Luciana (15043087)
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum, artinya negara yang semua penyelenggaraan
pemerintahan dan kenegaraan serta kemasyarakatannya berdasarkan atas hukum,
bukan didasarkan atas kekuasaan belaka. Indonesia di idealkan dan dicita-citakan
sebagai suatu Negara hukum Pancasila. Namun bagaimana ide Negara hukum itu,
selama ini belum pernah dirumuskan secara komprehensif. Yang ada hanya
pembangunan bidang hukum yang bersifat sektoral (Jimly Asshiddiqie, 2009:3).
Untuk dapatnya hukum berfungsi sebagai sarana penggerak, maka hukum harus
dapat ditegakkan dan untuk itu hukum harus diterima sebagai salah bagian dari sistem
nilai kemasyarakatan yang bermanfaat bagimasyarakat. Penegakan hukum
merupakan salah satu usaha untuk mencapai atau menciptakan tata tertib, keamanan
dan ketentraman dalam masyarakat baik itu merupakan usaha pencegahan maupun
pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum, dengan
perkataan lain baik secara preventif maupun represif.
Tugas utama penegakan hukum, adalah untuk mewujudkan keadilan, karenanya
dengan penegakan hukum itulah hukum menjadi kenyataan (Liliana,2003:66. Karena
itu agar hukum dapat ditegakkan maka perlu pencerahan pemahaman hukum bahwa
sesungguhnya hukum itu tidak lain adalah sebuah pilihan keputusan, sehingga apabila
salah memilih keputusan dalam sikap dan prilaku nyata, maka berpengaruh buruk
terhadap penampakan hukum di Indonesia.
Penegakan hukum di negeri ini adalah merupakan barang langka dan mahal
harganya. Hal ini terindikasi berada pada titik nadi karena kondisi penegakan hukum
di Indonesia saat ini telah menjadi sorotan yang luar biasa dari komunitas dalam
negeri maupun internasional. Proses penegakan hukum, pada khususnya dipandang
bersifat deskriminatif mengedepankan kelompok tertentu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dan urgensi penegakan hukum yang berkeadilan?
2. Mengapa diperlukan penegakan hukum yang berkeadilan?
3. Bagaimana sumber historis, sosiologis, politis tentang penegakan hukum yang
berkeadilan di indonesia?
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep dan urgensi penegakan hukum yang berkeadilan.
2. Mengetahui mengapa diperlukan penegakan hukum yang berkeadilan.
3. Mengetahui sumber historis, sosiologis, politis tentang penegakan hukum yang
berkeadilan di indonesia.
BAB 2
PEMBAHASAN
Upaya penegakan hukum di suatu negara, sangat erat kaitannya dengan tujuan
negara. Anda disarankan untuk mengkaji teori tujuan negara dalam buku “Ilmu
Negara Umum”. Menurut Kranenburg dan Tk.B. Sabaroedin (1975) kehidupan
manusia tidak cukup hidup dengan aman, teratur dan tertib, manusia perlu sejahtera.
Apabila tujuan negara hanya menjaga ketertiban maka tujuan negara itu terlalu
sempit. Tujuan negara yang lebih luas adalah agar setiap manusia terjamin
kesejahteraannya di samping keamanannya. Dengan kata lain, negara yang memiliki
kewenangan mengatur masyarakat, perlu ikut menyejahterakan masyarakat. Teori
Kranenburg tentang negara hukum ini dikenal luas dengan nama teori negara
kesejahteraan.
Teori negara hukum dari Kranenburg ini banyak dianut oleh negara-negara
modern. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum. Artinya
negara yang bukan didasarkan pada kekuasaan belaka melainkan Negara
yang berdasarkan atas hukum, artinya semua persoalan kemasyarakatan,
kewarganegaraan, pemerintahan atau kenegaraan harus didasarkan atas hukum.
A. Kesimpulan
Negara merupakan organisasi kelompok masyarakat tertinggi karena
mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengendalikan masyarakat bahkan
memaksa secara sah untuk kepentingan umum yang lebih tinggi demi tegaknya
hukum. Negara pun dipandang sebagai subyek hukum yang mempunyai kedaulatan
(sovereignity) yang tidak dapat dilampaui oleh negara mana pun. Ada empat fungsi
negara yang dianut oleh negara-negara di dunia ialah: melaksanakan penertiban dan
keamanan, mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya, pertahanan, dan
menegakkan keadilan.
Untuk menyelesaikan perkara-perkara yang terjadi di masyarakat secara adil,
maka para aparatur hukum harus menegakkan hukum dengan sebaik-baiknya.
Penegakan hukum bertujuan untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum
dalam masyarakat sehingga masyarakat merasa memperoleh pengayoman dan
hakhaknya terlindungi. Dalam menegakkan hukum terdapat tiga unsur yang harus
selalu diperhatikan yaitu: kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan.
Dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional yang berlandaskan
Pancasila dan UUD NRI 1945, pembangunan bidang hukum mencakup sektor materi
hukum, sektor sarana dan prasarana hukum, serta sektor aparatur penegak hukum.
