CHRISKI JUWANDA
NIM 041103906
Email: chriski.juanda@gmail.com
Program Studi S1 Ilmu Hukum, FHISIP
UNIVERSITAS TERBUKA
Abstrak
Pidana penjara adalah kejahatan utama yang paling banyak diancamkan terhadap
pelaku kejahatan. Penerapannya merupakan warisan hukum kolonial. Dengan perkembangan
merefleksikan konsep pemidanaan mulai dari pemidanaan hingga rehabilitasi, pemberlakuan
pemenjaraan serta ditinjau kembali agar dalam pelaksanaan dan pengoperasiannya dapat
sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Kajian ini mengkaji penerapan pidana
penjara dalam hukum pidana Indonesia, hukum adat dan hukum pidana Islam, serta konsep
reformasi penjara dalam RKUHP, Jadi bentuk reformasi pemidanaan yang sesuai dengan
teori keadilan restorative dapat melindungi hak-hak narapidana, korban dan masyarakat.
Kata Kunci : Pidana Penjara, Hukum Pidana Indonesia, Hak Asasi Manusia, dan
Keadilan Restoratif
A. PENDAHULUAN
Eksekusi hukuman penjara di Indonesia adalah hukum yang diwarisi dari hukum
kolonial Belanda yang bersifat purnitif dan represif. Sifat ini tidak lain karena dipengaruhi
oleh ajaran hukuman lazim pada saat itu, yaitu retributif. Menurut teori retributif,
hukuman diberikan karena pelaku kejahatan harus menerima hukuman itu demi
kesalahan.. Hukuman menjadi retribusi hanya untuk kerugian karena tindakannya. Jadi
menurut teori ini hukuman yang setimpal bagi pelanggarnya tentang menganggap bahwa
pelaku kejahatan dinyatakan bersalah. Hukuman menyatakan bahwa pelaku kejahatan
bertanggung jawab atas hukum pelanggaran (Ibn Artadi, 2006: 377).
Sistem peradilan pidana bekerja menuntut dan memenjarakan seseorang, tetapi di
sisi lain, dia gagal menciptakan kehidupan masyarakat yang aman. Seharusnya korban
kejahatan diperlakukan secara adil, setelah itu antara penyerang atau pelaku dan korban
atau keluarganya harus didamaikan. Pelaku tidak hanya bertanggung jawab tetapi juga
harus diintegrasikan kembali ke dalam masyarakat (Samuel c. Damren, 2002: 83).
Perkembangan pemidanaan yang bernilai keadilan restorative di berbagai belahan
dunia yang membuat perubahan signifikan terhadap pola pemidanaan retributive dengan
Lembaga pejara yang selama ini di patuhinya atau dianut. Di berbagai negara pidana
penjara mulai di tinggalkan dan untuk gantinya disebut dengan pidana kerja sosial, pidana
denda dan pidana pengawasan (Dwidja Priyatno, 2009: 49-53). Pergeseran persepsi
penghukuman ini antara lain disebabkan oleh konsekuensi pemenjaraan yang berdampak
negatif lebih besar dan belum menunjukkan keberhasilannya dalam menurunkan angka
kejahatan (Alison Liebling, 2006:422).
Sebagai bagian dari reformasi hukum pidana Indonesia, tentu saja penjara itu
pantas Pasal 10 KUHP juga harus ditinjau kembali keberadaannya dalam konsep
hukuman. Reformasi hukum pidana Indonesia perlu memperhatikan hukum adat dan
hukum Islam sebagai aturan hidup (living law). Karena dua sistem hukum living law di
Indonesia mengandung prinsip keadilan restoratif sangat tinggi dan diuji dalam perang
melawan kejahatan di masyarakat. Penelitian ini mengkaji keberadaan dipenjara dalam
hukum pidana Indonesia dan menganalisis model kepercayaan dalam rancangan KUHP.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian hukum, khususnya studi tentang prinsip-
prinsip hukum positif dan asas hukum yang dilaksanakan melalui mengevaluasi aturan
hukum (peraturan perundang-undangan) yang relevan. Penelitian tinjauan hukum positif
ini dilakukan dengan mengevaluasi kondisi yang sesuai antara negara hukum dengan
aturan hukum lain atau dengan prinsip hak untuk diakui dalam praktik hukum yang
dilakukan dengan mempelajari literatur dokumen atau data sekunder (Bagir Manan, 1999:
3-6). Penelitian ini juga didukung oleh metode menafsirkan hukum, merumuskan hukum,
filsafat hukum, sejarah hukum dan perbandingan hukum. Teknik analisis data
menggunakan interpretasi hukum yang sistematis, otentik dan terarah.
