Anda di halaman 1dari 11

PENOLOGI

PERTEMUAN 1 DAN 2
Pengertian, Hubungan Penologi dengan Kriminologi,
Teori Pemidanaan, Sistem Pelaksanaan Hukuman Penjara

Pengertian Penologi
Penologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu poena dan logos Poena memiliki
arti pain (kesakitan) atau suffering (penderitaan) atau hukuman.
Istilah penologi dapat ditelusuri dari kata dasar “Penal” dan “Logos/Logi”.
Penal berasal dari bahasa Perancis yang artinya pidana, atau Poena (bahasa latin)
berarti hukuman/denda atau Poenal/Poenalis (menjatuhkan hukuman). Sedangkan
“Logos”/Logi berarti ilmu pengetahuan, Penologi merupakan ilmu terapan atau
pengembangan serta pelaksanaan pemidanaan.
Secara harfiah penologi berarti suatu ilmu (logos) yang mempelajari tentang
penal (pidana). Sebagai logi/logos (ilmu pengetahuan) maka yang menjadi
pertanyaan apa yang berlaku dahulu, kini dan yang akan datang? dengan demikian
terlihat bahwa ruang lingkup penologi tidak hanya meliputi suatu Negara pada kurun
waktu tertentu, terlihat bahwa lingkup penologi tidak hanya meliputi suatu negara
pada kurun waktu tertentu.
Oleh karena itu penologi disebut juga sebagai politik criminal (Criminele Politiek,
Control of Crime) yang tidak hanya mempelajari ketentuan yang ada dalam perundang-
undangan saja dan suatu tempat/Negara tertentu, melainkan juga mempelajari masalah
penal tampa batas wilayah dan tampa batas waktu. Penologi tidak hanya mempelajari
hal-hal yang berkaitan dengan pidana, tetapi juga yang di luar pidana. Selain itu penologi
merupakan anak kandung dari “Kriminologi” yang mempelajari kejahatan (kausa, akibat
dan penanggulangannya.) secara ilmiah.

1
Hubungan Penologi dengan Kriminologi.
Bahwa yang termasuk ke dalam pengertian Kriminologi adalah proses
pembuatan Hukum (procceses of making laws), pembentukan hukum (procceses of
breaking laws), dan reaksi terhadap pelanggar hukum (reacting toward the breaking
laws). Maka dengan demikian kriminologi tidak hanya mempelajari kejahatan saja,
tetapi juga mempelajari bagaimana hukum itu berjalan.
Obyek kriminologi :
- Kejahatan sebagai gejala masyarakat.
- Kejahatan secara konkret terjadi dalam masyarakat
- Orang yang melakukan kejahatan.
Penologi merupakan ilmu tentang hukuman, akan tetapi Sutherland
memasukan hak-hak yang berhubungan dengan usaha pengendalian kejahatan baik
represif maun preventif.
Obyek Penologi :

- Pelanggar hukum
- Terpidana/narapidana
- Residevis.
Tujuan Kriminologi diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mencakup semua
materi pengetahuan yang diperlukan untuk mendapatkan konsep kejahatan serta
bagiamana pencegahan kejahatan dilakukan, termasuk di dalamnya pemahaman
tentang pidana atau hukuman.
Tujuan Penologi lebih mempokuskan perhatiannya pada obyek studi
kriminologi, yakni reaksi sosial, dengan mempelajari hal-hal yang terkait dengan
perkembangan hukuman arti dan manfaat yang berhubungan dengan “control of
crime”

Pada akhir abad ke XVI mulai didirikan penjara oleh John Howard (1726-1790)
dalam bukunya “The State of Prisons”, beliau melukiskan keadaan penjara yang
menyedihkan di Negara Inggris dan berjasa dalam memperbaiki berbagai bidang
kepenjaraan yaitu dengan mengadakan pembaharuan sistem kepenjaraan dan
pembinaan narapidana. Di Amerika Serikat golongan Quaker sangat berpengaruh

2
pada tahun 1880 didirikan perkumpulan yang mempersoalkan keadaan penjara,
kelompok tersebut bertujuan agar menggati menjadi penutupan secara individual
agar penjahat tersebut dapat intropeksi dan penyesalan tindakannya.
Penologi merupakan bidang studi dari kriminologi yang mempelajari prinsif-
prinsif dari penghukumanan manajemen penjara, reformasi dan unit-unit pengekang
lainnya.

