baik kerugian tenaga,
tentang Lembaga Keuangan Mikro, membuka waktu, serta kesempatan untuk memperbesar
peluang dibukanya lembaga keuangan yang usahanya sehingga keuntungan yang didapat
dioperasikan berdasarkan pada prinsip-prinsip juga semakin besar.
Syari'ah, diantaranya perbankan syariah Penelitian juga menunjukkan bahwa
dan BMT. Dalam kegiatan operasionalnya, walaupun bank sebagai salah satu lembaga
baik bank syariah maupun BMT memiliki keuangan telah menerapkan prinsip bagi
kebijaksanaan yang berbeda-beda baik dalam hasil, namun dengan diterapkannya akad
hal penghimpunan dana maupun penyaluran musyarakah dalam memberikan pembiayaan
dana. kepada UMKM, maka berarti bank hanya
Penyaluran dana oleh lembaga keuangan bersifat memberikan tambahan modal saja
syariah dikenal dengan sebutan pembiayaan, atas suatu usaha yang sudah berjalan, belum

17 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Zikrul Hakim, Jakarta, 2004, hlm. 51.
128 ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 1, April 2013, Halaman 1-151

memberikan bantuan modal kepada nasabah bank meminta calon debitur menyediakan
yang memiliki kemampuan dan keterampilan jaminan berupa agunan yang nilainya minimal
namun tidak memiliki modal untuk memulai sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang
usaha. Sebagaimana diketahui bahwa UMKM diberikan kepadanya. Jaminan ini biasanya
di Malang bukan hanya yang bergerak di bidang berupa sertifikat hak kepemilikan tanah dan
industri yang membutuhkan bantuan modal, bangunan serta hak kepemilikan kendaraan
namun dengan besarnya jumlah penduduk bermotor.
maka yang berpotensi untuk diberdayakan Setelah melakukan analisis menggunakan
juga adalah para pedagang kaki lima, misalnya prinsip 5’Cs di atas dan diputuskan bahwa
saja penjual makanan, minuman, kebutuhan nasabah tersebut layak untuk diberikan
pokok, dan lain sebagainya. pembiayaan, maka bank akan membuat suatu
Pemberian pembiayaan dengan prinsip akad (perjanjian). Akad pembiayaan harus
bagi hasil kepada UMKM menggunakan dibuat tertulis dengan memperhatikan rukun
prosedur umum pembiayaan, mulai dari dan syarat-syarat sesuai dengan hukum Islam.
pengajuan, analisis kelayakan, pembuatan Prosedur umum pengajuan pembiayaan
akad (perjanjian), dan pengawasan. Pengajuan mulai dari pengajuan permohonan hingga
disertai dengan penyertaan dokumen- pengawasan oleh bank, merupakan upaya
dokumen yang diperlukan, terlebih karena bagi bank dalam menghindari risiko
pemberian pembiayaan adalah kepada suatu kemacetan. Sebagaimana dikatakan oleh
badan hukum. Selanjutnya dilakukan analisis Sutan Remy Sjahdeini bahwa setiap kredit
kelayakan usaha, dalam hal ini bank akan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
menerapkan prinsip 5’Cs yaitu: Character yang akan disalurkan pada nasabah tidak akan
(penilaian watak/kepribadian), Chapacity lepas dari tahapan proses pemberian kredit
(penilaian kemampuan), Capital (penilaian atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
modal), Condition of Economy (penilaian tahapan tersebut antara lain: (a) Tahap
terhadap keadaan pasar), dan Collateral sebelum pemberian kredit atau pembiayaan
(penilaian jaminan). Selain prinsip 5’Cs, berdasarkan prinsip syariah diputuskan oleh
terdapat juga prinsip lain yang digunakan bank, yaitu tahap bank mempertimbangkan
dalam melakukan analisa kelayakan, yaitu: permohonan kredit atau pembiayaan
Party, Purpose, Payment, Profitability, berdasarkan prinsip syariah calon debitur,
Protection. Ada juga prinsip 3R, yaitu: ini disebut tahap analisa kredit. (b) Tahap
Returns, Repayment, serta Risk Bearing setelah kredit atau pembiayaan berdasarkan

Ability. prinsip syariah diputuskan pemberiannya

Bentuk antisipasi agar tidak terjadi oleh bank dan kemudian penuangan

permasalahan di kemudian hari (macet), maka keputusan ke dalam perjanjian kredit atau
Rizki Tri Anugrah Bhakti, Pemberdayaan UMKM Melalui Pembiayaan dengan... 129

