Anda di halaman 1dari 11

PERAN PEMBIAYAAN AL-MUDHARABAH TERHADAP

PERKEMBANGAN UMKM PADA BANK SYARIAH INDONESIA KCP


SOETTA

Debi Nur Idebiyah


Manajemen Keuangan Syariah, UIN Sunan Gunung Djati Bandung
debynuridebiyah@gmail.com

Abstrak
Mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan di Bank Syariah Indonesia
(BSI). Dimana dalam skema nya menggunakan sistem bagi hasil dari penyertaan modal Shohibul
maal kepada mudharib sebagai pengelola modal dengan nisbah bagi hasil sesuai kesepakatan
kontrak di awal. Dengan adanya pembinaan dan pengawasan sehingga di harapkan pembiayaan
Mudharabah mempunyai peran penting dalam perkembangan usaha mikro. Tujuan dari
penulisan artikel ini adalah untuk mengtahui peran pembiayaan Mudharabah terhadap
perkembangan UMKM pada Bank Syariah Indonesia (BSI) KCP soetta. Dengan
menggunakan motode kajian Pustaka dari literatur dan penelitian sebelumnya yang berkaitan
dengan pembiayaan syariah untuk membangun UMKM. Meskipun memiliki resiko cukup
tinggi Mudharabah merupakan pembiayaan yang cukup ideal bagi pelaku usaha UMKM.

Kata Kunci: Pembiayaan Mudharabah, UMKM, BSI

Abstract
Mudharabah is one of the financing products at Bank Syariah Indonesia (BSI). Where in the scheme
uses a profit-sharing system from the capital participation of Shohibul maal to mudharib as a capital manager
with a profit-sharing ratio according to the contract agreement at the beginning. With the guidance and
supervision, it is hoped that Mudharabah financing has an important role in the development of micro-
enterprises. The purpose of writing this article is to find out the role of Mudharabah financing on the development
of MSMEs at the Indonesian Sharia Bank (BSI) KCP Soetta. By using the library study method from the
literature and previous research related to Islamic financing to build MSMEs. Even though it has a fairly high
risk, Mudharabah is an ideal financing for MSME business actors.

Keywords: Mudharabah Financing, MSMEs, BSI


1 Pendahuluan
Lembaga keuangan bukan suatu hal yang asing lagi saat ini, Menurut SK Mankeu RI
No.792 Tahun 1990, lembaga keuangan merupakan badan yang berkegiatan dalam bidang
keuangan, melakukan penghimpunan dana dan penyaluran dana kepada masyarakat guna
membiayai perusahaan maupun usaha mikro kecil menengah (UMKM) namun demikian
lembaga keuangan juga berkegiatan untuk kegiatan konsumsi dan kegiatan mendistribusikan
barang dan jasa. Sedangkan menurut Dahlan Siamat, lembaga keuangan dalam kegiatanya
memberikan pembiayaan/kredit kepada nasabah dan menanam danannya dalam surat
berharga. Selain itu lembaga keuangan menyajikan produk jasa keuangan seperti tabungan,
proteksi, asuransi, program pensiun, menyajikan sistem pembayaran dan mekanisme transfer
dana (Soemitra, 2009).
Di Indonesia lembaga keuangan telah berkembang pesat dengan hadirnya lembaga
keuangan syariah. Hal tersebut ditandai dengan semakin maraknya lembaga-lembaga keuangan
yang berlandaskan syariah islam. Lembaga keuangan syariah hadir dengan tujuan untuk
mempromosikan dan pengembangan penerapan prinsip islam, syariah dan tradisinya dalam
bertransaksi keuangan, perbankan dan dalam suatu bisnis. Adapun prinsip syariah yang
dimaksud adalah dalam kegiatanya perbankan dan lembaga keuangan berlandaskan prinsip
hukum islam yang berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang yang
semua kegiatanya dilandasi dengan nilai kemanfaatan, kedilan, keseimbangan, dan ke-
universalan (rahmatan lil ‘alamin) (Soemitra, 2009).
Lembaga keuangan syariah menjadi sebuah lembaga keuangan yang intermediasi
keuangannya antara unit defisit dan unit surplus atau menawarkan jasa simpan pinjam,
asuransi, dan memfasilitasi mekanisme pembayaran yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah.
Di Indonesia telah banyak berdirinya lembaga keuangan syariah baik non-bank maupun bank,
yang salah satunya adalah Bank Syariah Indonesia (BSI).
Bank Syariah Indonesia (BSI) merupakan bank yang terbentuk dari gabungan tiga bank
syariah yaitu Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah dan BRI Syariah yang menjadi awal sejarah
BSI pada 1 Februari 2021 yang bertepatan dengan 19 Jumadil Akhir 1442 H. Tujuan
penggabungan ketiga bank ini adalah untuk menyatukan kelebihan dari ketiga bank syariah
sehingga dapat menghadirkan layanan yang lebih luas, lengkap dan memiliki kapasitas
permodalan yang lebih baik. Kehadiran Bank Syariah Indonesia menjadi gambaran wajah
perbankan syariah di Indonesia yang universal, modern dan memberikan kebaikan bagi
masyarakat luas (rahmatan lil ‘alamin). Bank Syariah Indonesia dituntut dapat bersaing pada
tingkat global yang tentunya didukung dengan sinergi ketiga bank syariah tersebut setra adanya
komitmen dari pemerintah melalui kementrian BUMN (Bank Syariah Indonesia, 2022).
Berdasarkan data yang dilansir dari ir.bankbsi.co.id (07/10/2022) mendeskripsikan
bahwa total asset pada tahun terakhir 2021 adalah sebesar Rp. 265.289.081; dengan
pembiayaan mudharabah sebesar Rp. 1.592.314; berdasarkan tujuan pendirian Bank Syariah
Indonesia tidak hanya dapat menghimpun dana tetapi juga menyalurkan dana usaha dalam
bidang perekonomian untuk meningkatkan kegiatan usaha mikro di masyrakat. Dalam

