Anda di halaman 1dari 15

TUJUAN PEMIDANAAN DALAM RANCANGAN KITAB

UNDANG UNDANG HUKUM PIDANA

Diajukan untuk memenuhi salah satuTugas Mata Kuliah :


Hukum Penitensier
Dosen : PROF.DR. H. DWIDJA PRIYATNO, S.H., M.H.
MAS PUTRA ZENNO J, S.H., M.H.

Oleh :

WAHYU ARIHTA (17.4301.101)

Kelas :

SEKOLAH TINGGI HUKUM BANDUNG


2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
KUHP yang sekarang diberlakukan di Indonesia adalah KUHP yang
bersumber dari hukum kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht) yang pada
prakteknya sudah tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia sekarang.
KUHP yang merupakan warisan KUHP Kerajaan Belanda diberlakukan di
Indonesia dengan beberapa penyesuaian, bahkan Prof. Soedarto menyatakan
bahwa teks resmi KUHP hingga saat ini masih dalam bahasa Belanda.1

Kenyataan inilah yang menyebabkan kebutuhan untuk melakukan


pembaharuan hukum pidana (penal reform) di Indonesia. Kebutuhan untuk
melakukan pembaharuan hukum pidana sejalan dengan hasil dari Kongres
PBB tahun 1976 tentang pencegahan kejahatan dan perlakuan kepada pelaku
kejahatan. Dalam kongres tersebut dinyatakan bahwa hukum pidana yang ada
selama ini di berbagai negara yang sering berasal dari hukum asing dari
zaman kolonial yang pada umumnya telah asing dan tidak adil (obsolete and
unjustice) serta ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan kenyataan
(outmoded and unreal) karena tidak berakar dan pada nilai-nilai budaya dan
bahkan ada diskrepansi dengan aspirasi masyarakat serta tidak responsif
terhadap kebutuhan sosial masa kini.

Sebenarnya tujuan dari pidana itu adalah untuk mencegah timbulnya


kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan-kejahatan yang berat dan pidana mati
dalam sejarah hukum pidana adalah merupakan dua komponen permasalahan
yang berkaitan erat. Hal ini nampak dalam KUHP Indonesia yang mengancam
kejahatankejahatan berat dengan pidana mati.

1
Soedarto, Suatu Dilema dalam Sistem Pidana Indonesia, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar
Hukum Pidana Universitas Diponegoro, Semarang, 21 Desember 1974, hlm. 3.

2
Kondisi perubahan hukum yang adil dan sesuai dengan kenyataan
yang berakar dari nilainilai yang ada dalam masyarakat kemudian secara tegas
juga dinyatakan dalam konsideran Rancangan Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (RKUHP) yang menyatakan bahwa materi hukum pidana nasional
harus disesuaikan dengan politik hukum, keadaan, dan perkembangan
kehidupan berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia. Sementara tujuan
penyusunan hukum pidana dinyatakan sebagai perwujudan upaya
pembaharuan hukum nasional Negara Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, serta untuk menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. 2

Ketentuan mengenai pemidanaan dalam RKUHP, jika dibandingkan


dengan KUHP yang saat ini berlaku mengalami beberapa perubahan
mendasar. Bagian mengenai pemidanaan di antaranya berisi tentang tujuan
pemidanaan, pedoman pemidanaan dan alasan-alasan mengenai dapat
dijatuhkannya pemidanaan bagi pelaku tindak pidana. Pengaturan ini lebih
lengkap dibandingkan dengan ketentuan dalam KUHP yang berlaku saat
ini.RKHUP menganut sistem pemidanaan dua jalur (double track system)
dimana di samping pelaku tindak pidana dapat dijatuhi sanksi pidana
(criminal punishment), dapat juga dikenakan berbagai tindakan (treatment)
Selain itu, dalam jenis-jenis pemidanaan dalam RKUHP ini juga bertambah
dengan adanya pidana pengawasan dan pidana kerja sosial yang merupakan
bagian dari pidana pokok, jenis tindak pidana yang sebelumnya belum pernah
dikenal dalam KUHP Indonesia.

