Anda di halaman 1dari 34

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA BANK UMUM

SYARIAH DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh


Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


JURUSAN AKUNTANSI
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Berdasarkan Undang – Undang RI No 10 tahun 1998 tentang
perbankan, Bank adalah suatu badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lain dengan tujuan
untuk meningkatkan taraf hidup orang banyak. Usaha perbankan meliputi tiga
kegiatan yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, dan fungsi sampingan
lainnya yang berupa sarana investasi, penyimpanan barang berharga dan
mendukung kelancaran transaksi.
Di Negara Indonesia dengan penduduk yang bermayoritas muslim
mulai timbul usaha-usaha untuk mendirikan lembaga Bank Alternatif tanpa
bunga. Melihat gagasannya yang ingin membebaskan diri dari mekanisme
bunga, pembentukan Bank Islam mula-mula banyak menimbulkan keraguan.
Hal tersebut muncul karena anggapan bahwa sistem perbankan bebas bunga
adalah sesuatu yang mustahil dan tidak lazim, sehingga timbul pula
pertanyaan tentang bagaimana nantinya Bank Islam tersebut akan membiayai
operasinya.
Perbankan syariah di Indonesia dimulai ketika Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS) didirikan di Bandung pada tahun 1991 dan PT BPRS
Heraukat di Nangroe Aceh Darussalam yang diprakarsai oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI) melalui serangkaian lokakarya "Bunga Bank dan
Perbankan" di Cisarua, Bogor, tanggal 18 - 20 Agustus 1990. Dari hasil ini
kemudian berkembang menjadi PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada
tahun 1991 dan mulai beroperasi tahun 1992. Pertumbuhan perbankan syariah
masih lambat pada masa itu dan pada periode tahun 1992 - 1998 hanya ada
satu unit bank syariah. Pada tahun 1998 disahkan UU No. 10 tahun 1998
tentang Unit Usaha Syariah yang memungkinkan bank konvensional
membuka Unit Usaha Syariah (UUS). Kemudian pada tahun 2008 disahkan
UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menandai era
bangkitnya perbankan syariah di Indonesia. Pada tahun 2005 tercatat jumlah
bank umum syariah hanya 304 buah unit usaha, syariah 19 buah, BPRS 92
buah dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 643 buah bank umum syariah,
25 buah unit usaha syariah, dan 133 buah BPRS.
Bank Syariah merupakan lembaga keuangan perbankan yang
beroperasi dan produknya dengan prinsip dasar tanpa menggunakan sistem
bunga dengan menawarkan sistem lain yang sesuai dengan syariah Islam.
Prinsip inilah yang membedakan secara prinsipil antara sistem operasional
Bank Syariah dengan Bank konvensional.
Bagi Bank konvensional bunga merupakan hal penting untuk
menarik para investor menginventasikan modalnya pada suatu Bank. Semakin
tinggi tingkat bunganya semakin tertarik para investor menabung. Tingkat
suku bunga merupakan unsur essensial dalam sistem perbankan konvensional.
Bank Syariah yang bekerja menggunakan sistem non bunga melalui transaksi
dengan menggunakan sistem profit and loss sharing yaitu bagi hasil
keuntungan dan kerugian yang terjadi ditanggung oleh kedua belah pihak
yaitu mudharib dan shahihul maal.
Pasal 1 ayat (5) Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005
mudharabah diartikan sebagai penanaman dana dari pemilik dana (shahibul
maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha
tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi
(profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing)
antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati
sebelumnya.
Pembiayaan mudharabah merupakan salah satu produk unggulan
yang merupakan produk khas dari Bank Syariah. Namun, produk unggulan
tersebut belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. Hal tersebut
ditempuh oleh pengelola Bank Syariah karena berkaitan dengan risiko Bank
yang ditimbulkan apabila menerapkan produk Mudharabah cukup tinggi.
Akan tetapi, saat ini Bank yang operasionalnya menggunakan prinsip syariah
sudah memikirkan cara-cara yang tepat dalam melakukan pembiayaan
khususnya pembiayaan yang berkaitan dengan konsep Mudharabah.
Pembiayaan mudharabah di Bank Syariah tidak terlepas dari
mekanisme pelaksanaan perjanjian yang telah ditetapkan berdasarkan syarat
dan rukun dalam akad, sesuai dengan yang dikemukakan oleh ulama fiqhiyah
dan juga Dewan Syariah Nasional MUI tentang mudharabah (qiradh). Oleh
karena itu keabsahan suatu perjanjian pembiayaan mudharabah tidak terlepas
dari pada pemenuhan syarat dan rukun mudharabah itu sendiri.
Pembiayaan mudharabah ini merupakan pembiayaan yang dilakukan
antara shahibul mal sebagai pemilik modal dan mudharib sebagai pengelola
modal dengan sistem bagi untung dan rugi (profit and loss sharing). Dalam
hal ini modal 100% dari shahibul mal, sementara pengelolaan dan laporan
keuangan dikendalikan oleh mudharib, sehingga dalam kerja sama ini sangat
diperlukan prinsip kehati-hatian, kepercayaan dan keterbukaan guna
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Akan tetapi sepandai apapun
pihak bank dalam menganalisis setiap permohonan pembiayaan,
kemungkinan terjadinya pembiayaan yang macet atau tertunda pasti ada.
Factor yang mempengaruhi pembiayaan Mudharabah pada BUS
antara lain Non Performing Financing (NPF), Financing to Deposit Ratio
(FDR), dan modal sendiri. Menurut Maesun (2016) Non Performing
Financing (NPF) merupaka rasio yang menggambarkan persentase
pembiayaan bagi hasil bermasalah terhadap total pembiayaan yang diberikan
oleh bank. Semakin besar porsi pembiayaan bermasalah karena adanya
keraguan atas kemampuan debitur dalam membayar kembali pinjamannya,
semakin besar pula biaya penyisihan kerugian pembiayaan yang berpengaruh
pada keuntungan yang diperoleh bank. Peningkatan jumlah NPF akan
meningkatkan jumlah PPAP yang perlu dibentuk oleh pihak bank. NPF dapat
mengurangi jumlah modal, sehingga menurunkan jumlah pembiayaan
mudharabah. Menurut Dendawijaya (2005: 116) FDR menyatakan seberapa
jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang
dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai
sumber likuiditasnya.
Lebih lanjut, factor lainnya yang bisa mempengaruhi pembiayaan
berupa modal sendiri. Menurut Muhammad (2005: 126), modal sendiri yaitu
dana yang berasal dari para pemegang saham bank, yakni pemilik bank. Pada
umumnya dana modal sendiri (modal inti) terdiri dari: (1) Modal yang disetor
oleh para pemegang saham; sumber utama dari modal perusahaan adalah
saham, (2) Cadangan yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang
disisihkan untuk menutup timbulnya risiko kerugian di kemudian hari. (3)
Laba di tahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para