1
menyikapi kurangnya akses permodalan pada lini bisnis di masyarakat, Bank Syariah Indonesia
Kcp. Soetta diharapkan dapat dengan baik menjalankan peranya sebagai lembaga keuangan
yang memberikan kemudahan kepada nasabah dalam memenuhi kebutuhan modalnya melalui
pembiayaan yang mudah, cepat dan tentunya yang jauh dari riba serta mampu bertahan dalam
krisis moneter dan naiknya suku bunga, sebab sistem yang digunakan di dalamnya mengacu
pada sistem bagi hasil bukan dengan suku bunga (Agustin, 2021).
Di dalam pembiayaan di lembaga keuangan syariah sistem bagi hasil dapat di jumpai
pada pembiayaan musyarakah dan mudharabah. Dimana kedua produk tersebut merupakan
produk yang berpotensi besar dalam perbankan syariah yang dapat menciptakan keseimbangan
perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan produk tersebut melibatkan dua pihak yang
bergerak di sektor usaha yang sudah terjamin memberikan nilai plus bagi pergerakan ekonomi
di indonesaia secara langsung (Adnan,2005).
Berdasarkan kepada fatwa DSN MUI tahun 2000 bahwasanya mudharabah adalah
pembiayaan yang penyaluran dananya dari lembaga keuangan syariah kepada pihak lain untuk
pengembangan usaha yang produktif. Mudharabah merupakan suatu akad Kerjasama antara
kedua belah pihak dimana pihak pertama menjadi pemodal (Shahibul maal) dan yang pihak
kedua menjadi pengelola modal (Mudharib), sedangkan keuntungan dari usaha tersebut di bagi
hasil sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Nisbah keuntungan dari pembiayaan mudharabah
ini adalah imbal bagi pemilik dan pengelola modal. Dalam hal bagi hasil, pembiayaan
mudharabah memiliki kelebihan dan keuntungan yang lebih bagi usaha mikro. Salah satunya
adalah pelaku usaha mikro dapat membayar angsuranya dari keuntungan bersih yang di dapat
selama usaha tersebut berjalan sehingga adil bagi kedua pihak. Pembiayaan mudharabah
meringankan ansuran ketika mudharib belum mempunyai keuntungan dan shahibul maal bisa
dengan sabar menunggu hingga mudharib dapat membayar angsuranya. Oleh karena itu
pembiayaan ini merupakan pembiayan yang ideal untuk pelaku usaha mkro (Dewi, Astari,
2017).
Usaha mkro memliki peran penting dalam roda perekonomian suatu negara.
Perkembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) adalah suatu kemempuan seorang
pengusaha kecil yang mensosialisasikan dirinya terhadap kebutuhan pasar sehingga terdapat
kenaikan taraf hidup bagi dirinya. Pengembangan UMKM bukan hanya sekedar masalah
permodalan atau bantuan fasilitas dan operasional tetapi pengembangan tersebt harus bersifat
strategis dan memiliki dampak jangka panjang. Sehinga dapat terus berkembang dari waktu ke
waktu. Pengembangan UMKM ini juga harus besifat meningkatkan produktivitas dan
kemampuan UMKM dalam mengembangkan bisnisnya (Agustin, 2021).
Oleh karena itu peran Bank Syariah Indonesia (BSI) sebagai lembaga keuangan syariah
harus melakukan peningkatan kualitas secara optimal. Penerapan dan pengenalan sistem
ekonomi syariah harus dilakukan agar masyarakat tidak terus terjebak pada sistem riba. Dalam
upaya meningkakan pembiayaan yang ideal BSI harus melakukan penanganan yang serius
supaya mudharabah menjadi pilihan utama dalam pembiayaan usaha mikro. Agar sistem
ekonomi berjalan dengan baik maka citra dari pembiayaan mudharabah harus terus meningkat,
Karena semakin banyak usaha mikro maka akan semakin baik pertumbuhan roda
2
perekonomian di Indonesia. Umat islam akan lebih mandiri dalam menjalankan
perekonomianya. Dan dengan pertumbuhan perekonomian yang baik akan mensejahterakan
kehidupan masyarakat Indonesia dan memperluas lapangan kerja.
Penelitian Musdiana (2015) tentang efektifitas pembiayaan mudharabah dalam
meningkatkan kinerja UMKM menunjukan bahwa pembiayaan mudharabah yang diberikan
kepada nasabah BMT Nurul Jannah Gresik sangat efektif dalam meningkatkan UMKM di
sekitarnya. Selain itu pembiayaan mudharabah memberikan dan membantu dalam memenuhi
kebutuhan para UMKM tanpa mengenyampingkan pada prinsip kepercayaan dan amanah
yang dipegangnya (Musdiana, 2015).
Dari uraian diatas dapat di rumuskan bahwa pembiayaan mudharabah sangat berperan
penting dalam pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Oleh karena itu pembiayaan
mudharabah harus terus dipertahankan agar membantu masyarakat dalam mengembangkan
bisnisnya melalui usaha mikro. Pembiayaan mudharabah merupakan pembiayaan yang telah
resmi dan merupakan salah satu produk pembiayaan islam yang telah ada pada saat zaman nabi
Muhammad serta telah diakui oleh tokoh ulama dan para ahli yang faham mengenai ekonomi
islam. Dengan adanya pembiayaan mudaharabah di lembaga keuangan syariah khususnya BSI
diharapkan dapat meningkatkan produktifitas usaha mikro yang ada di Indonesia dengan
berlandaskan prinsip-prinsip syariah islam. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui peran pembiayaan Al-mudharabah terhadap pertumbuhan usaha mikro kecil
menengah (UMKM) apakah dalam praktiknya sesuai dengan ketentuan syariah islam dan
sesuai dengan standar DSN MUI.

