NASIONAL
Ayu Rachmawati
E0022058
FAKULTAS HUKUM
SURAKARTA
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hukum pidana di Indonesia selama berpuluh-puluh tahun masih
menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) peninggalan
kolonial Belanda, yang bahkan di Belanda sudah tidak dipakai tetapi di
Indonesia masih tetap dipertahankan sebagai peraturan perundang-undangan
untuk mengatur tindak pidana sebab di Indonesia belum mempunyai KUHP
Nasional.
KUHP peninggalan kolonial Belanda termasuk sistem hukum
kontinental (civil law system) yang mana sistem hukum tersebut lebih
menonjolkan paham individualism, liberalism, and individual rights, hal
tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Seiring dengan perkembangan manusia dan kemajuan teknologi di
Indonesia, peraturan pidana pada KUHP sudah tidak sesuai lagi untuk
diterapkan. Terdapat beberapa pasal pada KUHP lama yang tidak lagi sesuai
dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Maka dari itu diperlukan
pembaharuan hukum pidana Indonesia dengan membentuk KUHP Nasional.
Usaha para ahli hukum pidana untuk pembentukan KUHP Nasional
sudah ada sejak tahun 1963 melalui sebuah seminar nasional, yang
menyerukan rancangan kodifikasi hukum pidana nasional diselesaikan dengan
waktu yang sesingkat-singkatnya. Berawal pada tahun 1970 pemerintah mulai
untuk membuat RUU KUHP yang dirancang oleh tim yang berisi sejumlah
Guru Besar Hukum Pidana Indonesia pada saat itu. Namun perjalanan
pembuatan KUHP Nasional ternyata tidak semudah yang diperkirakan,
pembahasan terus berlanjut hingga tahun 2022. Meskipun dalam perjalanan
pengundangan KUHP Nasional mengalami beberapa kendala karena pro-
kontra dalam masyarakat, akhirnya sebuah produk hukum pidana yang
bercirikan Bangsa Indonesia disahkan pada akhir tahun 2022.
Berbagai respons pun muncul usai disahkannya KUHP Nasional ini,
terdapat pro-kontra dalam masyarakat, karena dianggap KUHP Nasional
masih
terdapat beberapa pasal yang kontroversial, antara lain seperti; masalah
pengaturan pidana denda, masalah penghinaan pemerintah, masalah pidana
mati, dan lain sebagainya.
Selain masih terdapat pasal-pasal yang kontroversial, yang menjadi
sorotan publik ialah, KUHP Nasional memuat beberapa poin yang mengubah
aturan lama atau KUHP lama. Tercatat terdapat 13 perubahan mencolok antara
KUHP dan KUHP Nasional, antara lain sebagai berikut; tentang alasan
penghapus pidana, tentang pertanggung jawaban pidana, tentang delik adat,
tentang pidana mati, dan sebagainya.
Aturan pada KUHP Nasional ini menggantikan aturan hukum pidana
sebelumnya, yang telah digunakan selama kurang lebih 104 tahun lamanya.
Oleh karena terdapat beberapa perbedaan antara KUHP dan KUHP Nasional,
maka pada pembahasan makalah ini penulis memfokuskan pada perbedaan
pidana mati pada KUHP dan KUHP Nasional
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa urgensi pembaharuan hukum pidana Indonesia?
2. Bagaimanakah sejarah pembentukan KUHP Nasional?
3. Bagaimanakah perbedaan sistem pemidanaan dalam KUHP dan KUHP
Nasional?
C. TUJUAN MAKALAH
1. Untuk mengetahui urgensi pembaharuan hukum pidana Indonesia.
2. Untuk mengetahui sejarah pembentukan KUHP Nasional.
3. Untuk mengetahui perbedaan sistem pemidanaan dalam KUHP dan KUHP
Nasional.
D. METODE PENELITIAN
PEMBAHASAN
1
Remaja, G. 2019. Rancangan KUHP Nasional Sebagai Rancangan Pembaharuan Hukum Pidana Yang
Perlu
hakekatnya merupakan perwujudan dari perubahan dan pembaharuan terhadap
berbagai aspek dan kebijakan yang menjadi landasan pembaharuan.2
2
Purti, Y. & Purwani, S. 2020. Urgensi Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia. Jurnal Kertha Wicara 9
(8):
Di era globalisasi penegakan hukum sangat membutuhkan adanya
keterbukaan, demokrasi, perlindungan hukum terhadap Hak Asasi Manusia,
penegakan hukum dan keadilan pada keseluruhan aspek dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia.
WvSNI diberlakukan di Indonesia sejak tahun 1918, dimana pada ssat itu
Indonesia dalam masa penjajahan Belanda yang masih bernama Hindia Belanda pada
saat itu. Setelah kemerdekaan Indonesia,pemerintah mengganti sebutan WvSNI
menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP pada tahun 1946.
