Anda di halaman 1dari 21

BAB V

BANK SYARIAH

A. PENGERTIAN BANK SYARIAH

Bank berasal dari kata bange (bahasa Prancis ) dan dari kata Banco (bahasa
Italia) yang berarti peti/lemari/ bangku . Peti/lemari dan bangku menjelaskan
fungsi dasar dari bank komersial,yaitu : pertama ,menyediakan tempat untuk
menitipkan uang dengan aman (safe keeping function), kedua , menyediakan alat
pembayaran untuk membeli barang dan jasa (transaction function) (M.Syafi’i
Antonio,2006)

Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia Bank diartikan sebagai


lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa dalam lalu
lintas pembayaran dan peredaran uang (Drs.suharso,KBBI)

Sedangkan menurut Sutan Remy Shahdeiny Bank syariah adalah lembaga


yang berfungsi sebagai itermediasi yaitu mengerahkan dana dari masyarakat dan
menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan
dalam bentuk pembiayaan tanpa berdasarkan prunsip bunga, melainkan
berdasarkan prinsip syariah(Sutan Remy Shahdeiny,2007)

Menurut Undang-Undang No.21 tahun 2008 , bank syariah adalah bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut
jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah(M.Nur Rianto Al-Arif,2012)

Pengertian bank syariah atau Bank Islam menurut bukunya Edy Widodo (
Mengapa memilih Bank Syariah? : 2005, halm.33) adalah Bank yang beroperasi
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Bank ini tata cara beroperasinya
mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadist .

Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam maksudnya adalah


bank yang dalam beroperasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam,
khusunya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Dalam tata cara
bermuamalat itu dijauhi praktik-praktik yang di khawatirkan mengandung
unsur0unsur riba, untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi
hasil dan pembiayaan perdagangan atau praktik-praktik usaha yang dilakukan di
zaman Rasulullah atau bentuk-bentuk usaha yang telah ada sebelumya, tetapi
tidak dilarang oleh beliau(Ibid)

Pelaksanaan fungsi-fungsi Perbankan dalam Islam, seperti Pembiayaan,


penitipan harta, pinjam meninjam uang, bahkan melaksanakan fungsi pengiriman
uang sebenarnya telah menjadi tradisi sejak Zaman Rasulullah, namun pada saat
itu fungsi-fungsi perbankan tersebut masih dilakukan secara sederhana. Sebagai
agama yang Universal, Islam juga memiliki aturan tentang perekonomian yang
dapat digali lebih lanjut di dalam Al-Qur’an, Hadist dan buku-buku karya
Ulama(Muhammad Arso dan Muhammad Kholid,2011)

Sejak awal kelahirannnya, bank syariah dilandasi dengan kehadiran dua


gerakan renaissance Islam modern : morevivalis dan modernis, tujuan utama
pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini, yaitu sebagai uaya kaum
muslim untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al-
Qur’an dan Hadist(Ibid)

Perbankan Islam dibangun dengan semangat keadilan, bukan hanya


mengutamakan kepentingan sekelompok orang tertentu, maka itulah salah satu
alasan Islam mengharamkan praktek perbankan ribawi (usury based), karena
hanya menguntungkan segelintir orang tetapi berakibat menyengsarakan bagi
kelompok lainnya, memperdalam kesenjangan sosial antara kelompok
masyarakat yang berekonomi mampu dengan masyarakat yang berekonomi
lemah.

B. PRINSIP DASAR DAN SISTEM OPERASIONAL BANK SYARIAH

Prinsip dasar perbankan syariah berdasarkan pada Al-Qur’am dan


Sunnah. Setelah dikaji lebih dalam Falsafah dasar beroperasinya bank syariah
yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya berprinsip pada tiga hal yaitu
efisiensi, keadilan dan kebersamaan. Efisiensi mengacu pada prinsip saling
membantu secara sinergis untuk memperoleh keuntungan/margin sebesar
mungkin. Keadilan mengacu pada hubungan yang tidak di curangi,ikhlas dengan
persetujuan yang matang atas proporsi masukan dan keluarannya. Kebersamaan
mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasihat untuk saling
mengingatkan produktivitas (Edy Widodo,2005)

Dalam mewujudkan arah kebijakan suatu perbankan yang sehat,kuat dan


efisien, sejauh ini telah didukung oleh enam pilar dalam Arsitektur Perbankan
Indonesia (API) yaitu, sutruktur perbankan yang sehat, sistem pengaturan yang
efektif, system pengawasan yang independen dan efektif, industri perbankan yang
kuat, insftastruktur pendukung yangmencukupi dan perlindungan konsumen.