Pada masa lalu, penologi masih banyak pada kebijakan penyiksaan terhadap
para pelaku kejahatan sebagai konsekuensi dari kesalahan yang telah dilakukan,
tetapi dalam perkembangannya kajian penologi diperluas sehingga mencakup
kebijakan-kebijakan yang tidak hanya menghukum pelaku kejahatan, tetapi juga
mengkaji tentang masa percobaan, pengobatan (medical treatment) dan pendidikan
yang ditujukan untuk penyembuhan atau rehabilitasi.
Thomas sunaryo mengatakan bahwa dengan semakin banyaknya kajian
teoritik dan penelitian dalam bidang penologi, terutama tentang penjara, muncul
suatu pemikiran dan kritik terhadap praktek-praktek yang terjadi dalam hal yang
berkaitan dengan pemenjaraan khususnya yang terkait dengan mismanajemen
penjara dan dampak buruk pemenjaraan itu sendiri. Hal ini kemudian memunculkan
rekomendasi yang berkisar dari usulan perbaikan lingkungan dan manajemen penjara
serta perlakuan terhadap terpidana penjara sehingga usulan yang menuntut segera
diterapkan upaya “de institutionalisasi dan pidana alternatif” sebagai penggati
penjara.
Dua gagasan yang terakhir ini ditujukan terutama bagi “first offenders” dan
tindakan kejahatan ringan lainnya dengan tujuan agar para pelaku dapat terhindar
dari pengaruh buruk kehidupan penjara (prisonization). Thomas sunaryo
menyimpulkan bahwa kajian penologi meliputi bentuk-bentuk pemidanaan, dasar-
dasar-dasar pembenaran (justifikasi) pemidanaan, sejarah perkembangan
pemidanaan, penjara dan permasalahannya, serta gagasan dengan institusionalisasi
dan pidana alternatif sebagai pengganti pidana penjara.

3
Dalam hubungannya dengan kriminologi, W.A. Bonger menjelaskan bahwa
kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki segala kejahatan
seluas-luasnya (teoritis atau murni) sehingga disusunlah suatu studi tentang
kriminologi praktis dan tercakup dalam 7 (tujuh) pembagian, yaitu :

1) Antropologi kriminil
2) Sosiologi kriminil
3) Psikologi kriminil
4) Psiko dan neuro-patologi kriminil
5) Penologi
6) Kriminologi terapan, dan
7) Kriminalistik.

Posisi Penologi dalam hukum pidana sangat strategis, karena penologi sangat
menentukan berhasilnya pemberian sanksi kepada pelaku. Sanksi apa yang tepat
untuk pelaku? serta bagaimana pelaksanaanya dalam hukum pidana menjadi sasaran
ilmu penologi.

Teori Pemidanaan
George B Volt
Menurut beliau teori adalah bagian dari suatu penjelasan yang muncul
manakala seseorang dihadapkan pada suatu gejala yang tidak dimengerti. Artinya tori
bukan saja sesuatu yang penting tetapi lebih dari itu karena sangat dibutuhkan dalam
rangka mencari jawaban akademis. Teori tujuan pemidanaan dalam litaratur
disebutkan berbeda-beda namun secara subtansi sama.
Teori – teori tujuan pemidanaan tersebut pada umumnya ada 3 (tiga) teori
yang sering digunakan dalam mengkaji tentang tujuan pemidanaan yaitu:

4
Prof .Muladi
Dalam bukunya “Lembaga Pidana Bersyarat” memberikan nama yang berbeda, yaitu :
1) Teori Retributif
2) Teori Teleologis
3) Retributive-teleologis

Ad.1. Teori Retributif


- Teori ini dianggap teori tertua didalam teori tujan pemidanaan
- Memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang
telah dilakukan. Jadi teori ini berorientasi pad perbuatan dan terjadinya
perbuatan itu sendiri;
- Mencari dasar pemidanaan dengan memandang masa lampau (melihat apa yang
telah dilakukan oleh pelaku)
- Menurut teori pemidanaan diberikan karena dianggap si pelaku pantas
menerimanya demi kesalahannya sehingga pemidanaan menjadi retribusi yang
adil dari keugian yang telah diakibatkan.
- Oleh karena itu teori ini dibenarkan secara moral.