2 Metode
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penulisan dengan pendekatan
kualitatif dan literature revew berkenaan dengan topik yang di angkat yaitu tentang pengaruh
pembiayaan mudharabah terhadap perkembangan UMKM dari media jurnal elektronik dan
media buku elektronik. Kemudian data sekunder yang diambil berdasarkan data sekunder yang
telah di publis di portal resmi Bank Syariah Indonesia yang dimuat di media daring.
Penggunaan metode kualitatif bertujuan untuk memahami makna dari suatu konteks atau
masalah sesuai apa adanya (Natural setting). Dengan metode kualitatif penulis dapat
mendapatkan kajian dan perbandingan berbagai teori yang mendalam tentang gejala atau fakta
lain pada tema yang di bahas. Adapun proses dalam metode penelitian kualitatif ini yaitu:
mengidentifikasi masalah, melakukan literatur revew bahan bacaan, peroses pengumpulan
data, menganalisis data, mendeskripsikan (interpretasi) data-data yang ada kedalam bentuk
tulisan literatur secara sistematis dan membandingkanya dengan teori penelitian-penelitian
sebelumnya (Semiawan, 2010).

3 Hasil dan Pembahasan


3.1 Kinerja Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

3
Dalam perekonomian nasional Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di
Indonesia masih menjadi faktor utama dengan memberikan kontribusi secara signifikan dan
berkelanjutan. Oleh karena itu di Indonesia UMKM memiliki peran cukup stategis dalam
membuka lapangan kerja secara luas, membuka bisnis baru, dan memberikan kontribusi tinggi
dalam mendorong peningkatan produk domestik bruto (PDB). Oleh sebab itu pertumbuhan
sektor UMKM menjadi tulang punggung negara Indonesia dan sektor UMKM ini menjadi
kunci keberhasilan dalam pengembangan ekonomi nasional (Hanggraeni, Sulung, Nikmah,
Hapsari, 2017).
Pada tahun 1997 indonesia mengalami krisis ekonomi yang memporak-porandakan
perekonomian Indonesia pada saat itu. Hal tersebut yang membangkitkan kesadaran
masyarakat Indonesia tentang pentingnya peran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
sebagai soko guru perekonomian Indonesia sehingga hampir 99% indonesia dikuasai oleh
sektor perekonomian UMKM tersebut. Ini membuktikan bahwa hampir seluruh hasil
pendapatan dan kemampuanya dalam menyerap tenaga kerja sangat cukup besar. Sebelum
krisis ekonomi di Indonesia terjadi, sektor perekonomian Indonesia dikuasai oleh 0,1%
perusahaan besar dan hanya dapat menyerap tenanga kerja 2% perangkatan. Sedangkan sector
perekonomian UMKM mampu menyerap tenaga kerja hingga 95% tidak kurang sebanyak 110
orang perangkatan. UMKM menjadi perisai pengaman bagi dampak krisis ekonomi di
Indonesia seperti pengangguran dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Oleh karena itu
UMKM memikiki dampak langsung bagi perkembangan ekonomi baik di negara mauju
maupun di negara berkembang, UMKM mempunyai kemampuan menciptakan lapangan kerja
secara luas dengan biaya minimum yang dapat memilimalisisr dampak kerugian atau
kebangkrutan.
Oleh karena itu sektor UMKM diharapkan dapat terus meningkatkan perannya dengan
cara pihak yang terkait di dalamnya seperti pemerintah dan pihak yang lain memiiki acuan yang
jelas tentang faktor yang mempengaruhi kinerja UMKM tersebut. Dalam prakteknya faktor
yang mempengaruhi sektor UMKM di pengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Adapun
faktor internal yaitu terdapat pada sumber daya manusia (SDM) seperti organisasi manajmen,
aspek teknik produksi, aspek keuangan dan aspek pemasaran. Sedangkan faktor eksternal
terdiri dari kebijakan pemerintah, social budaya dan ekonomi, peranan lembaga terkait seperti
perguruan tinggi, swasta, LSM dan faktor persaingan bisnis juga mempengaruhi kinerja
UMKM dalam meningkatkan profitabilitas yang tinggi. Oleh karena itu UMKM diharapkan
dapat terus mempertahankan peranya dalam waktu jangka panjang (Rokhayati, 2015).
Dalam UU No.20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil Menengah yang ditulis
Rokhayari, disebutkan bahwa UMKM adalah sektor usaha produktif milik perseroan atau
badan usaha perorangan yang telah memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana yang telah
