Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS PENGARUH SEKTOR PERBANKAN SYARIAH TERHADAP

PEMBIAYAAN UMKM DENGAN METODE ECONOMIES OF SCALE

[Nur salsabila arwan Nst]


Perbankan syariah,Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas is lam sumatera utara ,
Nursasabia721@gmail.com

Abstract

Islamic banking as a monetary foundation assumes a part in empowering financial


development and working with financial instruments in indigenous areas, including miniature
areas, small and medium enterprises (MSMEs). Support for Islamic finance is needed as an
effort to strengthen MSMEs. This study aims to dissect the determinants that affect MSME
financing arrangements, the variables that affect non-performing financing in MSME
financing and ensure economies of scale for MSME financing directed by Islamic banking.
This review plans to investigate the impact of sharia on non-performing financing, the
number of employees of Sharia Business Banks (BUS) and Sharia Business Units (UUS), as
well as the number of BUS and UUS workplaces that fundamentally affect MSME financing.
The information used in this review is month-to-month information. sharia banking as stated
in the Sharia Banking Measurement report submitted by the Monetary Administrations
Authority/Financial Services Authority.

Key words: Islamic banking, SMEs, financing, non-performing financing, and economies of
scale

Abstrak

Perbankan syariah sebagai landasan moneter berperan dalam memberdayakan pembangunan


keuangan dan bekerja dengan instrumen keuangan di daerah asli, termasuk daerah miniatur,
usaha kecil dan menengah (UMKM). Dorongan pembiayaan keuangan syariah dibutuhkan
sebagai cara penguatan UMKM. Kajian ini bertujuan untuk membedah determinan yang
mempengaruhi pengaturan pembiayaan UMKM, variabel-variabel yang mempengaruhi
pembiayaan bermasalah dalam pembiayaan UMKM dan memastikan skala ekonomi untuk
pembiayaan UMKM yang diarahkan oleh perbankan syariah. Tinjauan ini berencana untuk
menyelidiki dampak syariah terhadap pembiayaan bermasalah, kuantitas pekerja Bank Usaha
Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS), serta total BUS dan tempat kerja UUS yang
menurut fundamental memengaruhi pembiayaan UMKM. Informasi yang digunakan dalam
review ini adalah informasi bulan ke bulan. perbankan syariah tertuang dalam hasil
Pengukuran Perbankan Syariah yang disampaikan kepada Monetary Administrations
Authority/ Otoritas Jasa Keuangan.
Kata kunci: Perbankan syariah,UMKM,Pembiayaan,Pembiayaan bermasalah,dan economies
of scale

