NPM : 41151010200136
Semester :6
A.Pendahuluan:Pidana
Pidana atau straf menurut Van Hamel dalam bukunya Lamintang menyebutkan bahwa Pidana
adalah suatu penderitaan yang bersifat khusus yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang
berwenang untuk menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai penanggung jawab dari
ketertiban hukum umum bagi seorang pelanggar, yakni semata-mata karena orang tersebut
telah melanggar suatu peraturan hukum yang harus ditegakan oleh negara. (PAF Lamintang
dan Theo Lamintang, 2018).
Simon dalam bukunya Lamintang Juga menyebutkan bahwa pidana adalah suatu penseritaan
yang oleh undang-undang pidana telah dikaitkan dengan pelanggaran terhadap suatu norma,
yang dengan suatu putusan hakim telah dijatuhkan bagi seseorang yang bersalah.
1) Pidana mati,
2) Pidana penjara,
4) Pidana denda.
Roeslan saleh mengatakan bahwa pidana adalah reaksi delik dan ini berwujud suatu nestapa
yang sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik itu (Roeslan Saleh,1983), tetapi tujuan
akhir dai pidana itu sendiri bukanlah nestapa, karena pidana itu menurut Dwija Prayitno
mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri:
1. Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau
akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan.
2. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan
atau oleh yang berwenang.
3. Pidana itu dikenakan kepada seseorang atau badan hukum korporasi yang telah melakukan
tindak pidana menurut undang-undang.
GP Hoefnagels mengatakan bahwa pidana bukan suatu pencelaan atau penjeraan tetapi
pidana adalah suatu proses waktu yaitu keseluruhan proses pidana itu sendiri sejak
penahanan, pemeriksaan sampai vonis dijatuhkan merupakan sansksi pidana. (Dwija
Prayitno, 2009)
perbedaan antara pidana dan pemidanaan, maka Sudarto mengatakan bahwa pidana adalah
pembalasan atau pengimbalan terhadap kesalahan pembuat sedangkan pemidaan atau
tindakan adalah perlindungan masyarakat terhadap orang yang melakukan perbuatan yang
membahayakan masyarakat terhadap orang yang melakukan perbuatan membahayakan
masyarakat dan untuk pembinaan dan perawatan si pembuat. (R. Soedarto,1981).
Tindakan atau pemidanaan dapat dilaksanakan pada pelaku tindak pidana yang mampu
bertanggung jawab,apabila pelaku tindak pidana tersebut tidak mampu bertanggung jawab
maka tidak mungkin dijatuhi pidana dan tindakan. Tindakan disini dapat diartikan sebagai
pidana penjara, seperti yang telah di bahas sebelumnya. Tetapi antara pidana dan tindakan
sering disalah mengertikan sehingga kemudian pidana dan tindakan sering disebut sebagai
sanksi saja.
PEMIDANAAN
M. Sholehuddin mengatakan bahwa filsafat pemidanaan mempunyai dua fungsi yaitu (M.
Sholehuddin,2003)
1. Fungsi Fundamental yaitu sebagai landasan dan asas normatif atau kaidah yang
memberikan . pedoman, kriteria atau paradigma terhadap masalah pidana dan pemidanaan.
Fungsi ini secara formal dan intrinsik bersifat primer dan terkandung di dalam setiap ajaran
filsafat. Maksudnya setiap asas yang ditetapkan sebagai prinsip maupun kaidah itulah yang
diakui sebagai kebenaran atau norma yang wajib dikembangkan, diaplikasikan dan ditegakan.
2. Fungsi teori dalam hal ini sebagai meta- teori, maksudnya filsafat pemidanaan berfungsi
sebagai teori yang mendasari dan melatarbelakangi setiap teori pemidanaan.
Kedua fungsi diatas dalam implementasinya tentang penetapan sanksi pidana dan tindakan
merupakan aktivitas program legislasi dan/atau yudikasi untuk menormatifkan jenis dan
bentuk saksi (pemidanaan) sebagai landasan keabsahan penegakan hukum melalui penerapan
sanksi.
b. Titik perhatian dalam pemecahan masalah pertanggungjawaban dan kewajiban pada masa
depan,
d Restitusi sebagai sarana perbaikan para pihak, rekonsiliasi dan restorasi sebagai tujuan
utama,
j. Peran korban dan pelaku tindak pidana diakui baik dalam permasalahan maupun
penyelesaian hak-hak dan kebutuhan si korban diakui, pelaku tindak pidana didorong untuk
bertanggung jawab
l. Tindak pidana dipahami dalam konteks menyeluruh moral, sosial dan ekonomis,
n. Reaksi dan tanggapan difokuskan pada konsekuensi yang dari perbuatan si pelaku tindak
pidana;
p. Ada kemungkinan dorongan untuk bertobat dan mengampuni yang bersifat membantu,
Perhatian ditujukan pertanggungjawaban terhadap akibat perbuatan.