diataur dalam undang-undang. Adapun kriteria tersebut terdapat dalam UU pasal 6 ayat (1)
yang disebutkan bahwa (Rokhayati, 2015):
a. Usaha mikro memiliki asset kekayaan bersih sebanyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) tidak termasuk tanah dab bangunan usaha; atau
b. Memiliki laba penjualan tahunan maksimal Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
4
Menurut UUD 1945 serta dikuatkan melalui TAP MPR NO.XVI/MPR-RI/1998
tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, UMKM harus berkembang
sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang mempunyai kedudukan, peran, dan potensi
strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang semakin seimbang,
berkembang, dan berlandaskan keadilan. Selanjutnya dibuatklah pengertian UMKM melalui
UU No.9 Tahun 1999 dikarenakan keadaan perkembangan yang semakin dinamis maka
diubahlah ke Undang-Undang No.20 Pasal 1 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah maka pengertian UMKM yang ditulis oleh suci pengertian UMKM adalah sebagai
berikut (Suci, 2017):
a. Usaha mikro adalah usaha produktif perseroan yang telah memenuhi kriteria yang mana
telah diatur dalam Undang-undang;
b. Usaha kecil merupakan usaha produktif yang berdiri mandiri atau perorangan dan bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki baik langsung maupun
tidak langsung dari peusahaan besar yang sebagaimana telah dimaksudkan didalam UU;
c. Usaha Menengah merupakan usaha produktif yang berdiri mandiri atau perorangan dan
bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki baik langsung
maupun tidak langsung dari peusahaan besar dengan total kekayaan bersih tahunan
sebagaimana yang diatur didalam UU;
d. Usaha Besar merupakan usaha produktif yang dilakukan oleh suatu badan usaha dengan
total kekayaan atau hasil penjualan bersih tahunan lebih tinggi dari usaha menengah, seperti
usaha nasional milik negara ataupun swasta, usaha asing yang berkegiatan ekonomi di
Indonesia dan usaha patungan.
e. Dunia Usaha yaitu Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah dan Usaha Besar yang
melakukan kegiatan usahanya di Indonesia dan menetap di Indonesia.
Menurut SK. Direktur BI No.31/24//Kep/DER tanggal 5 Mei 1998 Usaha mikro
merupakan sebuah usaha yang dijalankan oleh masyarakat miskin atau mendekati miskin.
Dengan kepemilikan dari keluarga bersumberdaya lokal dan memliki teknologi sederhana.
Dengan lapangan usaha yang mudah untuk exit dan entry. Adapun kriteria untuk UMKM adalah
usaha yang memiliki asset dibawah UMR (Upah Minimum Rata-rata), dengan usaha yag telah
berjalan kurang lebih selama 1 tahun, usaha mikro merupakan jenis usaha yang produktif yang
memiliki ternologi dan sumber daya yang sederhana serta memiliki kekayaan bersih dibawah
Rp 50.000.000,00. Sehingga permodalanya dapat dibantu oleh bank syariah.
Adapun ciri-ciri usaha mikro adalah sebagai berikut (Indriyatni, 2013):
a. Jenis komoditi usahanya sewaktu-waktu dapat berubah dan tidak selalu tetap.
b. Tempat usaha tidak menetap, dan sewaktu-waktu dapat berpindah tempat.
c. Cenderung tidak melakukan administrasi keuangan yang seharusnya.
d. Rata-rata tingkat pendidikan masih rendah
e. Tidak memiliki ijin usaha atau ijin legalitas yang lainnya.
f. Umumnya belum memiliki akses bank.
Kinerja merupakan suatu hasil yang dicapai seseorang atau sekelompok dalam melakukan
pekerjaan pada suatu perusahaan maupun badan usaha sesuai dengan job desk masing-masing
5
dalam upaya untuk tercapainya suatu tujuan perusahaan secara legal, tidak bertentangan
dengan kode etik dan tidak melanggar hukum. Kinerja suatu perusahaan atau suatu badan
usaha dapat diartikan sebagai pencapaiaan maksimal dari tujuan itu sendiri yang di tandai
dengan efesiensi secara menyeluruh dalam proses pencapayannya. Sehingga kinerja usaha
mikro adalah proses pencapaiaan tujuan dalam berbagai aspek diantaranya baik dalam aspek
keuangan, teknologi, sumber daya manusia dan kegiatan produksi untuk mencapai tujuan
usaha mikro. Tujuan dari usaha mikro adalah peningkatan dari keuntungan usaha serta
kesejahteraan pelaku usaha mikro dan juga kemandirian masyarakat.