2) Pidana tambahan
a. Pencabutan hak-hak tertentu
b. Perampasan barang-barang tertentu
c. Pengumuman putusan hakim
Dana dipertaruhkan untuk penulis pelanggaran diberi peringkat dari yang
paling serius hingga paling ringan. Perbedaan antara kejahatan utama dan hukuman
tambahan juga jelas, bahwa:
(1) Hukuman tambahan mungkin ditambahkan ke penalti utama dengan
pengecualian perampasan properti tertentu yang ditugaskan untuk bangsa;
(2) Hukuman tambahan adalah opsional, yang berarti jika hakim percaya bahwa
berkaitan dengan kejahatan dan pelanggaran terdakwa, hakim tidak
menerapkan hukuman tambahan, kecuali untuk pasal 250 bis dan pasal 275
kuhp dipersyaratkan, khususnya hakim harus hukuman utama berlaku jika
perilaku kesalahan terdakwa terbukti. Namun, pada kenyataannya, hakim
dapat memilih salah satu kejahatan hukuman utama dan tambahan
Pidana penjara adalah sejenis hukuman paling berat dalam hukum
pidana sampai sekarang. Kriminal Penjara adalah kejahatan terburuk karena
banyak orang yang dipertaruhkan, yaitu 395 kejahatan (+67,29%) (Dwidja
Priyatno, 2009: 77). Data ini menunjukkan bahwa tindak pidana penjara adalah
kejahatan paling terancam dalam KUHP, namun tidak ditemukan alasan yang
mendasari untuk menentukan dipenjara sebagai sejenis hukuman pidana untuk
diperbaiki pidana. sejauh ini tidak pernah jelaskan mengapa kejahatan itu harus
diancam penjar untuk kebijakan menerima begitu saja gunakan penjara dan
hukuman hukum pidana terhadap narapidana. Karena itu bahkan dalam hukum
eksternal KUHP, penjara selalu satu ancaman paling kriminal mengancam.
b) Pengaturan Pidana Penjara dalam RKUHP
Tujuan pidana berdasarkan RKUHP mengalami perubahan seperti termuat
dalam pasal 54 ayat (1) hukuman itu dimaksudkan untuk:
1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan memegakkan norma hukum demi
mengayomi masyarakat
2. Memasyarakatkan terpidananya dengan mengadakan pembinaan sehingga
menjadi orang yang baik dan berguna.
3. Menyelesaikan permasalahan yang disebabkan oleh tidak pidana, memulihkan
keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat dan
4. Membebaskan rasa bersalah pada yang terpidana.
Pasal 54, ayat (2), peraturan pemidanaan tidak dimaksudkan untuk
menderitakan dan merendahkan martabat manusia. Setuju dengan Pasal 54,
perhatikan baik-baik hak-hak terpidana, tentang instruksi hukuman juga dinyatakan
bahwa hukuman seperti gambar menurut kata-kata pasal 55, ayat (1) adalah wajib
mempertimbangkan:
a. Kesalahan pembuat tindak pidana
b. Motif dan tujuan melakukan tindak pidana
c. Sikap batin pembuat tindak pidana
d. Tindak pidana yang dilakukan apakah direncanakan atau tidak direncanakan.
e. Cara melakukan tindak pidana
f. Sikap dan Tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana
g. Riwayat hidup, keadaan sosial, dan keadaan ekonomi pembuat tindak pidana
h. Pengaruh pidana terhadap korban atau keluarga korban
i. Pemanfaatan dari korban dan atau keluarganya
j. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan
Kemudian dijelaskan dalam pasal 55 ayat (2) bahwa: Ringkasnya tindakan,
keadaan atau keadaan pribadi produser pada saat tindakan atau apa yang terjadi
selanjutnya, dapat digunakan sebagai alasan untuk tidak menghukum atau
memaksakan tindakan yang disengaja segi keadilan dan kemanusiaan. Kacau
RKUHP tetap kriminal penjara sebagai kejahatan Kepala sekolah mengancam
penyerang pidana. Seperti yang dinyatakan dalam Pasal 65 adalah sebagai berikut:
1. Pidanan Pokok
a. Pidana penjara
b. Pidana tutupan
c. Pidana pengawasan
d. Pidana denda
e. Pidana
2. Urutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menentukan berat
ringannya pidana
Penjelasan pelaksanaan pidana penjara tercantum pada Pasal 69-75. Pada
Pasal 69 dijelaskan bahwa :
1. Pidana penjara dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk waktu tertentu.
2. Pidana penjara untuk waktu tertentu dijatuhkan paling lama 15 (lima belas)
tahun berturut-turut atau paling singkat 1 (satu) hari, kecuali ditentukan
minimum khusus.