TUJUAN PEMIDANAAN
2. Seneca mengatakan nemo pridens punit quia peccatumest, sed ne peccetur yang artinya
tidak Layak orang memidana karena telah terjadi perbuatan salah, tetapi dengan maksud agar
tidak terjadi lagi perbutan salah;
Sedangkan untuk teori pemidaan sendiri ada dua teori yaitu teori absolut atau teoari
pembalasan dan teori relatif atau teon tujuan. Menurut teori absolut, pidana dijatuhkan
semata-mata karena orang telah melakukan Suatu kejahatan atau tindak pidana. Sedangkan
teori relatif atau teori tujuan mengatakan bahwa pidana bukan sekedar untuk melakukan
pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang telah melakukan suatu tindak pidana tetapi
mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat. Muladi mengatakan bahwa pidana
dijatuhkan bukan quia peccatum est (karena orang berbuat kejahatan) melainkan ne peccatum
(supaya orang jangan melakukan kejahatan)
PEDOMAN PEMDANAAN
Di dalam dunia hukum pidana dikenal tiga aliran yaitu aliran klasik, aliran modern dan aliran
neoklasik. Aliran klasik dengan tokohnya Cecare Beccaria, mengatakan bahwa aliran klasik
berpijak pada tiga tiang yaitu
1. Asas legalitas yang menyatakan bahwa tiada pidana tanpa undang-undang, tiada tindak
pidana tanpa undang-undang dan tiada penuntutan tanpa undang-undang.
2 Asas kesalahan yang berisi bahwa orang hanya dapat dipidana untuk tindak pidana yang
dilakukannya dengan sengaja atau karena kealpaan,
3. Asas pengimbalan atau pembalasan yang sekuler, yang berisi bahwa pidana secara konkrit
tidak dikenakan dengan maksud untuk mencapai sesuatu hasil yang bermanfaat melainkan
setimpal dengan berat ringannya perbuatan yang dilakukan.
3. Doktrine determinisme;
5. Riset empiris;
Aliran neoklasik berkembang pada abad 19, aliran neoklasik ini adalah aliran yang mulai
mempertimbangkan adanya kebutuhan pembinaan individual dari pelaku tindak pidana. Hal
yang paling menonjol dari aliran neoklasik ini adalah adanya kesaksian ahli di Pengadilan
untuk membantu juri dalam mempertimbangkan derajat pertanggungjawaban seorang pelaku
tindak pidana.
1. Modifikasi dari doktrin kebebasan kehendak yang dapat dipengaruhi oleh patologi,
ketidakmampuan, penyakit jiwa dan keadaan-keadaan lain;
A.Pendahuluan:Pemidanaan
B.Materi Perkuliahan
1. Lembaga pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, pidana tambahan
berupa pancabutan hak-hak tertentu, penyitaan benda-benda tertentu dan pengumuman dari
putusan hakim seperti yang diatur di dalam Pasal 10 huruf a dan huruf b KUHP;
2. Lembaga pidana tutupan seperti yang telah diatur di dalam Undang-Undang tanggal 31
Oktober 1946 Nomor 20, Berita Republik Indonesia I Nomor 24
3. Lembaga pidana bersyarat seperti yang diatur di dalam Pasal 14 a ayat (1) sampai dengan
ayat (5) KUHP dan pelaksanaannya diatur di dalam Ordonansi tanggal 6 Novenber 1926,
Staatsblaad tahun 1926 Nomor 487 yang dikenal sebagai Uitvoeringsordonnantie
voorwaardelijk atau peraturan pelaksanaan mengenai pemidanaan bersayarat,
4. Lembaga pemberatan pidana kurungan karena adanya suatu samenloop van strafbare
feiten, recidive atau karena tindak pidana telah dilakukan oleh seorang pegawai negen dengan
menodai kewajiban jabatannya yang bersifat khusus seperti yang diatur di dalam Pasal 18
ayat (2) KUHP;
5. Lembaga tempat orang menjalankan pidana seperti yang diatur di dalam Ordonansi..
tanggal 10 Desember 1917, stacatsblad tahun 1917 nomor 708 yang juga dikenal sebagai
Gestichtenreglement atau peraturan tentang lembaga pemasyarakatan.