3
Sjahdeini, S. 2021. Sejarah Hukum Indonesia: Seri Sejarah Hukum. Prenada Media
kolonial Belanda. Tim perancang KHUP pada saat itu diketuai oleh Prof. Sudarto dan
diperkuat oleh sejumlah Guru Besar Hukum Pidana Indonesia. Namun upaya agar
RKUHP tersebut bisa segera diserahkan kepda DPR untuk selanjutnya dibahas tidak
kunjung terwujud.
Tidak menyerah begitu saja, pemerintah membuat tim baru perancang RKUHP
pada 2004 yang dibentuk dibawah Prof. Dr. Muladi, S.H. Kemudian RKUHP tersebut
baru diserahkan oleh Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada DPR untuk
selanjutnya bisa dibahas oleh DPR pada tahun 2012. Kemudian draf RKUHP
disepakati oleh DPR periode 2014-2019 dalam pengambilan keputusan tingkat
pertama. Namun RKUHP menimbulkan sejumlah reaksi, gelombang protes tidak
setuju oleh para pengiat hukum dan mahasiswa terhadap sejumlah pasal RKUHP.
Pembahasan RKUHP terus berlanjut hingga tahun 2022, hingga pada akhirnya
RKUHP disahkan oleh DPR pada tanggal 6 Desember tahun 2022 dan diundangkan
pada tanggal 2 Januari2023 sebagai UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana, yang kemudian akan berlaku efektif setelah 3 tahun sejak
diundangkan. Sebuah perjalanan yang panjang untuk membuat undang-undang yang
berdasar pada nilai-nilai filososfis Bangsa Indonesia meskipun mendapat sejumlah
penolakan dari sejumlah masyarakat, namun yang menjadi poin terpenting adalah kita
Bangsa Indonesia akhirnya mempunyai undang-undang sendiri yang telah disesuaikan
oleh nilai-nilai yang ada di masyarakat bukan lagi undang-undang hasil dari
terjemahan
yang menimbulkan ketidakpastian hukum4.
4
Setiadi, E. 2011. Membangun KUHP Nasional Yang Berbasisi Ke-Indonesiaan. MIMBAR: Jurnal Sosial dan
Pembangunan 27 (2): 1-10
C. Perbedaan Sistem Pemidanaan Pada KUHP dan KUHP Nasional
Indonesia berhasil mempunyai KUHP sendiri setelah berpuluh-puluh tahun
lamanya menggunakan KUHP peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda, yang secara
filosofis tidak sesuai dengan nilai dan kepribadian bangsa. KUHP yang berhasil
diundangkan oleh pemerintah bersama dengan DPR pada awal tahun 2023 ini patut
untuk dicatat sebagai sebuah prestasi yang luar biasa dalam perjalanan sejarah Bangsa
Indonesia.
Aturan pada KUHP Nasional ini menggantikan aturan hukum pidana
sebelumnya, yang telah digunakan selama kurang lebih 104 tahun lamanya. KUHP
Nasional memuat beberapa poin yang mengubah aturan lama. Tercatat terdapat 13
perbedaan yang menjadi sorotan pada KUHP dan KUHP Nasional, secara terperinci
13 perbedaan tersebut antara lain sebagai berikut:
Sistem Pemidanaan adalah aturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan sanksi pidana dan pemidanaan. Pidana adalah suatu reaksi atas delik
(punishment) dan berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan (sifat
negative) oleh negara atau Lembaga negara terhadap pembuatn delik. Nestapa hanya
merupakan suatu tujuan yang terdekat saja, bukanlah suatu tujuan terakhir yang dicita-
citakan sesuai upaya pembinaan (treatment). Pasal 199 KUHAP memberikan definisi
pemidanaan adalah penghukuman yang dijatuhkan berdasarkan putusan hakim
3. Pidana Kurungan
Walaupun sama-sama pidana perampasan kemerdekaan, pidana
kurungan lebih ringan daripada pidana penjara. Berdasarkan
penelitian sosiologis bahwa seorang yang menjalani pidana
kurungan tidak mengakibatkan stigma buruk dalam masyarakat
sebagaimana narapidana yang menjalani pidana penjara.
Pelaksanaan utnuk pidana kurungan ini lebih ringan daripada
terpidana penjara, dan terpidana ditempatkan di tempat yang lebih
baik daripada terpidana penjara, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Terpidana penjara dapat dipindahkan kemana saja untuk
menjalani masa pidananya, sedangkan terpidana kurungan
tanpa permintaan atau tanpa persetujuannya dan tanpa izin
dari Menteri Kehakiman tidak dapat dipindahkan ke tempat
lain (Pasal 21 KUHP).
2. Terpidana kurungan diberi kewajiban mengerjakan
pekerjaan yang lebih ringan daripada terpidana penjara
(Pasal 19 ayat (2), dan terpidana kurungan dengan biaya
sendiri boleh sekedar memperbaiki atau meringankan
keadaannya (Lembaga pistole model Perancis). Ketentuan
ini tidak ada bagi terpidana penjara (pasal 23).