Karl O Cristiansenmengidentifikasi lima (5) ciri pokok dari teori retributif, yaitu:
1) Tujuan pemidanaan hanyalah sebagai pembalasan ;
2) Pembalasan adalah tujuan utama dan didalamnya tidak mengandung sarana-sara
untuk tujuan lain seperti kesejahteraan masyarakat;
3) Kesalahaan moral sebagai satu-satunya syarat untuk memidanaan;
4) Pidana harus sesuai dengan kesalahan dengan pelaku;
5) Pidana melihat kebelakang, ia sebagai pencelaan yang murni dan bertujuan tidak
untuk memperbaiki, mendidik dan meresosialisasi pelaku.
Nigel Walker
Menjelaskan bahwa ada dua golongan menganut teori retributif yaitu :
- teori Retributif Murni yaitu yang memandang bahwa pidana harus sepadan dengan
kesalahan.
- Teori Retributif tidak Murni yaitu teori ini masih dibagi menjadi dua :
● Penganut teori Retributif terbatas (The limiting Retribution)

5

● yang berpandangan bahwa pidana tidak harus sepada dengan kesalahan. Yang
lebih penting adalah keadaan yang tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh
sanksi dalam hukum pidana itu harus tidak melebihi batas-batas yang tepat
untuk menetapkan kesalahan pelanggaran.
● Penganut teori retributive distribusi (retribution in distribution). Penganut teori
ini tidak hanya melepaskan gagasan bahwa sanksi dalam hukum pidana harus
dirancang dengan pandangan pada pembalasan. Namun juga gagasan bahwa
harus ada batas yang tepat dalam retribusi pada beratnya sanksi.

Terhadap pertanyaan tentang sejauh manakah pidana perlu diberikan kepada pelaku
kejahatan? teori ini akan menjelakan sebagai berikut :
- Bahwa dengan penjatuhan pidana akan memberikan rasa kepuasan balas dendam
dari korban, baik perasaan adil bagi dirinya sendiri, temannya dan keluarganya.
- Bahwa penjatuhan pidana dimaksud untuk memberikan peringatan kepada pelaku
kejahatan dan anggota masyarakat, bahwa setiap ancaman yang merugikan akan
diberi imbalan yang setimpal.
- Pidana menunjukan adanya kesebandingan antara kejahatan dengan ancaman
pidananya

Tujuan Preventif
Pemidanaan adalah untuk melindungi mayarakat dengan menempatkan pelaku
kejahatan terpisah dari suatu masyarakat.
Tujuan Deterrence (menakuti) adalah untuk menimbulkan rasa takut melakukan
kejahatan. Tujuan ini dibagi menjadi tiga (3) yaitu :
1. Tujuan yang bersifat individual yaitu dimaksudkan agar pelaku menjadi jera
untuk melakukan kejahatan kembali.
2. Tujuan yang bersifat public yaitu agar masyarakat lain takut melakukan
kejahatan.
3. Tujuan jangka panjang yaitu agar dapat memelihara keajegan sikap masyarakat
terhadap pidana.

6
Tujuan Reformatif (perubahan) adalah untuk merubah pola pikir masyarakat yang
awalnya tidak takut menjadi takut untuk melakukan kejahatan.
Teori Relatif
Konsepnya adalah :
- Teori ini memandang bahwa pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas
kesalahan pelaku, tetapi sebagai serana mencapai tujuan yang bermanfaat
untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan.
- Dalam teori ini munculah tujuan pemidanaan sebagai sarana pencegahan, baik
pencegahan khusus yang ditujukan pada masyarakat.
- Menurut teori ini pidana bukan sekedar untuk melakukan pembalasan kepada
orang yang telah melakukan kejahatan, tetapi lebih dari itu memliki tujuan
yang lebih bermanfaat.
- Pidana ditetapkan bukan karena orang yang melakukan kejahatan.

