Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS PENGARUH NON PERFORMING FINANCING TERHADAP

KESEHATAN BANK SYARIAH


(STUDY KASUS : BANK SYARIAH MANDIRI PERIODE 2011-2012)
Disusun Sebagai Tugas Seminar Keuangan dan Perbankan Islam

Dosen Pengampu :
Heri Sudarsono

Disusun oleh :
Putri Ramadhayanti (11313023)

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA


FAKULTAS EKONOMI
ILMU EKONOMI
YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bank Syariah di Indonesia telah menunjukkan kemajuan yang cukup berarti
dan semakin lama semakin memperlihatkan eksistensinya dalam sistem
perekonomian Indonesia. Hal ini didukung sejak adanya Undang-Undang No. 21
Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah yang memberikan landasan operasi yang
lebih jelas bagi bank syariah. Bahkan berdasarkan hasil survei dari Islamic Finance
Country Index dari Global Islamic Finance Report, industri keuangan syariah di
Indonesia telah menorehkan prestasi dengan menempati peringkat keempat industri
keuangan syariah dunia yang dinilai dari kriteria-kriteria tertentu serta dengan porsi
atau bobot tertentu yang bervariasi, seperti jumlah lembaga keuangan syariah, izin
pengaturan syariah, besarnya volume industri, edukasi dan budaya, serta kelengkapan
infrastruktur (Infobank, 2011).
Bank sebagai lembaga intermediasi antara pihaak yang memiliki kelebihan
dana atau surplus dengan pihak yang memerlukan dana atau deposit memiliki
sedikitnya dua fungsi, yaitu sebagai penghimpun dana dan sebagai penyalur dana.
Dalam penghimpunan dana pada bank syariah biasanya dengan akad wadiah dan
mudharabah. Sedangkan sebagai penyalur dana atau pembiauaan dengan prinsip
syariah dilakukan dengan loss and profit sharing. Dalam memberikan pembiayaan
tersebut terdapat masalah-masalah yang dihadapi oleh bank syariah, seperti adanya
kredit macet atau sering disebut dengan Non Perfoming Finance.
Terjadinya NPF pada suatu bank merupakan salah satu resiko yang mau tidak
mau harus ditanggung oleh bank sebagai lembaga intermediasi. Tingi atau rendahnya
resiko yang ditanggung bank menunjukkan kinerja bank tersebut dalam melakukan
kegiatan operasionalnya.
Peranan bank yang sangat strategis dalam perekonomian, terutama sebagai
perantara keuangan untuk nasabah membuat tingkat kesehatan bank menjadi salah
satu aspek yang sangat penting untuk diperhatikan. Apabila tingkat kesehatan bank
memburuk dapat mempengaruhi kapasitas pelayanan kepada masyarakat seperti
pertumbuhan dana yang dihimpun melemah sehingga berimbas pada penundaan atau
berkurangnya pemberian pembiayaan.
UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998
tentang perbankan, menyebutkan bahwa bank wajib memelihara tingkat kesehatan
bank sesuai dengan ketentuan kecakupan modal, asset, manajemen, likuiditas,
rentabilitas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan
wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Tingkat kesehatan bank menjadi salah satu aspek penting dalam penilaian
dan pengawasan kualitas perbankan syariah juga karena semakin berkembangnya
perbankan syariah. Bank yang memiliki penilaian yang baik diharapkan beroperasi
secara sehat dan bertahan karena aspek yang dinilai menggunakan CAMELS
(Capital, Asset, Management, Earning, Liquidity, dan Sensitivity) yang menunjukkan
bahwa rasio keuangan dapat dinilai tingkat kesehatan bank.Semakin pesatnya
pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia, kesehatan bank syariah juga semakin
dibutuhkan.
Pada dasarnya bank syariah digolongkan sehat secara keuangan atau financial
apabila telah melaksanakan kepatuhan syariah atau peraturan syariah dan sistemnya
selalu dijaga agar tingkat kepercayaan publik tinggi. Namun tidak ada jaminan kalau
bank syariah tehindar dari masalah perekonomian seperti NPF
Penelitian ini bermaksud untuk melihat hubungan antara NPF terhadap
tingkat kesehatan bank syariah denga study kasus Bank Syariah Mandiri.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang akan diangkat
dalam penelitian adalah
1. Apakah NPF memberikan pengaruh terhadap tingkat kesehatan Bank
Syariah Mandiri ?
2. Apa aspek tingkat kesehatan bank yang paling terpengaruh oleh NPF ?
3. Bagaimana dampak NPF terhadap tingkat kesehatan bank ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Mengetahui seberapa besar pengaruh NPF terhadap tingkat kesehatan
Bank Syariah Mandiri.
2. Mengetahui aspek tingkat kesehatan bank yang paling terpengaruh oleh
NPF.
3. Mengetahui dampak dari NPF terhadap tingkat kesehatan bank.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat untuk peneliti
Dari hasil penelitian ini, peneliti dapat lebih memahami bagaimana pengaruh
NPF terhadap tingkat kesehatan serta permasalahan yang dihadapi oleh bank
syariah
2. Manfaat untuk Pihak Bank
Sebagai masukan kepada pihak bank dalam pengambilan keputusan maupun
kebijakan yang akan dilaksanakan.