4. Pidana Denda
Merupakan kewajiban membayar sejumlah uang, sebagaimana
telah ditentukan dalam putusan hakim yang dibebankan kepada
terpidana atas pelanggaran atau kejahatan yang telah dilakukannya.
5. Pidana Tutupan
Dasar hukum UU Nomor 20 Tahun 1946 Tentang Hukuman
Tutupan.
Pasal 2 ayat (2) : Dalam mengadili orang yang melakukan
kejahatan, yang diancam dengan hukuman penjara, karena
terdorong oleh maksud yang patut dihormati, hakim boleh
menjatuhkan hukuman tutupan.
Pada umumnya adalah untuk pelaku kejahatan politik.
Pelaksanaannya lebih baik dari pidana penjara : makanan, rokok,
pakaian
6. Pidana Tambahan (Hanya dijatuhkan setelah disamping
pidana pokok)
a. Pencabutan hak-hak tertentu (pasal 35 ayat (1) KUHP
Hak memegang jabatan, Hak memasuki Angkatan
perang, Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan, Hak menjadi
penasehat atau pengurus, wali, wali pengawas, pengampu atau
pengampu pengawas atas orang yang bukan anaknya, Hak
menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau
pengampuan atas anak sendiri, Hak menjalankan pencaharian
tertentu.
b. Perampasan barang-barang tertentu
Hanya terhadap barang-barang tertentu milik terpidana,
Barang-barang yang dirampas bersifat fakultatif, (yang
diperoleh dari kejahatan, ct: hasil pencurian, perampokan, yang
dengan sengaja dipakai untuk melakukan kejahatan, ct: pisau,
belati, bahan racun, bahan atau alat yang telah diberi tujuan
sebagai hasil (tercipta) dari kejahatan, ct: bahan/alat untuk
membuat uang palsu, surat palsu, segel palsu, merk palsu)
c. Pengumuman putusan hakim
Ada publikasi ekstra misalnya dalam surat kabar, dibuat
plakat yang ditempelkan di Gedung pemerintahan dll,
pengumuman melalui siaran radio. Televisi, dlsb. Biaya
publikasi dibebankan kepada terpidana yang ditentukan
pembayarannya. Bertujuan untuk mencegah (prevensi) orang-
orang tertentu atau golongan orang melakukan beberapa jenis
delik yang sering dilakukan yaitu: melakukan penjualan barang
berbahaya, menghindarkan diri dari membayar pajak, menjual
susu yang telah dicampur dengan air, dsb. Dengan
pengumuman tersebut masyarakat luas diberitahu supaya
berhati-hati.
7. Pidana Bersyarat
Pidana bersyarat diatur dalam Pasal 14a KUHP. Pidana
bersyata ada masa percobaan, Selama masa percobaan, terpidana
diharapkan dapat memperbaiki diri dan kelakuannya, bila selama
masa percobaan terpidana tidak mengulangi perbuatan pidana atau
melakukan perbuatan pidana yang lain, maka pidana yang telah
dijatuhkan tidak perlu dijalani. Masa percobaan paling lama adalah
1 tahun.
Pasal 51
Pasal 12
Pasal 64
1. pidana pokok;
A. KESIMPULAN
Hukum pidana di Indonesia selama berpuluh-puluh tahun masih menggunakan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) peninggalan kolonial Belanda,
yang bahkan di Belanda sudah tidak dipakai tetapi di Indonesia masih tetap
dipertahankan sebagai peraturan perundang-undangan untuk mengatur tindak
pidana sebab di Indonesia belum mempunyai KUHP Nasional.
KUHP peninggalan kolonial Belanda termasuk sistem hukum kontinental
(civil law system) yang mana sistem hukum tersebut lebih menonjolkan paham
individualism, liberalism, and individual rights, hal tersebut tidak sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila. Pengaturan hukum pidana sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan dan kemajuan teknologi di Indonesia. Banyak pasal di KUHP lama
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Maka dari itu
diperlukan pembaharuan hukum pidana dengan adanya KUHP Nasional yang
sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat.
Secara sosiologis KUHP lama telah ketinggalan zaman dan sering tidak sesuai
dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Dalam KUHP baru ketentuan
mengenai sistem pemidanaan sudah mengalami pembaharuan yaitu dari jenis dan
ukuran penjatuhan pidananya. KUHP baru dilatarbelakangi oleh berbagai pokok
pikiran yang secara garis besar disebut ide keseimbangan dengan menggunakan
pendekatan multi-dimensional
Purti, Y. & Purwani, S. 2020. Urgensi Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia. Jurnal
Kertha Wicara 9 (8): 1-13
Sjahdeini, S. 2021. Sejarah Hukum Indonesia: Seri Sejarah Hukum. Prenada Media