Anda di halaman 1dari 5

Selain itu, Menurut Van Bemmelen arti Pidana atau straf menurut

hukum positif dewasa ini adalah: “Suatu penderitaan yang bersifat khusus,
yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang untuk menjatuhkan
pidana atas nama Negara sebagai penanggung jawab dan ketertiban hukum
umum bagi seseorang pelanggar, yakni semata-mata karena orang tersebut
telah melanggar suatu peraturan hukum harus ditegakkan oIeh Negara”. 1
Pengertian di atas pada hakikatnya adalah sama, bahwa adapun
wujud dari pidana adalah berupa nestapa, yang diberikan oleh negara,
kepada pelanggar hukum. Reaksi-reaksi atas delik yang dikemukakan oleh
Roeslan Saleh ini menunjukkan bahwa suatu delik dapat memberikan
reaksinya atau imbalannya apabila dilanggar, yaitu berupa ancaman
hukuman atau pidana.

Sementara pemidanaan adalah suatu proses pemberian atau


penjatuhan pidana. Pemidanaan disebut juga sebagai penjatuhan pidana atau
pemberian pidana atau penghukuman. Dalam Bahasa Belanda disebut
straftoemeting dan dalam Bahasa Inggris disebut sentencing. Sudarto
menyatakan bahwa “pemidanaan” memiliki arti yang sama dengan
“penghukuman”, sebagaimana pendapatnya bahwa :2
“Penghukuman itu berasal dari kata dasar hukum,
sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum suatu
peristiwa itu tidak hanya menyangkut bidang hukum pidana
saja, akan tetapi juga hukum perdata, oleh karena tulisan ini
berkisar pada hukum pidana, maka istilah tersebut harus
disempitkan artinya, yakni penghukuman dalam arti pidana,
yaitu kerap kali dengan pemidanaan atau pemberian atau
penjatuhan pidana oleh hakim. Penghukuman dalam hal ini
mempunyai makna yang sama dengan sentence atau
veroordeling.”

1
P.A.F Lamintang, 1984, Hukum Penitensier Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 47
2
Sudarto, 1981, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni, hal. 71
Dorpat dalam bukunya, Crimes of Punishment menyatakan sebagian besar dari para
narapidana dirusak oleh pengalaman mereka di penjara dan menjadi lebih buruk
secara psikologis ketika mereka keluar dari penjara dibandingkan ketika pertama kali
mereka masuk. Kesimpulan nya bahwa tidak efektif untuk memberikan perubahan
prilaku dan efek jera kepada pelaku dengan pemenjaraan, hal ini terbukti bahwa
sanksi pemenjaraan tidak efektiv sebagai hukuman. Hukuman tidak dapat
menghindarkan seorang untuk baik atau bahkan mengulanggi perbuatannya, bahkan
kadang orang-orang yang menghukum berdalih bahwa mereka sedang menguji
mental orang yang mereka hukum, namun pelaksanaannya bukan menguji mental
tetapi menghancurkan mental.3
Pelaksanaan hukuman pidana di Indonesia dewasa ini telah berkembang
mulai dari hukum tindak pidana khusus atau undang-undang diluar KUHP Indonesia.
Kecendrungan hukuman dengan menerapkan penjara dan kurungan sudah sangat
sering sekali dilakukan didalam pelaksanaan putusan pengadilan. Hal ini dilakukan
karena merupakan amanah dari undang- undang. Masyarakat didalam kehidupan
sosialnya terdapat aturan untuk mengatur berbagai pola perilaku masyarakat yang
merupakan anggota kelompok sosial, Artinya setiap perilaku dan tingkah laku
manusia haruslah dibatasi oleh aturan agar manusia dapat mengetahui apa yang
harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Tingkah laku yang diatur berarti
batasan nilai dan norma yang menyimpang dan antisosial. Sebaliknya perilaku yang
diurutkan berarti mengandung nilai dan norma yang telah diatur sebelumnya.
Upaya pencegahan dan penanganan agar masyarakat tidak melanggar
aturan, maka di dalam kelompok masyarakat harus memiliki seperangkat nilai dan
norma yang tidak lain adalah mencegah atau mengurangi pelanggaran aturan.
Biasanya disebut bentuk kontrol social, fungsi kontrol sosial yang berlaku untuk
kehidupan masyarakat, adalah mengembangkan ketakutan itu seseorang untuk tidak
melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, dan
memberikan santunan bagi orang yang menaati nilai dan norma-norma yang berlaku
untuk memperkuat rasa percaya diri dalam masyarakat bahwa nilai itu seharusnya
3
Fitri Yani, Tonna Balya, “Alternatif
Sanksi Psikologis Terhadap Pelaku Kejahatan
Dalam Hukum Pidana Di Indonesia”, (
dipegang teguh kehidupan masyarakat menuju yang lebih baik. Serta mampu
menciptakan sistem hukum aturan mainnya secara formal dirumuskan dengan
sanksi yang terkandung di dalamnya.4 Dari keterbatasan tersebut, dapat diartikan
bahwa kontrol sosial adalah cara dan proses yang dirancang atau tidak dirancang
dan dikendalikan yang bertujuan untuk melibatkan, mendidik, dan bahkan memaksa
warga negara untuk mematuhi norma dan nilai sosial yang berlaku.
Dari beberapa uraian dan penjelasan diatas, dapat diasumsikan bahwa
penjatuhan hukuman terhadap narapidana sudah mulai harus diperbaharui bukan
lagi kearah sanksi pidana lagi tetapi lebih kepada sanksi tindakan yakni tindakan
yang dapat merubah sisi kejiwaan pelaku kejahatan yakni sanksi psikologis yang
diharapkan dapat mampu memperbaiki sisi kejiwaan pelaku kejahatan nantinya.
Dalam bukunya "Kejahatan Penjara," Dopat mengatakan bahwa sebagian besar
narapidana telah terluka oleh pengalaman mereka di penjara, dan ketika mereka
meninggalkan penjara, mental mereka lebih buruk daripada ketika mereka pertama kali
masuk. Kesimpulannya, pidana penjara tidak efektif untuk mengubah perilaku dan
membuat jera pelaku kejahatan, namun bukti menunjukkan bahwa pidana penjara
bukanlah hukuman yang efektif. Sekalipun si penghukum mengaku sedang menguji
spiritualitas orang yang dihukumnya, hukuman itu tidak bisa mencegah seseorang untuk
berbuat baik atau mengulangi perbuatannya, tetapi pelaksanaannya bersifat spiritual. Itu
bukan ujian, melainkan kehancuran mental.
Dari beberapa penjelasan dan penjelasan di atas, penilaian narapidana bukan lagi
sanksi pidana, melainkan sanksi perilaku, yaitu perilaku yang dapat mengubah aspek
psikologis pelaku kejahatan yaitu sanksi psikologis. Hal ini dapat meningkatkan sisi
psikologis penjahat.
Psikologi kriminal merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari
psikologi (kondisi perilaku atau kejiwaan) si penjahat serta semua atau yang
berhubungan baik langsung maupun tak langsung dengan perbuatan yang
dilakukan Dan keseluruhan-keseluruaan akibatnya. Berdasarkan pengertian
tersebut maka dapat di tarik pemahaman bahwa ilmu psikologi kriminal
merupakan suatu metode yang dipergunakan guna mengidentifikasi penyebab

