Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Pengaruh Hukum Adat Terhadap Perkembangan


Hukum di Indonesia

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Hukum Adat

Dosen : DR. DRS. H. Sugeng Repowijoyo, SH, M.Hum

Oleh :

Victor Gustaf Paparang

(NIM : 20041044)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA

SURABAYA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
Hukum Adat yang berjudul “Pengaruh Hukum Adat Terhadap Perkembangan
Hukum Di Indonesia” dengan baik dan tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk membantu mengembangkan pengetahuan


pembaca terhadap hukum adat. Pemahaman tersebut dapat dipahami melalui
pendahuluan, pembahasan masalah, serta penarikkan kesimpulan dalam makalah
ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dosen mata kuliah Hukum
Adat, bapak DR. DRS. H. Sugeng Repowijoyo, SH, M.Hum. yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, kritik dan
masukan sangat penulis harapkan dari seluruh pihak dalam proses membangun
mutu makalah ini.

Surabaya, 28 Maret 2021

Penulis

1
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang menganut pluralitas dalam bidang hukumnya,


dimana ada tiga hukum yang keberadaannya diakui dan berlaku yaitu hukum barat,
hukum agama dan hukum adat. Pada prakteknya masih banyak masyarakat yang
menggunakan hukum adat dalam mengatur kegiatan sehari-harinya serta dalam
menyelesaikan suatu permasalahan yang ada. Setiap wilayah di Indonesia
mempunyai tata hukum adatnya masing-masing untuk mengatur kehidupan
bermasyarakat yang beraneka ragam yang sebagian besar hukum adat tersebut tidak
dalam bentuk aturan yang tertulis.

Hukum adat tersebut berkembang mengikuti perkembangan masyarakat dan


tradisi rakyat yang ada. Hukum adat merupakan endapan kesusilaan dalam
masyarakat yang kebenarannya mendapatkan pengakuan dalam masyarakat
tersebut. Dalam perkembangannya, praktek yang terjadi dalam masyarakat hukum
adat keberadaan hukum adat sering menimbulkan pertanyaan-pertanyaan apakah
aturan hukum adat ini tetap dapat digunakan untuk mengatur kegiatan sehari-hari
masyarakat dan menyelesaikan suatu permasalahan-permasalahan yang timbul di
masyarakat hukum adat. Sementara itu negara kita juga mempunyai aturan hukum
yang dibuat oleh badan atau lembaga pembuat undang-undang dan peraturan
perundang-undangan lainnya. Antara hukum adat dengan hukum negara
mempunyai daya pengikat yang berbeda secara konstitusional bersifat sama tetapi
terdapat perbedaan pada bentuk dan aspeknya.

Hubungan antara hukum adat tidak bisa dilepaskan dengan hukum nasional
dalam rangka pembangunan hukum nasional. Adalah hubungan yeng bersifat
fungsional dimana artinya hukum adat sebagai sumber lama delam mengambil
bahan-bahan yang diperlukan dalam iangka pembangunan hukuinnasional. Hukum
adat yang diperlukan dalam era globalisasi atau zaman modern adalah hukum adat
yang disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan zaman, sehingga hukum adat

2
menunjukkan sifat yang dinamis sehingga dengan mudah dapat berkembang
menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman karena mempunyai nilai-nilai
yang universal maupun lembaga-lembaga hukum yang dalam bentuk pernyataan
modern. Dengan penyesuaian ini maka tidak menutup kemungkinan penerapan
kaidah- kaidah hukum adat menjadi hukum nasional akan mengalami pergeseran,
sepanjang untuk memperkaya dan mengembangkan hukum nasional, asal tidak
bertentangan dengan Pencasila dan UUD 1945.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Hukum Adat?
2. Bagaimana kedudukan hukum adat dalam system hukum Indonesia?
3. Sejauh mana pengaruh dan kedudukan hukum adat terhadap hukum
Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Hukum Adat.
2. Untuk mengetahui kedudukan hukum adat dalam system hukum Indonesia.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh dan perkembangan hukum adat
terhadap hukum Indonesia