Aparatur hukum yang mempunyai tugas untuk menegakkan dan melaksanakan
hukum antara lain lembaga kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Fungsi utama
Lembaga kepolisian adalah sebagai lembaga penyidik; sedangkan kejaksaan
berfungsi utama sebagai lembaga penuntut; serta lembaga kehakiman sebagai
lembaga pengadilan/pemutus perkara. Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang No. 14 tahun
1970 yang telah diperbaharui menjadi UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman menyatakan bahwa
“Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”. Kekuasaan
kehakiman dilaksanakan oleh badan pengadilan dalam empat lingkungan yaitu:
1) Peradilan Umum,
2) Peradilan Agama
3) Peradilan Militer; dan
4) Peradilan Tata Usaha Negara.
Peradilan umum merupakan peradilan bagi rakyat pada umumnya, sedangkan
peradilan militer, peradilan Agama, dan peradilan Tata Usaha Negara merupakan
peradilan khusus karena mengadili perkaraperkara tertentu dan mengadili golongan
rakyat tertentu. Keempat lingkungan peradilan tersebut masing-masing mempunyai
lingkungan wewenang mengadili perkara tertentu serta meliputi badan peradilan
secara bertingkat, yaitu pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, dan tingkat
kasasi.
Penegakan hukum di Indonesia masih menghadapi masalah dan tantangan
untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. Penegakan hukum sangat penting
diupayakan secara terus menerus untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian
hukum dalam masyarakat sehingga masyarakat merasa memperoleh perlindungan
akan hak-hak dan kewajibannya.
B. Saran
1) Lembaga hukum harus di perbaiki agar terwujud etika penegakan hukum yang
berkeadilan, tidak bersifat deskriminatif, dan mementingkan kepentingan sendiri
di atas kepentingan negara.
2) Masyarakat sebaikanya mengamalkan Pancasila sebagai etika dan nilai-nilai
masyarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Nurwardani Paristiyanti, dkk. 2016. Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum
Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: RISTEKDIKTI.
Perubahan ini dianggap mempersempit ruang bagi hakim untuk menggali dan
menemukan hukum sehingga hakim hanyalah corong UU atau hukum tertulis belaka.
Sementara pertimbangan MK dalam perubahan kedua terkait kata "dapat" dari
rumusan "...dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara" yang
dianggap bertentangan dengan konstitusi karena rumusan ini sering disalahgunakan
oleh aparatur penegak hukum untuk bertindak sewenang-wenang; sering
menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran bagi pejabat pengambil keputusan; serta
sering terjadi kriminalisasi terhadap kebijakan dan keputusan diskresi pejabat
administrasi. Pertimbangan dan alasan perubahan pertama, menurut penulis, sebuah
"kemunduran" karena di dalam masyarakat kita sejak dahulu memiliki hukum tidak
tertulis yang ditaati dan dipatuhi oleh masyarakat, termasuk adat istiadat, khususnya
di daerah-daerah terpencil. Hal ini jelas mempersempit ruang hakim untuk
menentukan perbuatan melawan hukum mana yang menjadi syarat bagi seseorang
dapat dipidana.
Dalam hal ini, hakim tinggal melihat apakah ada hukum tertulis yang
mengatur mengenai perbuatan pidana tersebut (asas legalitas). Pertimbangan dan
alasan perubahan kedua, sebuah "kemajuan" (sekalipun alasannya subyektif) karena
perubahan itu memperjelas dan memperkuat aspek perlindungan hukum dalam
penegakan hukum korupsi. Dalam praktik di tingkat penyidikan dan peradilan tipikor
sering seseorang ditahan dan dihukum karena melakukan perbuatan melawan hukum
korupsi Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, sekalipun kerugian negara riil tak terbukti.
Dari sisi penegakan hukum korupsi, adanya perubahan kedua ini menjadikan unsur
"merugikan keuangan negara atau perekonomian negara" harus dibuktikan secara
materiil dan hakim dalam membuat putusan harus mempertimbangkan pembuktian
seluruh unsur pidana dalam Pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Selama ini yang terjadi,
apabila terbukti unsur melawan hukum dan memperkaya diri, seseorang langsung
dianggap terbukti dan dijatuhi hukuman, sekalipun unsur kerugian negara tak ada
atau tidak terbukti, cukup "dapat diperkirakan" saja (potential loss). Apakah
perubahan-perubahan ini menghambat upaya pencegahan dan pemberantasan
korupsi? Tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Kedua, perubahan tersebut jelas
mempersempit serta membatasi kewenangan penyidik dan hakim untuk menjerat
koruptor, tetapi dari sisi lain justru memperjelas dan memperkuat perlindungan,
kepastian, dan keadilan hukum bagi semua pihak. Sekarang, tidak bisa lagi orang
dihukum tanpa aturan hukum tertulis dan tanpa bukti riil adanya kerugian negara.
Orang juga tidak bisa seenaknya ditangkap dan ditahan tanpa diproses hukum
sehingga rumor penyidikan dan peradilan sesat bisa diatasi. Dampak hukum dalam
praktik ke depannya adalah aparatur penegak hukum harus dapat membuktikan
adanya kerugian negara yang riil sebelum melakukan penyelidikan perkara korupsi.
Yang jadi masalah bagaimana dengan perkara-perkara yang masih dalam tahap
penyelidikan dan penyidikan yang akan dan sedang ditangani? Apabila tidak
ditemukan kerugian negara, perkara-perkara tersebut segera dihentikan. Apabila tidak
dilakukan, para tersangka atau terdakwa dapat mengajukan gugatan praperadilan atau
gugatan lainnya kepada pengadilan atas penetapannya sebagai tersangka/terdakwa
dalam kasus korupsi karena tidak adanya bukti kerugian negara yang riil.