Daya tahan perbankan syariah dari waktu ke waktu tidak pernah


mengalami negative spread seperti bank konvensional pada masa krisis moneter
dan konsistensi dalam menjalankan fungsi intermediasi karena keunggulan
penerapan prinsip dasar kegiatan operasional yang melarang bunga (riba’), tidak
transparan(gharar) dan spekulatif (maisir) ( Jundiani,2009)

Sistem operasional bank syariah yang telah diterapkan secara luas dalam
penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadi‟ah dan mudharabah.
a) Prinsip Wadi‟ah
Prinsip wadi‟ah yang diterapkan adalah wadi‟ah yad shamanah. Bank
dapat memanfaatkan dan menyalurkan dana yang disimpan serta menjamin
bahwa dana tersebut dapat ditarik setiap saat oleh nasabah penyimpan dana.
Namun demikian, rekening ini tidak boleh mengalami saldo negative (overdraft).
Landasan hukum prinsip ini adalah :

a. Q.S An nisa (4) Ayat 58, yang terjemahannya:


“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.”
b. Al-hadits :
“Sampaikan (tunaikanlah) amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan
membalas khianat kepada orang yang telah menghianatimu.” (H.R. Abu Dawud)

b) Prinsip Mudharabah

Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan dana atau


deposan bertindak sebagai shahibul mal (pemilik modal) dan bank sebagai
mudharib (pengelola). Bank kemudian melakukan penyaluran pembiayaan
kepada nasabah peminjam yang membutuhkan dengan menggunakan dana yang
diperoleh tersebut, baik dalam bentuk murabahah, ijarah, mudharabah,
musyarakah atau bentuk lainnya. Hasil usaha ini selanjutnya akan dibagihasilkan
kepada nasabah penabung berdasarkan nisbah yang disepakati. Apabila bank
menggunakannya untuk melakukan mudharabah kedua, bank bertanggung jawab
penuh atas kerugian yang terjadi.

C. KENDALA PERKEMBANGAN BANK SYARIAH

Didirikannya bank Islam ini karena dilatar belakangi oleh keinginan


masyarakat Islam untuk menghindari ribadalam kegiatan muamalahnya, menjalin
ukhuwah islamiah antara sesama muslim serta memperoleh kesejahteraan lahir
batin melalui kegiatan muamalah yang sesuai dengan perintah agama sehingga
mendapat ridho dari Allah SWT. Konsep itulah yang membuat perbankan syariah
memiliki nilai lebih dibanding perbankan konvensional. Nilai lebih ini terbukti
mampu menjadi mesin pendorong yang efektif bagi perkembangan perbankan
syariah, sebab nilai lebih itu juga menjadi daya tarik tersendiri bagi
perkembangan syariah dimata masyarakat(Tunjung sari, Strategi Pemasaran dan
Peran Perbankan Syariah dalam Perekonomian Indonesia)

Perbankan Syariah di Indonesia telah memasuki usia ke dua puluh tahun,


namun dari sisi pangsa pasar masih relative kecil(kurang dari 5%) . Kondisi ini
tentu kontradiktif, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah pemeluk
Islam. Sebagai perbandingan saja nasabah bank syariah di Singapura mencapai
50% dari golongan non muslim. Lambannya bank syariah meningkatkan pangsa
pasar tidak dapat dilepaskan dari beberapahal. Pertama, rasionalitas pemeluk
Islam dalam berekonomi, dimana pengejaran keuntungan materi tidak terlalu
mempertimbangkan persoalan halal haramnya riba.(Idah Zuhro, Malang; UMM
Press,2010) Kedua, pemahaman masyarakat akan bank syariah masih rendah.
Ketiga, belum adanya dukungan bulat dari institusi keagamaan seperti Nahdatul
Ulama dan Muhammadiyah tentang haramnya bunga sebagai riba. Keempat,
banksyariah di Indonesia, menghadapi tantangan dimana bank beroperasidalam
sistem ekonomi campuran yang kurang didukung regulasi karena pengawasannya
masih menyatu dengan bank konvensional. Sehingga diperlukan strategi
pengembangan perbankan syariah dalam menghadapi persaingan perbankan
konvensional(Ibid)