Pendahuluan
Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) adalah sebagian dari sedikit bidang
moneter yang membuat komitmen kunci untuk pergerakan keuangan. Sebagai pemicu
perkembangan keuangan publik, pekerjaan usaha kecil, menengah, dan mini tidak bisa
ditolak. Informasi yang diungkap Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(KemenkopUKM) menunjukkan,adanya UMKM telah melampaui 64.194.057 unit atau
mewakili 99,99% dari hasil unit khusus yang didirikan di Indonesia. Di bidang usaha, usaha
kecil, menengah dan mini dapat membuka pintu kerja untuk 116.978.632 warga Indonesia
atau 92,62% pada total tenaga kerja yang ada di tanah air. Kekuatan besar organisasi kecil,
menengah dan kecil dalam latihan moneter telah membuat komitmen mereka terhadap
peningkatan PDB (Produk Domestik Bruto) negara dari tahun ke tahun, mencapai 8.573,9
triliun rupiah pada tahun 2018, atau 57,8% dari tingkat komitmen untuk Indonesia. Produk
domestik bruto.
Pada dasarnya, pembiayaan bank syariah dapat dicirikan tergantung pada tiga
klasifikasi, yaitu pembiayaan perdagangan khusus, pedoman sewa dan aturan pembagian
keuntungan. Pembiayaan beli digunakan untuk mengklaim barang dagangan, sedangkan
pembiayaan sewa digunakan untuk mendapatkan administrasi. Dalam dua klasifikasi ini,
seberapa besar laba untung yang dihasilkan bank adalah tetap, ditetapkan sebelumnya dan
digabungkan dengan biaya tenaga kerja dan produk yang disajikan oleh bank syariah. Untuk
situasi ini, akad jual beli dapat dilakukan dengan menggunakan item pembiayaan akad
Murabahah, Salam dan Istishna, dan sewa diperoleh diselesaikan melalui menggunakan item
pembiayaan Ijarah atau IMBT. Klasifikasi pembiayaan berikut adalah pembiayaan bagi hasil
yang dipakai kepada organisasi multipihak atau usaha bersama. Dalam klasifikasi ini,
seberapa besar keuntungan yang diperoleh bank bergantung pada keuntungan bisnis, yang
dialokasikan berdasarkan gaji. Tercatat per Juni 2020, pembiayaan modal yang berfungsi
serta usaha UMKM yang dijalankan Bank Usaha Syariah (Transportasi) dan Unit Usaha
Syariah (UUS) bertambah hingga Rp. 68,7 triliun, sedangkan pembiayaan non-UMKM
bertambah hingga Rp. 133,8 triliun (OJK, 2020 ).alokasi pembiayaan UMKM berkembang
maju pula belum terlerai pada dampak keadaan makro ekonomi (Zaimsyah dan
Herianingrum, 2020).
Pandemi Covid-19 sekarang ini berdampak kemudian mengubah situasi makro
ekonomi dan mendapat pengaruh dampak dari alokasi pembiayaan UMKM. Pandemi
COVID-19 memaksa perbankan untuk lebih berwaspada saat membayar pembiayaan.
Dalam keadaan seperti itu, perlu penguatan usaha kecil, menengah dan mikro sebagai upaya
memulihkan perekonomian nasional. Beberapa mendorong pengembangan usaha kecil,
menengah dan mikro dengan menjaga perkembangan pembiayaan bank syariah.
Pertumbuhan usaha dalam hakikatnya bisa Dilaksanakan lewat expositions produksi, dapat
memakai gabungan masukan yang benar dan efektif untuk membuat yield yang terbaik atau
mencapai skala ekonomi (Suhel et al., 2018). Skala ekonomi terjadi ketika output lipat
gandakan dengan dana kurang pada dua kali lipat (Pindyck dan Rubinfeld, 2013). Jika
instansi dapat meningkatkan daya beli dan mengurangi biaya produksi, ia dapat menikmati
manfaat skala ekonomi (Carpenter dan Sander, 2007).Dengan hal lain, ketika perusahaan
dapat menggandakan output dengan biaya lebih rendah, termasuk dalam beberapa kasus
ketika skala pengembalian meningkat, perusahaan akan menikmati skala ekonomi (Suhel et
al., 2011).
Dalam sektor keuangan, anggaran transaksi adalah permasalah yang rumit. Jika satu
orang memiliki modal tetapi jumlahnya terbatas, maka pemengang modal belum bisa
mengerjakan investasi yang besar di berbagai divisi, sebab hal ini menimbulkan dana
transaksi yang sangat tinggi dan medapat berbagai risiko. Dengan hal ini, bank syariah dapat
menjadi penghubung keuangan dan mengecilkan biaya transaksi dengan metode yang
konsisten dengan prinsip-prinsip hukum Syariah. Beberapa cara untuk mengatasi masalah
anggaran transaksi yang besar di pasar keuangan ialah dengan mengombinasikan biaya dari
beberapa pemengang modal lewat bank, kemudian pemengang modular menerima
keuntungan pada skala ekonomi, yaitu biaya transaksi berkurang dengan meningkatnya
skala atau skala berdagang.Economies of scale dalam keadaan di mana biaya lengkap untuk
mengelola pertukaran di sektor bisnis moneter hanya sebagai biaya yang berbeda, misalnya,
biaya kerja hanya sedikit meningkat sesuai dengan ekspansi ukuran pertukaran (Mishkin,
2008). Hal- Hal inilah yang harus dilihat dan di tinjau oleh perbankan syariah dalam
menyalurkan pembiayaan ke UMKM. Alokasi pembiayaan UMKM diandalkan untuk
sampai pada skala ekonomi sehingga layak untuk memperluas penyebaran pembiayaan ke
wilayah UMKM. Oleh karena itu, tinjauan ini direncanakan untuk merinci peningkatan
pembiayaan UMKM di keuangan syariah yang termasuk penyelidikan elemen yang
berpengaruh terhadap pembiayaan UMKM di perbankan syariah dan gambaran taksiran
skala ekonomi dalam pembiayaan UMKM di perbankan syariah.

