Anda di halaman 1dari 14

Analisis Psikologis Dalam Penyelesaian dan Observasi Pada

Tindakan Pelaku Kriminal Yang Mengalami Gangguan Jiwa

Disusun Oleh:
GAMANG DANIAR (10203962)

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 BANYUWANGI


BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Manusia hidup bermasyarakat mempunyai tujuan untuk memenuhi
kebutuhannya. Tetapi manusia sebagai makhluk sosial yang hidup di
masyarakat tidak dapat berbuat bebas menurut kehendaknya dan setiap
manusia mempunyai kekurangan dalam pemikirannya ada yang sehat dan ada
yang tidak sehat seperti kekurangan dalam pemikiran yaitu gangguan
jiwa.Sehat adalah keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan tidak hanya
terbebas dari penyakit atau kelemahan. Kebalikan dari sehat adalah sakit atau
penyakit.Sakit atau penyakit dalam arti disease adalah suatu penyimpangan
simtomnya diketahui melalui diagnosis. Sehat dan sakit adalah keadaan
biopsikososial yang menyatu dengan kehidupan manusia.Gangguan berarti
suatu peristiwa yang menimbulkan ketidaklancaran fungsi normal suatu proses.
Pikiran lebih menunjuk pada proses bukan keberadaan jasmani. Otak
merupakan organ konkret yang dapat dilihat yang bersifat Jasmani. Jadi
gangguan jiwa merupakan suatu kondisi dimana keberlangsungan fungsi
mental menjadi tidak normal baik kapasitas maupun
keakuratanya.
Psikiatri dan hukum memiliki pola pendekatan yang berbeda terhadap
perilaku manusia. Hukum memandang tingkah laku dari data dan keadaan yang
disadari di mana tingkah laku itu menjadi tangungjawab kriminal. Tetapi
psikiatri menganggap tingkah laku yang melanggar hokum mungkin tidak
hanya dilandasi oleh faktor yang disadari, tetapi mungkin juga tingkah laku
tersebut merupakan manifestasi dari gangguan psikis.Dalam menilai apakah
orang dengan gangguan kejiwaan bisa bertanggungjawab terhadap perilakunya,
terdapat perbedaan konsep dasar antara psikiatri dan hukum. Pertama, penyakit
otak (Disease of the mind), kegilaan, ketidakwarasan (inanty), cacat jiwa
adalah terminology hukum, bukan terminology medis. Terminologi tersebut
mengacu pada keadaan pikiran pelaku kejahatan pada saat tindak kejahatan itu
dilakukan.
Dalam menilai apakah Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) bisa
bertanggung jawab terhadap perilakunya, terdapat perbedaan konsep dasar
antara psikiatri dan hukum. Pertama, penyakit otak (disease of the mind),
kegilaan, ketidakwarasan (insanity), cacat jiwa adalah terminologi hukum,
bukan terminologi medis. Terminologi tersebut mengacu pada keadaan pikiran
pelaku kejahatan pada saat tindak kejahatan itu dilakukan.Psikiater lebih
banyak menggunakan istilah neurotik dan psikotik.Kedua, orang yang jelas
mengalami gangguan jiwa dalam konsep psikiatri, belum tentu dikualifikasikan
sebagai “gila” dalam konsep hukum. Sebagai contoh neurotik dan gangguan
kepribadian merupakan gangguan jiwa, namun hukum tidak menerima dua
keadaan tersebut sebagai penyakit. Tantangan bagi psikiater yang bekerja
untuk peradilan adalah menerjemahkan bahasa medis ke dalam bahasa hukum.
Ketiga, hukum bekerja pada pikiran dan bukan pada otak. Sebagai contoh
walaupun psikiater dapat menjelaskan bahwa perilaku penderita gangguan
kepribadian anti sosial (psikopat) terjadi akibat gangguan pada otaknya, namun
hukum berfokus pada pemikiran si penderita saat melakukan suatu kejahatan
Aspek-aspek psikologis dan psikiatri diperlukan dalam penegakan
hukum serta memberi pegangan bagi setiap Law Enforcement. Di dalam Proses
Peradilan Pidana untuk membuktikan adanya seseorang dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya, dibutuhkan Visum et Repertum
Psychiatricum. Dokter Ahli Jiwa menyumbang data klinis yang disusun
sedemikian rupa, sehingga merupakan bahan berguna untuk membantu
pelaksanaan dalam menentukan tanggung jawab kriminal dari seorang
terdakwa. Data klinis itu adalah pendapat-pendapat di bidang keahliannya.
Konklusi yang kesimpulan pendapat itu diambil dalam bidang keahliannya,
tetapi tidak selalu dapat memenuhi syarat-syarat pembuktian