3
BAB 2

PEMBAHASAN

1. Pengertian Hukum Adat


Pada saat Belanda datang pertama kali ke Indonesia pada tahun 1601,
mereka beranggapan bahwa di Indonesia tidak terdapat hukum. Barat memiliki
dalil wet is Recht atau undang undang adalah hukum. Akan tetapi lama
kelamaan dalil tersebut ditinggalkan karena timbul pemahaman bahwa tidaklah
mungkin dalam suatu masyarakat tidak memiliki hukum. Pemikiran tersebut
dilandasi pernyataan Cicero yang menyatakan bahwa “Dimana ada
masyarakat, disitu ada hukum” (Ubi societas ibi ius)
Menurut Van Vollenhoven, hukum adat adalah keseluruhan aturan
tingkah laku masyarakat yang berlaku dan mempunyai sanksi dan belum
dikodifikasikan.
Menurut Terhaar, hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang
menjelma dalam keputusan-keputusan adat dan berlaku secara spontan. Dapat
disimpulkan hukum adat adalah suatu norma atau peraturan tidak tertulis yang
dibuat untuk mengatur tingkah laku masyarakat dan memiliki sanksi.
Roelof van Dijk dalam bukunya “Pengantar hukum adat di Indonesia”
menyatakan bahwa hukum adat itu adalah istilah untuk menunjukan hukum
yang tidak dikodifikasikan di kalangan orang Indonesia asli dan kalangan
orang timur asing (cina,arab,dan lainnya).
Menurut Prof.DR.Soepomo,SH dalam bukunya “beberapa catatan
mengenai hukum adat” menyatakan bahwa hukum adat itu sebagai hukum
yang tidak tertulis di dalam peraturan-peraturan legislatif,meliputi peraturan-
peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib,tetapi
tetap ditaati dan didukung oleh masyarakat berdasarkan atas keyakinannya
bahwasanya peraturan-peraturan tersebut memiliki kekuatan hukum.
Menurut DR.Sukanto dalam bukunya “Meninjau hukum adat
Indonesia”menyatakan bahwa hukum adat sebagai kompleks adat-adat yang

4
kebanyakan tidak dikitabkan ,tidak dikodifikasikan dan bersifat
paksaan,mempunyai sanksi.jadi mempunyai akibat hukum.
Menurut Prof.Dr.Hazairin dalam pidato Inaugurasinya yang berjudul
“Kesusilaan dan hukum”tahun 1952 menyatakan bahwa hukum adat adalah
endapan (resapan)kesusilaan dalam masyarakat yaitu bahwa kaidah-kaidah
adat itu berupa kaidah-kaidah kesusilaan yang kebenarannya telah mendapat
pengakuan umum dalam masyarakat itu.

2. Kedudukan hukum adat dalam sistem hukum Indonesia


Keberadaan hukum adat ini secara resmi telah diakui oleh negara
keberadaannya tetapi penggunaannyapun terbatas. Merujuk pada pasal 18B
ayat (2) UUD 1945 dimana menyebutkan”Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-
undang” yang berarti bahwa negara mengakui keberadaan hukum adat serta
konstitusional haknya dalam system hukum Indonesia. Disamping itu juga
diatur dalam Pasal 3 UUPA “Pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa
itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya
masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan
nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih
tinggi”.

Ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960MPRS juga mengeluarkan


ketetapan yang mengakui hukum adat.

Dapat dilihat dalam lampiran A Paragraf 402 Ketetapan


MPRS/No.II/MPRS/1960 :

• Azas-azas pembinaan hukum nasional supaya sesuai dengan


haluan negara dan berlandaskan pada hukum adat yang tidak
menghambat perkembangan masyrakat adil dan makmur.

5
• Di dalam usaha ke arah homogenitas dalam bidang hukum
supaya diperhatikan kenyataan-kenyataan yang hidup di
Indonesia
• Dalam penyempurnaan undang-undang hukum perkawinan dan
hukum waris supaya diperhatikan adanya faktor-faktor agama,
adat dan lainnya.

UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,


undang-undang yang biasa disebut UUPA ini juga mengakui adanya hukum adat.
Pasal yang mengaturnya adalah pasal 3 sampai pasal 5 UUPA. Misalnya :

• Pasal 3 UUPA:
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2
pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari
masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut
kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga
sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh
bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan
lain yang lebih tinggi.

Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah,


dalam PP ini, hukum adat juga tetap diakui. Dapat terlihat dalam beberapa pasal
dan penjelasannya.

Misalnya :

• Pasal 24 ayat (2) PP No.24/1997 :


• Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat
pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan
hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik
bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun
atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan
pendahulu pendahulunya, dengan syarat :

6
• penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara
terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah,
serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya.

• penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama


pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak
dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau
desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya

UU No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Undang-undang kehutanan juga


mengakui akan adanya hukum adat. Dapat dilihat dari dari : Pasal 4 ayat (3) UU
No.41 Tahun 1999 :

• Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat


hukum adat, sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui
keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional.