Tinjauan Literatur
Penelitian ini beterkaitan dengan perbankan syariah dan UMKM telah dibuat terdahulu, tapi
tengah ada yang berkurang dengan inklusi masyarakat atau pemanfaatan faktor-faktor yang
belum secara eksplisit menggambarkan pameran UMKM. Penelitian terdahulu tentang
pembiayaan bank syariah untuk UMKM tengah dipimpin oleh Faisol (2017) dengan
memanfaatkan fractional least square yang beralasan bahwa presentasi UMKM pada dasarnya
dipengaruhi oleh nilai positif dari pembiayaan bank syariah. Selain itu, penemuan
Purnamasari dan Darmawan (2017) memberikan gambaran menyeluruh tentang sistem
keuangan syariah yang mempengaruhi kemajuan UKM di Indonesia. Litriani dan Leviana
(2017) secara eksplisit melihat dampak pembiayaan pada bank syariah sejauh modal kerja,
memperihatkan hingga pembiayaan modal yang berfungsi memiliki dampak positif dan besar
pada pembayaran bisnis klien. Dengan ini sesuai pada temuan Supraini (2016) maka
pembiayaan modal kerja keuangan syariah memiliki dampak yang besar, namun pembiayaan
usaha keuangan syariah tidak berdampak kritis terhadap kemajuan UMKM.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan time series periode 2015 sampai 2020. Kajian peningkatan
pembiayaan UMKM dalam review ini dilakukan dengan menggunakan metodologi
subyektif yang memukau dan metodologi kuantitatif. Metodologi yang pasti dilakukan
dengan mengklarifikasi pergantian peristiwa dan keadaan pembiayaan UMKM di perbankan
syariah. Tatkala itu, model relaps memakai informasi pembiayaan UMKM, aset pihak luar,
proporsi pembiayaan bermasalah bagi UMKM, kuantitas tenaga kerja BUS dan tempat kerja
UUS, dan total pekerja di perbankan syariah. Kesiapan model relaps berarti untuk
menyelidiki unsur-unsur yang berdampak pembiayaan dan keadaan ekonomi ukuran
pembiayaan UMKM di perbankan syariah. Review ini menggunakan informasi opsional
dari Focal Insights Organization (BPS), sedangkan variabel bank syariah didapatkan dari
Pengukuran Keuangan Syariah yang disampaikan pada Otoritas Administrasi Moneter
(OJK). Penduduk yang disetujuin menjadi tujuan eksplorasi ialah semua bank syariah di
Indonesia yang terdiri dari 14 Bank Usaha Syariah (Transportasi) dan 20 Unit Usaha
Syariah (UUS) dan semua UMKM di Indonesia yang berkisar 4,48 juta unit khusus.
Pemeriksaan menggunakan teknik pengujian purposive dengan standar umum yang tercatat
dalam laporan Wawasan Perbankan Syariah OJK. Pengujian informasi lintas wilayah
dilakukan di 33 wilayah di Indonesia, kecuali wilayah Kalimantan Utara yang belum
memiliki kantor agen OJK dengan tujuan agar informasi umum tidak terdata. Sedangkan
pengujian dari informasi runtun waktu yang bersifat tahunan mengambil rentang waktu
2015-2020 sesuai dengan aksesibilitas informasi di BPS yang berisi wawasan tahunan
dalam pengelompokan.
Hasil dan Pembahasan