Arah dan Tantangan Perkembangan Perbankan Syariah memerlukan


kebijakan dalam mengembangkan perbankan syariah kedepan. Berikut
merupakan kebijaka perbankan syariah:(1) Mendorong produksi, (2) Mengurangi
gap antara sektor riil dengan sektor keuangan, (3) Meminimalkan money
concentration,(4) Mendorong governance dan menurunkan moral hazard,(5)
Pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan(Bank Indonesia,Kebijakan
Bank Syariah dalam seminar TOT Perbankan Syariah,Yogyakarta,2013)

D. PRODUK BANK SYARIAH DALAM KAITANNYA DENGAN


TRANSAKSI-TRANSAKSI KEUANGAN DALAM ISLAM

Menurut Yusud dan Wiroso (2011), Secara garis besar produk-produk


penghimpun dan penyaluran dana bank syariah dikelompokkan dalam 1)
Penghimpun dana bank syariah terdiri dari penghimpun dana wadi’ah dan
mudharabah; 2) penyaluran dana; pola penyaluran dana kepada nasabah, terdapat
3 kelompok yaitu, penyaluran dana dengan pola bagi hasil : pembiayaan
mudharabah dan musyarakah ,penyaluran dengan pola ujrah(sewa) yaitu ijarah
dan ijarah muntahiyah bit tamlik ,penyaluran dana dengan pola jual beli;
pembiayaan murabahah, salam dan ishtishna’.

1. Produk Penghimpunan Dana (funding)


Pengertian penghimpunan dana adalah suatu kegiatan usaha yang
dilakukan bank untuk mencari dana kepada pihak deposan yang nantinya
akan disalurkan kepada pihak kreditur dalam rangka menjalankan fungsinya
sebagai intermediasi antara pihak deposn dengan pihak kreditur.

Dalam Bank Syariah, klasifikasi penghimpunan dana yang utama tidak


didasarkan atas nama produk melainkan atas prinsip yang digunakan.
Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional prinsip penghimpunan dana yang
digunakan dalam bank syariah ada dua yaitu prinsip Wadiah dan prinsip
Mudharabah.

a) Giro

Giro adalah simpanan simpanan pada bank yang penarikanya dapat


dilakukan setiap saat, artinya bahwa uang yang disimpan di rekening Giro
dapat diambil setiap waktu setelah memenuhi bernagai persyaratan yang
telah di tetapkan. Dalam perbankan syariah dikenal adanya produk berupa
Giro wadiah dan Giro Mudharabah.

Secara umum, yang dimaksud dengan giro adalah cek, bilyet giro,
sarana perintah bayar lainnya, atau dengan pemindah bukuan. Adapun
yang dimaksud dengan giro syariah adalah giro yang dijalankan
berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah
Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa giro yang
benar secara syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip
wadiah dan mudharabah.

b) Tabungan

Selain giro, produk perbankan syariah di bidang penghimpunan


dana (founding) adalah tabungan. Berdasarkan undang-undang No. 10
Tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang No. 7 Tahun 1992
tentang perbankan, yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan
yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat tertentu yang
disepakati, tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat
lainnya yang dipersamakan dengan itu.
a. Tabungan Wadiah.

Tabungan wadiah merupakan tabungan yang dijalankan


berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan
dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya. Terkait
dengan produk tabungan wadiah, Bank Syariah menggunakan akad
wadiah yad adh-dhamanah. Dalam hal ini, nasabah bertindak sebagai
penitip yang memberikan hak kepada Bank Syariah untuk
menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya,
sedangkan Bank Syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi dana
atau barang yang disertai hak untuk menggunakan atau
memanfaatkan dana atau barang tersebut.

b. Tabungan Mudharabah

Tabungan Mudharabah adalah tabungan yang dijalankan


berdasarkan akad mudharabah. Mudharabah sendiri mempunyai dua
bentuk, yakni mudharabah mutalaqah dan mudharabah muqayyadah,
perbedaan yang mendasar diantara keduanya terletak pada ada atau
tidaknya persyaratan yang diberikan pemilik harta kepada pihak bank
dalam mengelola hartanya. Dalam hal ini, Bank Syariah bertindak
sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak
sebagai shahibul mal (pemilik dana).

Dari hasil pengelolaan dana mudharabah, Bank Syariah akan


membagikan hasil kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang
telah disepakati di awal akad pembukaan rekening. Dalam mengelola
dana tersebut, bank tidak bertanggung jawab Firman Allah Qs. An-
nisa 29

“Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling


memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perbiagaan yang berlaku dengan sukarela di
antaramu”

c) Deposito
Yang juga termasuk produk bank dalam bidang penghimpunan dana
(founding) adalah deposito. Berdasarkan undang-undang No. 10 Tahun
1998 tentang perubahan atas undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang
perbankan, yang dimaksud dengan deposito berjangka adalah simpanan
yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu
menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan.