deduktif,Perbuatan pidana menurut Moeljatno adalah perbuatan yang
bertentangan dengan tata atau ketertiban yang dikehendaki oleh hukum atau
dengan kata lain perbuatan melawan hukum. Perbuatan tersebut merugikan
masyarakat, dalam arti menghambat terlaksananya tata dalam pergaulan
masyarakat yang baik dan adil. Dapat pula dikatakan bahwa perbuatan-
perbuatan pidana itu bersifat merugikan masyarakat. Peraturan-peraturan
hukum untuk orang normal tidak mungkin diterapkan pada orang yang
terganggu jiwanya.
Bagaimanakah mengusahakan agar hukum semakin efektif, baik
sebagai sarana pengendalian sosial, sarana mempermudah interaksi sosial, dan
sarana pembaharuan. Jadi, hukum bukan hanya sebatas pengatur kehidupan
berbangsa dan bernegara, namun juga sebagai sarana penyadaran akan hak dan
kewajiban sebagai warga negara. Upaya yang biasanya dilakukan agar supaya
warga masyarakat mematuhi kaidah hukum adalah dengan mencantumkan
sanksisanksinya. Sanksi-sanksi tersebut mungkin berupa sanksi negatif atau
sanksi positif. Ada pandangan-pandangan yang menyatakan bahwa sanksi-
sanksi negatif yang berat akan dapat menangkal terjadinya kejahatan. Namun
disamping itu ada pula yang berpendapat bahwa sanksi saja tidaklah cukup,
sehingga diperlukan upaya-upaya lainnya. Kamus Hukum Internasional &
Indonesia karangan Soesilo Prajogo,mengartikan Kejahatan sebagai tindak
pidana yang tergolong berat, lebih berat dari sekedar pelanggaran; perbuatan
yang sangat anti sosial, yang oleh negara dengan sadar menjatuhkan hukuman
kepada pelakunya; perbuatan jahat; sifat yang jahat.Sedangkan Pelanggaran
diartikan sebagai suatu jenis tindak pidana tetapi ancaman hukumannya lebih
ringan dari pada kejahatan baik yang berupa pelanggaran jabatan atau
pelanggaran undang-undang Kenyataan/konkretnya kewenangan kekuasaan
kehakiman dilaksanakan oleh hakim.Istilah hakim itu sendiri mempunyai dua
pengertian, yaitu yang pertama adalah orang yang mengadili suatu perkara di
pengadilan, dan pengertian yang kedua adalah orang yang bijak
Bagaimanakah hukum memandang kasus-kasus seperti ini, sehingga
terlahir suatu bentuk penyelesaian perkara tindak pidana terhadap pelaku
gangguan kejiwaan.Kalau penjahat diibaratkan orang yang sakit, dan pidana
bersifat memberi nestapa sebagai pembalasan atas kejahatan yang dilakukan,
hal itu dijadikan obat untuk si sakit tadi?Untuk dapat mengobatinya, tentunya
terlebih dahulu diperlukan mengetahui sebab-sebab dari penyakit itu. Dan
karenanya diperlukan bukanlah pidana yang bersifat memberi nestapa sebagai
pembalasan atas kejahatan yang telah dilakukan,melainkan tindakan-tindakan.
Ketentuan hukum yang ada sekarang ini tidak menguraikan secara jelas
mengenai batasan pertanggungjawaban pidana seseorang yang menderita
gangguan kejiwaan. Sebab ketentuan hukum yang ada pada saat sekarang
seseorang yang menderitagangguan kejiwaan.
hukum menjadi dasar kekuasaan dan sumber segala kekuasaan untuk
mengatur dan menegakkan negara Indonesia demi terwujudnya kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang sejahtera, cerdas, tertib, damai
dan berkeadilan sebagaim diamanatkan dalam Pembukaan (Preambule)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Adalah merupakan suatu tindakan yang tepat jika kepada pelaku tindak pidana
pembunuhan diberikan sanksi/hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.
Dengan demikian harapan untuk suatu kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara yang sejahtera, cerdas, tertib, damai dan berkeadilan dapat
terwujud. Berdasarkan hal tersebut, maka untuk penyelesaian perkara tindak
pidana pembunuhan terhadap pelaku yang mengalami gangguan kejiwaan pun
sama halnya dengan pelaku pembunuhan yang tidak mengalami gangguan
kejiwaan lainnya, walaupun ada beberapa hal yang menjadi pembandingnya.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana penyelesaian perkara tindak pidana pembunuhan terhadap
pelaku gangguan kejiwaan, ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana?
2. Bagaimna proses hukum pelaku kejahatan setelah ditetapkan mempunyai
gangguan kejiwaan?
BAB II
TUJUAN DAN MANFAAT
PENELITIAN

A. Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian perkara tindak pidana


pembunuhan terhadap pelaku gangguan kejiwaan, ditinjau dari Undang-
Undang Hukum Pidana
2. Untuk mengetahui bagaimana proses hukum pelaku kejahatan setelah
ditetapkan mempunyai gangguan kejiwaan

B. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini terdiri dari sebagai berikut:


a. Hasil penelitian ini diharapkan berguna dalam memperkaya wawasan hukum
pidana, dengan kajian tentang analisis kriminologis terhadap pelaku;
b. Hasil penelitian ini dapat berguna sebagai referensi dibidang karya ilmiah
serta bahan masukan bagi penelitian sejenis di masa yang akan datang.
c. Penelitian ini untuk menambahkan pengetahuan dan pemahaman penulis
khususnya mengenai tema yang diteliti.
d. Penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan dan alat mendorong bagi rekan-
rekan mahasiswa untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan
dengan tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang mengalami gangguan
kejiwaan.
e. Diharapkan dapat memberikan penjelasan kepada instansi-intansi terkait,
mengenai ketentuan-ketentuan
f. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan
kepada pemerintah berkaitan dengan perlindungan korban dalam Peraturan
Perundang-Undangan, perlindungan korban tindak pidana yang dilakukan
oleh orang dengan gangguan jiwa, serta wujud perlindungan terhadap korban
yang akan datang;
g. Bagi penegak hukum, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan
kepada para penegak hukum berkaitan dengan perlindungan korban tindak
pidana yang dilakukan oleh orang dengan gangguan jiwa, supaya mendapat
keadilan.
h. Bagi masyarakat, hasil penelitian diharapkan menjadi salah satu pengetahuan
tentang perlindungan korban tindak pidana yang dilakukan oleh orang dengan
gangguan jiwa, dan langkah mengantisipasinya.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan yang dilakukan


Pendekatan penelitian yang lakukan adalah penelitian hukum normative (legal
research) atau disebut juga dengan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang
dilakukan dengan pendekatan yuridis normative yang diteliti adalah bahan
pustakaan atau data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier. Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan
adalah penelitian terhadap asas-asas hokum.