Dalam bidang hukum ada adagium bahwa hukum haruslah diperkuat


dengan sanksi. Sanksi yang untuk memperkuat norma hukum adalah dengan
sanksi pidana merupakan suatu benteng terakhir. Artinya, sanksi pidana baru
digunakan apabila sanksi hukum yang lain ( seperti sanksi administrasi dan
sanksi pidana ) dirasakan tidak mampu untuk untuk menjaga atau memperkuat

2
Konsideran RKUHP.

3
norma hukum yang telah ada. Hal ini dikenal dengan istilah “ Ultimum
Remedium”.

B. Rumusan Masalah

1. Konsep pembaharuan pemidanaan dalam rancangan kuhp?


2. Apa yang menjadi tujuan pemidanaan dalam RKUHP?

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep pembaharuan pemidanaan dalam rancangan KUHP

Adapun beberapa tujuan yang melandasi pembaharuan suatu hukum


pidana di Indonesia, meliputi untuk mengetahui tujuan bersifat politik dimana
suatu rancangan undang- undang Negara Indonesia bersifat secara nasional
mencakup seluruh aspek masyarakat dengan keanegaragaman bangsa
berdasarkan pancasila.

Mengetahui suatu aspek pembaharuan hukum pidana dibidang


sosiologis yang meninjau perubahan berdasarkan nilai- nilai kebudayaan yang
terkandung didalamnya, yang mana mengandung pandangan kolektif
masyarakat tentang nilai-nilai yang berlaku. Tujuan yang lain yang mendasari
pembaharuan ini bersifat praktis, sehingga dapat disesuaikan dengan
perkembangan yang terjadi. Pembaruan hukum pidana dikaitkan suatu
masalah bagian dari KUHP yang bersifat dogmatis. Ajaran- ajaran, prinsip
atau asas dan konsep pola pikir serta norma-norma substantif, baik yang
dituangkan secara eksplisit serta pemikirian konsep terbentuknya KUHP.
Reformasi ini, pembaharuan meliputi tiga faktor tatanan hukum pidana positif
membutuhkan pembaharuan segera.

Hukum pidana positif pertama meliputi tantanan mengatur aspek


kehidupan masyarakat saat ini. Merupakan tantanan positif peninggalan
hukum kolonial Belanda yang disesuaikan dengan adaptasi masyarakat
Indonesia. Kedua, dilakukan beberapa perubahan pada sebagian ketentuan
hukum pidana positif yang dianggap tidak dapat diadaptasi dengan semangat

5
reformasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan, keadilan,
kemandirian, HAM dan demokrasi. Ketiga, penerapan ketentuan hukum
pidana yang merugikan rakyat, khususnya para aktivis politik, HAM dan
kehidupan demokrasi di negeri ini dilakukan perubahan dan peninjauan
kembali konsep-konsep yang terkandung dalam hukum pidana. Reformasi
hukum pidana harus beracuan terhadap ketiga tatanan dan bersinergi terhadap
kepentingan para penegak hukum.

Kebijakan tersebut mencakup kriteria inklusi perundangan


kriminalisasi yang diatur dalam undang-undang pidana sehingga
menguntungkan dan tidak menimbulkan penentangan keras dari masyarakat
luas. Pembaruan hukum pidana erat kaitannya dengan keberadaan hukum
acara pidana. Indonesia telah memiliki perundangan yang mengatur tentang
hukum pidana yang bercirikan dan bercorak nasional.