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah penilaian efektifitas hukum, yaitu: (a) hukum
serta dilaksanakannya pengikatan agunan atau peraturan itu sendiri (substansi hukum),
untuk kredit atau pembiayaan berdasarkan (b) mentalitas petugas yang menegakkan
prinsip syariah yang diberikan ini. Tahap ini (struktur hukum), (c) fasilitas yang diharapkan
disebut tahap dokumentasi kredit. (c) Tahap untuk mendukung pelaksanaan hukum, (d)
setelah perjanjian kredit atau pembiayaan kesadaran hukum dan budaya masyarakat
berdasarkan prinsip syariah ditandatangani (budaya hukum). Melalui instrument
oleh kedua belah pihak dan dokumentasi penilaian di atas, maka dapat diketahui
pengikatan agunan kredit atau pembiayaan faktor-faktor penghambat tersebut tersebut
berdasarkan prinsip syariah telah selesai antara lain: Pertama, hukum atau peraturan
dibuat serta selama kredit atau pembiayaan itu sendiri (substansi hukum), antara lain
berdasarkan prinsip syariah itu digunakan pelaksanaan prinsip kehati-hatian (prudential
oleh nasabah debitur sampai jangka waktu principle) yang diberlakukan perbankan.
kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Prinsip ini membuat bank konvensional
syariah belum berakhir. Tahap ini disebut maupun bank syariah melakukan kegiatan
tahap pengawasan dan pengamanan kredit usaha menghimpun dana dari masyarakat dan
atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. menyalurkannya kembali kepada masyarakat
(d) Tahap setelah kredit atau pembiayaan bertindak secara hati-hati, cermat, teliti dan
berdasarkan prinsip syariah bermasalah bijaksana guna meminimalisir kemungkinan
yaitu tahapan penyelamatan dan penagihan risiko yang kesemuanya adalah dalam
kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip rangka memberikan perlindungan terhadap
syariah.
18
dana masyarakat yang dipercayakan kepada
Tahap pertama sampai tahap ketiga lembaga perbankan, terlebih pada produk
adalah tahap preventif atau tahap pencegahan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil yang
bagi bank agar kredit atau pembiayaan bisa digunakan oleh UMKM dalam mengatasi
berdasarkan prinsip syariah tidak jadi permasalahan modal bagi usahanya, memiliki
bermasalah, sedangkan tahap keempat adalah risiko yang tinggi, yaitu diantaranya side
tahap represif setelah kredit atau pembiayaan streaming, yaitu nasabah menggunakan dana
berdasarkan prinsip syariah bermasalah. tersebut bukan seperti dalam kontrak, lalai dan
Kecilnya porsi pembiayaan oleh lembaga kesalahan yang disengaja, penyembunyian
keuangan syariah dengan prinsip bagi hasil
keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya
karena dihadapkan pada beberapa faktor.
tidak jujur.
Instrument yang digunakan dalam menemukan
Wujud kehati-hatian perbankan dikenal
faktor penghambat tersebut adalah instrument

18 Sutan Remy Sjahdeini, Pencegahan dan Penanggulangan Kredit Bermasalah, Makalah disajikan pada
perkuliahan Magister Hukum Universitas Surabaya, 1995, hlm. 81.
130 ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 1, April 2013, Halaman 1-151