B. Macam macam bahan hukum/data


Sebagai berikut macam macam bahan hukum/data
a) Data Primer
Data primer adalah data yang penulis dapatkan atau diperoleh secara
langsung melalui responden di lapangan mengenai hal-hal yang
bersangkutan dengan masalah yang diteliti.
b) Data Sekunder
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan sumber utama yang
dijadikan pembahasan dalam penelitian ini, yaituaturan-aturan
hukum yang mengikat.Peraturan-peraturan tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut:
a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian.
b. Bahan Hukum
Sekunder Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum
yang mempunyai fungsi untuk menambah atau memperkuat dan
memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang memberikan
informasi, petunjuk, maupun penjelasan dalam bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia,
kamus hukum.
Sebagai sumber hukum, perundang- undangan memiliki kelebihan dan
norma-norma social yang lain, karena ia dikaitkan dengan kekuasaan yang tertinggi
di suatu negara dan karenanya pula memiliki kekuasaan memaksa yang besar
sekali. Dengan demikian adalah muda bagi perundang-undangan untuk menentukan
ukuran-ukurannya sediri tanpa perlu menghiraukan tuntutan-tuntutan dari bawah.

C. Bahan hukum /sumber data


Bahan yang diambil pada penelitian ini adaah Bahan hukum sekunder
adalah dokumen atau bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan
hukum primer seperti buku-buku, artikel, jurnal, hasil penelitian, makalah dan lain
sebagainya yang relevan dengan permasalahan yang akan dibahas.

D. Metode pengambilan bahan hukum/data


Pengambilan data untuk penelitian ini adalah dengan cara mengumpulkan
data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder
yang ada kaitannya dengan pokok masalah penelitian.Adapun model Pengambilan
bahan hukum yang digunakan adalah model library research atau studi
kepustakaan. Studi ini bertempat di perpustakaan atau tempat-tempat lain yang
kiranya di sana bisa didapatkan berbagai sumber data bahan hukum yang
diperlukan

E. Metode analisis bahan hukum/data


Dalam menganalisis data, dilakukan dengan metode yuridis kualitatif, yaitu
data yang diperoleh disusun secara kualitatif untuk mencapai kejelasan mengenai
masalah yang dibahas dengan tidak menggunakan rumus maupun data statistik,
tetapi dengan teknik penafsiran hukum.
Analisis data menurut Sugiono adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan
kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dielajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah
dipahami oleh diri sendiri maupun oranglain. Setelah diperoleh data, baik data
primer ataupun data sekunder, penulisan menganalisis data secara kuantitatif, yang
pada dasarnya penyorotan terhadap masalah serta usaha pemecahannya, yang
dilakukan dengan upayaupaya yang banyak didasarkan pada pengukuran yang
memecahkan objekobjek penelitian dalam unsurunsur tertentu, untuk kemudian
ditarik suatu generalisasi yang seluas mungkin ruang lingkupnya.
BAB IV
KAJIAN PUSTAKA

A. Tindakan criminal
Kejahatan atau tindak kriminal merupakan salah satu bentuk dari
“perilaku menyimpang” yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk
masyarakat.Perilaku menyimpang itu merupakan suatu ancaman yang nyata atau
ancaman terhadap norma-norma sosial yang mendasari kehidupan atau keteraturan
sosial,dapat menimbulkan ketegangan individual maupun ketegangan-ketegangan
sosial, dan merupakan ancaman riil atau potensiil bagi berlangsungnya ketertiban
sosial. Kejahatan di samping masalah kemanusiaan juga merupakan masalah sosial,
tidak hanya merupakan masalah bagi masyarakat tertentu, tetapi juga menjadi
masalah yang dihadapi oleh seluruh masyarakat di dunia.