Bank Syariah
Perbankan syariah dicirikan dengan bagian penting dari kegiatan bisnis, pendirian, dan
teknik dan metode dalam menyelesaikan aktivitas yang diidentifikasi dengan bank Islam,
termasuk unit khusus syariah. Pengertian ini diperjelas pada Pasal 1 Pasal 1 Undang-undang
Nomor 21 Tahun 2008 yang selanjutnya disebutkan dalam pasal 7 pasal ini bahwasahnya
bank syariah dipisahkan dari bank usaha syariah dan bank pembiayaan perseorangan
syariah. Perbankan syariah juga menggabungkan unit khusus yang mengaplikasikan standar
syariah pada penyelesaikan aktivitas mereka yang penting untuk bank bisnis biasa dan diberi
unit khusus syariah. Sebagai jawaban atas kerangka premi yang diterapkan oleh perbankan
reguler, keuangan syariah menawarkan kerangka pembiayaan yang bergantung pada standar
Islam melalui kerangka pembagian manfaat yang bergantung pada pembagian manfaat dan
kemalangan (Hasan, 2016). Standar dasar ini mewajibkan persyaratan pasar untuk
administrasi moneter tergantung pada hasil pemberian risiko dan tidak pergerakan risiko
(Hakeem, 2019). Pembiayaan pada kerangka pembagian manfaat adalah jenis upaya
terkoordinasi antara pendukung keuangan dan kepala modal saat pembagian manfaat serasi
proporsi atau komponen yang disetujuin dan dengan asumsi ada kemalangan, itu akan
dibagi oleh segmen sendiri sendiri (Suherman, 2017). Pembiayaan keuangan syariah yang
disebarkan untuk masyarakat mendapatkan perkembangan. Pada Desember 2015,
pembiayaan all out yang dikeluarkan kepada masyarakat secara umum sebesar Rp 212
triliun, dengan pembayaran pembiayaan UMKM sebesar Rp 51 triliun atau 23,62% dari
total pembiayaan perbankan syariah. Pada Desember 2018, pembiayaan UMKM bertambah
hingga Rp 67 triliun. Meskipun ha ini, besaran pembiayaan UMKM telah berkurang hingga
hanya 18,78% dari total pembiayaan keuangan syariah. Sebenarnya, Pedoman Bank
Indonesia Nomor 17/12/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Kredit atau Pembiayaan pada
Bank Usaha memberitahukan bahwa mulai sekitar tahun 2018 Bank Usaha termasuk Bank
Syariah wajib menyalurkan pembiayaan pada UMKM lebih kecil 25% dari keseluruhan.
portofolio pembiayaan bank.

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)


Dasar hukum yang mengarahkan UMKM terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2008 yang memperinci model-model UMKM menjadi 3 klasifikasi, khususnya
usaha kecil, kecil, dan menengah. UMKM adalah unit khusus yang tidak ada bagian
dari bisnis besar dan tetap soliter dalam menyelesaikan latihan moneter yang
bermanfaat. Klarifikasi kriteria usaha sendiri sendiri langkah UMKM terangkum
pada tabel berikut:

Tabel 1.

Kriteria usaha mikro,kecil,dan menengah

kriteri Usaha mikro Usaha kecil Usaha menengah


Kekayaan bersih < 55 juta 55 - 500 juta 500 juta - 15 miliar
Penjualan tahunan <500 juta 300 – 3,5 juta 3,5 miliar - 100 miliar
Sumber :UU Nomor 20 tahun 2008

Pembiayaan UMKM oleh keuangan syariah masih memperlihatkan implementasi yang bagus.
Sosialisasi pembiayaan UMKM hingga Mei 2020 diperluas menjadi Rp. 77,3 triliun atau
terdiri dari 21,48% dari total pembiayaan yang dimanifestasikan perbankan syariah. Padahal,
untuk Juni 2020 terjadi jeda pembiayaan UMKM menjadi Rp 68 triliun, yang terbagi menjadi
pembiayaan modal kerja UMKM senilai Rp 43,1 triliun dan pembiayaan ventura UMKM
sekitar Rp 25 triliun. Besaran pembiayaan UMKM pada Juni 2020 ternyata turun hingga
18,6%. Sementara itu, penyaluran pembiayaan non-UMKM meningkat hingga 36,2%
dibandingkan dengan pra-bulan lalu senilai 33,5% dan pembiayaan utilisasi hingga 45,12%
pada pra-bulan lalu senilai 44,93%. Meski menyambangi pengurangan, pembiayaan syariah
untuk UMKM daerah pada Juni 2020 tercatat senilai 9,5% dibandingkan periode serupa pada
2019 yang menyentuh Rp 62,8 triliun.