UU No.22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi, dapat terlihat pada
pasal: Pasal 33 ayat (3) UU No.22 Tahun 2001 :

• Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi tidak dapat dilaksanakan


pada:
o tempat pemakaman, tempat yang dianggap suci, tempat
umum, sarana dan prasarana umum, cagar alam, cagar
budaya, serta tanah milik masyarakat adat;
o lapangan dan bangunan pertahanan negara serta tanah di
sekitarnya
o bangunan bersejarah dan symbol symbol negara
o bangunan, rumah tinggal, atau pabrik beserta tanah
pekarangan sekitarnya, kecuali dengan ijin dari instansi
pemerintah, persetujuan masyarakat, dan perseorangan yang
berkaitan dengan hal tersebut.

7
UU No.31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, Pengaturan tentang perikanan
ini juga mengakui adanya hukum adat. Hal tersebut dapat kita lihat dari pasal :

• Pasal 6 ayat (2) UU No. 31 Tahun 2004 :


Pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan ikan dan
pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum adat
dan/atau kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat.

UU No.48 Tahun 2009 Kekuasaan Kehakiman, UU Kekuasaan kehakiman


juga mengakui adanya hukum adat, yakni hukum yang hidup di tengah-tengah
masyarakat. Hal tersebut dalam dilihat dalam pasal :

• Pasal 5 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman


Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat.

3. Pengaruh Dan Perkembangan Hukum Adat


Setiap negara yang merdeka dan berdaulat harus mempunyai suatu
Hukum Nasional, baik dalam bidang kepidanaan maupun dalam bidang
keperdataan yang mencerminkan kepribadian, jiwa dan pandangan hidup
bangsa. Kalau Perancis dapat menunjukkan Code Civil yang menjadi
kebanggaannya, Swiss mempunyai Zivil Gezctzbuch yang juga terkenal.
RRC dan Filipina sudah mempunyai Code Civil juga, maka Indonesia sampai
dewasa ini belum juga dapat menunjukkan kepada tamutamu asingnya Kitab
Undang-Undang Nasional baik dalam kepidanaan maupun dalam bidang
keperdataan. Tidak lama setelah proklamasi kemerdekaan, kita telah
mengadakan “screening” terhadap Wetboek van Strafrecht, peninggalan
Pemerintah Kolonial Belanda dan menyesuaikan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana itu dengan alam kemerdekaan, yaitu pada Undang-Undang
kita tanggal 26 Pebruari 1946, dengan maksud supaya Kitab Undang-Undang
tersebut dapat dipakai sementara sambil menunggu terciptanya Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Nasional kita sendiri.

8
Sebetulnya Negara Republik Indonesia yang dilahirkan pada tahun 1945
saat itu tidak dimulai dengan lembaran tatanan ketertiban yang kosong. Karena
sejak kelahirannya negara kita sudah diikat oleh suatu system ketertiban, baik
berupa hukum Hindia Belanda, maupun banyak bentuk-bentuk tatanan lokal, yang
biasa disebut hukum adat. Dalam hal ini, hukum adat bagi pembentukan hukum
nasional Indonesia menjadi relevan karena hanya kaidah-kaidah hukum adat yang
sesuai atau setidak-tidaknya tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945,
yang dapat menjadi bagian dari hukum nasional kita. Namun hukum nasional
Indonesia itu tidak seluruhnya akan merupakan modernisasi dari hukum adat saja
tetapi apabila kita boleh meminjam Garis-garis Besar Haluan Negara, maka
hukum adat merupakan “modal dasar bagi pembentukan hukum nasional kita
disamping unsur-unsur lainnya, seperti kaidah perundangundangan dan
lembaga/pranata hukum lama, seperti BW, HIR dan/lembagalembaga hukum
agama yang ternyata tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila.

Pada tahun 1973 ditetapkan Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang


Garis-garis Besar Haluan Negara, yang didalamnya secara resmi digariskan
politik hukum nasional Indonesia tersebut. Dalam Ketetapan MPR No.
IV/MPR/1973 tersebut, politik hukum Indonesia dirumuskan sebagai berikut:

1. Pembangunan di bidang hukum dalam Negara Hukum Indonesia


adalah berdasar atas landasan Sumber Tertib Hukum yaitu citacita yang
terkandung pada pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang
luhur yang meliputi suasana kejiwaan serta watak dari bangsa Indonesia
yang didapat pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

2. Pembinaan bidang hukum harus mampu mengarahkan dan


menampung kebutuhan-kebutuhan hukum sesuai dengan kesadaran hukum
rakyat yang berkembang ke arah modernisasi menurut tingkattingkat
kemajuan Pembangunan di segala bidang sehingga tercapai ketertiban dan
kepastian hukum sebagai prasarana yang harus ditujukan ke arah
peningkatan pembinaan kesatuan bangsa, sekaligus berfungsi sebagai
sarana menunjang perkembangan modernisasi dan Pembangunan yang
menyeluruh, dilakukan dengan: a) Peningkatan dan penyempurnaan

9
pembinaan Hukum Nasional dengan antara lain mengadakan
pembaharuan, kodifikasi serta unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu
dengan jalan memperhatikan kesadaran hukum dalam masyarakat; b)
Menertibkan fungsi LembagaLembaga Hukum menurut proporsinya
masing-masing; c) Peningkatan kemampuan dan kewibawaan penegak-
penegak hukum.