Kriminalitas atau tindak kejahatan adalah suatu tindakan yang melanggar


hukum, undangundang, norma, dan nilai yang berlaku dalam masyarakat. Tindak
kejahatan tersebut dapat merugikan dan mengancam keselamatan serta jiwa
seseorang. Kejahatan sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat dan banyak
faktor yang dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan suatu tindak
kejahatan tersebut. Dewasa ini tindak kejahatan seperti hal yang sudah biasa di
masyarakat, ketika seseorang tidak perlu lagi berpikir panjang untuk melakukan
tindak kejahatan dan para pelaku tidak lagi memikirkan konsekuensi yang terjadi
dari perbuatanya tersebut, sehingga para pelaku juga tak segan-segan untuk
melukai bahkan membunuh para korbannya.
Faktor ekonomi menjadi salah satu hal yang mendasari seseorang untuk
melakukan tindak kejahatan, biasanya para pelaku tindak kejahatan adalah mereka
yang berpenghasilan rendah, berstatus sebagai seorang pengangguran atau
penduduk miskin. Kebutuhan dasar sehari-hari seperti sadang, pangan dan papan
tidak dapat terpenuhi dengan penghasilan yang terbilang paspasan atau tidak
mencukupi. Sedangkan kebutuhan keluarga yang semakin hari semakin meningkat,
dan jumlah tanggungan keluarga yang tidak sedikit.. Dengan kondisi seperti ini
memaksa mereka untuk melakukan berbagai cara untuk mendapatkan penghasilan
tambahan dimana keterampilan dan pendidikan yang mereka miliki sangat rendah.
Oleh karena itu, jalan satu-satunya untuk mendapatkan penghasilan tambahan yaitu
dengan melakukan tindak kejahatan seperti melakukan pencurian, perampokan,
penipuan yang dapat merugikan harta benda atau hilangnya nyawa seseorang.
Indonesia telah menetapkan sanksi pidana penjara dalam perundang-
undangan sebagai salah satu sarana untuk menanggulangi masalah kejahatan,
hal ini merupakan salah satu bagian kebijakan kriminal atau politik kriminal,namun
kejahatan yang terjadi di masyarakat sepertinya sulit dihilangkan,meskipun dengan
perangkat hukum dan undang-undang yang dirumuskan oleh legislatif.Tindak
pidana pencurian diatur dalam Pasal 362 KUHP yang merumuskan, “Barangsiapa
mengambil seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk
dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara
paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah”.
Unsurmelawan hukum dalam tindak pidana pencurian tersebut dirumuskan secara
tegas dan eksplisit, sehingga mengandung pengertian bahwa perbuatan mengambil
barang milik orang lain secara melawan hukum merupakan perbuatan yang dilarang
oleh undang-undang dan mempunyai sanksi berupa pidana. Tindak pidana yang
diatur dalam Pasal 362 KUHP tersebut merupakan pencurian dalam bentuk pokok,
sedangkan pencurian yang lainnya merupakan pencurian biasa yang disertai
dengan keadaan-keadaan khusus.