Penurunan pameran UMKM dapat mempengaruhi penyaluran pembiayaan UMKM.


Demikian juga dengan kondisi non-performing financing yang ditunjukkan dengan proporsi
NPF (non-performing financing) di daerah UMKM juga agak tinggi dibandingkan dengan
daerah non-UMKM. Selama lima tahun belakangan, sangat terlihat bahwa tingkat NPF
pembiayaan UMKM belum mengalami perubahan besar yang masih berada di titik 6%.
Kondisi ini mengakibatkan pembiayaan UMKM dipandang eksesif berbahaya dibandingkan
dengan pembiayaan non-UMKM. Pada Juni 2020, NPF pembiayaan UMKM tertulis senilai
6,06%, seterusnya lebih besar dibandingkan pembiayaan non-UMKM sebesar 3,47% (OJK,
2020). Tentang ini pula yang sebagai hal pemicu tidak maksimalnya sosialisasi pembiayaan
keuangan syariah di kawasan UMKM. meinput masa normal baru, salah satu pendekatan
untuk pemulihan moneter masyarakat adalah untuk meningkatkan area UMKM, termaksud
pada memberdayakan pembiayaan UMKM. Ada sekitar dua rencana Pemulihan Moneter
Publik (PEN) yang diarahkan pada penguatan UMKM, khususnya peredaran dukungan
UMKM yang bermanfaat dan pemberian kredit usaha menggunakan bunga abadi.
Selanjutnya, penyebaran cadangan UMKM, termasuk dari pembiayaan keuangan syariah,
juga diusahakan dapat berkembang lebih maksimal.

Analisis Pembiayaan bermasalah pada UMKM Perbankan Syariah


Dalam tinjauan tersebut, koefisien yang dihasillkan pada hasil kekambuhan menunjukkan
fleksibilitas dari tiap faktor. Variabel dana pihak ketiga, total kantor BUS dan UUS,tempat
kerja BUS Dan UUS, seperti pembiayaan tahun lalu berdampak positif terhadap pembiayaan
UMKM perbankan syariah, sementara itu variabel non-performing credit (NPF) dan kuantitas
total ahli keuangan syariah berdampak negatif atas pembiayaan UMKM perbankan syariah.
Koefisien dari setiap variabel otonom menunjukkan keserbagunaan faktor bebas, sehingga
cenderung terlihat bahwa fleksibilitas pembiayaan bermasalah (NPF) menunjukkan nilai
terkecil - 0,047 yang menunjukkan kondisi yang tidak elastis, seperti halnya efisiensi
periferal. aset luar sebesar 0,231 yang menyiratkan itu tidak elastis. Fleksibilitas efisiensi
kerja sebesar -0,398 menunjukkan kondisi yang inelastis, sedangkan kemanfaatan pembiayaan
mulai dari kuantitas tempat kerja Angkutan dan UUS mempunyai nilai inelastis terbesar
sebesar 0,485. Berlandaskan perhitungan di atas, didapatkan jika fleksibilitas non-performing
financing (NPF) adalah - 0,047.Dengan ini menunjukkan jika semakin besar NPF akan
berpengaruh pada berkurangnya pembagian pembiayaan kepada UMKM. Semakin tinggi
NPF maka bertambah tidak aman pembiayaannya dan berdampak pada berkurangnya alokasi
pembiayaan yang dikeluarkan ke daerah UMKM. Hal ini sesuai pada situasi dimana NPF
untuk pembiayaan UMKM lebih besar dibandingkan dengan NPF untuk pembiayaan non-
UMKM, hal ini menimbukan dampak pada luasnya sebaran pembiayaan UMKM yang lebih
kecil dibandingkan dengan luasan pembiayaan non-UMKM kepada seluruh masyarakat.
keluar portofolio pembiayaan perbankan syariah.

