Anda di halaman 1dari 7

A Kaidah Hukum Perdata ( Tertulis Dan Tidak Tertulis )

Di dalam hukum perdata terdapat 2 kaidah, yaitu:


1. Kaidah tertulis
Kaidah hukum perdata tertulis adalah kaidah-kaidah hukum perdata yang terdapat di dalam
peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.
2. Kaidah tidak tertulis
Kaidah hukum perdata tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum perdata yang timbul,
tumbuh, dan berkembang dalam praktek kehidupan masyarakat (kebiasaan)
Subjek hukum dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
1. Manusia
Manusia sama dengan orang karena manusia mempunyai hak-hak subjektif dan kewenangan
hukum.
2. Badan hukum
Badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, harta
kekayaan, serta hak dan kewajiban.
Subtansi yang diatur dalam hukum perdata antara lain:
1. Hubungan keluarga
Dalam hubungan keluarga akan menimbulkan hukum tentang orang dan hukum keluarga.
2. Pergaulan masyarakat
Dalam hubungan pergaulan masyarakat akan menimbulakan hukum harta kekayaan, hukum
perikatan, dan hukum waris.
Dari berbagai paparan tentang hukum perdata di atas, dapat di temukan unsur-unsurnya yaitu:
1. Adanya kaidah hukum
2. Mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain.
3. Bidang hukum yang diatur dalam hukum perdata meliputi hukum orang, hukum
keluarga, hukum benda, hukum waris, hukum perikatan, serta hukum pembuktia dan
kadaluarsa

4. Hukum Perdata Materiil Di Indonesia


Hukum perdata yang berlaku di Indonesi beranekaragam, artinya bahwa hukum perdata yang
berlaku itu terdiri dari berbagai macam ketentuan hukum,di mana setiap penduduk itu tunduk
pada hukumya sendiri, ada yang tunduk dengan hukum adat, hukum islam , dan hukum
perdata barat. Adapun penyebab adanya pluralism hukum di Indonesia ini adalah
1. Politik Hindia Belanda
1
Pada pemerintahan Hindia Belanda penduduknya di bagi menjadi 3 golongan:
1. Golongan Eropa dan dipersamakan dengan itu
2. Golongan timur asing. Timur asing dibagi menjadi Timur Asing Tionghoa dan bukan
Tionghoa, Seperti Arab, Pakistan. Di berlakukan hukum perdata Eropa, sedangkan yang
bukan Tionghoa di berlakukan hukum adat.
3. Bumiputra,yaitu orang Indonesia asli. Diberlakukan hukum adat.
Konsekuensi logis dari pembagian golongan di atas ialah timbulnya perbedaan system
hukum yang diberlakukan kepada mereka.
2. Belum adanya ketentuan hukum perdata yang berlaku secara nasional.
3. SUMBER HUKUM PERDATA TERTULIS
Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi 2 macam:
1. Sumber hukum materiil
Sumber hukum materiil adalah tempat dari mana materi hukum itu diambil. Misalnya
hubungan social,kekuatan politik, hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional,
dan keadaan georafis.
2. Sumber hukum formal
Sumber hukum formal merupakan tempat memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan
bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum formal itu berlaku.
Volamar membagi sumber hukum perdata menjadi empat mecam. Yaitu KUHperdata ,traktat,
yaurisprudensi, dan kebiasaan. Dari keempat sumber tersebut dibagi lagi menjadi dua macam,
yaitu sumber hukum perdata tertulis dan tidak tertulis. Yang di maksud dengan sumber
hukum perdata tertulis yaitu tempat ditemukannya kaidah-kaidah hukum perdata yang berasal
dari sumber tertulis. Umumnya kaidah hukum perdata tertulis terdapat di dalam peraturan
perundang-undanang, traktat, dan yurisprudensi. Sumber hukum perdata tidak tertulis adalah
tempat ditemukannya kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tidak tertulis. Seperti
terdapat dalam hukum kebiasaan.
Yang menjadi sumber perdata tertulis yaitu:
1. AB (algemene bepalingen van Wetgeving) ketentuan umum permerintah Hindia
Belanda
2. KUHPerdata (BW)
3. KUH dagang
4. UU No 1 Tahun 1974
5. UU No 5 Tahun 1960 Tentang Agraria.