B. Gangguan jiwa
Gangguan jiwa adalah manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku
akibat adanya distorsi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam hal
bertingkah laku. Hal ini terjadi karena menurunnya semua fungsi
kejiwaan(Akemat, Helena, Keliat, Nurhaeni (2011). Sedangkan menurut Undang-
Undang RI No. 18 Tahun 2014, orang dengan gangguan jiwa yang disingkat ODGJ
adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang
termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan perubahan perilaku yang
bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan
fungsi orang sebagai manusia.
Gangguan Jiwa Menurut Longhort dalam buku Supratiknya, stigma
terhadap gangguan jiwa adalah istilah yang sebenarnya sukar didefenisikan secara
khusus karena istilah meliputi aspek yang luas, akan tetapi disepakati
mengangdung konotasi kemanusiaan yang kurang. Istilah ini berarti suatu sikap
jiwa yang muncul dalam masyarakat, yang mengucilkan anggota masyarakat yang
memiliki kelainan jiwa.
Ganguan jiwa atau bisa disebut Psikopatologi dalam islam dapat di bagi
dalam dua kategori; yaitu beresifat duniawi dan ukhrawi. Macam-macam
psikopatologi yang termasuk dalam kategori bersifat duniawi berupa gejala-gejala
atau penyakit kejiwaan sebagamaimana disebutkan dalam psikologi kontemporer.
Sedangkan psikopatelogi bersifat ukhrawi, berupa penyakit akibat penyimpangan
terhadap norma-norma atau nilai-nilai moral, spiritual, dan agama.Salah satu
perspektif spiritual dan religius adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh al-
Ghozali. Psikopatologi yang merusak sistem kehidupan spiritualitas dan keagamaan
seseorang oleh al-Ghozali disebut dengan al-akhlaq al-khabisah, yaitu akhlak yang
buruk merupakan penyakit hati dan penyakit jiwa.
Dalam hukum pidana, gangguan jiwa atau dikenal juga dengan istilah
skizofrenia. Menurut Julianto Simajuntak adalah penyakit dimana keprebadian
mengalami keretakan, alam pikir, perasaan, dan perbuatan individu terganggu. Pada
orang normal, alam pikiran, perasaan, dan perbuatan ada kaitannya atau searah,
tetapi pada pasien skizofrenia ketiga alam itu terputus, baik satu atau
semuanya.Sedangakn menurut Dr. A. Supratiknya dalam bukunya yang berjudul
Mengenal Perilaku Abnormal, skizofrenia adalah gangguan psikotik berat yang
ditandai distorsi berat atas realitas, menarik diri dari interaksi sosial, disorganisai
dan fragmentasi persepsi, pikiran dan emosi.Muhammad Vandestra dalam bukunya
Terapi Kesehatan Jiwa & Mental Dalam Islam, menyebutkan bahwa penyakit jiwa
adalah kelainan keprebadian yang ditandai oleh mental dalam (profound-mental)
dan gangguan emonsional yang mengubah individu normal menjadi tidak mampu
mengatur dirinya untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat.Namun, dalam
pandangan masyarakat umum (awam) skizofrenia atau orang yang berpenyakit jiwa
sudah di identikkan dengan gila atau orang gila. Gangguan jiwa juga dikenal
dengan istilah abnormal, beberapa istilah tentang perilaku abnormal yaitu; perilaku
maladatiptif, gangguan mental, psikopatologi, gangguan emonsional, penyakit jiwa,
gangguan perilaku, penyakit mental, dan ketidakwarasan sering dipakai secara
bergantian untuk, secara umum-kasar, menunjuk gejala yang
sama.Keabnormalan itu dapat dibagi atas dua golongan yaitu: Gangguan jiwa
(neurose) dan sakit jiwa (psychose). Gangguan jiwa (neurose) dan penyakit
jiwa (psychose) adalah akibat dari tidak mampunya orang menghadapi
kesukaran-kesukarannya dengan wajar, atau tidak sanggup ia menyesuaikan
diri dengan situasi yang dihadapinya.
Penyebab gangguan jiwa,Hal-hal yang dapat memengaruhi perilaku
manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur dan jenis kelamin, keadaan badaniah,
keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan,
pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang
dicintiai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antar manusia dan sebagainya.
Meskipun gejala umum atau gejala yang meninjil itu terdapat pada unsur kejiwaan,
tetapi penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik), di lingkungan sosial
(sosiogenik), ataupun dipsike (psikogenik). Beberapa penyebab tersebut terjadi
bersamaan, lalu timbullah gangguan badan ataupun jiwa (Yosep, 2010) Sebaliknya
seorang dengan penyakit badaniah apabila mengalami kelemahan, daya tahan
psikologiknya pun menurun sehingga ia mungkin mengalami depresi, karena
modern ini diketahui bahwa penyakit pada otak sering mengakibatkan gangguan
jiwa.
Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga
unsur itu yang terus menerus saling mempengaruhi (Yosep,2010) yaitu:
1) Faktor somatik atau organobiologis
a. Neroanatomi
b. Nerofisiologis
c. Nerokimia
d. Tingkat kematangan dan perkembangan organic
e. Faktor pre dan peri-natal
2) Faktor psikologis
a. Interaksi ibu – anak dan peranan ayah
b. Persaingan anatara saudara kandung
c. Intelegensi
d. Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
e. Kehilangan, konsep diri, pola adaptasi
f. Tingkat perkembangan emosi
3) Faktor sosio-budaya atau sosiokultural
a. Kestabilan keluarga
b. Pola mengasuh anak
c. Tingkat ekonomi
d. Perumahan, perkotaan lawan pedesaan
C. Kerangka Konseptual
1. Proses Hukum adalah perjalanan yang ditempuh hukum untuk menjalankan
fungsinya, yaitu mengatur masyarakat atau kehidupan bersama.
2. Pelaku adalah menurut Kitab Undang Hukum Pidana yang dirumuskan
dalam Pasal 55 ayat 1 yaitu mereka yang melakukan, yang menyuruh
melakukan, yang turut serta melakukan, dan mereka yang sengaja
menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
3. Undang-Undang adalah peraturan±peraturan tertulis yang dibuat oleh
pelengkapan negara yang berwenang dan mengikat setiap orang selaku
wagar negara.
4. Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur pelanggaran terhadap undang-
undang, pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum dan barang
siapa yang melakukan perbuatan yang dilarang dalam hukum pidana akan
diancam dengan sanksi pidana tertentu. Perbuatanperbuatan yang dialarang
dalam hukum pidana yaitu: Pembunuhan, perampokan, pencurian,
penipuan, korupsi, penganiayaan dan pemerkosaan.