Pembuatan suatu KUHP Nasional hendaknya dilakukan terlebih


dahulu sehingga kita dapat menentukan suatu konsep menentukan bagaimana
prosedur atau tata cara untuk menegakkan, melaksanakan dan
mempertahankan hukum pidana materiil tersebut melalui hukum acara pidana.
Pengaturan yang terkandung pada KUHP nasional dititik beratkan pada
prosedur terpidana mendapatkan efek jera dan mengarahkan kembali ke jalan
yang benar serta tetap memberikan suatu keamanan, ketenangan bagi
masyarakat luas. Rumusan tujuan pidana dalam KUHP Nasional selain untuk
melindungi masyarakat juga memperhatikan kepentingan terpidana. Dalam
mengatur kepentingan terpidana berpengaruh kepada kepentingan masyarakat,
dimana jika narapidana selesai menjalani hukuman masih berperilaku kurang
baik, maka akan mengganggu kedamaian dan keamanan masyarakat, perihal
ini menjadi pokok pemikiran yang harus terkandung dalam perundangan suatu
hukum pidana .

6
Pemahaman lain yang terkandung tentang kebutuhan KUHP bangsa
Indonesia yang telah berubah ini, perlu memperhatikan pada karateristik
hukum pidana dengan ciri khas kehidupan masyarakat dan ideologi bangsa
Indonesia, yaitu Pancasila. Perlu dicari rancangan atau sebuah konsep baru
dalam hukum pidana yang tidak asing bagi bangsa Indonesia. Ketentuan
hukum pidana itu dapat digali dari hukum tidak tertulis atau hukum adat
dengan dua syarat, yaitu: Pertama, ia harus hidup di dalam kalangan
masyarakat Indonesia; Kedua, tidak akan menghambat perkembangan
masyarakat adil dan makmur, yaitu bahwa aturan hukum tidak tertulis harus
disertai dengan ancaman pidana.

Adanya ancaman pidana dalam hukum tidak tertulis tersebut bertujuan


agar peraturan adat yang berlaku pada kehidupan masyarakat akan meluas
menjadi hukum nasional sehingga penegak hukum berwenang dalam
menentukan sebagai suatu perbuatan pidana kejadian yang terjadi pada
peraturan adat masyarakat. Hal ini diharapkan dapat menggantikan
pemahaman terdahulu dari suatu pemidanaan, Pemindanaan terdahulu
mengandung pengertian suatu tindakan untuk melakukan pembalasan atas
tindak pidana yang terjadi pada suatu waktu dan tempat tertentu, yang
dianggap sebagai tujuan yang pantas dari suatu proses pidana merupakan
pencegahan perilaku yang anti sosial masyarakat. Berdasarkan pendapat yang
dikemukakan muladi terdapat beberapa teori tentang tujuan pemidanaan.3

B. Tujuan Pemidanaan

Tujuan pemidanaan dalam RKHUP dalam Pasal 54 yang menyatakan bahwa


pemidanaan bertujuan :

3
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1998, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, PT ALUMNI, Bandung, ,
h. 49-51.

7
a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum
demi pengayoman masyarakat;

b.Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga


menjadi orang yang baik dan berguna;

c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan


keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; dan

d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Dalam Pasal 54 ayat (2) juga dinyatakan bahwa pemidanaan tidak


dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat manusia.

RKUHP menyebutkan serta menjelaskan mengenai Pedoman


Pemidanaan yang tidak terdapat di dalam KUHP. Pedoman Pemidanaan
sejatinya akan sangat membantu hakim dalam mempertimbangkan takaran
atau berat ringannya suatu hukumman atau pidana yang akan dijatuhkan. Hal
ini terdapat dalam pasal 51 ayat (1) mengenai pertimbangan dalam
pemidanaan, dan pasal 52 ayat (2) mengatur mengenai asas Rechterlijk
Pardon (permaafan hakim) dengan mempertimbangkan keadilan dan
kemanusiaan terhadap terdakwa. Dalam pemidanaan wajib dipertimbangkan
sebagai berikut :

a. kesalahan pembuat tindak pidana;

b. motif dan tujuan melakukan tindak pidana;

c. sikap batin pembuat tindak pidana;

d. tindak pidana yang dilakukan apakah direncanakan atau tidak


direncanakan;

e. cara melakukan tindak pidana;

8
f. sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana;

g. riwayat hidup, keadaan sosial, dan keadaan ekonomi pembuat tindak


pidana;

h. pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana;

i. pengaruh tindak pidana terhadap korban atau -ke-luarga korban;

j. pemaafan dari korban dan/atau keluarganya; dan/atau

k. pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang -dilakukan.

l. Ringannya perbuatan, keadaan pribadi pembuat, atau kea-daan pada


waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian, dapat dijadikan
dasar pertimbangan untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan
tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.