pemegang saham, tetapi oleh pemegang saham sendiri diputuskan untuk
ditanam kembali dalam bank.
Beberapa penelitian telah dilakukan sebagai pembanding penelitian
ini. Penelitian Arifin (2020) menunjukkan bahwa non performing financing
berpengaruh positif terhadap pembiayaan mudharabah di BPRS periode tahun
2012-2016. Penelitian Jamilah (2016) menunjukkan bahwa NPF tidak
berpengaruh positif terhadap pembiayaan mudharabah di Bank Umum
Syariah periode periode tahun 2011-2014. Penelitian Giannini (2013)
menunjukkan bahwa FDR berpengaruh negatif terhadap pembiayaan
mudharabah, sedangan variabel NPF tidak berpengaruh terhadap pembiayaan
mudharabah pada Bank Umum Syariah periode 2010-2012. Penelitian
Anggraini dan Sumantri (2009) menunjukkan bahwa modal sendiri tidak
berpengaruh terhadap pembiayaan bagi hasil pada perbankan syariah.
Penelitian Fitriyah (2014) menunjukkan bahwa modal sendiri tidak
berpengaruh terhadap pembiayaan musyarakah Pada Bank Umum Syariah di
Indonesia. Sementara penelitian Palupi (2015) modal sendiri berpengaruh
signifikan terhadap volume pembiayaan berbasis bagi hasil.
Oleh karena itu, penyusun memposisikan penulisan skripsi ini
dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan
Mudharabah Pada Bank Umum Syariah di Indonesia.”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka beberapa masalah yang
menjadi tema pembahasan pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah Financing to Deposit Ratio (FDR) berpengaruh terhadap
pembiayaan mudharabah pada Bank Umum Syariah di Indonesia?
2. Apakah Non Performing Financing (NPF) berpengaruh terhadap
pembiayaan mudharabah pada Bank Umum Syariah di Indonesia?
3. Apakah modal sendiri berpengaruh terhadap pembiayaan
mudharabah pada Bank Umum Syariah di Indonesia?
4. Apakah FDR, NPF dan modal sendiri berpengaruh terhadap
pembiayaan mudharabah pada Bank Umum Syariah di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan di atas, maka tujuan penelitian ini sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Financing to Deposit
Ratio (FDR) terhadap pembiayaan mudharabah pada Bank Umum
Syariah di Indonesia.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Non Performing
Financing (NPF) terhadap pembiayaan mudharabah pada Bank
Umum Syariah di Indonesia.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh modal sendiri
terhadap pembiayaan mudharabah pada Bank Umum Syariah di
Indonesia.
4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh FDR, NPF dan modal
sendiri terhadap pembiayaan mudharabah pada Bank Umum Syariah
di Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoretis
maupun praktis, sebagai berikut:
1. Manfaat teoretis;
a. Menjadi khasanah keilmuan terkait factor yang mempengaruhi
pembiayaan mudharah pada bank umum syariah.
b. Dapat dikaji materi-materi yang berhubungan dengan perjanjian
pembiayaan, terutama yang berkenaan dengan pengetahuan
masyarakat terhadap perjanjian pembiayaan dengan prinsip bagi
hasil tersebut, khususnya pembiayaan mudharabah.
2. Secara praktis;
a. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran kepada
manajer tentang beberapa hal yang patut untuk dipertimbangkan
dalam menyalurkan dana dalam bentuk pembiayaan kepada
masyarakat.
b. Bagi Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai bahan
pustaka serta dapat menjadi kajian teoritis, referensi dan bukti
empiris untuk mengembangkan penelitian dimasa yang akan datang.
c. Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai konsep pembiayaan berbasis bagi hasil serta
menjadi media pembanding antara teori yang diperoleh dari berbagai
literatur dengan aplikasinya pada penelitian ini.
d. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya
dan lembaga perbankan pada khususnya.
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Bank Syariah
1. Pengertian Bank Syariah
Muhammad (2005: 13) Bank syariah adalah bank yang beroperasi
dengan tidak mengandalkan pada bunga. Dengan kata lain, bank syariah
adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan
dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang
yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syari’at islam.
Menurut UU Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998, tentang perubahan
atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan bahwa Bank umum adalah
bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. Sedang pengertian prinsip syariah itu
sendiri adalah aturan berdasarkan hukum Islam (Kamsil, 2002: 311).
Bank syariah atau bank Islam dalam bukunya Wibowo (2005: 33)
adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam.
Bank ini tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan al-
Quran dan hadits. Menurut Purwaatmadja (dalam Firdaus, 2005: 18) bank
syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam,
yakni bank dengan tata cara dan operasinya mengikuti ketentuan-
ketentuan syariah Islam. Salah satu unsur yang harus dijauhi dalam
muamalah Islam adalah praktikpraktik yang mengandung unsur riba
(spekulasi dan tipuan).
Menurut UU No. 21 Tahun 2008 pada bab I tentang ketentuan
umum perbankan syariah, bahwa perbankan syariah adalah segala sesuatu
yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya. Bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Bank Umum
Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam
dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh
lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang
syariah.
2. Jenis dan Kegiatan Bank Syariah
Jenis dan Kegiatan Bank Syariah Bank syariah merupakan
lembaga keuangan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam
melakukan transaksi keuangan maupun transaksi perbankan lainnya.
Transaksi yang dapat ditawarkan oleh bank berbeda antara satu bank
dengan bank lainnya. Beberapa bank syariah menawarkan semua produk
perbankan, sebagian bank syariah menawarkan produk tertentu dan
seterusnya. Produk dan jasa bank syariah yang dapat diberikan kepada
masyarakat tergantung jenis banknya (Ismail, 2011: 51).
Jenis Bank Syariah ditinjau dari fungsinya, meliputi:
a. Bank Umum Syariah
Bank umum syariah (BUS) adalah bank yang dalam aktivitasnya
melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan prisip syariah dan
melaksanakan kegiatan lalu lintas pembayaran. Bank umum syariah
dapat melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dala kegiatannya
berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki
kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Bank umum
syariah disebut juga dengan full branch, karena tidak dibawah
koordinasi bank konvensional, sehingga aktivitasnya terpisah dengan
konvensional. Bank umum syariah dapat dimiliki oleh bank
konvensional, akan tetapi aktivitas serta pelaporannya terpisah dengan
induk banknya (Ismail, 2011: 51).