dengan prinsip 5’Cs. Analisis di atas mengingat usaha mikro kecil berdiri dengan
dipergunakan oleh bank konvensional maupun modal yang tidak besar dan terbatas, bahkan
bank syariah sebelum kredit dikucurkan, hanya berbekal keahlian dan keterampilan
sehingga memberikan keyakinan kepada bank serta tekad yang besar karena melihat adanya
bahwa proyek yang akan dibiayai dengan peluang untuk berkembang.
kredit bank cukup layak (feasible).19 Bila memperhatikan Undang-undang
Prinsip kehati-hatian menimbulkan dua Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah
kondisi yaitu, pertama, collateral oriented dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 2008
(berorientasi pada agunan). Prinsip ini tentang Perbankan maka terdapat dua istilah
sebenarnya merupakan prinsip yang ada pada yang memiliki perbedaan arti, yaitu istilah
Undang-undang Nomor 14 tahun 1967 tentang jaminan dan agunan. Pasal 8 ayat 1 Undang-
Pokok-Pokok Perbankan yang saat ini sudah undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana
tidak berlaku lagi. Berdasarkan ketentuan diubah dengan Undang-undang Nomor 10
pasal tersebut, pemberian kredit hanya akan tahun 2008 tentang Perbankan menyatakan:
dilakukan oleh bank bila sebelumnya nasabah “Dalam memberikan kredit atau
debitur menyediakan jaminan. Bank dilarang pembiayaan berdasarkan prinsip
untuk memberikan kredit jika tidak disertai syariah, bank umum wajib
dengan jaminan karena jaminan merupakan mempunyai keyakinan berdasarkan
syarat utama agar pemberian kredit dicairkan. analisis yang mendalam atas itikad
Jaminan yang dimaksud disini adalah berupa dan kemampuan serta kesanggupan
jaminan kebendaan, yang dinamakan dengan nasabah debitur untuk melunasi
agunan. utangnya atau mengembalikan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 pembiayaan dimaksud sesuai dengan
sebagaimana diubah dengan Undang-undang yang diperjanjikan.”
Nomor 10 tahun 2008 tentang Perbankan, tidak
lagi menggunakan prinsip tersebut, bahkan Penjelasan atas Pasal 8 ayat 1 Undang-
pada dasarnya ingin mengubah orientasi bank undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana
dan ingin memberikan kelonggaran kepada diubah dengan Undang-undang Nomor 10
nasabah dalam hubungannya dengan kesulitan tahun 2008 tentang Perbankan menyatakan:
nasabah untuk dapat menyerahkan agunan. “Untuk mengurangi risiko tersebut,
Bagi usaha mikro kecil khususnya, kewajiban jaminan pemberian kredit atau
adanya jaminan tersebut tentu akan sangat pembiayaan berdasarkan prinsip
memberatkan, hal tersebut dapat dipahami syariah dalam arti keyakinan atas

19 Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, Ghalia Indonesia, Bogor, 2003, hlm. 91.
Rizki Tri Anugrah Bhakti, Pemberdayaan UMKM Melalui Pembiayaan dengan... 131

kemampuan dan kesanggupan Orientasi bank selama ini adalah


nasabah debitur untuk melunasi mewajibkan atau menjadi keharusan
kewajibannya sesuai dengan tersedianya agunan atas kredit atau
diperjanjikan merupakan faktor pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
penting yang harus diperhatikan oleh Padahal kewajiban adanya agunan tidak
bank. Untuk memperoleh keyakinan tercantum dalam Undang-undang Perbankan.
tersebut, sebelum memberikan Kedua, mentalitas petugas yang
kredit, bank harus melakukan menegakkan (struktur hukum) yaitu
penilaian yang saksama terhadap membuka peluang untuk bank membuat suatu
watak, kemampuan, modal, agunan self regulatory banking, yang berisi tentang
dan prospek usaha dari nasabah ketentuan intern bank dalam menjalankan
debitur. Mengingat bahwa agunan usahanya, walaupun tetap tidak diperbolehkan
sebagai salah satu unsur pemberian menyalahi ketentuan yang telah ditetapkan
kredit, maka apabila berdasarkan Bank Indonesia. Adanya self regulatory
unsur-unsur lain telah diperoleh banking tersebut tentu akan membuka peluang
keyakinan, agunan dapat hanya untuk bank dengan bebas membuat aturan
berupa barang, proyek, atau hak sesuai dengan keinginannya sendiri tanpa
tagih yang dibiayai dengan kredit memperhatikan bahwa ada pihak-pihak yang
yang bersangkutan” mungkin tidak memiliki kemampuan yang

Ketentuan tersebut bila dihubungkan sama.

dengan Penjelasannya menunjukkan bahwa Adanya kemampuan yang tidak sama

makna kata jaminan tidak sama dengan tersebut di atas misalnya saja dalam hal

makna kata agunan. Agunan hanyalah salah adanya jaminan. Jaminan di dalam hukum

satu unsur dalam pemberian kredit, sedangkan Islam dibagi menjadi dua, yaitu jaminan yang

jaminan berwujud keyakinan atas kemampuan berupa orang (personal guaranty) dan jaminan

dan kesanggupan nasabah debitur untuk yang berupa harta benda. Jaminan yang berupa

melunasi kewajibannya sesuai dengan yang orang dalam Islam disebut dengan kafalah,

diperjanjikan, namun dalam praktiknya, sedangkan jaminan yang berupa harta benda

yang dimaksud jaminan pemberian kredit dalam Islam disebut dengan rahn.

atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah Keberadaan jaminan (agunan) bagi

adalah agunan, dalam hal ini pada umumnya pembiayaan bagi hasil yang memang telah

berwujud benda tertentu yang bernilai diakui oleh Majelis Ulama Indonesia. Untuk

ekonomis guna dipakai sebagai pelunasan pembiayaan musyarakah diakui berdasarkan

kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 08/

syariah jika nasabah debitur wanprestasi. DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan


132 ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 1, April 2013, Halaman 1-151

Musyarakah. Pada angka 3 dinyatakan Mikro Kecil dan Menengah juga menyebutkan
bahwa pada prinsipnya dalam pembiayaan bahwa Pemerintah menumbuhkan iklim usaha
musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk dengan menetapkan peraturan perundang-
menghindari terjadinya penyimpangan, undangan dan kebijakan yang salah satunya
Lembaga Keuangan Syariah dapat meminta meliputi aspek pendanaan guna membantu
jaminan. Sedangkan untuk pembiayaan para pelaku UMKM untuk mendapatkan
mudharabah diakui berdasarkan Fatwa pembiayaan dan jasa/produk keuangan
Dewan Syariah Nasional No: 07/DSN-MUI/ lainnya yang disediakan oleh perbankan dan
IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah lembaga keuangan bukan bank, baik yang
(Qiradh). Pada angka 7 dinyatakan bahwa pada menggunakan sistem konvensional maupun
prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah syariah dengan jaminan yang disediakan
tidak ada jaminan, namun agar mudharib pemerintah.
tidak melakukan penyimpangan, Lembaga Ketiga, fasilitas yang diharapkan untuk
Keuangan Syariah dapat meminta jaminan mendukung pelaksanaan hukum, yaitu
dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan Sumber Daya Insani (SDI) juga menjadi
ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib permasalahan tersendiri bagi pihak bank.
terbukti melakukan pelanggaran terhadap Terlebih sistem perbankan syariah di
hal-hal yang telah disepakati bersama dalam Indonesia masih belum lama dikenal,
akad. sehingga lembaga akademik dan pelatihan
Hadirnya Peraturan Bank Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini menyebabkan
Nomor 14/22/PBI/2012 tentang Pemberian tenaga terdidik dan berpengalaman di bidang
Kredit atau Pembiayaan Oleh Bank Umum dan perbankan syariah kurang memadai, padahal
Bantuan Teknis Dalam Rangka Pengembangan keberhasilan pengembangan bank syariah
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), terutama dalam hal pengembangan UMKM
yang dalam Pasal 2 menyebutkan bahwa sangat ditentukan oleh kualitas manajemen
bank umum wajib memberikan kredit atau dan tingkat pengetahuan serta keterampilan
pembiayaan kepada UMKM dengan jumlah pengelola bank. Selain SDI yang belum
kredit atau pembiayaan ditetapkan paling memadai, faktor lain yang menjadi kendala
rendah 20% (dua puluh persen) yang dihitung adalah pengembangan jaringan kantor bank
berdasarkan rasio kredit atau pembiayaan syariah. Hal tersebut diperlukan dalam rangka
UMKM terhadap total kredit atau pembiayaan, perluasan jangkauan pelayanan kepada
seharusnya akan mampu meningkatkan masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa
jumlah pembiayaan khususnya bagi UMKM UMKM merupakan unit usaha yang tersebar
di Kota Malang. Terlebih di dalam Undang- hingga ke pelosok daerah, bukan hanya
undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha berada di tengah kota. Kurangnya jumlah
Rizki Tri Anugrah Bhakti, Pemberdayaan UMKM Melalui Pembiayaan dengan... 133