D. Teori Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Yang Mengalami Gangguan Jiwa


Banyaknya kasus mengenai pembunuhan dengan pelaku sebagai seorang
yang mengalami gangguan kejiwaan tentu saja membuat resah masyarakat.
Pasalnya, mereka yang mengalami gangguan kejiwaan tentu membutuhkan
perawatan medis dengan perlindungan sebagai pasien. Namun, disisi lain mereka
juga merupakan pelaku tindak kejahatan yang bahkan memakan korban nyawa
yang seharusnya dikenakan sanksi pidana atas kejahatannya. Hal ini tentu saja
menjadi sorotan khususnya untuk kepolisian bagian psikologi forensik, karena di
Indonesia undang-undang mengenai pelaku tindak kejahatan dengan gangguan
kejiwaan masih belum jelas.
Penanganan kasus-kasus pembunuhan dengan masalah kejiwaan seperti ini
memerlukan kerja sama dari berbagai pihak untuk menyelesaikannya, terutama
antara aparat hukum, psikolog, dan psikiater. Kepolisian Republik Indonesia (Polri)
sebagai aparat penegak hukum seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia diharapkan
dapat menegakkan hukum sebagaimana mestinya. Kepolisian khususnya penyidik
dibekali dengan kemampuan dan keterampilan penyidikan tindak pidana baik
dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana maupun di luar Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana dalam melakukan tugasnya itu. Adanya kerja sama antara
para pihak ini, keputusan yang diambil akan lebih bijaksana karena memberikan
perhatian pada kondisi psikis atau kejiwaan pelakunya sehingga latar belakang atau
penyebab pelaku melakukan tindak kejahatannya dapat diinvestigasi secara
mendalam. Aplikasi metode, teori, dan konsep-konsep psikologi dalam sistem
hukum ini disebut sebagai psikologi forensik. Psikolog forensik dapat membantu
polisi melacak pelaku dengan menyusun profil kriminal pelaku. Psikolog forensik
juga dapat membantu Polisi dengan melakukan asesment guna memberikan
gambaran tentang kondisi mental pelaku. Seorang psikolog dapat menyusun otopsi
psikologis berdasarkan sumber bukti tidak langsung, yaitu catatan yang
ditinggalkan, data yang diperoleh dari teman, keluarga korban atau teman kerja.
Kembali ke pembahasan mengenai kasus pembunuhan dan mutilasi, pakar
psikologi forensik Reza Indragiri Amriel berpendapat bahwa pembunuhan berantai
atau sadis (mutilasi), bagi pelakunya adalah untuk mendapatkan fantasi atau sensasi
yang luar biasa dengan melihat korbannya meninggal atau detik-detik terakhir
korban mengembuskan nafasnya (mati perlahan-lahan).
Psikolog mendeteksi kondisi intelektualitas tersangka tindak pidana, dalam
rangka memperlancar proses penyidikan kepolisian. Psikolog juga melakukan
asesmen kondisi berisiko dan berbahaya dari tersangka, agar psikolog mendapatkan
gambaran kemungkinan adanya kondisi berisiko dan berbahaya dari tersangka
selama dalam proses penyidikan kepolisian. Melakukan asesmen kompetensi
mental tersangka (competency/insanity), dengan tujuan untuk mendeteksi apakah
tersangka memiliki kompetensi mental (sakit jiwa) atau tidak. Mendeteksi kondisi
sobriety (uji ini untuk mendukung kecurigaan polisi saat interogasi, apakah pelaku
dipengaruhi oleh obat-obatan atau tidak; dan apa pun hasil pemeriksaannya tidak
dihentikan.19 Selain itu juga, dapat membantu mendapatkan keterangan tentang
motivasi tersangka yang sebenarnya. Mendeteksi adanya malingering padat
tersangka. Di Indonesia, jika terdakwa dinyatakan waras pada saat melakukan
kejahatannya, maka tersangka akan diganjar dengan kurungan, denda atau masa
percobaan (probation). Tetapi jika terdakwa dinyatakan tidak waras (Insanity Plea)
pada saat melakukan kejahatan, maka tersangka akan dipandang sebagai tidak
bertanggungjawab atas perbuatanya itu, dan akan ditahan untuk mendapat treatment
khusus, bukan hukuman.
DAFTAR PUSTAKA