Sistem Pelaksanaan Hukuman Penjara

Ada lima sistem pelaksanaan hukuman penjara yang dikenal dalam hukum pidana yaitu:
1. Sistem Pensylvania. Yaitu dalam sistem ini orang yang dijatuhi hukuman penjara,
menjalani hukuman secara terasing dalam sel. Terhukum tidak boleh berkontak
dengan orang lain kecuali dengan penjaga sel.
2. Sistem Auburn yaitu dalam sistem ini terhukum hanya waktu malam saja ditutup
sendirian dalam sel, sedangkan pada siang hari boleh bekerja dengan bersama-sama
tetapi dilarang bicara, oleh karena itu dikenal juga dengan silent system .
3. Sistem Irlandia yaitu sistem ini termasuk sistem yang progresif, mula-mula
dijalankan secara keras setelah terhukum berlaku baik hukumannya berangsur-
angsur dikurangi.
Tingkatan pelaksanaan hukuman tersebut yaitu:
● Tingkat Probation. dalam Ditingkat ini terhukum diasingkan sel siang dan malam
hari selama waktu tergantung pada kelakuan terhukum.
● Tingkat Publik work preson. Ditingkat ini terhukum dipindahkan ketempat

7
lain dan diwajibkan bekerja bersama-sama dengan yang lain. Dibagi dalam 4
kelas mulai kelas terendah berangsur-angsur naik setelah mendapatkan
sertifikat.
● Tingkat Ticket of live (tiket meninggalkan penjara) Terhukum dibebaskan dengan
perjanjian, dan diberi tiket. Yaitu suatu tiket yang menerangkan bahw ia boleh
meninggalkan penjara dengan perjanjian.
4. Sistem Elmira. Didirikan bagi terhukum yang berumur dibawah 30 tahun diberi
nama Reformatuwri, maksudnya sebagai tempat memperbaiki terhukum menjadi
anggota masyarakat yang berguna.Dalam sistem ini hukuman dilalui beberapa
tingkatan. Titik beratnya pada usaha perbaikan terhukum. Kepada terhukum
diberikan pendidikan dan pekerjaan yang bermanfaat sedangkan lamanya hukuman
tidak ditetapkan hakim, jadi ditentukan tergantung kelakuan terhukum dalam
penjara.
5. Sistem Orborne Disebut Osborne karena ditemukan oleh Thomas Moot asborne.
Sistem ini memakai dasar self government artinya atas, bagi dan dari para terhukum
dalam penjara.
Untuk mengetahui lebih dalam tentang pidana Perampasan Kemerdekaan
perlu dilakukan penelusuran tentang perjalanan sejarah sanksi pidana perampasan
kemerdekaan khususnya pidana penjara. pidana penjara pertama kali dikenal
dilaksanakan dalam sel-sel tahanan ysng diperlaskukan di Pensylvania (AS), terhukum
menjalankan hukuman di kamar yang sempit seorang diri, tujuannya agar antara sesame
terhukum tidak terkontaminasi, sistem ini dikenal dengan sistem Pensylvania.
Sistem Auburn (di Kota New York) yang kemudian dikenal dengan sistem
Auburm. Terpidana dalam sistem ini lebih manusiawi, karena telah diperkenankannya
untuk melakukan pekerjaan kerajinan, namun pekerjaan ini hanya dapat dilakukan pada
siang hari, akan tetapi ketika malam dipisahkan satu sama lain. Sistem ini dapat disebut
sistem campuran, tarena tetap mengangsingkan terpidana akan tetapi hanya di waktu
malam hari, sementara pada waktu siang hari mereka diberi pekerjaan dengan catatan
tidak boleh bercakap-cakap selain daripadaa aamembicarakan pekerjaan. sisten ini
disebut silent system.