Pada pasal 56 RKUHP mengatur tentang Culpa in Causa, yaitu dimana


seseorang patut untuk dicela apabila dia dengan sengaja memasukkan diri ke
dalam alasan penghapus pidana.seseorang yang melakukan tindak pidana
tidak dibebaskan dari pertanggungjawaban pidana berdasarkan alasan
peniadaan pidana, jika orang tersebut telah dengan sengaja menyebabkan
terjadinya keadaan yang dapat menjadi alasan peniadaan pidana.

KUHP tidak mengatur secara terbuka mengenai perubahan dan


penyesuaian pidana , namun RKUHP mengatur akan hal itu yang terdapat
pada pasal 57 ayat (1)-(6) tentang perubahan dan penyesuaian pidana. Dengan
memperhatikan salah satu tujuan pemidanaan yang berorientasi kepada usaha
untuk memperbaiki perilaku terpidana, yang mana dimungkinkan untuk
adanya suatu remisi.

Perumusaan empat tujuan pemidanaan dalam RKUHP tersimpul


pandangan mengenai perlindungan masyarakat (social defence), pandangan
rehabilitasi dan resosialisasi terpidana. Pandangan ini dipertegas lagi dengan

9
mencantumkan tentang pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan
dan merendahkan martabat. Pandangan ini mengerucut pada dua kepentingan,
yakni perlindungan masyarakat dan pembinaan bagi pelaku. Tujuan
pemidanaan dalam RKHUP ini terlihat menganut aliran neo klasik dengan
beberapa karakteristik yang diatur, yaitu adanya perumusan tentang pidana
minimum dan maksimum, mengakui asas-asas atau keadaan yang
meringankan pemidanaan, mendasarkan pada keadaan obyektif dan
mempertimbangkan kebutuhan adanya pembinaan individual dari pelaku
tindak pidana.

Tujuan yang dirumuskan dalam RKHUP di atas nampak berlandaskan


atas tujuan pemidanaan yang berlandaskan pada teori pemidanaan relatif yang
mempunyai tujuan untuk mencapai manfaat untuk melindungi masyarakat dan
menuju kesejahteraan masyarakat. Tujuan pemidanaan bukan merupakan
pembalasan kepada pelaku dimana sanksi ditekankan pada tujuannya, yakni
untuk mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan. Tujuan ini juga
berdasarkan pandangan utilitarian sebagaimana diklasifikasikan oleh Herbet
L. Paker yang melihat pemidanaan dari segi manfaat atau kegunaannya,
dimana yang dilihat adalah situasi atau keadaan yang ingin dihasilkan dengan
dijatuhkannya pidana itu. Tujuan pemidanaan untuk menyelesaikan konflik
yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan
mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. Dengan demikian, tujuan
pemidanaan dalam RKUHP adalah berorientasi ke depan (forward-looking).
RKUHP juga mengakui adanya kondisi-kondisi yang meringankan yang
melekat pada si pelaku pemidanaan dan kondisi obyektif yang tercantum
dalam Pasal 55 tentang pedoman pemidanaan.4

Landasan pelaksanaan pemidanaan, berdasarkan ketentuan yang


diaturnya lebih condong pada penerapan teori relatif dan mengarah pada teori

4
Pasal 55 RKUHP

10
integratif jika dilihat dari karakteristik model ini. Pandangan teori ini
menganjurkan adanya kemungkinan untuk mengadakan artikulasi terhadap
teori pemidanaan yang mengintegrasikan beberapa fungsi sekaligus
retribution yang bersifat utilitarian dimana pencegahan dan sekaligus
rehabilitasi yang kesemuanya dilihat sebagai sasaran yang harus dicapai oleh
suatu rencana pemidanaan.