Tujuan pemidanaan yang diwujudkan oleh lembaga pemidanaan, lembaga penindakan dan
kebijaksanaan ini yang kemudian menjadikan istilah rumah penjara di Sumatera berubah
istilah dengan nama Lembaga Pemasyarakatan pada bulan April 1964 atas ide dari
Dr.Saharjo, SH. yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman. Hal ini
dimaksudkan lembaga pemasyarakatan bukan sebagai tempat pembinaan atau pendidikan
bagi orang-orang terpidana.
A.Materi Perkuliahan
LEMBAGA PENINDAKAN
Lembaga penindakan atau maatregel adalah lembaga hukum di dalam hukum positif yang
secara langsung ada hubungannya dengan putusan hakim dalam mengadili perkara-perkara
pidana, tetapi yang bukan merupakan suatu pemidanaanatau suatu kebijaksanaan dan
termasuk dalam pengertiannya yaitu lembaga pendidikan paksa dan lembaga kerja negara.
Lembaga penindakan tersebut diantaranya:
LEMBAGA KEBIJAKSANAAN
Lembaga kebijaksanaan adalah lembaga-lembaga hukum yang disebutkan di dalam hukum
positif, yang secara langsung ada hubungannya dengan putusan hakim dalam mengadili
perkara-perkara pidana, tetapi yang bukan merupakan suatu pemidanaan atau suatu
penindakan ataupun yang secara langsung ada hubungannya dengan pelaksanaan dari putusan
hakim.
1. Lembaga pengembalian terdakwa kepada orang tuanya atau kepada walinya seperti
dimaksud dalam Pasal 45 KUHP;
2. Lembaga pembebasan bersayarat seperti yang dimaksud di dalam Pasal 15 KUHP, yang
pengaturannya lebih lanjut terdapat di dalam Ordonansi tanggal 27 desember 1917, staatsblad
Tahun 1917 Nomor 749 yang juga dikenal sebagai Ordonantie op de voorwarlijke
invrijheidstelling atau peraturan pembebabasan bersyarat,
3. Lembaga izin bagi terpidana untuk hidup secara bebas di luar lembaga pemasyarakatan
setelah jam kerja seperti yang dimaksud di dalam Pasal 20 ayat (1) KUHP;
4. Lembaga mengusahakan perbaikan nasib sendiri bagi orang-orang yang dijatuhi pidana
kurungan sebagaimana yang dimaksud di dalam Pasal 23 KUHP dan diatur lebih lanjut di
dalam Pasal 94 ayat (1) sampai dengan ayat (4) Ordonansi tanggal 10 Desember 1917,
Staatsblad tahun 1917 Nomor 708.
Perbedaan antara pemidanaan dan penindakan adalah Bahwa starf atau pidana merupakan
reaksi atas dilakukannya suatu delik yang telah dinyatakan terbukti, berupa kesengajaan
untuk memberikan semacam penderitaan kepada seorang pelaku, karena telah melakukan
tindak pidana sedangkan stafrechtelijke maatregelen atau pada penindakan-penindakan
menurut hukum pidana, unsur kesengajaan untuk memberikan penderitaan sama sekali tidak
ada.
A.Materi Perkuliahan
Pada dasarnya terdapat 3 (tiga) pokok pemikiran tentang tujuan yang ingin dicapai dari suatu
pemidanaan yaitu:
3. Untuk membuat penjahat tertentu menjadi tidak mampu melakukan kejahatan yang lain,
yakni penjahat yang dengan cara-cara yang lain sudah tidak dapat diperbaiki lagi.
1. Teori absolut.
3. Teori pembenaran.
4 Teori kumpulan.
Hubungan antara lembaga pemidanaan, lembaga penindakan dan kebijaksanaan adalah sangat
erat karena lembaga pemidanaan, kebijaksanaan dan lembaga penindakan adalah merupakan
sarana untuk mencapai tujuan dari pemidanaan.
Hubungan yang erat antara tujuan yang ingin dicapai dalam pemidanaan dengan lembaga
pemidanaan, penindakan dan kebijaksanaan dapat dilihat secara jelas dalam cara
memperlakukan terpidana di lembaga pemasyarakatan. Hal ini bila dikaitkan pula dengan
pemikiran orang mengenai pidana, yang tumbuh dalam sejarah yakni dari pemikiran yang
tidak manusiawi hingga pemikiran yang menghendaki agar harkat dan martabat terpidana
sebagai manusia tetap dihargai, walaupun ia telah melakukan suatu tindakan yang melawan
hukum.
Yang perlu ditekankan disini adalah bahwa penjatuhan suatu pidana tidak boleh bertetangan
dengan maksud baik terhadap pribadi dari penjahatnya sendiri, para penjahat perlu
mendapatkan pendidikan agar dikemudian hari dapat berperilaku secara lebih baik.