bank syariah hingga ke pelosok daerah sangat disebabkan karena bank tidak menginginkan
berbeda dengan jaringan bank konvensional risiko yang tinggi atas pembiayaan yang
yang jangkauannya sangat luas. Hal ini tentu diberikannya. Selain itu faktor kejujuran
berpengaruh terhadap kompetisi kualitas juga menjadi penghambat. Pada dasarnya
pelayanan dan inovasi produk perbankan hanya mudharib (pengelola usaha) saja yang
syariah itu sendiri. Dari hasil penelitian mengetahui secara pasti kondisi usahanya.
menunjukkan bahwa selain kredibilitas, maka Inilah yang kemudian menimbulkan suatu
kualitas pelayanan juga mempengaruhi pilihan kondisi yang disebut dengan asymmetric
masyarakat untuk bergabung pada suatu bank. information, yaitu kondisi dimana salah
Keempat, kesadaran hukum dan budaya satu pihak menguasai informasi lebih baik
masyarakat (budaya hukum), yaitu bahwa dibandingkan dengan pihak lainnya, atau
UMKM kurang menyadari pentingnya salah satu pihak tidak memiliki informasi yang
menjadi unit usaha yang bankable. Usaha sama dengan pihak lainnya. Bank sepenuhnya
yang bankable disini adalah usaha yang mempercayakan pengelolaan dananya kepada
layak untuk dibiayai. Beberapa kriteria untuk mudharib, termasuk mempercayakan laporan
menjadi usaha yang bankable antara lain keuntungan ataupun laporan kerugian. Bila
usaha tersebut berbadan hukum, memiliki mudharib menjunjung tinggi nilai kejujuran,
NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), memiliki maka mudharib tidak melakukan manipulasi
pencatatan keuangan yang baik (termasuk data keuangan. Kemungkinan terjadinya
di dalamnya invoice, tagihan, kwitansi, asymmetric information inilah yang kemudian
serta semua kertas atau dokumen yang menjadikan pembiayaan dengan prinsip
berhubungan dengan usaha), serta memiliki bagi hasilyang seharusnya menjadi produk
asset (bisa berupa mesin, kendaraan, tanah). unggulan pada perbankan syariah saat ini
Penelitian menemukan bahwa untuk menjadi hanya merupakan sebagian kecil saja dari
usaha yang bankable, kesadaran tersebut seluruh pembiayaan yang ada.20
masih sangat minim di masyarakat. Hal inilah Faktor-faktor penghambat di atas
yang kemudian membuat bank tidak secara sebenarnya dapat diatasi dengan
langsung memberikan pembiayaan kepada mengupayakan beberapa hal, antara lain:
UMKM, melainkan pemberian modal usaha pertama, perbaikan peraturan perbankan
tersebut secara tidak langsung baik dengan yaitu perlu disesuaikan agar bank dapat
pola executing maupun pola chanelling tetap dalam kondisi kesehatan yang baik
kepada koperasi atau lembaga keuangan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian,
mikro syariah yang ada. Hal tersebut namun tetap memperhatikan kondisi nasabah

20 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer, Gema Insani Press, Jakarta, 2001, hlm.
83.
134 ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 1, April 2013, Halaman 1-151