b. Unit Usaha Syariah


Unit usaha syariah merupakan unit usaha yang dibentuk oleh bank
konvensional, akan tetapi dalam aktivitasnya menjalankan kegiatan
perbankan berdasarkan prinsip syariah, serta melaksanakan kegiatan
lalu lintas pembayaran. Aktivitas unit usaha syariah sama dengan
aktivitas yang dilakukan oleh bank umum syariah, yaitu aktivitas
dalam menawarkan produk penghimpunan dana pihak ketiga,
penyaluran dana kepada pihak yang membutuhkan, serta memberikan
pelayanan jasa perbankan lainnya. Unit usaha syariah (UUS) adalah
unit kerja dari kantor pusat bank konvensional yang berfungsi sebagai
kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu
bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari
kantor cabgang pembantu syariah dan/atau unit syariah (Undang-
Undang Perbankan N0.21 Tahun 2008).
c. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
BPRS tidak dapat melaksanakan transaksi lalu lintas pembayaran atau
transaksi dalam lalu lintas giral. Fungsi BPRS pada umumnya terbatas
pada hanya penghimpunan dana dan penyaluran dana (Ismail, 2011:
54).
Berdasarkan jenis bank tersebut, maka pada penelitian ini penulis
lebih menfokuskan pada lembaga bank umum syariah sebagai data utama
kajian penelitian.
3. Tujuan Bank Syariah
Bank syariah memiliki tujuan yang lebih luas dibandingkan dengan bank
konvensional, berkaitan dengan keberadaannya sebagai institusi komersial
dan kewajiban moral yang disandangnya. Selain bertujuan meraih
keuntungan sebagaimana layaknya bank konvensional pada umumnya,
bank syariah juga bertujuan sebagai berikut:
a. Menyediakan lembaga keuangan perbankan sebagai sarana
meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Pengumpulan modal dari masyarakat dan pemanfaatannya kepada
masyarakat diharapkan dapat mengurangi kesenjangan sosial guna
tercipta peningkatan pembangunan nasional yang semakin mantap.
Metode bagi hasil akan membantu orang yang lemah permodalannya
untuk bergabung dengan bank syariah untuk mengembangkan
usahanya. Metode bagi hasil in akan memunculkan usaha-usaha baru
dan pengembangan usaha yang telah ada sehingga dapat mengurangi
pengangguran.
b. Meningkatnya partisipasi masyarakat banyak dalam proses
pembangunan karena keengganan sebagian masyarakat untuk
berhubungan dengan bank yang disebabkan oleh sikap menghindari
bunga telah terjawab oleh bank syariah. Metode perbankan yang
efisien dan adil akan menggalakkan usaha ekonomi kerakyatan.
c. Membentuk masyarakat agar berpikir secara ekonomis dan berperilaku
bisnis untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
d. Berusaha bahwa metode bagi hasil pada bank syariah dapat beroperasi,
tumbuh, dan berkembang melalui bankbank dengan metode lain.
(Wibowo, 2005: 37)
4. Prinsip Bank Syariah dalam Menghimpun Dana
Secara umum, prinsip dasar perbankan syariah berdasarkan pada
alQuran dan sunnah. Setelah dikaji lebih dalam Falsafah dasar
beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya
berprinsip pada tiga hal yaitu: efisiensi, keadilan, dan kebersamaan.
(Wibowo, 2005: 33)
a. Efisiensi; mengacu pada prinsip saling membantu secara sinergis
untuk memperoleh keuntungan/margin sebesar mungkin.
b. Keadilan; mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas,
dengan persetujuan yang matang atas proporsi masukan dan
keluarannya.
c. Kebersamaan; mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan
dan nasihat untuk saling meningkatkan produktivitas.
Menurut Muhammad (2005) prinsip operasional bank syariah yang
telah diterapkan secara luas dalam penghimpunan dana masyarakat adalah
prinsip wadi‟ah dan mudharabah, sebagai berikut:
1. Prinsip Wadi’ah
Prinsip wadi’ah implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimana
nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan uang dan bank
bertindak sebagai peminjam. Prinsip wadi’ah dikembangkan
berdasarkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik
atau ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan
imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan
memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif.
b. Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya
mencakup ijin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain
yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
c. Ketentuan lain berkaitan dengan giro dan tabungan tetap berlaku
selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
2. Prinsip mudharabah
Aplikasi prinsip ini adalah bahwa deposan atau penyimpan bertindak
sebagai shahibul maal dan bank sebagai mudharib. Dana ini digunakan
bank untuk melakukan pembiayaan akad jual beli maupun syirkah.
Jika terjadi kerugian maka bank bertanggungjawab atas kerugian yang
terjadi.
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan dana atau
deposan bertindak sebagai shahibul mal (pemilik modal) dan bank
sebagai mudharib (pengelola). Bank kemudian melakukan penyaluran
pembiayaan kepada nasabah peminjam yang membutuhkan dengan
menggunakan dana yang diperoleh tersebut, baik dalam bentuk
murabahah, ijarah, mudharabah, musyarakah atau bentuk lainnya.
Hasil usaha ini selanjutnya akan dibagihasilkan kepada nasabah
penabung berdasarkan nisbah yang disepakati. Apabila bank
menggunakannya untuk melakukan mudharabah kedua, bank
bertanggungjawab penuh atas kerugian yang terjadi.

2.1.2 Pembiayaan
1. Definisi Pembiayaan
Menurut Undang – Undang Perbankan No. 21 Tahun 2008 “
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan
dengan itu berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan
musyarakah, transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli
dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik, transaksi jual beli dalam bentuk
piutang murabahah, salam, dan istishna’, transaksi pinjam meminjam
dalam bentuk piutang qardh, dan transaksi sewa-menyewa jasa dalam
bentuk ijarah untuk transaksi multijasa.” Kasmir (2006: 102)
mengeukakan pembiayaan (financing) adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan
adalah fasilitas pendanaan atau penyediaan dana baik berupa uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, oleh suatu pihak (lembaga)
kepada pihak lain dengan persyaratan atau mewajibkan pihak yang
dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka
waktu yang sudah disepakati bersama dengan imbalan maupun tanpa
imbalan dan bagi hasil.
Dalam perbankan syari’ah penggunaan kata pinjam meminjam
kurang tepat digunakan disebabkan dua hal: Pertama, pinjaman
merupakan salah satu metode hubungan finansial dalam Islam. Kedua,
pinjam meminjam adalah akad komersial yang artinya bila seseorang
meminjam sesuatu ia tidak boleh diisyaratkan untuk memberikan
tambahan atas pokok pinjamannya, karena setiap pinjaman yang
menghasilkan manfaat adalah riba, sedangkan para ulama’ sepakat bahwa
riba itu haram. Oleh karena itu dalam perbankan syari’ah, pinjaman tidak
disebut kredit akan tetapi disebut pembiayaan.
2. Tujuan Pembiayaan