A.Pollak, R. (2019). Demand system specification and estimasion. jawa tengah: works
press.

AHMAD, E. S. (2016). KEPASTIAN HUKUM PENANGANAN PERKARA TERHADAP PELAKU.


http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/01/Jurnal-Hukum-EMA-SITI-
HUZAEMAH-AHMAD.pdf, 1-25.

HERDAETHA, A. (2014). PERTANGGUNGJAWABAN KRIMINAL . JURNAL ILMU HUKUM,


1-22.

Hukum, k. i. (2016, februari 15). GANGGUAN KEJIWAAN DAN PERTANGGUNG JAWABAN


PIDANA (SEBUAH PEMAHAMAN MENGENAI PASAL 44 AYAT (1) KUHP).
https://kanggurumalas.com/2016/02/15/gangguan-kejiwaan-dan-
pertanggungjawaban-pidana-sebuah-pemahaman-mengenai-pasal-44-ayat-1-
kuhp/.

Irawati, D. (FEBRUARI 2009 ). REKONSTRUKSI PASAL 44 KUHP DAN VeRP . JURNAL


HUKUM PRIORIS, VOLUME 2, NOMOR 2.

Litigasi. (2019, January 25). Hukum Pidana Memandang Penderita Sakit Jiwa.
https://litigasi.co.id/hukum-pidana/331/hukum-pidana-memandang-penderita-sakit-
jiwa.

Pandensolang, W. G. (Juni 2015). PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA . Lex Crimen


Vol. IV/No. 4/Juni/2015, Vol. IV No. 4.

Sinaga, B. S. (2016). PROSES HUKUM BAGI PELAKU YANG MENGALAMI GANGGUAN . OM


Fakultas Hukum Universitas Riau , Volume III Nomor 2.
Suara.com. (2020, september 20). Pengidap Gangguan Jiwa di Mata Hukum Indonesia.
http://rdk.fidkom.uinjkt.ac.id/index.php/2020/09/15/pengidap-gangguan-jiwa-di-
mata-hukum-indonesia/.

Anda mungkin juga menyukai