Perhitungan Economies of Scale

Perhitungan skala ekonomi memberikan hasil sebesar 0.2711 yang menunjukkan bahwa
pembiayaan UMKM perbankan syariah dengan keadaan mengurangi return to scale. Ini sesuai
pada eksplorasi Suhel et al., 2018 yang mengamati bahwasahnya skala ekonomi pada
pembiayaan UMKM perbankan syariah periode Januari 2012 sampai Juni 2017 berada pada
keadaan berkurangnya return to scale. Tidak maksimalnya pembiayaan UMKM di perbankan
syariah saat ini juga karena keadaan UMKM yang sebenarnya mempunyai ketidak mampuan
seperti kemampuan administratif, SDM yang terbatas, dominasi mekanik, dan akses
permodalan.

Sebagai cara memajukan pembiayaan UMKM, perbankan syariah bisa mencetuskan dana
pembiayaan dari persekongkolan linkage saat mengarahkan pembiayaan ke yayasan moneter
contohya koperasi syariah, Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), dan Baitul Maal wa
Tamwil (BMT). Pada bagan linkage financing, perbankan syariah dapat mencapai nasabah
UMKM di seluruh lokasi di negara ini. Hal ini sesuai dengan eksplorasi Kara (2011) yang
mengamati bahwa rencana pembiayaan UMKM perbankan syariah sebagai linkage dengan
BMT atau BPRS dengan contoh pengalihan, eksekusi atau joint financing bisa memperkuat
skala pembiayaan bank syariah ke wilayah UMKM.

Hasil uji autokorelasi pada Breusch-Godfrey Sequential Connection LM Test menunjukkan


kemungkinan chi-kuadrat sebesar 0,1161 > 0,05.dalam hal ini model tidak bermasalah
autokorelasi. Untuk sebentaran, konsekuensi pengujian model pembiayaan keuangan syariah
berarti bahwa 93,06% pembiayaan yang dimanifestasikan ke UMKM diperjelas dengan tegas
dengan faktor aset pihak luar, pembiayaan bermasalah, jumlah perwakilan Transportasi dan
UUS, jumlah Transportasi dan tempat kerja UUS, dan pembiayaan UMKM pada tahun
terdahulu, sedangkan sisa 6,94% dikategorikan oleh berbagai elastis di luar model. Semua
faktor tersebut diketahui secara fundamental berdampak pada pembiayaan UMKM. Untuk
situasi ini, dampak terbesar datang pada total kantor Administrasi Perhubungan dan UUS
yang berdampak positif sebesar 0,485, kemudian disusul pada kuantitas pekerja bank syariah
yang berdampak negatif sebesar 0,397 dan jumlah pekerja bank syariah yang berdampak
negatif sebesar 0,397. subsidi pihak luar yang berdampak positif sebesar 0,232. Sementara itu,
NPF mempunyai konsekuensi merugikan sekitar 0,047. Oleh karena itu, skala ekonomi
pembiayaan UMKM yang dimanisfestasikan oleh perbankan syariah dapat ditentukan saat
memasukkan setiap koefisien faktor bebas terdiri berikut ini:

Economies of scale = 0,231 – 0,047 – 0,398 + 0,485 + 0,0001.................................... 4)


= 0,2711

Hasil skala ekonomi menentukan nilai 0.2711 yang menyiratkan bahwa pembiayaan UMKM
perbankan syariah berpengaruh saat nilai kurang dari satu atau lebih dengan kondisi kerugian
yang konsisten.
Selain itu, kondisi UMKM yang masih terkendala oleh beberapa hal perlu ditingkatkan,
misalnya lebih mengembangkan kantor dan kerangka kerja agar mereka dapat berkreasi dan
memiliki kinerja yang mumpuni. Selanjutnya, hazard pembiayaan bagi kawasan UMKM yang
dinilai tinggi diandalkan menjadi lebih rendah. Otoritas publik juga dapat memberi harap
dalam bersikap aktif dalam memberdayakan penguatan dan kemajuan UMKM. Otoritas
publik dapat, di samping hal-hal lain, memberikan alokasi modal, aksesibilitas organisasi
periklanan, dan persiapan administrasi. Sementara itu, bagi perbankan syariah, penting untuk
membentengi SDM yang mencakup dominasi bakat dan informasi broker perbankan syariah
di bidang pembiayaan sesuai aturan syariah dengan tetap mempertimbangkan produktivitas
nasabah. Kemampuan SDM di perbankan syariah merupakan salah satu elemen penting untuk
mewujudkan sirkulasi pembiayaan yang ideal ke daerah UMKM. Sejalan dengan itu, bisa
dikatakan bahwa pekerjaan, semuanya setara, baik pelaku UMKM, perbankan syariah,
maupun otoritas publik diperlukan untuk melakukan pemberian pembiayaan.UMKM yang
ideal dan bermanfaat.