BAB II
LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Perbankan Syariah
Menurut UU No 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah
diubah dengan UU No 10 Tahun 1998, pengertian bank adalah sebagai
berikut Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.
Sistem perbankan syariah di Indonesia telah diatur dalam Undang-
Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 10 Tahun 1998. Dengan diperkenalkannya perbankan
berdasarkan prinsip syariah, maka sisitem perbankan Indonesia saat ini dapat
dijalankan dengan berdasarkan prinsip syariah. Bank Syariah adalah bank
yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Syariah atau
biasa disebut dengan Bank Tanpa Bunga, adalah lembaga keuangan/
perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan
berlandaskan pada Al-Quran dan Hadits Nabi SAW.
Falsafah yang harus ditetapkan oleh Bank Syariah (Muhammad,
2002):
a. Menjauhkan diri dari unsur riba, caranya:
1. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka secara
pasti keberhasilan suatu usaha (QS. Luqman : 34).
2. Menghindari penggunaan sistem persentasi untuk pembebanan
biaya terhadap hutang atau pemberian imbalan terhadap simpanan
yang mengandung unsur melipatgandakan secara otomatis
hutang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu (QS.
Aliimron, 130).
3.Menghindari penggunaan sistem perdagangan /penyewaan barang
ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh
kelebihan baik kuantitas maupun kualitas (HR. Muslim Bab Riba No.
1551 s/d1567).
4. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka
tambahan atas hutang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai
hutang secara sukarela (HR. Muslim, Bab Riba No. 1569 s/d 1572).
b. Menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan, dengan mengacu pada
Quran surat Al Baqarah ayat 275 dan An Nisaa ayat 29, maka setiap
transaksi kelembagaan syariah harus dilandasi atas dasar sistem bagi hasil
dan perdagangan

Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan


syariah, Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum
Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