3.2 Pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)


Seperti yang kita ketahui bahwa usaha mikro kecil menengah sangat berperan penting
terhadap perkembangan perekonomian di Indonesia, oleh karena itu perlu dilakukan
pengembangan usaha mikro itu sendiri. Seperti dalam KBBI pengembangan merupakan cara
atau proses yang memberikan perubahan atas sesuatu itu menjadi berkembang. Usaha mikro
yang memiliki potensi yang besar mendorong agar upaya pengembangan usaha mikro dapat
dilakukan agar dapat menjangkau perokonomian di daerah terpencil sekalipun. Proporsi
kelompok usaha mikro di dalam perekonomian nasional justru memiliki urutan teratas dengan
ciri khas nya yang mencerminkan kaum marjinal atau kelompok pra-sejahtera. Meskipun
proporsi usaha mikro menempati uarutan teratas dalam perekonomian nasioanal, akses
sumber pembiayaan dan permodalan dari institusi perbankan dan lembaga keuangan formal
lainya masih saja terbatas. Usaha mikro dipandang sebagai kelompok usaha yang tidak bankable
sehingga dianggap tidak layak menerima pengkreditaan. Oleh karena itu dengan adanya kondisi
seperti ini, mendorong perkembangan usaha mikro sangatlah perlu di perhatikan dan menjadi
kebutuhan yang amat mendesak, sebagai suatu upaya untuk memperluas akses finansial pada
kaum masyarakat marjinal tersebut. Terlebih lagi secara konsep, ekonomi syariah menjadi
pihak penting yang nyata terhadap perkembangan usaha mikro yang dimiliki masyarakat.
Lembaga keuangan mikro islam salah satunya adalah Bank Syariah Indonesia (BSI). BSI
memiliki peran penting dalam pengembangan usaha mikro. Melaui BSI masyarakat marjinal
atau pedagang kecil dapat terlepas dalam ikatan riba (bunga) dengan beralih kepada sistem
ekonomi islam yang disebut dengan bagi hasil. BSI memiliki respon yang sangat positf di
kalangan masyarakat. Hal ini mendorong BSI untuk bisa hadir di tengah-tengah masyarakat
kecil.