3. Jika dapat dipilih antara pidana mati dan pidana penjara seumur hidup atau
jika ada pemberatan pidana atas tindak pidana yang dijatuhi pidana penjara
15 (lima belas) tahun maka pidana penjara untuk waktu tertentu dapat
dijatuhkan untuk waktu 20 (dua puluh) tahun berturutturut.
4. Dalam hal bagaimanapun pidana penjara untuk waktu tertentu tidak boleh
dijatuhkan lenih dari 20 (dua puluh) tahun.
Dalam garis besar RUU KUHP tidak lagi mengenal kurungan, yang
mengikuti bentuk KUHP, biasanya diancam karena kejahatan "Pelanggaran". Jenis
kejahatan lainnya dan tindakan dalam konsep RKUHP memperluas, termasuk
secara eksplisit dibangun dari tipe hukuman tambahan berupa "prestasi" bea
cukai". Rumus kejahatan umum, ditujukan untuk mempertimbangkan jenis sanksi
yang biasa atau hukuman menurut hukum tidak tertulis.
D. DAFTAR PUSTAKA
Andrew Stevano Kokong. 2012. “Pidana Penjara Seumur Hidup dalam Sistem
Pemidanaan, Lex crimen, Vol. I, No. 2, Apr-Jun 2012.
Bagir Manan. 1999. “Penelitian di Bidang Hukum”. Jurnal Hukum Puslitbangkum, Nomor
1-1999. Lembaga Penelitian Univ. Padjadjaran, 1999
Braithwaite, John, Setting Standards for Restorative Justice, Brit. J. Criminol, 42, 2002.
Budijava, I A., dan Yulianus Bandrio, Eksistensi Pidana Denda di Dalam Penerapannya,
Jurnal Hukum, Vol. XIX, No. 19, oktober 2010.
Damren, Samuel c., Restorative Justice Prison and the Native Sense of Justice, Journal of
Legal Pluralism, nr. 47, 2002
Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Bandung: Refika
Aditama, 2009.
Gatot Supramono, Hukuman Pidana Denda di Indonesia, Varia Pengadilan, No. 270, Mei
2008.
Gumboh, Esther, The Penalty of Life Imprisonment under International criminal Law,
African Human Rights Law Journal, 11, 2011.
Gumz Edward J., and cynthia L. Grant, Restorative Justice: A Systematice review of the
Social Work Literature, Families in Society, Volume 90, No. 1, 2009.
Ibnu Artadi, Menggugat Efektivitas Penerapan Pidana Penjara Pendek Menuju Suatu
Proses Peradilan yang Humanis, Jurnal Hukum Pro Justitia, oktober 2006, Volume
24 No. 4.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Liebling, Alison, Prison in Transition, International Journal of Law and Psychiatry, 29,
2006.
Otto Yudianto, Eksistensi Pidana Penjara dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Adat
(Kajian Pembaharuan Hukum Pidana), Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 8 No. 15, Pebruari
2012.
Packer, Herbert L., The Limits of The Criminal Sanction, california: Stanford University
Press, 1968.
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Konsep 2012)
Roy, Gargi, Is capital Punishment Acceptable?, International Journal of Humanities and
Social Science, Vol. 4 No. 2, Special Issue, January 2014.
Siti Nurjanah, Pidana dan Pemidanaan dalam Perundang-undangan di Indonesia, Jurnal
Istinbath, Vol. 8, Nomor 2, Nopember 2011.
Solomon, okwendi Joseph, and Richard Nwankwoala, The Role of Restorative justice in
complementing the Jusstice System and Restoring community Values in Nigeria,
Asian Journal of Humanities and Social Sciencies (AJHSS), Volume 2, Issue-3,
August 2014
Suwarto, Pelaksanaan Pidana Penjara dengan Sistem Pemasyarakatan, Jurnal Hukum Pro
Justitia, Volume 25 No. 2, April 2007.
Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional,
Jakarta: Kencana, 2011.
Umar al-Tamimi, Lembaga Pemafaan sebagaiAlternatif Penyelesaian Perkara Pidana
Perspektif Hukum Islam, Jurnal Diskursus Islam, Volume 1 Nomor 3, Desember
2013.