2.1.2 Pembiayaan Syariah


Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentangperbankan
(pasal 1) disebutkan bahwa, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Pada pasal 13 UU No. 10/1998 mendefinisikan bahwa prinsip syariah
adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain
untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan
prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan
modal (musyarakah), prinsip jual-beli barang dengan memperoleh
keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip
sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan
kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah
wa iqtina). Prinsip syariah tersebut berlaku baik untuk bank umum syariah
maupun Lembaga Keuangan Syariah.
2.1.3 Non Performing Finance
Sebagai indikator yang menunjukkan kerugian akibat risiko kredit
adalah tercermin dari besarnya non perfoming financing (NPF) dalam
terminologi bank syariah. Non Performing Financing (NPF) adalah rasio
antara pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang
disalurkan oleh bank syariah.
Pembiayaan Bermasalah
Non Performing Financing (NPF) = x 100%
Total Pembiayaan
Dalam peraturan bank indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tanggal 5
Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Bank Umum yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah pasal 9 ayat (2), bahwa kualitas
aktiva produktif dalam bentuk pembiayaan dibagi dalam 5 golongan yaitu
lancar (L), dalam perhatian khusus (DPK), kurang lancar (KL), diragukan
(D), macet (M).
Non performing financing (NPF) akan berdampak pada menurunnya
tingkat bagi hasil yang dibagikan pada pemilik dana. Hubungan antara bank
dan nasabah didasarkan pada dua unsur yang saling terkait, yaitu hukum dan
kepercayaan. Suatu bank hanya dapat melakukan kegiatan dan
mengembangkan usahanyaapabila nasabah percaya untuk menempatkan
uangnya. Kemudian setelah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan, bank kemudian menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam
rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat (Rahmawulan dalam Muntoha
2011).
2.1.4 Tingkat Kesehatan Bank Syariah
Berdasarkan peraturan Bank Indonesia No 9/1/PBI /2007 dan Surat
Edaran Bank Indonesia No 9/24/DPbs, Perhitungan tingkat kesehatan bank
telah memperhitungkan risiko melekat (inherent risk) dari aktivitas bank.
Tingkat kesehatan bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai
aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atas kinerja bank dengan
melakukan penilaian terhadap faktor finansial dan faktor manajemen.
Adapun instrumen yang digunakan untuk menilai tingkat kesehatan bank
syariah adalah:
a. Penilaian terhadap faktor finansial yang terdiri dari faktor
permodalan, kualitas asset, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas
atas risiko pasar. Penilaian ini dilakukan dengan melakukan
pembobotan terhadap peringkat dan juga dilakukan dengan
menggunakan penilaian kuantitatif dan kualitatif serta judgement.
Adapun rasio-rasio yang digunakan untuk menghitung peringkat
faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, likuiditas, dan
sensitivitas atas risiko pasar dibedakan menjadi rasio utama, rasio
penunjang dan rasio pengamatan. Akan tetapi rasio utama merupakan
rasio yang memiliki pengaruh yang kuat (higt impact) terhadap
tingkat kesehatan bank.
b. Kemudian faktor manajemen. Penilaian ini dilakukan dengan
menggunakan penilaian kualitatif untuk setiap aspek dari manajemen
umum, manajemen risiko dan manajemen kepatuhan. Penilaian
faktor manajemen tersebut dilakuakn melalui analisis dengan
mempertimbangkan indikator pendukung dan unsur judgement.
Menyadari arti pentingnya kesehatan bagi pembentukan kepercayaan
dalam dunia perbankan serta untuk melaksanakan prinsip kehati-
hatian (prudential banking) dalam dunia perbankan, maka Bank
Indonesia merasa perlu untuk menerapkan metode CAMELS untuk
mengukur tingkat kesehatan perbankan syariah
2.1.5 Analisis CAMELS
Peraturan Bank Indonesia ini, mulai berlaku sejak tanggal 24 Januari
2007, yang ditetapkan di Jakarta. Penilaian tingkat kesehatan bank tersebut di
kenal dengan sebutan faktor CAMELS. Penilaian tingkat kesehatan bank
berdasarkan prinsip syariah mencakup penilaian terhadap faktor-faktor
CAMELS yang terdiri:
a. Faktor Permodalan (Capital Adequacy)
Penilaian permodalan dimaksudkan untuk menilai kecukupan
modal Bank dalam mengamankan eksposur risiko posisi dan
mengantisipasi eksposur risiko yang akan muncul (SE.
No.9/24/DPbS) sesuai dengan SK. DIR. BI No 9/1/PBI/2007 Faktor
permodalan adalah meliputi penilaian terhadap komponen-komponen
sebagai berikut:
1) kecukupan, proyeksi (trend ke depan) permodalan dan
kemampuan permodalan dalam mengcover risiko.
2) kemampuan memelihara kebutuhan penambahan modal yang
berasal dari keuntungan, rencana permodalan untuk mendukung
pertumbuhan usaha, akses kepada sumber permodalan dan
kinerja keuangan pemegang saham.

Penilaian kuantitatif faktor permodalan dilakukan dengan


melakukan penilaian terhadap kecukupan pemenuhan Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum (KPMM), merupakan rasio utama.
Penilaian faktor kecukupan modal mengunakan rasio kecukupan
modal Capital Adequacy Ratio (CAR) yang merupakan
perbandingan antara jumlah modal bank terhadap Aktiva Tertimbang
Menurut Risiko (ATMR). Besarnya capital adequacy ratio suatu
bank dapat dihitung dengan rumus berikut:
MODAL
KPMM = X 100%
ATMR
Perhitungan kebutuhan modal didasarkan pada Aktiva
TertimbangMenurut Risiko (ATMR). Yang dimaksud dengan aktiva
dalam perhitungan ini mencakup baik aktiva yang tercantum dalam
neraca maupun neraca yang bersifat administratif sebagaimana
tercermin dalam kewajiban yang masih bersifat kontingen dan atau
komitmen yang disediakan bagi pihak ketiga. Terhadap masing-
masing jenis aktiva tersebut ditetapkan bobot risiko yang besarnya
didasarkan pada kadar risiko yang terkandung dalam aktiva itu
sendiri atau yang didasarkan pada penggolongan nasabah, penjamin
atau sifat barang jaminan (Muhammad, 2002: 217).
b. Kualitas Aset (Asset Quality)
Sesuai dengan SK. DIR. BI No 9/1/PBI/2007 komponen-
komponen kualitas asset produktif adalah sebagai berikut:
1) Kualitas aktiva produktif, perkembangan kualitas aktiva
produktif bermasalah, konsentrasi eksposur risiko, dan eksposur
risiko nasabah inti.
2) Kecukupan kebijakan dan prosedur, sistem kaji ulang (review)
internal, sistem dokumentasi dan kinerja penanganan aktiva
produktif bermasalah . Penilaian kualitas aset merupakan
penilaian terhadap kondisi aset bank dan kecukupan manajemen
risiko pembiayaan. Penilaian kualitas aset dimaksudkan untuk
menilai kondisi aset bank, termasuk antisipasi atas risiko gagal
bayar dari pembiayaan (credit risk) yang akan muncul. (SE.
No.9/24/DPbS ). Penilaian kuantitatif kualitas aset dilakukan
dengan melakukan penilaian terhadap rasio:
APYD DPK KL D M
KAP = 1
AP