3.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kesuksesan Usaha Mikro kecil


Menengah (UMKM) pada BSI
Permodalan
Di dalam proses produksi suatu usaha, modal memiliki peran penting. Ketika pelaku
usaha akan mendirikan usaha atau mengembangkan usaha demi kelancaran usahanya maka
modal sangat di perlukan. Sudah menjadi sebuah kepastian bahwa faktor keuangan sangat
mempengaruhi kierja usaha mikro. Karena pada saat ini tanpa adanya keuangan seperti modal,

6
asset dan pembukuan, suatu badan usaha tidak dapat berjalan maupun berkembang dengan
semestinya. Dan sudah tidak dapat dipungkiri bahwa peran usaha mikro menjadi tonggak
perokonomian Indonesia. Modal memiliki peran penting bagi perkembangan usaha mikro
yang sulit mendapatkan permodalan untuk mengembangkan atau memulai usahanya (Dewi,
Widiyanto, 2018).

Pengalaman Usaha
Pengalaman dalam mengelola usaha dapat memberi dampak positif bagi keberhasilan
usaha mikro. Pengalaman usaha dapat terbentuk melelui lingkungan pelaku usaha dari mulai
keluarga, pertemanan atau lingkungan bisnis lainya atau dari pengalaman menjalankan bisnis
sebelumnya. Sehingga sebuah pengalaman dapat diperoleh jika pelaku terjun langsung atau
terlibat dalam mengelola usaha. Pengalaman usaha dalam menjalankan usaha sangat
dibutuhkan dalam upaya meningkatkan kinerja usaha mikro. Hal tersebut diperlukan untuk
mengetahui strategi apa yang harus dilakukan kedepannya karna telah mengetahui kendala-
kendalan dalam usaha mikro. Apabila pelaku usaha mikro telah berpengalaman dalam
menjalankan suatu usaha maka proses kinerja usaha akan lebih mudah. Dengan keahlian dari
pengalaman tersebut mampu meringankan proses kegiatan usaha serta dapat meminimalisis
resiko yang mungkin terjadi sewaktu-waktu, sehingga kinerja usaha akan lebih efisien dan
efektif dalam segi keuangan, aspek sumber daya manusia, aspek produksi, dan aspek
pemasaran (Dewi, Widiyanto, 2018).

Usia Pelaku Usaha Mikro


Dalam kinerja suatu badan usaha, usia pelaku usaha mikro baik pemilik atau karyawan
dinilai sangat berpengaruh. Saat ini pelaku usaha mikro didominasi oleh kelompok usia tua
karna usia muda atau usia produktif lebih focus kepada menjadi pegawai kantor atau yang
lainnya. menurut Junaidi (2014), menjelaskan bahawa dengan tingkat kondisi terkait usia yang
sudah relative tua makan akan berdampak pada perkembangan usaha yang telah berjalan.
Terutama terkait akan kurangnya kreatifitas dan pengembangan dalam kegiatan usaha. Hal ini
mendorong agar usia produktif lebih dapat mengembangkan kinerja usaha mikro kearah lebih
kreatif, inofatif dan berkembang sesuai arus perubahan zaman dalam upaya untuk
meningkatkan perkembangan perekonomian Indonesia. Di era modern ini pelaku usaha baik
usaha mikro atau yang lainya di tuntut untuk lebih memberikan produk yang lebih inofatif agar
mampu menghadapi persaingan bisnis yang cukup ketat. Dalam beragamnya usia dapat
memberikan persatuan pendapat serta keahlian mampu di tungakan menjadi satu untuk
mencapai suatu tujuan yang sama dalam mencapai kinerja usaha mikro yang lebih baik dan
berkualitas.

Pembinaan
Pembinaan merupakan wujud dari pemberdayaan sebagai dorongan bagi masyarakat
untuk mengasah kemampuannya dalam bidang usaha serta dapat dijadikan bekal ilmu

7
pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat yang akan membuka suatu usaha. Calon pelaku
usaha dapat melakukan konsultasi dengan BSI untuk mengetahui pengembangan usaha yang
di jalankanya. BSI akan melakukaan pembinaan bagi pelaku usaha untuk mewujudkan kinerja
usaha mikro yang lebih baik.