3. Memupuk kesadaran hukum dalam masyarakat dan membina


sikap para penguasa dan para pejabat pemerintah ke arah penegakan
hukum, keadilan serta perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia,
dan ketertiban serta kepastian hukum sesuai dengan Undang-Undang
1945.

Jika hukum adat merupakan bagian dari hukum nasional, maka kajiannya
dilakukan dengan pendekatan Bhinneka Tunggal Ika, beranekaragam tetapi tetap
satu yaitu hukum nasional Indonesia. Dengan demikian untuk memahami hukum
adat haruslah dilakukan secara holistic-integral, baik aspek sosial, budaya,
ekonomi, lingkungan, dan kepercayaan masyarakatnya. Memahami hukum adat
tidak dapat dilakukan secara parsial, misalnya hanya aspek politik lokalnya saja,
budaya, atau lingkungan sosialnya saja sebagai konteks sosial bekerjanya hukum
adat.

Eksistensi hukum adat sebagai hukum positif secara legal-formal setelah


amandemen UUD 1945 menjadi UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
pada Pasal 18B Ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan bahwa: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup
dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang diatur dalam undang undang.” Selanjutnya Pasal 281
Ayat (3) UUD 1945 menyatakan: “Identitas budaya dan hak masyarakat
tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.” Jadi,
hukum adat berdasarkan Pasal 281 ayat (3) merupakan identitas budaya, yang
menurut Pasal 281 ayat (4) wajib direalisasikan oleh Negara. Berangkat dari

10
kedua Pasal Konstitusi diatas, lahirlah beberapa Undang-undang sebagai
aktualisasinya seperti Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, UndangUndang Nomor
18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, dan peraturan lainnya.

Hukum nasional harus berdasar pada sistem nilai budaya Pancasila. Sistem
nilai budaya dimaksud adalah konsepsi konsepsi tentang nilai yang hidup dalam
alam pikiran sebagian besar anggota masyarakat di Indonesia. Apabila nilai-nilai
yang dimaksud adalah nilai-nilai Pancasila, sistem nilai budaya itu disebut sistem
nilai budaya Pancasila. Sistem nilai budaya itu demikian kuat meresap dalam jiwa
anggota masyarakat sehingga sukar diganti dengan nilainilai budaya lain dalam
waktu singkat. Sistem nilai budaya Pancasila tersebut berfungsi sebagai sumber
dan pedoman tertinggi bagi peraturanperaturan hukum dan perilaku anggota
masyarakat bangsa Indonesia Sebagaimana diketahui, hukum haruslah berdasar
pada sistem nilai budaya bangsanya yaitu sistem nilai budaya Pancasila yang
berangkat dari kebhinekaan atau keanekaragaman bangsa.

Dalam konteks keanekaragaman bangsa, maka bangsa Indonesia


merupakan bangsa yang majemuk karena terdiri atas berbagai suku bangsa, adat
istiadat, bahasa daerah, serta agama yang berbedabeda. Keanekaragaman tersebut
terdapat di berbagai wilayah yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.
Kenyataan yang tak dapat ditolak bahwa masyarakat dan bangsa Indonesia secara
sederhana dapat disebut sebagai masyarakat yang beragam budaya. Para pendiri
negara telah menyadari realitas tersebut sebagai landasan bagi Pembangunan
bangsa Indonesia. Atas dasar itulah mereka merumuskan bahwa negara Indonesia
terdiri dari Zelfbesturende landschappen (daerah-daerah swapraja) dan
Volksgemeenschappen (desa atau yang setingkat dengan itu) di dalam Undang-
Undang Dasar 1945 (sebelum perubahan). Langkah ini mempunyai dua implikasi:
pertama, dengan menyerap kekhasan tiap kelompok masyarakat, negara Indonesia
yang dibentuk berupaya menciptakan satu bangsa. Kedua, mengabaikan eksistensi
kelompokkelompok tersebut akan berimplikasi pada kegagalan cita-cita
membangun satu bangsa Indonesia.