Aktiva produktif yang diklasifikasikan adalah aktiva


produktif yang sudah maupun yang mengandung potensi tidak
memberikan penghasilan atau menimbulkan kerugian yang
besarnya ditetapkan sebagai berikut:
1) 25 % dari AP yang digolongkan Dalam Perhatian Khusus
2) 50 % dari AP yang digolongkan Kurang Lancar
3) 75 % dari AP yang digolongkan Diragukan
4) 100% dari AP yang digolongkan Macet

c. Manajemen
Sesuai dengan SK. DIR. BI No 9/1/PBI/2007 komponen-
komponen kualitas aset produktif adalah sebagai berikut:
1) Kualitas manajemen umum, penerapan manajemen resiko
terutama pemahaman manajemen atas resiko bank.
2) Kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku, komitmen
kepada Bank Indonesia maupun pihak lain, dan kepatuhan
terhadap prinsip syariah.

d. Rentabilitas (Earning)
Sesuai dengan SK. DIR. BI No 9/1/PBI/2007 komponen-
komponen rentabilitas adalah sebagai berikut:
1) Kemampuan dalam menghasilkan laba, kemampuan laba
mendukung ekspansi dan menutup risiko, serta tingkat efisiensi.
2) Diversifikasi pendapatan termasuk kemampuan bank untuk
mendapatkan fee based income, dan diversifikasi penanaman
dana, serta penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan
pendapatan dan biaya

Penilaian rentabilitas merupakan penilaian terhadap kondisi dan


kemampuan bank untuk menghasilkan keuntungan dalam rangka
mendukung kegiatan operasional dan permodalan (SE.
No.9/24/DPbS). Tujuan penilaian rentabilitas didasarkan kepada
rentabilitas suatu bank yaitu melihat kemampuan suatu bank dalam
menciptakan laba selama periode tertentu, juga bertujuan untuk
mengukur tingkat efektifitas manajemen dalam menjalankan
operasional bank (Sawir, 2001: 31). Penilaian kuantitatif faktor
rentabilitas dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap 2
komponen sebagai berikut:
1) Net operating margin (NOM), merupakan rasio utama;
(PO DBH) BO
NOM = X 100%
RATA-RATA AP
3) Return on assets (ROA), merupakan rasio penunjang :
LABA SEBELUM PAJAK
ROA= X 100%
RATA-RATA TOTAL AKTIVA
e. Likuiditas (Liquidity)
Sesuai dengan SK. DIR. BI No 9/1/PBI/2007 komponen-
komponen likuiditas adalah sebagai berikut:
1) Kemampuan memenuhi kewajiban jangka pendek, potensi
maturity mismatch, dan konsentrasi sumber pendanaan.
2) Kecukupan kebijakan pengelolaan likuiditas, akses kepada
sumber pendanaan, dan stabilitas pendanaan.

Penilaian likuiditas merupakan penilaian terhadap kemampuan


bank untuk memelihara tingkat likiditas yang memadai. Penilaian
likuiditas dimaksudkan untuk menilai bank dalam memelihara
tingkat likuiditas yang memadai termasuk antisipasi atas risiko
likuiditas yang akan muncul (SE. No.9/24/DPbS). Suatu bank
dikatakan liquid apabila bank yang bersangkutan dapat memenuhi
kewajiban utang-utangnya, dapat membayar kembali semua
depositonya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang
diajukannya tanpa terjadi penangguhan (Sawir, 2001: 28).
Penilaian kuantitatif faktor likuiditas dilakukan dengan
melakukan penilaian terhadap rasio:
AKTIVA JANGKA PENDEK
STM = X 100%
KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
f. Sensitivitas Terhadap Resiko Pasar (Sensitivity To Market Risk)
Sesuai dengan SK. DIR. BI No 9/1/PBI/2007 komponen-
komponen sensitivitas adalah sebagai berikut:
1) Kemampuan modal Bank atau UUS mengkover potensi
kerugian sebagai akibat fluktuasi
2) Kecukupan penerapan manajemen risiko pasar.