Menurut Rivai dan Arivin (2010: 681), secara umum tujuan


pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu sebagai berikut:
a. Secara makro, pembiayaan bertujuan untuk peningkatan ekonomi
umat, tersedianya dana bagi peningkatan usaha, meningkatkan
produktifitas usaha, membuka lapangan kerja baru, dan terjadinya
distribusi pendapatan.
b. Secara mikro, pembiayaan bertujuan untuk upaya mengoptimalkan
laba, upaya meminimalkan risiko usaha, pendayagunaan sumber
ekonomi, dan penyaluran kelebihan dana.
3. Bentuk Pembiayaan
Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan yakni
berpedoman pada prinsip syariah yaitu prinsip mudharabah, prinsip
musyarakah, prinsip murabahah dan prinsip ijarah. Sistem pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Pembiayan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah dan prinsip
musyarakah.
2. Pembiayaan jual beli berdasarkan prinsip mudharabah dan prinsip
musyarakah.
3. Pembiayaan sewa menyewa berdasarkan prinsip ijarah (sewa
murni) dan ijarah al muntahia bit tamlik (sewa beli atau sewa
dengan hak opsi).
2.1.3 Mudharabah
1. Pengertian Mudharabah
Ditinjau dari definisinya, mudharabah berasal dari kata dharb, berarti
memukul atau berjalan dimana pengertian memukul atau berjalan lebih
tepat adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan
usaha. Ada pula yang menyebut mudharabah atau qiradh dengan muamalah.
Jadi menurut bahasa, mudharabah atau qiradh berarti al qath’u (potongan),
berjalan atau bepergian (Suhendi, 2002: 135). Dalam kamus istilah
perbankan syariah, mudharabah, usaha yang berisiko (risky business) adalah
akad kerjasama usaha antara pihak pemilik dana (shahib al-mal) dengan
pihak pengelola dana (mudharib) dimana keuntungan dibagi sesuai nisbah
yang disepakati, sedangkan kerugian ditanggung pemilik dana (modal)
(Afandi, 2009: 279).
Salman (2011: 217) Mudharabah adalah pembiayaan dengan akad
kerja sama antara pemilik dana dan pengelola dana untuk melakukan
kegiatan usaha, laba dibagi atas nisbah bagi hasil. Menurut Wiroso,
mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana sedangkan pihak kedua
(pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi
di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya
ditanggung oleh pengelola dana (Wiroso, 2010: 362).
2. Dasar Hukum Mudharabah
Ditinjau dari dasar hukumnya, beberapa ayat Al-Qur‟an yang dipakai
sebagai landasan mudharabah yaitu QS al-Muzammil: 20:
Artinya: ... Dia Mengetahui bahwa akan ada diantara kamu orang-
orang yang sakit dan yang lainnya ada orang-orang yang
berusaha di muka bumi mencari karunia Allah, dan yang
lainnya ada orang-orang yang berperang di jalan Allah... (Q.S
al Muzammil: 20).
Sedangkan dalam hadits Nabi SAW telah dijelaskan terkait
mudharabah sebagai berikut:
Artinya: Dari Shuhaib ra. bahwasanya Nabi saw. bersabda: “Tiga hal
yang di dalamnya ada berkah adalah jual beli bertempo,
meminjamkan modal untuk didagangkan, dan mencampur
gandum dengan jagung centel untuk makanan di rumah, tidak
dijual.” (HR. Ibnu Majah dengan isnad lemah/Bulughul
Maram: 932) (Yusuf, 2009: 86)

Ditinjau dari ketentuan teknisnya, dalam fatwa Dewan Syariah


Nasional No. 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah
(Qiradh), diatur ketentuan yang berkaitan dengan pembiayaan mudharabah
(Wiroso, 2010: 329), sebagai berikut:
1) Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan pleh LKS
kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif;
2) Dalam pembiayaan ini lKS sebagai sahibulmaal (pemilik dana)
membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan
pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha;
3) Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian
keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak;
4) Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah
disepakati bersama dan sesuai dengan syariah dan LKS tidak ikut serta
dalam managemen prusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan;
5) Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk
tunai dan bukan piutang;
6) LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari
mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan
yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian;
7) Pada prinsipnya dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan,
namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat
meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya
dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran
terhadap hal-hal yang telah disepakati dalam akad;
8) Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian
keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN;
9) Biaya operasional dibebankan kepada mudharib;
10) Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau
melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak
mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Mudharabah
Pada penelitian ini penulis mengambil 3 variabel bebas yaitu FDR,
NPF, dan modal sendiri sebagai variabel yang mempengaruhi pembiayaan
mudharabah.
1. Financing to Deposit Ratio (FDR)
Financing to Deposit Ratio (FDR) menyatakan seberapa jauh
kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang
dilakukan deposan dengan mengandalkan pembiayaan yang diberikan
sebagai sumber likuiditasnya, yaitu dengan cara membagi jumlah
pembiayaan yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga.
Financing to Deposit Ratio (FDR) sama dengan Loan to Deposit Ratio
(LDR) pada bank konvensional, karena pada bank syariah tidak
mengenal adanya pinjaman namun menggunakan istilah pembiayaan
(financing) (Arthesa, 2009: 100).
Dendawijaya (2009:116) menyatakan bahwa pemberian
pembiayaan kepada nasabah dapat mengimbangi kewajiban bank untuk
segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali
uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk menyalurkan
pembiayaan. Semakin tinggi FDR menunjukkan tingginya efektifitas
bank dalam menyalurkan pembiayaan termasuk juga pembiayaan
berbasis bagi hasil sehingga semakin tinggi pula dana yang dapat
disalurkan oleh bank. Nilai FDR yang diperkenankan oleh Bank
Indonesia (BI) adalah pada kisaran 80% hingga 110%. Financing to
Deposit Ratio (FDR) merupakan perbandingan antara pembiayaan yang
diberikan oleh bank dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil
dikerahkan oleh bank. FDR merupakan rasio antara jumlah pembiayaan
yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. FDR
ditentukan oleh perbandingan antara jumlah pembiayaan yang diberikan
dengan dana masyarakat yang dihimpun yaitu mencakup giro, simpanan
berjangka (deposito), dan tabungan. Pada penelitian ini difokuskan pada
pembiayaan mudharabah berbasis bagi hasil. Nilai Financing to Deposit
Ratio (FDR) dapat dihitung dengan rumus (Surat Edaran BI No
3/30/DPNP 14 Des 2001):