Kesimpulan

Faktor dana pihak ketiga, non performing financing, jumlah tenaga kerja BUS dan UUS,
tempat kerja BUS dan UUS berdampak signifikan dengan pembiayaan UMKM di perbankan
syariah. Dilihat dari perkiraan skala ekonomi, ini menunjukkan kerugian yang konsisten pada
aset pihak luar, pembiayaan bermasalah, jumlah pekerja BUS dan UUS, total tempat kerja
BUS dan UUS. Untuk meningkatkan pembiayaan UMKM di perbankan syariah, penting
untuk membentengi dan membina UMKM sehingga penilaian saat UMKM mempunyai
bahaya tinggi dapat ditiadakan. Konsolidasi kapasitas pialang keuangan syariah di sektor
pembiayaan UMKM juga diharuskan untuk usaha agar memaksimalkan pembiayaan
UMKM. Demikian pula tugas dari otoritas publik diharapkan dapat membantu dan
mendukung kemajuan UMKM sehingga nantinya dapat memperluas penyebaran pembiayaan
ke daerah UMKM. Pengelolaan perbankan syariah sepanjang sejalan dengan Pedoman Bank
Indonesia juga perlu dilakukan agar bank syariah bisa mengikuti pengaturan PBI dalam hal
pembiayaan kepada UMKM paling sedikit 20% dari portofolio pembiayaan bank absolut.
Daftar Pustaka

Azis, A., Rusland, A.H. (2009). Peranan Bank Indonesia dalam Mendukung Pengembangan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Jakarta: Bank Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS), 2020, Berita Resmi Statistik 5 Agustus 2020. Jakarta:
Badan Pusat Statistik.
Carpenter, M.A, Sanders, W.G. (2007). Strategic Management, A Dynamic Prespective:
Concept & Cases, 2nd Edition. New Jersey: Pearson Education.
Hakeem,M.M. (2019).Innovative Solutions to Tap “Micro, Small and Medium Enterprises”
(MSME) Market a Way Forward for Islamic Banks. Islamic Economic StudiesVol 27,
No. 1- Mei 2019, 38-52, ISSN: 1319-1616.
Hasan, M.K. (2016).IFSB 7th Public Lecture on Financial Policy and
Stability:Entrepreneurship, Islamic Finance, and SME Financing.Malaysia:
Islamic Financial Services Board.
Manzilati, A. (2015). How profit and loss sharing system (PLS) encourage small & medium
enterprises sustainability. Society of Interdisciplinary Business Research, 13(3), 1580.
Mishkin, F.S. (2008). Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan, Edisi 8.Jakarta:
Penerbit Salemba Empat.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), 2020, Snapshot Perbankan Syariah Indonesia 2020 Posisi Juni
2020. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan.
Suhel. (2011). Analisis Skala Ekonomis pada Industri Perbankan Syariah di Indonesia. Jurnal
Ekonomi Pembangunan, Vo. 9, No. 2, hal. 68-80,
ISSN: 2089-919X.
Suherman. (2014). Penterapan Prinsip Bagi Hasil pada Perbankan Syariah Sebuah Pendekatan
Al-Maqasidu Al-Syariah. Al Mashlahah Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam
Vol. 2, No.03 – Januari 2014, 295-304, E-ISSN: 2581-2556.
Suretno, S., & Bustam, B. (2020). Peran bank syariah dalam meningkatkan perekonomian
nasional melalui pembiayaan modal kerja pada UMKM.Ad-Deenar:
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, 4(1), hal. 1. doi: 10.30868/ad.v4i01.752.

Anda mungkin juga menyukai