PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat
(3) Undang-Undang Dasar 1945, dalam kaitannya dengan hal ini dimana setiap
Hal ini senada dengan teori residu (teori catur praja) dari van Vollenhoven
dalam bukunya Omtrek van Het Administatief Recht yang menyatakan bahwa
fungsi mengadili (justitie), dan fungsi mengatur (regelaar). Salah satu fungsinya
adalah fungsi memerintah (bestuur), dimana pada negara modern fungsi ini
mempunyai tugas yang sangat luas, tidak hanya terbatas pada pelaksanaan undang-
yang bersifat mengadili yang diberikan oleh pemerintah, yaitu pengadilan negeri
1
Van Vollenhoven, Pengertian Administrasi Negara dan Hukum Administrasi Negara, (Jakarta:
Pradinya Paramita 1983), hlm. 7.
1
2
memeriksa tersangka tentu harus imparsial dan objektif agar tidak ada intervensi
mengikuti pergerakan persepsi yang semu dari masyarakat serta tidak boleh
terhadapnya, tidak boleh ada keraguan sedikitpun pada diri hakim tentang
kesalahan terdakwa.2
diakuinya hak untuk memeluk agama tercantum dalam konstitusi Indonesia. Pasal
28E ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
merupakan bukti nyata bahwa konstitusi Indonesia melindungi hak beragama bagi
rakyatnya. Negara akan menjamin setiap kegiatan dan aktivitas keagamaan bagi
seluruh rakyat Indonesia tanpa adanya intervensi dari pihak lain. Pasal 29 ayat (2)
yang diberikan oleh negara kepada warga negara untuk dapat melaksanakan
kegiatan keagamaan tanpa adanya rasa takut akan adanya intervensi pihak lain
menambahkan Pasal 156a KUHP sebagai dasar pemidanaan pelaku tindak pidana
pelaku tindak pidana penodaan agama diatur dalam Pasal 156a KUHP. Tujuan
2
Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hlm. 2.
4
kepercayaan serta ajaran-ajaran kebatinan yang dianggap sesat dan tidak sesuai
publik dengan cara para pelaku yang diduga melakukan penodaan agama dengan
cara menginjak kitab suci Al-Qur’an umat Islam. Pasal 156a KUHP memiliki ruas
cakupan yang luas dalam mendefinisikan tentang suatu penodaan agama, untuk itu
diperlukan adanya definisi yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan penodaan
agama. Pasal 156a KUHP memberikan makna penodaan agama secara abstrak dan
menimbulkan penafsiran pasal yang mengarah kepada suatu penafsiran pasal yang
tidak pasti kepada masyarakat manakala suatu perbuatan dapat dengan mudah
diputus dalam sidang peradilan sebagai perbuatan yang menodakan suatu agama di
Indonesia.
pidana penodaan agama dalam dua kasus ini. Unsur tindak pidana terdiri dari dua
unsur yaitu unsur subyektif dan unsur obyektif yang masing-masing unsur berdiri
sendiri dan tidak dapat digabungkan menjadi satu unsur. Perkembangan hukum
pidana terkini memisahkan unsur subyektif dan unsur obyektif tindak pidana,
dalam ilmu hukum pidana penggabungan unsur obyektif dan unsur subyektif dapat
dikaji secara mendalam untuk kemajuan ilmu hukum. Tujuan kemajuan hukum
sehingga hukum nasional mampu memberikan bentuk perlindungan baik dari segi
praktik maupun tepat dari segi akademis. Penggabungan unsur ini ditinjau dari
tersebut bahwa Sri Latifah dan Cep Dika Eka Rismana dinyatakan bersalah dan
divonis hukuman penjara selama 4 (empat tahun) dan pidana denda sebesar Rp.
B. Identifikasi Masalah
berikut:
3
Kurnia Dewi Anggraeny, “Penapsiran Tindak Pidana Penodaan Agama dalam Perspektif Hukum,” tersedia
di: https://www.neliti.com/publications/217569/, diakses tanggal 13 Oktober 2022.
6
1. Apa yang menjadi faktor penyebab serta akibat penodaan agama dalam kasus
Skb?
2. Mengapa pelaku dalam kasus perkara Nomor: 136/Pid. Sus/2022/PN. Skb., jo.
1. Maksud Penelitian
tujuan pemidanaan.