FDR = Total Pembiayaan Mudharabah : Total DPK x 100%

2. Non Performing Financing (NPF)


Non Performing Financing (NPF) adalah perbandingan antara
total pembiayaan bermasalah dengan total pembiayaan yang diberikan
kepada debitur. Rasio Non Performing Financing (NPF) sama dengan
rasio Non Performing Loan (NPL) pada bank konvensional, karena
pada bank syariah tidak mengenal adanya pinjaman namun
menggunakan istilah pembiayaan (financing). Berdasarkan kriteria yang
sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia kategori yang termasuk dalam
NPF adalah pembiayaan kurang lancar, diragukan dan macet. Dalam
peraturan bank indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tanggal 5 Oktober
2006 tentang Penilaian Kualitas Bank Umum yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah pasal 9 ayat (2), bahwa
kualitas aktiva produktif dalam bentuk pembiayaan dibagi dalam 5
golongan yaitu Lancar (L), Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang
Lancar (KL), Diragukan (D), Macet (M).
Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas
pembiayaan bank yang menyebabkan jumlah pembiayaan bermasalah
semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi
bermasalah semakin besar. Agar kinerja bank meningkat, maka setiap
bank harus menjaga NPF-nya di bawah 5%. Hal ini sejalan dengan
ketentuan Bank Indonesia (BI). Pada penelitian ini difokuskan pada
pembiayaan mudharabah berbasis bagi hasil. Nilai Non Performing
Financing (NPF) suatu bank syariah dapat dihitung dengan rumus
(Surat Edaran BI No 3/30/DPNP 14 Des 2001):

NPF = Pembiayaan Mudharabah (KL,D,M) : Total Pembiayaan


Mudharabah x 100%

3. Modal Sendiri
Menurut Muhammad (2005:126), modal sendiri yaitu dana yang
berasal dari para pemegang saham bank, yakni pemilik bank. Pada
umumnya dana modal sendiri (modal inti) terdiri dari: (1) Modal yang
disetor oleh para pemegang saham; sumber utama dari modal
perusahaan adalah saham, (2) Cadangan yaitu sebagian laba bank yang
tidak dibagi, yang disisihkan untuk menutup timbulnya risiko kerugian
di kemudian hari. (3) Laba di tahan, yaitu sebagian laba yang
seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh
pemegang saham sendiri diputuskan untuk ditanam kembali dalam
bank.
Modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik
perusahaan dan yang tertanam di dalam perusahaan untuk waktu yang
tidak tertentu lamanya. Oleh karena itu modal sendiri ditinjau dari sudut
likuiditas merupakan “dana jangka panjang yang tidak tertentu
likuiditasnya. Dendawijaya (2009: 38) Modal sendiri adalah dana yang
diserahkan oleh pemilik bank (bank owner). Modal merupakan faktor
yang amat penting bagi perkembangan dan kemajuan bank sekaligus
menjaga kepercayaan masyarakat. Modal bank memiliki tiga fungsi
yaitu fungsi operasional, fungsi perlindungan, serta fungsi pengamanan
dan pengaturan. Keseluruhan fungsi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Memberikan perlindungan kepada nasabah.
2. Modal bank dapat mencegah terjadinya kejatuhan bank.
3. Untuk memenuhi kebutuhan gedung kantor dan inventaris.
4. Untuk memenuhi ketentuan permodalan minimum.
5. Meningkatkan kepercayaan masyarakat.
6. Untuk menutupi kerugian aktiva produktif bank.
7. Sebagai indikator kekayaan bank.
8. Meningkatkan efisiensi operasional bank.
Modal sendiri dalam penelitian ini dilihat dari jumlah modal
yang disetorkan oleh pemilik bank untuk menjalankan kegiatan
operasionalnya. Variabel modal sendiri diukur dengan logaritma natural
(Ln) dari modal disetor. Hal ini dikarenakan besarnya modal disetor
masing-masing bank berbeda bahkan mempunyai selisih yang besar,
sehingga dapat menyebabkan nilai yang ekstrim. Untuk menghindari
adanya data yang tidak normal tersebut maka data modal disetor perlu
di Ln kan. Modal sendiri dirumuskan sebagai berikut (Siamat, 2011:
99):

Modal Sendiri = Ln Modal disetor

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dapat membantu dalam penyempurnaan


hasil penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
No Peneliti Judul Variabel Teknik Hasil Penelitian
penelitianAnalisis
Data
1 Asri Analisis Dependen: Regresi 1. Tingkat Bagi
(2016) Faktor-faktor Pembiayaan Linier Hasil (TBH),
yang Berbasis Bagi Berganda Financing to
Mempengaruhi Hasil Deposit (FDR),
Pembiayaan Independen: dan Non
Berbasis Bagi 1. Tingkat Performing
Hasil Pada Bagi Hasil Financing (NPF)
Perbankan (TBH) tidak berpengaruh
Syariah 2. Financing terhadap
Periode 2010- to Deposit pembiayaan
2014 Ratio (FDR) berbasis bagi hasil.
3.Capital 2. Capital
Adequacy Adequacy Ratio
Ratio (CAR) (CAR) dan
4.Non Sertifikat Wadiah
Performing Bank Indonesia
Financing (SWBI)
(NPF) berpengaruh
negatif dan
signifikan terhadap
pembiayaan
berbasis bagi hasil.
2 Palupi Analisis Dependen: Regresi 1. Dana Pihak
(2015) Pengaruh Volume Linier Ketiga (DPK), dan
Dana Pihak Pembiayaan Berganda Modal Sendiri
Ketiga, Berbasis Bagi berpengaruh
Tingkat Bagi Hasil signifikan terhadap
Hasil, Non Independen: volume
Performing 1. Dana Pihak pembiayaan
Financing, dan Ketiga (DPK) berbasis bagi hasil.
Modal Sendiri 2. Tingkat 2. Tingkat Bagi
Terhadap Bagi Hasil Hasil (TBH) dan
Volume (TBH) 3.Non Non Performing
Pembiayaan Performing Financing (NPF)
Berbasis Bagi Financing tidak berpengaruh
Hasil Pada (NPF) signifikan terhadap
Perbankan 4. Modal volume
Syariah di Sendiri pembiayaan
Indonesia berbasis bagi hasil.
(Studi Kasus
Bank
Muamalat
Indonesia).
3 Zaenuri Analisis Dependen: Regresi 1.FDR dan tingkat
(2014) Pengaruh Pembiayaan Linier bagi hasil tidak
FDR, NPF, Mudharabah Berganda berpengaruh
Tingkat Bagi positif terhadap
Hasil, Kualitas Independen: pembiayaan
Jasa dan 1.FDR mudharabah.
Atribut Produk 2.NPF 2.NPF tidak
Islam terhadap 3.Tingkat mempunyai
Tingkat Bagi Hasil pengaruh
Pembiayaan 4.Kualitas signifikan negatif
Mudharabah Jasa terhadap
Pada Bank 5. Atribut pembiayaan
Umum Syariah Produk Islam mudharabah.
di Semarang. 3.Kualitas Jasa dan
Atribut Produk
Islam mempunyai
pengaruh
signifikan positif
terhadap
pembiayaan
mudharabah
4 Giannini Faktor yang Dependen: Regresi 1. Financing to
(2013) Mempengaruhi Pembiayaan Linier Deposit Ratio
Pembiayaan Mudharabah. Berganda (FDR)
Mudharabah berpengaruh
pada Bank Independen: negatif terhadap
Umum Syariah 1.Financing to pembiayaan
di Indonesia Deposit Ratio mudharabah.
(Periode 2010- (FDR) 2.Non 2. Non Performing
2012). Performing Financing (NPF)
Financing tidak berpengaruh
(NPF) terhadap
3.Return on pembiayaan
Asset (ROA) mudharabah.
4.Capital 3. Return on Asset
Adequacy (ROA), Capital
Ratio (CAR) Adequacy Ratio
5.Tingkat (CAR), dan
Bagi Hasil. Tingkat Bagi Hasil
berpengaruh
positif terhadap
pembiayaan
mudharabah.
Sumber: Jurnal dan penelitian terdahulu