Pendidikan Pelaku Usaha Mikro


Pengembangan usaha mikro harus di sertai dengan prkembangan sumber daya manusia
baik pemikik usaha ataupun tenaga kerja yang terlibat di dalamnya. Pendidikan merukapan
sebuah investasi bagi sumber daya manusia yang dengan peranya dalam pertumbuhan
ekeonomi. Pendidikan merupakan investasi jangka panjang karna manfaatnya akan dirasakan
sekitar 10 tahun mendatang. Pendidikan berperan penting bagi segala aspek terutama dalam
hal kinerja usaha mikro. Suber daya manusia yang memiliki pendidikan yang cukup akan
meningkatkan suatu kualitas kerja yang tentunya berdampak langsung pada kinerja usaha
mikro. Pendidiksn pelaku usaha yang rata-rata masih rendah menjadi suatu kendala bagi
pengembangan usaha mikro di Indonesia. Pengaruh tinggat Pendidikan dalam kinerja usaha
mikro sangat besar, sehingga kinerja usaha mikro dapat di ukur dengan tingkat Pendidikan
pelaku usaha tersebut.

3.4 Pembiayaan Mudharabah


Penyertaan modal (pembiayaan) dengan sistem bagi hasil melalui akad-akad
mudharabah dan musyarakah. Sedangkan karakteristik akad mudharabah adalah adanya dua
belah pihak, dimana yang satu menjadi pemilik dana (Shahibul al-mal) dan yang lainnya sebagai
pengelola usaha (Mudharib). pada akad mudharabah dalam perbankan syariah dikenal dengan
sebutan “dua tahap” atau “two-tier” mudharabah. Hal tersebut dikarenakan perbankan
merupaka sarana atau lembaga pelantara, yang dimana tugasnya adalah menghimpun dana dan
menyalurkanya kembali kepada masyarakat dalam berbagai bentuk pembiayaan dan penyertaan
modal. Dengan begitu bank memiliki dua peran yaitu pada sisi penghimpun dana masyarakat,
dan bank berperan sebagai pengelola usaha mudharib melalui akad mudharabah dengan pemilik
tabngan mudharabah dan deposito mudharabah (shahibul al-mal), dan pada sisi penyaluran dana
bank berperan sebagai pemilik dana (shahibul al-mal) melalui akad mudharabah dan musyarakah
kepada nasabah pemakai dana (mudharib) (Hadi, 2011).
Akad mudharabah adalah akad Kerjasama antara pemilik modal dengan pengelola,
dimana nisbah keuntungan dan kerugian akan dibagi sesuai kesepakatan. Akad mudharabah
merupakan akad yang sangat baik digunakan untuk pengebangan usaha, dimana nantinya akan
ada kerjasama dalam pengelolaan usaha yang dimilikinya (Pradesyah, 2021).

3.5 Peran Pembiyaan Mudharabah Terhadap UMKM


Menurut analisis, prinsip bagi hasil dan profitsharing pada akad Mudharabah dapat
dibilang sangat menguntungkan dan tidak memberatkan pihak peminjam dana. Karena pada
hakekeatnya mudharabah adalah akad Kerjasama antara dua belah pihak dimana pihak pertama

8
(bank) memberikan modal dan pihak kedua (nasabah) menjadi pengelola modal. Dimana
keuntunganya di bagi sesuai kesepakatan dalam kontrak. Apabila mengalami kerugian dan
bukan akibat kelalaian pengelola maka kerugian akan di tanggung oleh pemilik modal. Apabila
kerugian di akibatakan oleh pengelola maka kerugian menjadi tanggung jawab pengelola. Jika
pembiayaan Mudharabah ini benar diterapkan oleh bank syariah indonesia kepada pelaku
UMKM, maka pelaku UMKM akan merasa terbantu permodalanya dengan adanya akad
Mudharabah (Arianto, 2011).
Pembiayaan dengan akad Mudharabah bisa di katakana ideal dikarenakan memiliki
peran unggul dalam perkembangan ekonomi islam di Indonesia. Pembiayaan dengan akad
Mudharabah mampu memberikan kondisi yang seimbang, adil dan memberikan tekatan pada
prestasi baik kinerja maupun resiko yang di tanggung. Namun dengan resiko ini lah akad
Mudharabah masih sangat jarang di lakukan oleh perbankan syariah atau lebaga keuangan
lainya dan lebih dominan memilih akad Murabahah (jual beli), hal tersebut juga terjadi di BSI
KCP Soetta. Dikarenakan skema jual beli (Murabahah) memberikan keuntungan yang jelas,
sedangkan kemungkinan resiko yang terajadi sangat kecil. Berbeda dengan pembiayaan
mudharabah yang dengan resiko tinggi karena pihak bank memberikan modal usaha tanpa
disertai jaminan. Oleh karena itu pihak bank harus jeli dalam memilih Mudharib (nasabah)
(Adnan, Didi, 2013).
Namun demikian, pembiayaan dengan akad Mudharabah merupakan pembiayaan yang
cukup ideal dikarenakan pihak Shahibul maal dan mudharib merasa adil atas hasil yang di peroleh
dalam menjalankan sebuah usaha yang dilakukan atas dasar kerjasama dan kesepakatan
Bersama.