Ketentuan mengenai pedoman pemidanaan menunjukkan bahwa ada


kecenderungan karakteristik dalam model integratif, misalnya ketentuan
mengenai pertimbangan tentang riwayat hidup dan sosial ekonomi pembuat
tindak pidana, pengaruh pidana terhadap masa depan, permaafan korban
dan/atau keluarganya, dan juga pandangan masyarakat terhadap tindak pidana
yang dilakukan. Penjelasan dalam ketentuan mengenai pedoman pemidanaan
juga menentukan bahwa hakim dapat menambahkan pertimbangan lain yang
tercantum dalam ketentuan pasal ini, dan bertujuan agar pidana yang
dijatuhkan bersifat proporsional dan dapat dipahami baik oleh masyarakat
maupun terpidana.

Jenis pidana yang diatur dalam RKUHP terdiri dari pidana pokok dan
pidana tambahan. Pidana pokok terdiri atas sebagaimana dicantumkan dalam
Pasal 65 adalah :

• Pidana penjara;

• Pidana tutupan;

• Pidana pengawasan;

• Pidana denda; dan

• Pidana kerja sosial.

11
Sementara pidana mati merupakan pidana pokok yang bersifat khusus dan
selalu diancamkan secara alternatif. Jenis-jenis pidana tambahan dalam
RKUHP adalah :

a) Pencabutan hak tertentu;

b) Perampasan barang tertentu dan/atau tagihan;

c) Pengumuman putusan hakim;

d) Pembayaran ganti kerugian; dan

e) Pemenuhan kewajiban adat setempat dan/atau kewajiban menurut hukum


yang hidup.

Pidana penjara adalah suatu pidana berupa pembatasan kebebasan


bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang
tersebut di dalam sebuah lembaga pemasyarakatan dengan mewajibkan orang
itu untuk menaati semua peraturan tata tertib yang berlaku di dalam lembaga
pemasyarakatan.5 Pidana tutupan adalah pidana yang dimaksudkan untuk
mengganti pidana penjara yang sebenarnya dapat dijatuhkan oleh hakim bagi
pelaku tindak kejahatan atas dasar bahwa kejahatan tersebut oleh pelakunya
telah dilakukan karena didorong oleh maksud yang patut dihormati.6 Pidana
denda merupakan pidana berupa sejumlah uang yang wajib dibayar oleh
terpidana berdasarkan putusan pengadilan7 pidana kurungan ini dijatuhkan
pada orang-orang yang melakukan pelanggaran-pelanggaran, namun pidana
kurungan ini juga diancamkan pada sejumlah kejahatan yang diancam dengan
pidana kurungan yang diancam secara alternatif dengan pidana penjara bagi

5
PAF Lamintang, Hukum Penintensier Indonesia, Armico, Bandung, 1984, hlm. 69.
6
Ibid, hlm. 147.
7
Pasal 80 ayat (1) RKUHP.

12
mereka yang telah melakukan tindak pidana yang dilakukan secara tidak
sengaja8

Jenis-jenis sanksi dan urutan jenis pidana pokok dalam RKUHP sangat
berbeda dengan KUHP sekarang dimana dalam KUHP mengenal 5 pidana
pokok dan tambahan yang mempunyai tata urutan yang juga berbeda (Lihat
tabel di bawah). Tata urutan pidana pokok yang berbeda antara KUHP dengan
RKUHP ini mengindikasikan bahwa terjadi perubahan dalam penentuan jenis-
jenis sanksi pidana. Pidana mati bukan lagi menjadi pidana pokok yang
pertama namun menjadi pidana yang sifatnya khusus. Demikian pula dengan
pidana tutupan menjadi pidana pokok kedua setelah pidana penjara dimana
dalam KUHP, pidana tutupan ini adalah pidana yang berada pada urutan
kelima. Salah satu pidana pokok yang tidak lagi dicantumkan adalah pidana
kurungan yang pada prinsipnya adalah sanksi pidana yang merupakan
pembatasan kebebasan bergerak, sebagaimana pidana penjara, namun
dijatuhkan bagi orang-orang yang telah melakukan pelanggaran.