Adapun yang dimaksud dengan deposito syariah adalah deposito


yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan
Syariah Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa
deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip
mudharabah.

2. Produk Penyaluran Dana/ Pembiayaan (financing)

Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh


suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain,
pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi
yang telah direncanakan.

Secara garis besar, produk pembiayaan kepada nasabah yaitu sebagai berikut :

a) Pembiayaan dengan prinsip jual beli. Seperti bai‟ murabahah, bai‟ as


salam dan bai‟ al istishna.

Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya


perpindahan kepemilikan barang. Tingkat keuntungan yang diperoleh
Bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang
dijual.

1) Murabahah adalah kegiatan jual beli pada harga pokok dengan


tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual haus
terlebih dahulu memberitahukan harga pokok yang ia beli ditambah
dengan keuntungan yang diinginkannya (Prof.Thamrin &
Dr.Francis,2012)
2) Salam adalah Akad transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan
dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu
secara penuh. Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang
diperjual belikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara
tangguh sementara pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak
sebagai pembeli dan nasabah sebagai penjual. Dalam praktik
perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank
akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu
sendiri secara tunai atau secara cicilan.
3) Istishna’ adalah transaksi jual beli barang dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan. Produk
istisna’ menyerupai produk salam, tapi dalam istisna’ pembayarannya
dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran.
Skim istisna’ dalam bank syari’ah umumnya diaplikasikan pada
pembiayaan manufaktur dan konstruksi .

b) Pembiayaan dengan prinsip sewa. Meliputi ijarah dan ijarah


muntahiya bit tamlik.

Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi


pada dasarnya prinsip ini sama saja dengan prinsip jual beli, namun
perbedaanya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli
transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya
adalah jasa. Aplikasi dari pola ijarah dalam perbankan syari’ah
diwujudkan dalam bentuk leasing, baik dalam bentuk opreating lease
maupun finansial lease.Akan tetapi pada umumnya, bank-bank
tersebut lebih banyak menggunakan al-ijarah al-muntahi bittamlik,
yaitu: akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang ditangan
sipenyewa. Hal ini dilakukan karena lebih sederhana dari sisi
pembukuan. Selain itu, bank juga tidak direpotkan untuk mengurus
pemeliharaan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.
Penerapan ijaroh dalam perbankan syari’ahdapat berupa sewa
murni (ijarah tasyghiliyyah) dan sewa beli (ijarah wa iqtina/ ijarah
muntahiya bittamlik). Kedua bentuk tersebut, secara konvenional
dikenal sebagai operating lease dan financial lease, yang kedua-
duanya sebagai bentuk dari sewa guna usaha (leasing).

c) Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil. Meliputi musyarakah,


mudharabah, muzara‟ah, dan musaqah.

Prisip ini dirancang untuk terbinanya kebersamaan dalam


menanggung risiko dan berbagi hasil usaha antara pemilik dana dan
pengelola dana.

1) Musyarakah adalah kerja sama antara dua belah pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak
memberikan konstribusi dana dengan keuntungan dan risiko usaha
akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

2) Mudharabah adalah akad kerjasama antara dua pihak, yaitu pihak


pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi
pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi, kerugian tersebut akan
ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari
kelalaian pengelola. Apabila kerugian itu bukan akibat dari
kelalaian pengelola, pengelola bertanggung jawab mengatasinya.

3) Muzara’ah adalah akad kerja sama pengelolaan pemilik lahan dan


penggarap, dimana pemilik lahan meyerahkan lahan pertanian
kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan
imbalan tertentu(nisbah) dari hasil panen yang benihnya berasal
dari pemilik lahan; pemili tanah menyerahkan sekaligus
memberikan modal untuk mengelola tanah kepada pihak lain.

4) Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari Muzaraah


dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman
dan pemeliharan. Sebagai imbalan, sipenggarap berhak atas nisbah
tertentu dari hasil panen.
3. Produk Jasa (Service)
Selain menjalankan fungsinya sebagai intermediaries (penghubung)
antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana, bank
syariah dapat pula melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada
nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa
perbankan tersebut antara lain sebagai berikut :
a) Sharf (jual beli valuta asing)
Pada prinsipnya, jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf.
Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini harus dilakukan pada waktu
yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta
asing. Prinsip ini dipraktikkan pada bank syariah devisa yang memiliki
izin untuk melakukan jual beli valuta asing.
b) Rahn, merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik peminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini
dilakukan seperti jaminan utang atau gadai.
c) Wakalah, artinya nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili
dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti transfer, kliring, L/C
(letter of credit). Atas jasanya, maka penerima kekuasaan dapat meminta
imbalan tertentu dari pemberi amanah.
d) Hiwalah adalah transaksi pengalihan utang piutang. Dalam praktek
perbankan fasilitas hiwalah lazimnya digunakan untuk membantu
supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya.
Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.
e) Kafalah, bank garansi digunakan untuk menjamin pembayaran suatu
kewajiban pembayaran. Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk
menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rohn. Bank dapat
pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Bank dapat ganti
biaya atas jasa yang diberikan
f) Qard, pinjaman kebaikan. Al- Qord digunakan untuk membantu
keuangan nasabah secara cepat dan berjangka pendek. Produk ini
digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan social. Dana ini
diperoleh dari dana zakat, infaq dan shadaqah.
E. PROFIT LOSS SHARING (PLS)

Keharaman bunga dalam syariah membawa konsekuensi adanya


penghapusan bunga secara mutlak. Teori PLS dibangun sebagai tawaran
baru di luar sistem bunga yang cenderug tidak mencerminkan keadilan
(injustice/dzalim) karena memberikan diskriminasi terhadap pembagian
resiko maupun untung bagi para pelaku ekonomi (shadeq,1992). Principles
of Islamic finance dibangun atas dasar larangan riba, larangan gharar,
tuntunan bisnis halal, resiko bisnis ditanggung bersama, dan transasksi
ekonomi berlandaskan pada pertimbangan memenuhi rasa keadilan
(Alsadek, et.al,2006). Profit loss sharing berarti keuntungan atau kerugian
yang mungkin timbul dari kegiatan ekonomi/ bisnis ditanggung bersama-
sama. Dalam atribut nisbah bagi hasil tidak terdapat suatu fixed atau certain
return sebagaimana bunga, tetapi di lakukan profil and loss sharing
berdasarkan produktifitas nyata dari produk tersebut ( Adiwarman
Karim,2001) .
Sebenarnya dalam perekonomian modern pembiayan dengan
sistem PLS sudah terbisa terjadi dalam berbagai kegiatan penyertaan modal
(equity financing) bisnis. Kepemilikan saham dalam suatu perseroan
merupaka contoh populer dalam penyertaan modal. Pemegang saham akan
menerima keuntungan berpa deviden sekaligus menanggung resiko jika
perusahaan tersebut mengalami kerugian ( Hendri Anto,2003).
Penyaluran dana dengan prinsip bagi hasil (profit sharing)
merupakan sebuah karakteristik dari suatu lembaga keuangan syariah dan
dasar bagi operasional lembaga keuangan syariah secara keseluruhan
(Timami,3013)

Dalam sistem Profit loss sharing harga modal ditentukan secara bersama
dengan peran dari keiwrausahaan. Price of capital dan enterpreneurship
merupaka kesatuan integratif yang secara bersama-sama harys
diperhitungkan dalam menentukan harga faktor produksi. Dalam pandangan
syairah uang dapat dikembankan hanya dengan suatu produktivitas nyata.
Tidak ada tambahan atas pokok uang yang tidak menghasilkan produktivitas.
Dalam perjanjian bagi hasil yang diseakti adalah proporsi
pembagian hasil ( disebut nisbah bagi hasil) dalam ukuran presentase atas
kemugkinan hasil produktivitas nyata. Nilai nominal bagi hasil yang nyata-
nyata diterima, baru dapat diketahui setalah hasil pemanfataan dana tersebut
benar-benar telah ada. Nisbah bagi hasil ditentukan berdasarkan kesepakatan
pihak-pihak yang bekerjasama. Berdasarkan nisbah biasanya akan
dipengaruhi oleh pertimbangan konstribusi masing-masing pihak dalam
bekerjasama dan prosfek perolehan keuntungan serta tingkat resiko yang
mungkin terjadi (Hendri Anto,2003). Secara Sistematis dapat diformulasikan
menjadi :
BH=f (S,p,0)..........................(5)

Ketarangan :
BH = Bagi hasil
S = share of partnership
P = exspected return
0 = exspected risk