11
Sementara itu penjabaran nilainilai atau sila-sila Pancasila dalam
pembangunan hukum menurut Magnis Suseno mencakup lima hal, yaitu:

1. Pembangunan hukum hanya dapat mempertahankan mutu manusianya


apabila dilandasi oleh sikap hormat terhadap manusia, mengakui
kedudukan manusia yang sama, tidak memperlakukan manusia sebagai
obyek perencanaan, tidak pemah mengorbankan pihak yang satu demi
keuntungan pihak yang lain dan tidak membeli kemajuan dengan
menyengsarakan orang lain. Pengejewantahan sikap ini, sesuai dengan sila
ke-2 yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Pembangunan hukum tidak menjadikan manusia sebagai obyek sasaran
atau bahkan sarana dan korban bagi usaha kemajuan, maka hendaknya
pembangunan tidak dilaksanakan secara patemalistik dan teknokratis,
melainkan secara dialogis dan partisipatif. Pengejawantahan sikap ini,
sesuai dengan sila ke-4 yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
3. Pembangunan hukum harus menghormati manusia secara konkrit yang
berarti menjamin segisegi azasi manusia / menjunjung tinggi hak asasi
manusia (HAM). Pengejawantahan sikap ini sesuai dengan sila kedua dan
keempat.
4. Pembangunan hukum harus mengoperasikan prinsip- prinsip hormat
terhadap martabat manusia ke dalam struktur dan lembaga kehidupan
masyarakat. Pengejawantahan ini sesuai dengan sila ke-5 yaitu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Pembangunan hukum harus mempunyai sikap hormat terhadap martabat
manusia bagi suatu pembangunan perlu dikemukakan tuntuan normatif
terhadap penentuan prioritas pembangunan. Pengejawantahan ini sesuai
dengan sila kedua dan sila ketiga. Pembangunan hukum nasional yang
dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila diharapkan dapat mengikuti
perkembangan masyarakat. Hal ini dikarenakan Pancasila yang digali dari
budaya dan kehidupan masyarakat Indonesia sendiri berakibat secara
langsung maupun tidak, akan dapat mengikuti perkembangan yang terjadi.

12
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari dasar-dasar hukum diatas, dapat disimpulkan bahwasanya Hukum Adat
yang merupakan hukum yang sudah ada sejak dahulu yang beraneragam coraknya
tersebut sudah diakui di Indonesia bahkan pada masa penjajahan Belanda dulu.
Hukum adat atau hukum kebiasaan adalah serangkaian aturan yang
mengikat pada suatu masyarakat yang tidak tertulis dan bersumber dari kebiasaan
yang tumbuh dan berkembang pada suatu masyarakat tertentu yang kemudian
diterima menjadi hukum secara turun temurun. (Living Law)
Pembangunan di bidang hukum dalam Negara Hukum Indonesia adalah
berdasar atas landasan sumber tertib hukum yaitu cita-cita yang terkandung pada
pandangan hidup, kesadaran dan cita cita moral yang luhur yang meliputi suasana
kejiwaan serta watak dari bangsa Indonesia yang didapat pada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Untuk itu hukum adat harus bisa mengambil peran
dalam Pembangunan hukum nasional. Dengan demikian,hukum adat dalam
perspektif Perkembangan hukum nasional adalah hukum yang adil dan beradab
yang mendorong kemajuan serta menjamin kesejahteraan hidup warganya.

Demikianlah uraian tentang Dasar Hukum Adat, semoga bermanfaat dan


menambah wawasan kita bersama.
Terimakasih

B. Saran
Makalah hukum adat ini jauh dari kata sempurna. Besar harapan penulis
supaya bapak Dosen untuk memberikan kritik serta saran agar bisa di perbaiki
untuk masa yang akan datang.

13
DAFTAR PUSTAKA

Hartono, S. (1998). Sumbangsih Hukum Adat Bagi Perkembangan Pembentukan Hukum


Nasional dalam Hukum Adat dan Modernisasi Hukum. Yogyakarta: FH UII.

Purnomosidi, T. P. (2014). Membangun Hukum Berdasarkan Pancasila. Bandung: Nusa


Media.

Rato, D. (2011). Hukum Adat (Suatu Pengantar Singkat Memahami Hukum Adat Di
Indonesia). Yogyakarta: Laksbang PresIndo.

Soekanto. (1996). Meninjau Hukum Adat Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Wulansari, D. (2010). Hukum Adat Indonesia (Suatu Pengantar). Bandung: PT. Refika
Aditama.

14

Anda mungkin juga menyukai