4 Kesimpulan
Pembiayaan Mudharabah merupakan pembiayaan pemberian modal usaha atau modal
kerja bagi pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). berdasarkan prinsip dari produknya
bank syariah Indonesia memiliki core product pembiayaan yang bersifat bagi hasil, yang di
kembangkan melalui pembiayaan akad Mudharabah. Mudharabah bersifat produktif karena
dana diinvestasikan untuk penyediaan modal usaha bagi pelaku UMKM sehingga dapat
memberdayakan dan mengembangkan perekonomian di Indonesia. Sistem bagi hasil dari akad
tersebut merupakan karakteristik umum dari oprasional bank dalam menghindari adanya
praktek riba. Meskipun memiliki resiko yang tinggi, pembiayaan Mudharabah merupakan
pembiayaan yang cukup ideal bagi pelaku usaha mikro. Dengan adanya pembinaan dan
pengawasan terhadap pembiayaan Mudharabah pada BSI KCP Soetta maka akan
meminimalisir kerugian dan kegagalan kinerja usaha mikto. Oleh karena itu dengan adanya
pengawasan dan pembinaan bagi pelaku UMKM maka kinerja usaha mikro akan berjalan
dengan baik.

9
Referensi
Soemitra. (2009). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Kencana: Prenadamedia Group.
Bank Syariah Indonesia (2022)https://www.bankbsi.co.id/jaringan/2611
Bank Syariah Indonesia (2022) https://ir.bankbsi.co.id/financial_highlights.html
Agustin (2021). Peran Pembiayaan Mudharabah Dalam Meningkatkan Usaha Nasabah (Studi
Kasus Bank Syariah Indonesia KCP Pacitan). etheses.iainponorogo.ac.id. 04.
Adnan. (2005). Dari Mudharabah Menuju Musyarakah, Upaya Mendorong Optimalisasi Sektor
Riel. journal.uii.ac.id, 9(2), 163.
Dewi & Astari. (2017). Peran pembiayaan mudharabah dalam pengembangan kinerja usaha
mikro pada BMT. Jurnal Law and Justice, 2(2), 114-115.
Musdiana. (2015). Efektifitas pembiayaan mudharabah dalam meningkatkan kinerja UMKM
(studi kasus pada BMT nurul Jannah gresik). Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, volume
1(1), 21.
Semiawan Conny. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Grasindo. books.google.com, 7.
Hanggraeni, Sulung, Nikmah & Hapsari. (2017). Determinan Kinerja Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, volume 8(3), 487.
Rokhayati. (2015). Pengukuran kinerja pada usaha mikro kecik dan menengah (UMKM): suatu
telaah pustaka. Journal Research Accounting Politeknik Tegal, 4(2), 94-95.
Suci. (2017). Perkembangan UMKM di Indonesia. Jurnal ilmiah cano ekonomos, volume 6 nomor
1, 4.
Indriyatni, L. (2013) Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Keberhasilan Usaha
dan Kecil (Studi pada Usaha Kecil di Semarang Barat). Jurnal STIE Semarang, Vol.5(1),
54–70, 2013.
Dewi, Widiyanto. (2018). Peran Pembiayaan Mudharabah Dalam Pengembangan Kinerja
Usaha Mikro. EKOBIS Vol.19, No.1, Januari 2018: 16 – 34.
Hadi. (2011). Problematika Pembiayaan Mudharabah di Perbankan Syariah Indonesia.
Maslahah, Vol.2, No. 1, Maret 2011.
Pradesyah. (2021). Mudharabah di Era New Normal. Seminar Nasional Teknologi Edukasi dan
Humaniora 2021, ke-1. e-ISSN: 2797-9679
Ariyanto. (2011). Peranan al-Mudharabah Sebagai Salah Satu Produk Perbankan Syariah dalam
Upaya Mengentaskan Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume
8 Nomor 2, November 2011.
Adnan, M. A., & Didi Purwoko. (2013). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Rendahnya Pembiayaan Mudharabah Menurut Perspektif Manajemen Bank Syariah
dengan Pendekatan Kritis. Jurnal Akuntansi Dan Investasi, Vol.14 (1), 14–31, 2013

10

Anda mungkin juga menyukai