Kesepakatan suatu tingkat nisbah terlebih dahulu harus memperhatikan


ketiga faktor tersebut. Faktor pertama, share on partnership merupakan sesuatu
yang telah nyata dan terukur. Oleh karenanyatidak memerlukan perhatian khusus.
Dua faktorterakhir, expected return, dan expected risk memerlukanperhatian
khusus. Oleh karenanya kemampuanuntuk memperkirakan keuntungan maupun
resiko yang mungkin terjadi dalam kerjasama yang berlandaskan PLS mutlak
dibutuhkan, terutama pada aspek kemungkinan resiko. Hal ini karena, pertama,
resikomemiliki efek negatif bagi usaha. Semakin besar resiko semakin
mengurangi nilai keuntungan usaha.Kedua, resiko memiliki sumber, cakupan dan
sifat yang seringkali tidak memperhitungkan data secara cermat. Ketiga,
perkiraan atas keuntungan biasanya memasukkan perhitungan variabel resiko.
Pada dasarnya suatu resiko muncul karena ada ketidakpastian
(uncertainty) di masa depan. Van Deer Heidjen (1996) membagi ketidakpastian
menjadi 3 kategori:

1) Risk. Kemunculannya berkemungkinan memiliki preseden historis dan


dapat dilakukan estimasiprobabilitas untuk tiap hasil yang mungkin
muncul.

2) Structural uncertainties. Kemungkinan terjadinyasuatu hasil bersifat unik,


tidak memiliki presedendi masa lalu. Akan tetapi tetap berkemungkinan
terjadi dalam logika kausalitas.

3) Unknowables. Kemunculan kejadian secaraekstrim tidak terbayangkan


sebelumnya.

Dalam kategori ini resiko merupakan sebutan bagi kemungkinan kejadian


yang ada preseden historisnya dan mengikuti suatu distribusi probabilitas.
Karenanya, resiko sesungguhnya dapat diperkirakan-- setidaknya secara teoritis.
Sedangkan Al Sultan,W (1999) menggunakan kata resiko untuk segala
sesuatuyang terjadi secara tidak pasti di masa depan. Resiko dibagi menjadi 2
aspek, yakni:

 Pasive risk, yaitu sebuah resiko yang terjadi danbenar-benar tidak ada
perkiraan dan perhitungan yang dapat dipakai, dan tidak diketahui
jawabannya.Perkiraan atas resiko ini hanya mengandalkan keberuntungan
(game of chance), karena seseorang hanya dapat bersifat pasif.
 Responsive risk, yaitu resiko yang kemunculannya memiliki penjelasan
kausalitas dan distribusiprobabilitas.

Resiko ini dapat diperkirakan dengan menggunakan cara-cara tertentu.


Memperkirakanresiko responsif ini sering disebut game ofskill, karena
perkiraannya didasarkan atas skill tertentu.

Dalam batas-batas tertentu resiko dapat diperkirakan,sehingga penerimaan


seseorang atas nisbah bagi hasil tidak melulu bersifat spekulatif. Resiko adalah
sebuah konsekuensi dari aktifitas produktif. Resiko yang perlu dihindari adalah
yang tidak dapat diperkirakan, seperti pasive risk atau unknowables. Resiko
seperti ini dalam terminologi fiqh mu’amalah disebut gharar yang benar-benar
bersifat spekulatif. Gharar terjadi karena seseorang sama sekali tidak (dapat)
mengetahui kemungkinan terjadinya sesuatu,sehingga bersifat perjudian atau
game ofchance. Jikasatu pihak menerima keuntungan, maka pihak lainpasti
mengalami kerugian. Hal ini berarti telah terjadiwin lose solution. Transaksi
syariah adalah mencerminkan positive sum game atau win-win solution
sebagaimana dalam ajaran teori profit loss sharing.

F. PENETAPAN MARJIN KEUNTUNGAN DAN NISBAH BAGI HASIL


PEMBIAYAAN

1. PENETAPAN MARJIN KEUNTUNGAN

Marjin keuntungan adalah persentase tertentu yang ditetapkan pertahun


perhitungan marjin keuntungan secara harian, maka jumlah hari dalam setahun
ditetapkan 360 hari, perhitungan marjin keuntungan secara bulanan, maka
setahunditetapkan 12 bulan

Pada umumnya, nasabah pembiayaan melakukan pembiayaan secara


angsura. Tagihan yang timbul dari transaksi jual beli dan atau sewa berdasarkan
akad murobahah, salam, sitisna, dan ijarah yang disebut sebagai piutang.
Besarnya piutang tergantung pada plafod pembiayaan, yakni jumlah pembiayaan
(harga beli ditambah harga pokok) yang tercantum didalam perjanjian
pembiayaan.