8
Meskipun demikian, kedua sistem ini masih memperlihatkan wataak sebagai
berikut :
1. Tujuan pidana adalah pembalasan yang dilakukan oleh petugas kepada narapidana
agar menjadi jera.
2. Narapidana dianggap sebagai objek perlakuan oleh petugas penjara.
3. Kepada narapidana yang melanggar tata tertib penjara wajib dikenakan pada badan.
4. Cara-cara pelaksanaannya tidak layak dan tidak berprikemanusian.
Kedua sistem memiliki watak yang jelek menurut Barnes dan Teeters, disebabkan
minimnya bantuan pemerintah lemahnya kepemimpinan kepala penjara, penghuni
penjara yang melebihi daya tamping, tingkat pendidikan pegawai yang rata-rata rendah,
juga karena pengaruh stabilitas pemerintah.
Sistem Progresif yang tumbuh pertengahan abad ke-19 di Inggris dan Irlandia
sebagai bentuk pembaharuan dari sistem Auburn. dalam sistem ini ditetapkan
periodisasi yakni masa persiapan kepada narapidana menjalankan tahapan
pengurungan dalam sel untuk beberapa waktu sebagaimnana dianut oleh sistem
Pensylvania, kemudian narapidana diberikan kesempatan pekerjaan menurut sistem
Auburn. Sistem Progresif kemudian mengikuti pola sel-sel bersama-sama lepas
bersyarat, meskipun telah tampak lebih manusiawi banyak suara-suara yang tidak
setuju sehingga sistem ini diganti dengan sistem yang lama.
Muncullah kemudian Marksystem yang masih mengenal sistem klas yang
dikelompokkan menjadi lima kelas. MenurutRoeslan Saleh, kesemuanya terikat pada
Marksystem tersebut. Sistem ini kemudian direformasi oleh Maconohie seorang perwira
angkatan laut Inggris yang kemudian dikenal dengan sistem Irlandia. Sistem ini lebih
progresif, meskipun pada awalnya terpidana menjalani hukuman secara keras akan
tetapi jika pada fase ini telah dilalui dan terpidana memperlihatkan tanda-tanda
perbaikan, maka ia telah menjalani pidana penjara yang lebih ringan. Gabun gan
Marksystem dengan System Irlandia melahirkan apa yang disebut The Rise of the
Reeformatory.

9
Berdasarkan gagasan Marconohie, ditetapkan lima pedoman pokok mengenai
perlakuan terhadap narapidana, yakni :
1. Pidana hanya tidak bersifat sementara, tetapi yang lebih penting adalah usaha
untuk mengubah sikap dan tingkah laku yang salah.
2. kualitas pekerjaan disesuaikan dengan kesalahan yang dilakukan.
3. Narapidana harus menghitung sendiri prestasinya yang telah diperoleh
bedasarkan aturan yang telah ditentukan oleh petugas.
4. diadakaan pemisahan terhadap narapidana yang disiplin dengan yang tidak.
5. selama di dalam penjara, narapidana harus memperoleh segala sesuatu yang
seharusnya diterimanya.
Sistem progresif lain muncul pula di Elmira yang kemudian disebut dengan
sistem Elmira pada tahun 1876 Rumah penjara disebut dengan Reformatory. Disebut
demikian, karena penjara digunakan untuk memperbaiki orang, tetapi dengan titik
berat yang lebih besar kepada upaya untuk memperbaiki terhukum. Dalam sistem
Elmira, terhukum telah diberikan pengajaran, pendidikan dan pekerjaan yang
bermanfaat bagi masyarakat.
Thomas Mott Osbome kemudian memperkenalkan sistem pidana
perampasan kemerdekaan melalui apa yang disebut dengan Self govermment,,
dimanan terhadap para terpidana di dalam penjara diawasai oleh mandor atau
pengawas yang diangkat dari kalangan narapidana itu sendiri guna melakukan
pekerjaan di dalam maupun di luar penjara.
Berbeda dengan sistem Pennsylvania maupun sistem Auburn yang dinilai tidak
memuaskan, akan tetapi sistem yang dipraktikan di Irlandia, menurut Utrecht dinilai
cukup memuaskan. Sementara sistem Borstal pernah diterima dan dipraktikan di
Indonesia yang diterapkan terhadap terpidana yang berusia di bawah 19 tahun di
Penjara Tangerang.

10
Begitu juga dengan sistem Osborne dipraktikkan di Indonesia dengan
mengankat mandor-mandor atau pengawas untuk narapidana dan kalangan
narapidana sendiri, meskipun demikian menurut Utrecht sistem yang dianut di
Indonesia masih jauh dari apa yang dipraktikkan menurut sistem Osborne. di
Indonesia, perampasan kemerdekaan yang berkembang pesat, terutama sejak
kedatangan pemerintah Kolonial. Akibatnya teori-teori yang dikembangkan,
mengikuti perkembangan pemikiran di negeri penjajah tersebut.

11

Anda mungkin juga menyukai