RKUHP yang tidak lagi mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran


sebagaimana pembedaan dalam KUHP sehingga konsekuensinya adalah tidak
perlu lagi adanya pidana kurungan.44 Pidana tambahan yang dicantumkan
dalam RKUHP juga merumuskan pidana tambahan baru yang dinyatakan
secara tegas, misalnya tentang pembayaran ganti kerugian dan pemenuhan
kewajiban adat setempat dan/atau kewajiban menurut hukum yang hidup. Jika
dibandingkan dengan KUHP saat ini, dua jenis pidana tambahan tersebut di
atas belum dinyatakan sebagai pidana tambahan karena dalam KUHP hanya
mengenal 3 jenis pidana tambahan.

8
Lamintang, op.cit., hlm. 84.

13
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Konsep pembaharuan pemidanaan dalam rancangan kuhp perlunya
Pemahaman suatu rancangan pembaharuan hukum pidana dititik beratkan
pada karateristik hukum pidana yang juga bersifat dinamis yang terkandung
dalam kehidupan masyarakat dan ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.
Aktivitas ini dilakukan oleh alat negara dalam penegakan hukum.
Secara umum, pengaturan tentang pemidanaan dalam RKUHP telah
mengalami kemajuan dimana tujuan pemidanaan dan pedoman pemidanaan
sudah dirumuskan secara jelas dan rinci sebagai bagian untuk menentukan
batas pemidanaan (the limit of sentencing) dan penentuan bobot pemidanaan
(the level of sentencing). Ketentuan dalam pemidanaan ini kemudian
dipertegas dengan penentuan jenis-jenis sanksi yang memberikan alternatif
bagi pengadilan untuk menentukan sanksi yang patut bagi pelaku berdasarkan
tingkat kejahatan, kondisi pelaku dan keadaaan-keadaaan lainnya sehingga
tidak ada penyamarataan (indiscriminately) atas penjatuhan pidana.

B. SARAN

Penetapan hukuman mati, meskipun ditempatkan pidana yang bersifat khusus


dan dalam penerapannya dilakukan secara selektif, merupakan pidana yang
tetap tidak sesuai dengan tujuan pemidanaan sebagai landasan untuk
menetapkan sanksi pidana.. Beberapa ketentuan tentang pelaksanaan hukuman
mati, termasuk adanya kesadaran bahwa hukuman mati merupakan hukuman
yang sangat berat dan tidak akan dapat melakukan koreksi jika terjadi
kekeliruan, menunjukkan bahwa ada keragu-raguan untuk menerapkan
hukuman mati.

14
DAFTAR PUSTAKA

RUU KUHP
http://reformasikuhp.org/data/wp-content/uploads/2015/02/PEMIDANAAN-
PIDANA-DAN-TINDAKAN-DALAM-RANCANGAN-RUU-KUHP.pdf
https://thezmoonstr.blogspot.com/2013/01/perbandigan-kuhp-indonesia-
dengan.html
https://media.neliti.com/media/publications/44212-ID-konsep-pembaharuan-
pemidanaan-dalam-rancangan-kuhp.pdf
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5db80ebe3ae76/meski-dihujat--
banyak-hal-baru-dalam-ruu-kuhp-patut-diapresiasi/
https://www.kompasiana.com/achmadsabil/585cd8a01497739844f04c5d/dasa
r-hukum-dasar-pemidanaan-dan-tujuan-pemidanaan

15

Anda mungkin juga menyukai