Penilaian sensitivitas atas risiko pasar dimaksudkan untuk


menilai kemampuan keuangan bank dalam mengantisipasi perubahan
risiko pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar. Penilaian
sensitivitas atas risiko pasar dilakukan dengan menilai besarnya
kelebihan modal yang digunakan untuk menutup risiko bank
dibandingkan dengan besarnya risiko kerugian yang timbul dari
pengaruh perubahan risiko pasar (SE. No.9/24/DPbS). Adapun
formula dan indikator pendukung aspek sensitivitas terhadap aspek
pasar yaitu:
EKSES MODAL
MR = X 100%
POTENTIAL LOSS NILAI TUKAR
2.2 Kajian Pustaka
Penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya tentang penilaian kesehatan
bank antara lain dilakukan oleh :
1. Wahyu Ario, dkk (2010) melakukan penelitian terhadap peringkat 120 bank
di Indonesia berdasarkan majalah info bank dimana berdasakan hasil regresi
tobit diketahui bahwa yang paling besar mempengaruhi kesehatan perbankan
di Indonesia berdasarkan rasio CAMEL yaitu pada aspek Permodalan (CAR)
dan aspek manajemen (NIM), kemudian diikuti oleh aspek kualitas Aktiva
Produktif (NPL), Earning (ROA) dan Likuiditas (LDR).
2. Sri Pujiyanti (2009) melakukan penelitian tentang analisis kinerja keuangan
mengenai tingkat kesehatan bank dengan menggunakan metode camel, studi
kasus pada PT. Bank Negara Indonesia (persero) tbk dan PT. Bank Bukopin
tbk periode 2006-2008.
3. Ahmad Rohibin (2005), Mengetahui tingkat kesehatan PT. BPRS Bumi
Rinjani Batu.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Variabel Penelitian


3.1.1 Variabel Dependent
Variabel dependent merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variable independent. Dalam penelitian ini
yang merupakan Variabel dependent adalah kesehatan bank syariah
(capital, asset, managemen, earning, liquidity, sensitivity).
3.1.2 Variabel Independent
Variabel Independent adalah variabel yang memengaruhi variabel
terikat, entah secara positif atau negatif. Dalam penelitian ini yang
merupakan Variabel Independent adalah NPF.
3.2 Jenis Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penilitan ini merupakan data sekunder.
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan secara tidak langsung dari
sumbernya atau biasanya sering diambil dari situs resmi. Data yang
digunakan adalah laporan keuangan triwulan bank syariah mandiri
periode 2011-2012 yang diambil dari situs resminya yaitu www.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dari penelitian ini adalah mengumpulkan
data, mencatat data, menganalisis dan meregresi data dan menyajikan
hasil penelitian.
3.4 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian adalah analisis
regresi berganda yaitu uji heteroskedastisitas menguji apakah dalam
model regresi linier terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu
pengamatan ke lainnya, uji multikolonieritas mengetahui apakah
model regresi masing-masing variabel bebas (independent) saling
berhubungan secara linier, uji asumsi autukorelasi untuk menguji
apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan
pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada
periode t-1, uji asumsi normalitas bertujuan untuk menguji sebuah
model regresi, variabel independen, variabel dependen, atau
keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak, data yang telah
dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi
berganda, lalu uji hipotesis dengan menggunakan uji F , uji t, dan uji
R2.

BAB IV
PENUTUP
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menghasilkan analisis yang
dapat berguna bagi pihak- pihak yang membutuhkan
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quranul Karim
Kasmir. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Raja Grafindo Persadas
Muhamad. 2002. Bank Syariah: Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman. Yogyakarta:
EKONISA
Peraturan BI. 2010. Penilaian Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah No. 9/1/PBI/2007.
www.bi.go.id/web//id/peraturan/perbankan pbi_091707. 24 Januari 2007
Muhammad. (2005). Manajemen Dana Bank Syariah, Cetakan Kedua, CV Adipura, Yogyakarta.
Surat Edaran. 2010. Penilaian Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah No. 9/24/DPbs.
www.bi.go.id/web//id/peraturan/perbankan se_092407. 30 Oktober 2007

Anda mungkin juga menyukai