yang tidak selalu sama. Misalnya dalam hal akan meningkatkan efisiensi usaha serta
pembebanan jaminan yang terasa sangat meningkatkan kompetisi ke arah peningkatan
memberatkan UMKM yang terbatas terutama kualitas pelayanan dan mendorong inovasi
dalam hal asset. produk dan jasa perbankan syariah.
Kedua, bagi UMKM yang terkendala Keempat, meningkatkan pemahaman
dengan jaminan, maka dapat menjadi anggota masyarakat mengenai budaya kejujuran dan
pada suatu koperasi primer. Perbankan syariah produk pembiayaan bank syariah. Perilaku
dapat melakukan pembiayaan  dengan prinsip atau perangai masyarakat yang dikhawatirkan
syariah dalam bentuk modal kerja dalam hal oleh perbankan syariah tersebut di dalam
ini adalah pembiayaan dengan prinsip bagi sosiologi hukum telah disebutkan. Perilaku
hasil kepada koperasi primer untuk diteruskan tidak jujur masyarakat dalam objek kajian
kemudian pembiayaan tersebut diteruskan sosiologi hukum disebut dengan behavior,
kepada anggotanya.21 Selain itu bank yaitu merupakan kenyataan hukum di
syariah dapat bekerja sama dengan lembaga masyarakat yang terkadang terjadi tidak
keuangan mikro syariah yang segmentasi sesuai dengan apa yang diharapkan. Dalam
pembiayaannya ditujukan memang bagi usaha Islam, perilaku tersebut disebut dengan
mikro. akhlak. Akhlak atau sistem perilaku dapat
Ketiga, peningkatan kualitas dan kuantitas dipengaruhi oleh dua pendekatan, yaitu:22 (a)
SDI perbankan syariah. Bagi perbankan rangsangan, yaitu perilaku manusia terwujud
syariah, maka pengembangan SDI tidak karena adanya dorongan dari suatu keadaan.
hanya memerlukan pengetahuan yang luas di Pendekatan ini bisa dilakukan dengan cara
bidang perbankan, memahami implementasi terjun langsung di masyarakat, dengan
prinsip-prinsip syariah di dalam praktiknya, memberikan pelatihan-pelatihan mengenai
namun juga memiliki komitmen yang kuat pembukuan atau manajemen keuangan yang
untuk menerapkannya secara konsisten. Selain baik, melakukan tanya jawab atas prospek
itu pengembangan jaringan kantor maupun usaha yang sedang dijalankan sehingga akan
lembaga keuangan mikro. Pengembangan memberikan motivasi kepada para pengusaha
jaringan kantor bank syariah sangat tersebut untuk terus mengoptimalkan usaha.
diperlukan dalam rangka perluasan jangkauan (b) Kognitif, yaitu penyampaian informasi
pelayanan kepada masyarakat. Sebagaimana yang didasari oleh dalil-dalil yang benar.
pada perbankan konvensional yang memiliki Misalnya dalil Al-Qur’an dan Hadist.
jaringan kantor hingga ke pelosok daerah, Pendekatan ini dilakukan dengan menggelar
maka perbankan syariah diharapkan diskusi ataupun seminar mengenai pentingnya
memiliki jumlah jaringan yang luas sehingga mencari penghidupan yang lebih baik dengan

21 Ibid., hlm. 122.


22 Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 19-22.
Rizki Tri Anugrah Bhakti, Pemberdayaan UMKM Melalui Pembiayaan dengan... 135

usaha keras disertai kejujuran sebagaimana mengenai usaha yang akan dibiayai pada saat
yang disebutkan di dalam Al-Qur’an dan menyeleksi mudharib dan usahanya tersebut.
Hadist. Oleh sebab itu untuk meminimalisir risiko
Solusi lain dalam mengatasi masalah yang ada, bank menerapkan pola executing,
terjadinya kondisi asymmetric information yaitu melakukan pembiayaan mudharabah
yang menyebabkan pihak bank tidak tidak secara langsung kepada UMKM
mengetahui dengan pasti kondisi usaha melainkan memberikan pembiayaan tersebut
maupun kondisi keuangan dari mudharib kepada koperasi primer serta Baitul Maal wat
adalah dengan mencantumkannya ke dalam Tamwil (BMT).
salah satu klausul di dalam akad pembiayaan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan
bank. Menengah (UMKM) oleh lembaga keuangan
Perjanjian kredit bank dan perumusan syariah di Kota Malang terkendala oleh
klausul-klausul di dalamnya sangat tergantung beberapa hal, misalnya berkaitan dengan
dari kebutuhan calon debitur secara pribadi, prinsip kehati-hatian perbankan sebagaimana
dan bank harus dapat mengantisipasinya yang diamanatkan oleh undang-undang yaitu
dengan cepat.23 Hal ini berarti mudharib usaha yang tidak memiliki agunan maka
dan shahibul maal merupakan mitra dan dianggap tidak layak untuk mendapatkan
tidak ada satu pihak yang dirugikan. Untuk pembiayaan. Kekhawatiran terjadinya
itulah maka perjanjian kredit dibuat dengan asymmetric information yaitu pelaporan
sebelumnya dilakukan negosiasi diantara jumlah keuntungan yang tidak benar oleh
kedua belah pihak. Pihak bank dapat mudharib juga menyebabkan bank sangat
meminta dimasukkannya kondisi asymmetric berhati-hati dalam memberikan pembiayaan
information ke dalam salah satu klausul, yaitu dengan prinsip bagi hasil dalam jumlah
yang berkaitan dengan penipuan data. yang banyak dan cenderung memberikan
pembiayaan dengan prinsip yang lain yaitu jual
Simpulan beli karena dianggap lebih aman. Hal tersebut
Pemberdayaan UMKM melalui berkaitan juga dengan keterbatasan Sumber
pembiayaan dengan prinsip bagi hasil oleh Daya Insani yang dimiliki oleh perbankan
lembaga keuangan syariah di Kota Malang syariah. Usaha yang dijalankan oleh mudharib
masih terbentur pada risiko yang harus membutuhkan pengawasan oleh mereka yang
dihadapi. Risiko tersebut berkaitan dengan berkompeten di bidangnya, dan pengawasan
kesulitan bank sebagai shahibul maal inilah yang bisa meminimalisir terjadinya
mendapatkan informasi yang akurat mengenai asymmetric information antara shahibul maal
karakter nasabah pengelola (mudharib) dan dengan mudharib.