2. Tujuan Penelitian
7
D. Kerangka Pemikiran
1. Kerangka Teoritis
suatu perkara, yaitu antara lain teori keseimbangan, teori pendekatan seni
4
Sudarto (1), Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1986), hlm. 74.
8
perkara yang diajukan kepadanya, dimana dalam perkara pidana hal itu tidak
perundang-undangan.6
b. Teori keadilan
relatif, setiap orang tidak sama, adil menurut yang satu belum tentu adil bagi
5
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 102.
6
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, edisi kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2017),
hlm. 256.
9
keadilan, hal itu tentunya harus relevan dengan ketertiban umum dimana
suatu skala keadilan diakui. Skala keadilan sangat bervariasi dari satu tempat
undang-undang atau sesuai dengan hukum (lawful) dan segala sesuatu yang
adil bijaksana dan jujur (fair). Sehingga orang yang dikatakan adil adalah
bertindak adil bijaksana serta jujur. Selain itu juga keutamaan yaitu ketaatan
terhadap hukum (hukum polis pada waktu itu, tertulis dan tidak tertulis)
adalah keadilan.8
2. Kerangka konseptual
penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu
7
M. Agus Santoso, Hukum, Moral dan Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum, (Jakarta:
Kencana, 2014), hlm. 85.
8
Aristoteles, The Nicomachean Ethics, (APA TERJEMAHAN DARI JUDUL TERSEBUT
DALAM BAHASA INDONESIANYA ………………………………..……………………....???),
diterjemahkan oleh David Ross, (New York: University Press Inc, 2009), page 81.
10
samping itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan
sehingga pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan
cermat. Apabila pertimbangan hakim tidak teliti, baik, dan cermat, maka
dalam kelas verbal atau kata kerja sehingga menjatuhkan dapat menyatakan
9
Aris Kurniawan, “13 Pengertian Analisis Menurut Para Ahli,” tersedia di
http://www.gurupendidikan.com/13-pengertian-analisis-menurut-para-ahli-didunia/, diakses tanggal
17 Maret 2022.
10
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, cetakan V, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 140.
11
Peter Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontenporer, (Jakarta: Modern English Press, 2002),
hlm. 1598.
11
diinginkan;12
e. Pidana ialah nestapa yang diberikan oleh negara kepada seseorang yang
dalam arti orang yang dengan suatu kesengajaan atau suatu tidak sengajaan
diaanggap suci atau yang tiidak boleh diserang seperti, simbol agama,
pemimpin agama atau kitab suci agama. Umumnya bentuk dari penodaan
yang diyakininya, bahwa sesuatu lebih tinggi dari pada manusia; sebagai
12
Sahwitri Triandani, Pengaruh Tim Kerja, Stress Kerja dan Reward (Imbalan), (Pekanbaru:
LPPM, 2014), hlm. 39.
13
Sudarto (2), Hukum dan Hukum Pidana, (Jakarta: Alumni, 2007), hlm. 204.
14
Ibid., hlm. 139.
15
Kurnia Anggraeni, Op. Cit., hlm. 5.
12
sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang
pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda arti dari menginjak dapat
dalam arti yang sebenarnya. Menginjak memiliki arti dalam kelas verbal atau
j. Al-Quran adalah kitab suci umat Islam yang berisi firman Allah yang
untuk dibaca, dipahami dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup
bagi manusia.18
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
2. Sifat Penelitian
16
Daradjat Zakiyah, Ilmu Jiwa Agama. (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), hlm. 10.
17
Peter Salim, Op. Cit., hlm. 98.
18
Ibid., hlm. 3.
13
sebagai berikut:
tentang latar belakang keadaan sekarang, dan interaksi suatu sosial, individu,
ini.
4. Pengolahan data
F. Sistematika Penulisan
Penulisan hukum ini terdiri dari 5 (lima) bab. Setiap bab terbagi menjadi
BAB I PENDAHULUAN
AGAMA
Dalam Bab II ini penulis akan menjelaskan tentang pengertian dan unsur
tindak pidana, jenis tindak pidana, serta pengertian dan jenis sanksi
AGAMA
15
Dalam Bab III ini penulis akan menjelaskan tentang sistem teori
pertimbangan hakim.
Bab V merupakan penutup dari penulisan hukum ini, yang terdiri dari