2.3 Kerangka Konseptual


2.3.1 Pengaruh Financing to Deposit Ratio (FDR) Terhadap Pembiayaan
Mudharabah Berbasis Bagi Hasil
Variable FDR dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur
sampai sejauhmana dana pembiayaan yang bersumber dari dana pihak
ketiga. Semakin tinggi FDR menunjukkan tingginya efektifitas bank dalam
menyalurkan pembiayaan termasuk pembiayaan mudharabah sehingga
semakin tinggi pula dana yang dapat disalurkan oleh bank. Dalam hal ini
FDR berpengaruh positif terhadap pembiayaan termasuk pembiayaan
mudharabah berbasis bagi hasil (Muhammad, 2009: 30). Sementara
beberapa penelitian lainnya menunjukkan sebaliknya, penelitian Asri
(2016), Zaenuri (2014), dan Giannini (2013) menyimpulkan bahwa FDR
tidak berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah.
2.3.2 Pengaruh Non Performing Financing (NPF) Terhadap Pembiayaan
Mudharabah Berbasis Bagi Hasil
Variable NPF merupakan rasio antara pembiayaan yang bermasalah
dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah (Muhammad,
2009:48). Semakin tinggi rasio NPF, maka semakin buruk kualitas
pembiayaan bank yang menyebabkan jumlah pembiayaan bermasalah
semakin besar. Peningkatan NPF akan berpengaruh terhadap peningkatan
jumlah Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang harus
dibentuk oleh pihak bank syariah sesuai ketentuan dari Bank Indonesia. Bila
hal ini berlangsung terus-menerus, maka akan mengurangi modal bank
syariah sehingga akan berpengaruh terhadap kemampuan bank dalam
menyalurkan pembiayaan, termasuk didalamnya pembiayaan mudharabah
berbasis bagi hasil. Maka dalam hal ini, NPF berpengaruh negatif terhadap
pembiayaan mudharabah berbasis bagi hasil (Siamat, 2011:180).
Beberapa penelitian lainnya menunjukkan hal yang sama, yaitu
penelitian Asri (2016), Palupi (2015), Zaenuri (2014) dan Giannini (2013)
menyimpulkan bahwa NPF tidak berpengaruh terhadap pembiayaan
mudharabah. Sementara penelitian lain menunjukkan sebaliknya, yaitu
penelitian Annisa dan Yaya (2015) menjelaskan bahwa (NPF) yang
berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan mudharabah.
2.3.3 Pengaruh Modal Sendiri Terhadap Pembiayaan Mudharabah Berbasis
Bagi Hasil
Variable Modal sendiri dipandang sebagai variable yang mampu
mempengaruhi pembiayaan mudharabah. Modal sendiri adalah dana yang
diserahkan oleh pemilik bank (bank owner). Semakin besar modal sendiri
maka volume pembiayaan bagi hasil akan semakin tinggi. Dengan tingginya
nilai ekuitas (modal), maka akan semakin mampu memperbaiki struktur
modal yang cukup untuk menjamin risiko dari penempatan aset-aset
produktif, salah satunya adalah penyaluran pembiayaan. Hal ini disebabkan
besarnya modal dari pihak bank syariah akan mempengaruhi besarnya dana
yang akan disalurkan kepada nasabah dalam bentuk pembiayaan sehingga
modal sendiri akan berpengaruh positif terhadap pembiayaan mudharabah
berbasis bagi hasil (Dendawijaya, 2009:38).
2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka hipotesis


penelitian ini adalah:
1. Financing to Deposit Ratio (FDR) berpengaruh signifikan terhadap
pembiayaan mudharabah pada Bank Umum Syariah di Indonesia.
2. Non Performing Financing (NPF) berpengaruh signifikan terhadap
pembiayaan mudharabah pada Bank Umum Syariah di Indonesia.
3. Modal sendiri berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan
mudharabah pada Bank Umum Syariah di Indonesia.
4. FDR, NPF dan modal sendiri berpengaruh signifikan terhadap
pembiayaan mudharabah pada Bank Umum Syariah di Indonesia.

2.5 Model Kerangka Pemikiran


Model kerangka pemeikiran dalam penelitian ini sebagaimana bagan
model berikut.

Financing to Deposit Ratio (FDR) H1

Pembiayaan
mudharabah
H2

Non Performing Financing (NPF)

H3

Modal sendiri

H4

Bagan Kerangka Berpikir


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian asosiatif kausal.
Menurut Umar (2009: 30), penelitian asosiatif kausal adalah penelitian yang
bertujuan untuk menganalisis hubungan antar satu variabel dengan variabel
lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya.
Penelitian ini menguji pengaruh Financing to Deposit Ratio (FDR) dan Non
Performing Financing (NPF) dan modal sendiri terhadap pembiayaan
mudharabah pada Bank Umum Syariah di Indonesia.