23 Johannes Ibrahim, Bank Sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif, Utomo, Bandung, 2004,
hlm. 116.
136 ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 1, April 2013, Halaman 1-151

Terhadap kendala yang ada maka para dengan salah satu pilihan pembiayaannya
pengusaha UMKM yang tidak bankable dapat adalah pembiayaan dengan prinsip bagi hasil.
menjadi anggota pada suatu koperasi primer

DAFTAR PUSTAKA

Buku
A.M. Saefuddin, 1984, Studi Sistem Ekonomi Kasmir, 1998, Bank dan Lembaga Keuangan
Islam, Media Dakwah, Jakarta. Lainnya, Rajawali Press, Jakarta.
Adiwarman A. Karim, 2004, Bank Islam: Lukman Dendawijaya, 2003, Manajemen
Analisa Fikih dan Keuangan, Perbankan, Ghalia Indonesia, Bogor.
RajaGrafindo Persada, Jakarta. Muhammad Syafi’i Antonio, 2001, Bank
Adiwarman A. Karim, 2001, Ekonomi Islam, Syariah: dari Teori ke Praktik, Gema
Suatu Kajian Kontemporer,Gema Insani Press, Jakarta.
Insani Press, Jakarta. Nurul Huda dan Mohamad Heykal, 2010,
Ahmad Hasan Ridwan, 2004, BMT dan Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan
Bank Islam Instrumen Lembaga Teoritis dan Praktis, Kencana, Jakarta.
Keuangan Syari`ah, Pustaka Bani Suhrawardi K. Lubis dan Farid Wajdi,
Quraisy, Bandung. 2012, Hukum Ekonomi Islam, Sinar
Burhanuddin S., 2011, Hukum Bisnis Grafika, Jakarta.
Syariah, UII Press, Yogyakarta. Suhrawardi K. Lubis, 2004, Hukum Ekonomi
Dinas Koperasi dan Usaha kecil dan Menengah Islam, Sinar Grafika, Jakarta.
Kota Malang, 2011, Data statistik Sunarto Zulkifli, 2004, Panduan Praktis
Dinas Koperasi dan Usaha kecil dan Transaksi Perbankan Syariah, Zikrul
Menengah Kota Malang Tahun 2011, Hakim, Jakarta.
Malang. Warkum Sumitro, 1996, Asas-asas
Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, 2012, Perbankan Islam dan Lembaga-
Hukum Perbankan, Sinar Grafika, lembaga yang terkait, RajaGrafindo
Jakarta. Persada, Jakarta.
Hirsanuddin, 2008, Hukum Perbankan Zainuddin Ali, 2008, Sosiologi Hukum, Sinar
Syariah di Indonesia, Genta Press, Grafika, Jakarta.
Yogyakarta.
Johannes Ibrahim, 2004, Bank Sebagai Makalah
Lembaga Intermediasi dalam Sutan Remy Sjahdeini, 1995, Pencegahan dan
Hukum Positif, Utomo, Bandung. Penanggulangan Kredit Bermasalah,
Rizki Tri Anugrah Bhakti, Pemberdayaan UMKM Melalui Pembiayaan dengan... 137

Makalah disajikan pada perkuliahan ______________, Pertumbuhan Perbankan


Magister Hukum Universitas Surabaya. Syariah Belum Optimal, www.
suaramerdeka.com.
Naskah Internet Republika, Pertumbuhan Perbankan
Bank Indonesia, Buku Kajian Akademik Syariah Belum Optimal, www.
Pemeringkat Kredit bagi Usaha republica.co.id.
Mikro Kecil dan Menengah di Kompas, Keterbatasan UKM Dalam
Indonesia, www.bi.go.id. Meraih Pembiayaan Bank Syariah,
Suara Merdeka, Bank Syariah dan Industri www.kompas.com.
Kreatif , www.suaramerdeka.com.

Anda mungkin juga menyukai