HUKUM PIDANA
Tentang :
Oleh :
PENDAHULUAN
1
(Andi Hamzah. 2013. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta. Sinar Grafika. Hal. 7-8).
pemahaman ini. Untuk itu penulis membuat makalah ini untuk
mengumpulkan informasi apa yang menjadi perbedaan dari
strafrecht schoolen dan strafrecht theorien.
1.2 rumusan masalah
Perbedaan antara strafrech schoolen dan strafre theorien.
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui perbedaan antara strafrech schoolen dan
strafre theorien.
Untuk memenuhi tugas dari dosen pengampuh.
1.4 Manfaat Penulisan
Pembaca dapat mengetahui perbedaan antara strafrech schoolen
dan strafre theorien.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Aliran Modern
Tujuan hukum pidana menurut aliran modern adalah
melindungi masyarakat dari kejahatan. Tujuan ini berpegang pada
prostulat le salut du people est la supreme loi yang berarti hukum
tertinggi adalah perlindungan masyarakat. Aliran modern
menekankan atau berorientasi pada pelaku.
Aliran modern berpijak pada tiga pijakan, yaitu:
Memerangi Kejahatan.
Memperhatikan Disiplin Ilmu Lain, yaitu bahwa dalam
melindungi masyarakat dari tindak kejahatan diperlukan disiplin
ilmu lain seperti kriminologi, psikologi, dan lainnya. Tidak hanya
ilmu hukum pidana saja.
2
(Andi Hamzah, 2005 : 31)
Teori Absolut/Teori pembalasan (Vergeldings
Theorien). Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata
karena orang telah melakukan kejahatan atau tindak pidana.
Teori ini diperkenalkan oleh Kent dan Hegel. Teori Absolut
didasarkan pada pemikiran bahwa pidana tidak bertujuan untuk
praktis, seperti memperbaiki penjahat tetapi pidana merupakan
tuntutan mutlak, bukan hanya sesuatu yang perlu dijatuhkan
tetapi menjadi keharusan, dengan kata lain hakikat pidana
adalah pembalasan (revegen).
2. Teori Tujuan
Teori relatif atau teori tujuan, berpokok pangkal pada
dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib
(hukum) dalam masyarakat. Teori ini berbeda dengan teori
absolut, dasar pemikiran agar suatu kejahatan dapat dijatuhi
hukuman artinya penjatuhan pidana mempunyai tujuan
tertentu, misalnya memperbaiki sikap mental atau membuat
pelaku tidak berbahaya lagi, dibutuhkan proses pembinaan sikap
mental. Tentang teori ini bahwa: Pemidanaan bukan sebagai
pembalasan atas kesalahan pelaku tetapi sarana mencapai
tujuan yang bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju
kesejahteraan masyarakat.3 Sanksi ditekankan pada tujuannya,
yakni untuk mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan,
maka bukan bertujuan untuk pemuasan absolut atas keadilan.
Dari teori ini muncul tujuan pemidanaan yang sebagai
sarana pencegahan, baik pencegahan khusus (speciale preventie)
yang ditujukan kepada pelaku maupun pencegahan umum
(general preventie) yang ditujukan ke masyarakat. Teori relatif ini
berasas pada tiga tujuan utama pemidanaan yaitu
preventif,detterence, dan reformatif. Tujuan preventif (prevention)
untuk melindungi masyarakat dengan menempatkan pelaku
kejahatan terpisah dari masyarakat. Tujuan menakuti
3
(Zainal Abidin, 2005 : 11)
(detterence) untuk menimbulkan rasa takut melakukan
kejahatan, baik bagi individual pelaku agar tidak mengulangi
perbuatanya, maupun bagi publik sebagai langkah panjang.
Sedangkan tujuan perubahan (reformation) untuk mengubah
sifat jahat si pelaku dengan dilakukannya pembinaan dan
pengawasan, sehingga nantinya dapat kembali melanjutkan
kebiasaan hidupnya sehari-hari sebagai manusia yang sesuai
dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Menurut teori ini
suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti dengan suatu
pidana. Untuk ini, tidaklah cukup adanya suatu kejahatan,
tetapi harus dipersoalkan perlu dan manfaatnya suatu pidana
bagi masyarakat atau bagi si penjahat sendiri. Tidaklah saja
dilihat pada masa lampau, tetapi juga pada masa depan.
Dengan demikian, harus ada tujuan lebih jauh daripada
hanya menjatuhkan pidana saja. Dengan demikian, teori ini juga
dinamakan teori tujuan. Tujuan ini pertama-tama harus
diarahkan kepda upaya agar dikemudian hari kejahatan yang
dilakukan itu tidak terulang lagi (prevensi). Teori relatif ini
melihat bahwa penjatuhan pidana bertujuan untuk memperbaiki
si penjahat agar menjadi orang yang baik dan tidak akan
melakukan kejahatan lagi. Menurut Zevenbergen(Wirjono
Projdodikoro, 2003 : 26) ”terdapat tiga macam memperbaiki si
penjahat, yaitu perbaikan yuridis, perbaikan intelektual, dan
perbaikan moral.” Perbaikan yuridis mengenai sikap si penjahat
dalam hal menaati undang-undang. Perbaikan intelektual
mengenai cara berfikir si penjahat agar ia insyaf akan jeleknya
kejahatan. Sedangkan perbaikan moral mengenai rasa
kesusilaan si penjahat agar ia menjadi orang yang bermoral
tinggi.