3.2 Populasi dan Sampel


Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012:
61). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Bank Umum Syariah (BUS)
di Indonesia yang terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selama
periode penelitian (2018-2022) sebanyak 13 bank syariah dengan rincian
sebagai berikut:
Tabel 3.1. Populasi Penelitian
No Nama Bank Tanggal Beroperasi
1 PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk 01 Mei 1992
2 PT Bank Syariah Mandiri 1 November 1999
3 PT Bank Mega Syariah Indonesia 25 Agustus 2004
4 PT Bank BRI Syari’ah 17 November 2008
5 PT Bank Syariah Bukopin 09 Desember 2008
6 PT Bank Panin Syariah Tbk 02 Desember 2009
7 PT Bank Victoria Syariah 01 April 2010
8 PT BCA Syariah 05 April 2010
9 PT Bank Jabar Banten Syariah 06 Mei 2010
10 PT Bank BNI Syariah 19 Juni 2010
11 PT. Maybank Syariah Indonesia 01 Oktober 2010
12 PT. Bank Tabungan Pensiunan 14 Juli 2014
Nasional Syariah
13 PT. Bank Aceh Syariah 19 September 2016

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki


oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2012: 62). Penentuan sampel dalam
penelitian ini yaitu dengan menggunakan metode pengambilan sampel
berdasarkan kriteria. Adapun kriteria pengambilan sampel dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Bank syariah tersebut merupakan Bank Umum Syariah (BUS) bukan
Unit Usaha Syariah (UUS).
2. Bank Umum Syariah (BUS) tersebut menerbitkan laporan keuangan
tahunan (annual report) yang telah diaudit secara lengkap selama
periode penelitian yaitu tahun 2018-2022.
Berdasarkan pemilihan sampel atas kriteria tersebut, maka diperoleh
sampel sebanyak 10 Bank Umum Syariah (BUS) untuk penelitian ini.
Keterangan dalam proses pengambilan sampel dijelaskan pada Tabel 3.2
sebagai berikut:
Tabel 3.2. Proses Pengambilan Sampel Penelitian
No Nama Bank Jumlah
1 Bank Umum Syariah (BUS) yang terdaftar di Otoritas 13
Jasa Keuangan (OJK) selama periode penelitian (2017-
2020).
2 Bank Umum Syariah (BUS) yang tidak 3
mempublikasikan laporan keuangan secara lengkap
selama periode penelitian (2017-2020).
3 Bank Umum Syariah (BUS) yang memenuhi kriteria 10
pengambilan sampel penelitian.
Berdasarkan kriteria dan proses pengambilan sampel seperti yang
dijelaskan pada Tabel 3.2, maka Bank Umum Syariah (BUS) yang menjadi
sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3. Populasi Penelitian
No Nama Bank
1 PT Bank Muamalat Indonesia Tbk
2 PT Bank Syariah Mandiri
3 PT Bank Mega Syariah Indonesia
4 PT Bank BRI Syari’ah
5 PT Bank Syariah Bukopin
6 PT Bank Panin Syariah Tbk
7 PT Bank Victoria Syariah
8 PT BCA Syariah
9 PT Bank Jabar Banten Syariah
10 PT Bank BNI Syariah
Sumber: www.ojk.go.id

3.3 Sumber dan Jenis Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif,
yaitu data berupa angka. Sumber data cenderung pada pengertian dari mana
(sumbernya) data itu berasal. Berdasarkan hal itu, data tergolong menjadi dua
bagian, yaitu data primer dan sekunder. Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang sudah tersedia dan
dikumpulkan oleh pihak lain (Sanusi, 2011: 104).
Jenis data sekunder pada penelitian ini adalah laporan keuangan
tahunan (annual report) yang telah dipublikasikan oleh Bank Umum Syariah
(BUS) di Indonesia pada situs resmi masing-masing bank.

3.4 Metode Pengumpulan Data


Beberapa metode pengumpulan data penelitian dapat dilakukan
berdasarkan cara tertentu sesuai dengan jenis datanya. Metode pengumpulan
data sekunder biasanya dilakukan dengan cara dokumentasi dari berbagai
sumber, baik secara pribadi maupun kelembagaan. Sanusi (2011: 114)
menjelaskan bahwa data sekunder seperti laporan keuangan, rekapitulasi
personalia, struktur organisasi, peraturan-peraturan, data produksi, surat
wasiat, riwayat hidup, riwayat perusahaan, dan sebagainya, biasanya telah
tersedia di lokasi penelitian.
Metode dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
laporan keuangan tahunan (annual report) Bank Umum Syariah (BUS) di
Indonesia tahun 2018-2022 yang dipublikasikan pada situs resmi masing-
masing Bank Umum Syariah (BUS).

3.5 Variabel Penelitian


Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 3 variabel, yaitu 2 variabel bebas dan
1 Varibel terikat.
a. Variabel bebas (X), berupa:
1. Financing to Deposit Ratio (FDR), adalah rasio antara jumlah
pembiayaan yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh
bank.
2. Non Performing Financing (NPF), adalah perbandingan antara total
pembiayaan bermasalah dengan total pembiayaan yang diberikan
kepada debitur.
3. Modal sendiri, adalah jumlah modal yang disetorkan oleh pemilik
bank untuk menjalankan kegiatan operasionalnya.
b. Variabel terikat (Y), berupa pembiayaan mudharabah;
Yaitu fasilitas pendanaan berdasarkan akad kerjasama usaha antara dua
pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana
sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan
keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan sedangkan
kerugian finansial hanya ditanggung oleh pengelola dana.

3.6 Teknik Analisis


Data-data yang diperoleh dalam penelitian akan diolah menggunakan
program SPSS 20. Beberapa langkah analisis data dilakukan dari tahap wala
hingga akhir secara berurutan, meliputi Uji asumsi klasik, analisis statistik
deskriptif, analisis regresi linear berganda, dan pengujian hipotesis.
1. Uji Asumsi Klasik
Karena data yang digunakan adalah data sekunder, maka untuk
menentukan ketepatan model perlu digunakan pengujian atas beberapa
asumsi klasik yang mendasari model regresi. Pengujian asusmsi klasik
yang digunakan dalam penelitian ini seperti uji normalitas, uji
multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah variabel dependen,
independen atau keduanya berdistribusi normal, mendekati normal
atau tidak. Uji ini diigunakan untuk mengetahui apakah data penelitian
memiliki distribusi normal atau tidak, yang dilihat dari nilai residual
dengan menggunakan uji Jarque Bera (J-B) (Umar, 2009:181). Pada
penelitian ini, tingkat signifikansi yang digunakan 𝛼 = 0,05 dengan
pengambilan keputusan sebagai berikut:
a. Jika nilai probabilitas 𝑝 ≥ 0,05, maka asumsi normalitas
terpenuhi.
b. Jika nilai probabilitas 𝑝 < 0,05, maka asumsi normalitas tidak
terpenuhi.
b. Uji Multikolinearitas
Uji ini digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi
ditemukan adanya korelasi antara variabel independen. Jika terjadi
korelasi, maka dikatakan terdapat masalah multikolinieritas. Model
regresi yang baik seharusnya tidak terdapat masalah multikolinearitas.
Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi, yakni
di atas 0,9, maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas
(Ghozali, 2013: 105).
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan
kepengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali,
2013:134). Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan
dengan Uji Glejser. Dasar pengambilan keputusannya adalah sebagai
berikut:
a. Jika nilai probabilitas 𝑝 ≤ 0,05 berarti terjadi heteroskedastisitas.
b. Jika nilai probabilitas 𝑝 > 0,05 berarti tidak terjadi
heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Asumsi mengenai independensi terhadap residual (non-autokorelasi)
dapat diuji dengan menggunakan uji Durbin-Watson. Nilai statistik
dari uji Durbin-Watson berkisar di antara 0 dan 4. Nilai statistik dari
uji Durbin Watson yang lebih kecil dari 1 atau lebih besar dari 3
diindikasi terjadi autokorelasi (Field, 2009: 220).
2. Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data
yang terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud untuk membuat
kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi (Sanusi, 2011:116).
3. Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis regresi linear berganda merupakan perluasan dari regresi
sederhana. Regresi linear berganda ditujukan untuk menentukan hubungan
linear antara beberapa variabel bebas yang biasa disebut X1, X2 dan
seterusnya, dengan variabel terikat yang disebut Y. Persamaan regresi
linear berganda yang digunakan adalah (Situmorang dan Lufti, 2012: 166):
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3
Ket:
Y = Pembiayaan Mudharabah
α = Konstanta
X1 = Financing to Deposit Ratio (FDR)
X2 = Non Performing Financing (NPF)
X3 = Modal sendiri

4. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk menguji hipotesis yang
telah dirumuskan dengan menggunakan metode statistik yang dibantu
dengan program SPSS 20. Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh variabel bebas (independent variable) terhadap
variabel terikat (dependent variable), baik uji koefisien regresi secara
bersama-sama atau serempak (Uji-F) dan uji koefisien regresi secara
individu atau parsial (Uji-t). Selanjutnya dilakukan uji koefisien
determinasi (Uji-R2) untuk mengetahui tingkat ketepatan perkiraan dalam
analisis regresi.
1. Uji Signifikansi Simultan (Uji-F)
Pengujian ini pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
independen atau variabel bebas yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
dependen atau variabel terikat (Ghozali, 2013: 98). Uji statistik F ini
dilakukan untuk menunjukkan apakah FDR, NPF dan modal sendiri
secara simultan merupakan penjelas yang signifikan terhadap
pembiayaan mudharabah BUS.
Adapum bentuk pengujiannya adalah sebagai berikut:
1) Jika nilai probabilitas (F-statistic) ≥ 0,05 maka H0 diterima H1
ditolak, artinya secara simultan terdapat pengaruh yang tidak
signifikan dari FDR, NPF dan modal sendiri terhadap pembiayaan
mudharabah Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia.
2) Jika nilai probabilitas (F-statistic) ≤ 0,05 maka H0 ditolak H1
diterima, artinya secara simultan terdapat pengaruh signifikan dari
FDR, NPF dan modal sendiri terhadap pembiayaan mudharabah
Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia.
2. Uji Signifikansi Parsial (Uji-t)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh setiap
variabel bebas secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel terikat (Ghozali, 2013: 98). Uji statistik t ini
dilakukan untuk menunjukkan apakah FDR, NPF dan modal sendiri
secara individual dalam menerangkan variasi terhadap pembiayaan
mudharabah BUS. Pengujian ini dilakukan untuk mencari pengaruh
paling besar diantara variabel independen terhadap variabel dependen.
Adapun bentuk pengujiannya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Jika nilai probabilitas ≥ 0,05 maka H0 diterima H1 ditolak,
artinya secara parsial terdapat pengaruh yang tidak signifikan
dari FDR, NPF dan modal sendiri terhadap pembiayaan
mudharabah Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia.
2) Jika nilai probabilitas ≤ 0,05 maka H0 ditolak H1 diterima,
artinya secara parsial terdapat pengaruh signifikan dari FDR,
NPF dan modal sendiri terhadap pembiayaan mudharabah Bank
Umum Syariah (BUS) di Indonesia.
3) Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi adalah koefisien nilai yang menunjukkan
besarnya variasi variabel terikat (dependent variable) yang
dipengaruhi oleh variasi variabel bebas (independent variable).
Koefisien determinasi (R2) dinyatakan dalam persentase yang
nilainya berkisar antara 0 < R2 < 1. Apabila nilai R2 suatu regresi
(mendekati satu), maka semakin baik regresi tersebut dan semakin
mendekati nol, maka variabel independen secara keseluruhan tidak
bisa menjelaskan variabel dependen.
Adjusted R Square digunakan untuk mengetahui berapa besar
pengaruh faktor-faktor yang ditimbulkan oleh variabel-variabel
bebas terhadap variabel terikat. Nilai Adjusted R Square dapat
naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan
kedalam model (Ghozali, 2013: 97).
DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Muhammad Yazid. 2009. Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Logung Printika


Arthesa, A. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank. Jakarta: Indeks
Dahlan, Siamat. 2010. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: Intermedia,
Salemba Empat.
Dendawijaya, Lukman. 2009. Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Field, Andy. 2009. Discovering Statistics Using SPSS. London: Sage.
Publicication.
Firdaus, Muhammad NH, dkk. 2005. Konsep & Implentasi Bank Syariah. Jakarta:
Renaisan.
Fitriyah. 2014. Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Modal Sendiri, Nisbah Bagi Hasil,
Lar Dan Car Terhadap Pembiayaan Musyarakah Pada Bank Umum
Syariah Di Indonesia.
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS.
21 Update PLS Regresi. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro
Ismail. 2011. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana
Kansil, C.S.T. 2002. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Balai Pustaka.
Kasmir. 2006. Kewirausahaan. Jakarta: Rajawali Pers.
Maesun. 2016. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit BPFE. Yogyakarta
Muhammad. 2005. Muhammad. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
Muhammad. 2005. Manajemen Pembiayaan Syariah. Yogyakarta: UPP AMP
Salman, Riza Kautsar. 2012. Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK
Syariah. Jakarta: Akademia Pertama.
Sanusi, Anwar. 2011. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Situmorang dan Lutfi M. 2014. Riset Manajemen dan Bisnis. Medan: USU. Press.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suharso & Ana Retnoningsih. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang:
Widya Karya.
Suhendi, Hendi. 2002. Fiqh Muamalah. Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Umar, Husein. 2009. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta:
Rajawali Persada.
Rivai, Veithzal dan Arviyan Arifin. 2010. Islamic Banking. Jakarta: Bumi
Aksara.
Wibowo, Edy dan Untung Hendy. 2005. Mengapa Memilih Bank Syariah. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Wiroso, Muhammad Yusuf. 2010. Akuntansi Perbankan, Syariah, E – Book, Cet
– 4. Jakarta: LPFE.

Anda mungkin juga menyukai