1) Referensi marjin keuntungan

Referensi marjin keuntungan adalah. penetapan marjin keuntungan yang


ditetapakan dalam rapat ALCO Bank Syariah, penetapan marjin keuntungan
pembiayaan berdasarkan rekomendasi,usul dan saran dari tim ALCO sebagai
competitor langsung terdekat.

a. Direc competitor’s market rate (DCMR)


DCMR adalah tingkat marjin keuntungan rata-rata perbankan syariah atau
tingkat marjin keuntungan rata-rata beberpa Bank Syariah yang
ditetapkan dalam rapat ALCOsebagai kelompok competitor langsung atau
tingkat marjin keuntungan Bank Syariah tertentu yang ditetapkan dalam
rapat ALCO sebagai competitor langsung terdekat.

b. Indirect competitor’s market rate (ICMR)

ICMR adalah tingkay suku bunga rata-rata perbankan


konvensional atau tingkat rata-rata suku bunga beberapa bank
konvensional yang dalam rapat ALCO ditetapkan sebagai kelompok
competitor tidak langsung, atau tingkat rata-rata suku bunga bank
konvensional tertentu yang dalam rapat ALCO ditetapkan sebagai
competitor tidak langsung yang terdekat.

c. Expected competitive return of investors (ECRI)

ECRI adalah target bagi hasil kompetitif yang diharapkan dapat


diberikan kepada dana pihakketiga.

d. Acquiring cost

Acquiring cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang


langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.

e. Overhead cost

Overhead cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang tidak
langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.

2) Penetapan harga jual

Setelah memperoleh referensi marjin keuntungan, bank melakukan


penetapan harga jual. Harga jail adalah penjumlahan harga beli/harga
pokok/harga perolehan bank dan marjin keuntungan.

3) Pengakuan ansuran harga jual


Angsuran harga jual terdiri dari angsuranharga beli/harga pokok dan
angsuran marjin keuntungan. Pengakuan angsuran dapat dihitung dengan
menggunakan empat metode:

a. Metode marjin keuntungan menurun (sliding)

Merupakan keuntungan marjin keuntungan yang semakin


menurun sesuai dengan menurunya harga pokok sebagai akibat adanya
cicilan/angsuran harga pokok, jumlah angsuran (harga pokok dan marjin
keuntungan) yang dibayar nasabah setiap bulan semakin menurun.

b. Marjin keuntungan rata-rata

Merupakan marjin keuntungan menurun yang perhitunganya


secara tetap dan jumlah angsuran (harga pokok dan marjin keuntungan)
dibayar nasabah tetap setiap bulan.

c. Marjin keuntungan flat

Merupakan perhitungan marjin keuntungan terhadap nilai harga


pokok pembiayaansecara tetap dari satu periode kepriode lainya,
walaupun baki debetnya menurun sebagai akibat dari adanya angsuran
harga pokok.

d. Marjin keuntungan annuitas

Merupakan marjin keuntungan yang diperoleh dari perhitungan


secara annuitas, perhitungan annuitas adalah suatu cara pengembalian
dengan pembayaran angsuran harga pokok dan marjin keuntungan secara
tetap.

Marjin keuntungan = f (plafod) hanya bias dihitung apabila


komponen-komponen yang dibawah ini tersedia:

a) Jenis perhitungan marjin keuntungan


b) Plafod pembiayaan sesuai jenis
c) Jangka waktu pembiayaan
d) Tingkat marjin keuntungan pembiayaan
e) Pola tagihan atau jatuh tempo

2. PENETAPN NISBAH BAGI HASIL PEMBIAYAAN

Bank Syariah menerapkan nisbah bagi hasil terhadap produk-produk


pembiayaan yang berbasis natural umcertanty contracts (NUC), yakni akad bisnis
yang tidak memberikan kepastian pendpatan (return), baik dari segi jumlah
maupun waktu, seperti mudorobah dan musyarakah.

Penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan ditentuka dengan mempertimbangkan


sebagai berikut:

4) Referensi tingkat marjin keuntungan


Merupakan referensi tingkat marjin keuntungan yang ditetapkan oleh rapat
ALCO
5) Perkiraan tingkat keuntungan bisnis yang dibiayai

Perkiraan tingkat keuntungan bisnis/proyek yang dibiayai dihitung dengan


mempertimangkan sebagai berikut.:

a. Perkiraan penjualan
b. Lama cash to cash cycle
c. Perkiraan biaya-biaya langsung
d. Perkiraan biaya-biaya tidak langsung
e. Delayed factor

Terdapat tiga metode dalam menentukan nisbah bagi hasil pembiayaan yakni:
1) Penentuan nisbah bagi hasil keuntungan

Nisbah bagi hasil pembiayaan untuk bankdi tentukan berdasarkan


perkiraan keuntungan yang diperoleh nasabah dibagi dengan referensi
tingkat keuntungan yang telah ditetapkan dalam rapat ALCO

2) Penentuan nisbah bagi hasil pendapatan


Nisbah bagi hasil pembiayaan untuk bank ditentukan berdasarkan
pada perkiraan pendapatan yang diperoleh nasabah dibagi dengan
referensi tingkat keuntungan yang telah ditetapkan dalam rapat ALCO.

3) Penentuan nisbah bagi hasil penjualan.

Nisbah bagi hasil pembiayaan untuk bank ditentukan berdasarkan


pada perkiraan penerimaan penjualan yang diperoleh nasabah dibagi
dengan pokok pembiayaan dan referensi tingkat keuntungan yang telah
ditetapkan dalam rapat ALCO.
DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman Karim Azwar,2001, Ekonomi Islam : Suatu Kajian


Kontemporer, Jakarta : Bina Insani.

Adiwarman A Karaim, 2010, Bank Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.

Al-Sulthan, W (1999) “ Financial Characteristics of Interest Free Banks


and Conventional Bank Accounting and Finance”, Chapter8 in
Ph.D.Dissertation.

Alsadek H.Gait,Adrew C. Washington (2006), An Empirical Survey of


Individual Consumer, Busness Firm and Financial Institution Attitudes toward
Islamic Methods, School of Accounting & Finance University of Wollongng,
Wollongong NSW 2522 Australia, JEL Classification: D12;G20.Z12.

Bank Indonesia, Kebijakan Perbankan Syairah, dalam seminar TOT


Perbankan Syariah, oleh Departemen Syariah Indonesia, Yogyakarta, 13 Juni
2013)

Drs.Suharso dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux, Semarang


:CV.Widya Karya ,h :75

Edy Widodo dkk, Mengapa Memilih Bank Syariah?, Bogor : Ghalia


Indonesia cet.I, 2005, h.33.

Hendrie Anto (2003), Pengantar Ekonomi Mikro Islami, Yogyakarta :


Penerbit Ekonosia

Ibid

Idah Zuhro,Mungkinkah Bank Bebas Bunga?, dalam Sumbangsih


FEPTM(ed), Gerakan Ekonomi Muhammadiyah kajian dan pengalaman Empiris(
Malang: UMM Press,2010), h.274.

Jundiani, Pengantar Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Malang :


UIN Malang Press, 2009, h.64.

M.syafi’i Antonio, Dasar-dasar Manajemen Bank Syairah, Jakarta :


Pustaka Alfabeta, cet ke-4, 2006, h.2.

Sutan Remy Shahdeyni, Perbankan Islam, Jakarta : PT Pustaka Utama


Grafiti, cet ke-3, 2007, h.1.
M.Nur Rianto Al-Arif, Lembaga Keuangan syariah suatu kajian Teoritis
Praktis, Bandung : CV Pustaka Setia, 2012, h.98.

Muhammad Arso dan Muhammad Kholid, Fiqh Perbankan,(Bandung :


Pustaka Setia, 2011), cet.1, h.58.

Prof.Thamrin Abdullah,M.M,MP.d dan Dr.Francis Tantri,S.E.,M.M. ,


Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2012, h.220.

Tunjung sari, Strategi Pemasaran dan Peran Perbankan Syariah dalam


perekonomian Indonesia,(Surakarta:STEBI AUB), tt.h.2.

Van Deer Hedjen (1996) dalam Achsien,lggi H. (2000), Investasi Syariah


di Pasar Modal : Menggagas Konsep Praktek Manajemen Portofolio Syariah.
Jakarta : Gramedia.

Wiroso,S.E ,M.BA , Produk Perbankan Syariah , Ed.1, cet ke 1, Jakarta :


LPFE Usakti 2011.

https://saripedia.wordpress,com/tag/produk-penghimpun-dana-di-bank-
syariah.

http://titik-erlin.blogspot.com/2012/06/penetapam-margin-keuntungan-dan-
nisbha.html

https://duniakumu.com/akad-pelengkap-dan-produkjasa-service-bank-
syariahfungsi-bank-syariah-produkdanjasa-bank-syariah.

Anda mungkin juga menyukai