4
E. Z. Leasa, Penerapan Sanksi Pidana dan sanksi tindakan dalam hukum pidana Indonesia, Jurnal
Sasi Vol. 16 No. 4 Bulan Oktober – Desember 2010
terjadinya kejahatan yang diakibatkan oleh kelainan perilaku atau factor
kejiwaan si pelaku tindak pidana. Psikologi kriminal dalam hal ini juga
mempelajari tingkah laku individu itu khususnya dan juga mengapa muncul
tingkah laku asosial maupun bersifat kriminal. Tingkah laku individu atau
manusia yang asosial itu ataupun yang bersifat kriminal tidaklah dapat
dipisahkan dari manusia lain, karena manusia yang satu dengan lainnya adalah
merupakan suatu jaringan dan mempunyai dasar yang sama.
Hukum merupakan hal yang bisa dikatakan mempunyai pengaruh yang dominan
dalam kehidupan manusia untuk mengarahkan kehidupannnya ke arah yang
lebih baik. Blackburn (dalam Bartol & Bartol, 1994; Kapardis, 1995) membagi
peran psikologi dalam bidang hukum: psychology in law, psychology and law,
psychology of law.
1. Psychology in law, merupakan aplikasi praktis psikologi dalam bidang hukum
seperti psikolog diundang menjadi saksi ahli dalam proses peradilan.
2. Psychology and law, meliputi bidang psycho-legal research yaitu penelitian
tentang individu yang terkait dengan hukum seperti hakim, jaksa, pengacara,
terdakwa.
3. Psychology of law, hubungan hukum dan psikologi lebih abstrak, hukum
sebagai penentu perilaku. Isu yang dikaji antara lain bagaimana masyarakat
mempengaruhi hukum dan bagaimana hukum mempengaruhi masyarakat.
Pandangan di atas sesuai dengan pendapat Mark Constanzo (2006) bahwa peran
psikolog/psikologi dalam bidang hukum:
1. Sebagai penasehat;
2. Sebagai evaluator;
3. Sebagai pembaharu
Isu-isu yang berkaitan dengan kajian aplikasi psikologi dalam bidang
hukum berkenaan dengan persepsi keadilan (bagaimana sesuatu putusan
dikatakan adil, kenapa orang berbuat kejahatan, bagaimana mengubah perilaku
orang untuk tidak berbuat kejahatan). Aplikasi secara detail dalam bidang ini
antara lain: forensik, kriminalitas, pengadilan (hakim, jaksa, terdakwa, saksi, dll),
pemenjaraan, dan yang berkaitan dengan penegakan hukum seperti kepolisian,
dan lain-lain.
Kejahatan baik terencana maupun tidak terencana sebagai hasil dari
reaksi cepat, emosional, motif, dan sebagainya. Akan menghasilkan macam
perilaku kejahatan, diantaranya:
1. Kriminal biasa : mencuri, mencopet, dll;
2. Kriminal Konvensional: untuk jalan hidup;
3. Kriminal Profesional: dengan keahlian;
4. Kriminal dengan kekerasan: pembunuhan, perkosaan;
5. Kriminal ‘public order’: tidak ada korban, tetapi secara etika melanggar;
6. Kriminal politik: menentang pemerintah yg berkuasa;
7. Kriminal occupasional: malpraktek;
8. Kriminal bisnis: manipulasi bisnis, dan menipu konsumen;
9. Yang terorganisasi: mafia, narkoba, dll.

Anda mungkin juga menyukai