3. Teori Gabungan
Teori gabungan atau teori modern memandang bahwa
tujuan pemidanaan bersifat plural, karena menggabungkan
antara prinsip-prinsip relatif (tujuan) dan absolut (pembalasan)
sebagai satu kesatuan. Teori ini bercorak ganda, dimana
pemidanaan mengandung karakter pembalasan sejauh
pemidanaan dilihat sebagai suatu kritik moral dalam menjawab
tindakan yang salah. Sedangkan karakter tujuannya terletak
pada ide bahwa tujuan kritik moral tersebut ialah suatu
reformasi atau perubahan perilaku terpidana di kemudian hari.
Teori ini diperkenalkan oleh Prins, Van Hammel, Van List
(Djoko Prakoso, 1988 :47) dengan pandangan sebagai berikut :
Tujuan terpenting pidana adalah membrantas kejahatan
sebagai suatu gejala masyarakat.
Ilmu hukum pidana dan perundang-undangan pidana
harus memperhatikan hasil studi antropologi dan
sosiologis.
Pidana ialah suatu dari yang paling efektif yang dapat
digunakan pemerintah untuk memberantas kejahatan.
Pidana bukanlah satu-satunya sarana, oleh karena itu
pidana tidak boleh digunakan tersendiri akan tetapi harus
digunakan dalam bentuk kombinasi denga upaya
sosialnya.
Dari pandangan diatas menunjukkan bahwa teori ini
mensyaratkan agar pemidanaan itu selain memberikan
penderitaan jasmani juga psikologi dan terpenting adalah
memberikan pemidanaan dan pendidikan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
pemidanaan, yaitu dikehendakinya suatu perbaikan-perbaikan
dalam diri manusia atau yang melakukan kejahatan-kejahatan
terutama dalam delik ringan. Sedangkan untuk delik-delik
tertentu yang dianggap dapat merusak tata kehidupan sosial dan
masyarakat, dan dipandang bahwa penjahat-penjahat tersebut
sudah tidak bisa lagi diperbaiki, maka sifat penjeraan atau
pembalasan dari suatu pemidanaan tidak dapat dihindari. Teori
ini di satu pihak mengakui adanya unsur pembalasan dalam
penjatuhan pidana. Akan tetapi di pihak lain, mengakui pula
unsur prevensi dan unsur memperbaiki penjahat/pelaku yang
melekat pada tiap pidana. Teori ketiga ini muncul karena
terdapat kelemahan dalam teori absolut dan teori relatif.
4. Teori Kontemporer
Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
pemsyarakatan mengilhami bentuk pemidanaan sebagai bentuk
rehabilitasi, ini dikenal dengan teori kontemporer menurut
Wayne R. Lafave pelaku kejahatan harus diperbaiki kearah yang
lebih baik dan ketia kembali ke masyrakat dan komunitasnya
dapat diterima kembali serta tidak mengulangi perbuatannya
kembali.17 Teori kontemporer ini juga sebagai pengendali sosial
yani mengisolasi pelaku agar tidak membahayakan masyarakat
dalam isolasi tersebut kemudian dilakukan rehabilitasi yang
merupakan tujuan teori ini. Baik tujuan pembalasan atau
rehabilitasi dipengaruhi oleh apakah hukum acara yang berlaku
di suatu negara menjunjung HAM atau sebaliknya hal ini karena
hukum acara pidana yang mengatur integrated criminal justice
system termasuk didalamnya adalah persoalan eksekusi yang
melibatkan lembaga pemasyrakatan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perbedaan antara strafrech schoolen dan strafre theorien
yaitu :
strafrech schoolen (sekolah pidana) membahas tentang tujuan
dari hukum pidana itu sendiri sehingga di terpakan dalam
sebuah negara yang memiliki dua aliran yaitu aliran klasik dan
aliran modern. sedangkan Strafrech Theorien membahas tentang
Tujuan pemidanaan. Pidana dalam hukum pidana merupakan
konsekuensi logis terhadap perbuatan jahat yang dilakukan oleh
penjahat yang telah menimbulkan keresahan bagi
masyrakat.Hugo De Groot mengatakan malum passionis (quod
ingligitur) propter malum actionis yaitu penderitaan jahat
menimpa dikarenakan oleh perbuatan jahat. Dari bebrapa
literatur dalam kajian ilmu hukum dikenal beberapa tujuan dari
pemidanaan yaitu teori gabungan, teori tujuan, teori gabungan,
dan kontemporer.
3.2 Saran
Meskipun saya sebagai penulis menginginkan
kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini akan tetapi pada
kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis
perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan
saya. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca sangat saya harapkan sebagai bahan evaluasi
untuk kedepannya. Dan dengan ada makalah ini semoga para
pembaca bisa memahami bahwa ilmu dan pengetahuan memiliki
perbedan yang telah saya bahas dalam pembahasan di bab
sebelumnya. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
http://hukumbelajar.blogspot.com/2015/03/memahami-
tujuan-hukum-pidana.html
https://www.lawyersclubs.com/teori-teori-pemidanaan-dan-
tujuan-pemidanaan/
http://eprints.umm.ac.id/50300/45/BAB%20II.pdf