Disusun Oleh ;
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adanya sistem bagi hasil yang sesuai dengan hukum Islam serta
kepercayaan yang merupakan unsur terpenting dalam transaksi pembiayaan,
dapat mengobati sebagian besar masyarakat yang tahu akan keberadaan
lembaga keuangan berlandaskan prinsip- prinsip ekonomi Islam. Produk-
produk pembiayaan bank syariah khusunya pada bentuk pembiayaan, ditujukan
untuk menyalurkan investasi dan simpanan masyarakat ke sektor rill dengan
tujuan produktif dalam bentuk investasi bersama (investement financing) yang
dilakukan bersama mitra usaha (kreditor) menggunakan pola bagi hasil
(mudharabah dan musyarakah) dan dalam bentuk investasi sendiri (trade
financing) kepada yang membutuhkan pembiayaan menggunakan pola jual beli
(murabahah, salam, dan istishna), dan pola sewa (ijarah dan ijarah muntahiyah
bittamlik), pola pinjaman, digunakan untuk dana talangan menggunakan pola
(qardh) .
Dari sekian banyak produk pembiayaan bank syariah tersebut, penulis
tertarik pada pola akad yang menggunakan akad musyarakah pada pembiayaan
modal kerja, dan pembiayaan investasi. Pada umumnya modal kerja digunakan
pada beragam modal kerja usaha seperti untuk pembiayaan tenaga kerja,
kontaktor proyek, usaha-usaha perdagangan, bahan baku, dan sebagainya dapat
dipenuhi dengan pembiayaan berpola bagi hasil dengan akad musyarakah.
Musyarakah adalah suatu perkongsian antara dua pihak atau lebih dalam
suatu proyek dimana masing- masing pihak berhak atas segala keuntungan
yang terjadi sesuai dengan penyertaan masing- masing . Produk bank yang
menggunakan prinsip bagi hasil, terutama yang berasal dari deposito dan
investasi menghasilkan nisbah bagi hasil yang sangat sedikit, sebagian besar ini
dipengaruhi dari praktek penerapan pembiayaan itusendiri.
Sistem lembaga keuangan, atau yang lebih khusus lagi disebut sebagai
aturan yang menyangkut aspek keuangan dalam sistem mekanisme keuangan
suatu Negara, telah menjadi instrument penting dalam memperlancar jalannya
pembangunan suatu bangsa Indonesia, yang mayoritas penduduknya beragama
Islam tentu saja menuntut adanya sistem baku yang mengatur dalam kegiatan
kehidupanya. Termasuk diantaranya kegiatan keuangan yang dijalankan oleh
setiap umat. Hal ini berarti bahwa sistem baku termasuk dalam bidang
ekonomi.
B. Rumusan Masalah
1
Adrian Sutedi, Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2009), hal. 8
BAB II
PEMBAHASAN
A. Menejemen Perbankan Syari’ah
1) Penegertian Perbankan Syari’ah
Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang perbankan syariah, yang dimaksud bank syariah adalah segala sesuatu
yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta tata cara dan proses dalam melaksanakan
kegiatan usahanya.1 Pada dasarnya bank syariah sama dengan bank umum,
yaitu perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktifitas
perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. Sehingga berbicara
mengenai bank tidak terlepas dari masalah keuangan.2 Hanya saja bank
syariah dalam menjalankan aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun
dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas
dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil.2
2
Totok Budisantoso, Sigit Triandaru, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Edisi 2, Salemba
Empat, Jakarta, 2006, hlm. 153
3
Kasmir, Op.Cit., hlm. 25
Menurut Kasmir sebagaimana dikemukakan Suparno prinsip operasi
perbankan syariah didasarkan atas:
4
Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, bagian pertama, (Jakarta: Logos, 1997), 12
5
Ach. Fajrudin Fatwa dkk., Ushul Fiqh dan Kaidah Fiqhiyyah, (Surabaya : IAIN SA Press, 2013),
33