2
Yang dimaksud dengan traktat adalah suatu perjanjian yang dibuat antara dua Negara atau
lebih dalam bidang keperdataan. Trutama erat kaitannya dengan perjanjian internasioanl.
Contohnya, perjanjian bagi hasil yang dibuat antara pemerintah Indonesia denang PT
Freeport Indonesia.
Yurisprudensi atau putusan pengadilan meruapakan produk yudikatif, yang berisi kaidah atau
peraturan hukum yang mengikat pidahk-pihak yang berperkara terutama dalam perkara
perdata. Contohnya H.R 1919 tentang pengertian perbuatan melawan hukum . dengna adanya
putsan tersebut maka pengertian melawan hukum tidak menganut arti luas. Tetapi sempit.
Putusan tersebut di jadikan pedoman oleh para hakim di Indonesia dalam memutskan
sengketa perbutan melawan hukum.

B. Perbandingan / imbangan kedudukan antara hokum pperdata tertulis dengan tidak


tertulis1
Di dalam literatur, Snouck Hurgronje memperkenalkan istilah Adatrecht (hukum adat)
sebagai hukum yang berlaku bagi bumi putra (orang Indonesia asli) dan orang timur asing
pada masa Hindia Belanda. Di samping itu definisi yang sama juga dikemukakan oleh Van
Vollenhoven yang mendefinisikan hukum adat sebagai hukum yang berlaku bagi rakyat
Indonesia asli. Sehingga setidaknya dapat dipahami bahwa hukum adat merupakan hukum
yang hodup di tengah masyarakat Indonesia, serta berlaku bagi masyarakat Indonesia yang
mana dalam hal ini setiap tempat hukum adat tersebut memiliki pengaturan yang berbeda
namun pada dasarnya memiliki akar konsep yamng sama.
Berbicara Indonesia sebagai Negara hukum, maka keberadaan hukum adat ini juga
diatur, dilindungi, dan diakomodir pula oleh konstitusi. Merujuk kepada ketentuan Pasal 18B
ayat (2) UUD 1945 mengatur ”Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
diatur dalam undang-undang”. Merujuk kepada ketentuan tersebut ada beberapa hal penting
yang bisa ditarik pemahaman sehubungan dengan kedudukan hukum adat dalam sistem
hukum Indonesia.
Bahwa Negara mengakui keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat di Indonesia
secara konstitusional haknya. Dan tentu dalam hal ini termasuk pula hukum yang hidup di
dalamnya yakni hukum adat itu sendiri. Pengakuan hak tersebut dapat dimakanakan sebagai
pengakuan hak bagi masyarakat hukum adat terkait mengenai eksistensinya. Dalam artian
1
https://nurrunjamaludin.wordpress.com/makalah-hukum/makalah-hukum-perdata

3
masyarakat hukum adat dilindungi konstitusi eksistensi masyarakat dan segala hal yang hidup
di dalam kehidupan masyarakat itu sendiri, termasuk di dalam hal ini adalah hukum adat itu
sendiri yang menjadi bagian dari masyarakat hukum adat.
Di sampjng itu, pengakuan dan penghormatan hukum Negara itu berlaku sepanjang hukum
adat dan masyarakatnya sendiri masih hidup hingga saat ini. Dalam arti bahwa pengakuan
Negara tersebut patut menjadi catatan bagi bangsa Indonesia untuk senantiasa menjaga
kelestarian masyarakat adat dan instrumennya sebagai warisan luhur bangsa Indonesia yang
telah melalui sejarah panjang ditambah lagi ancaman degradasi masyarakat adat itu sendiri
saat ini di tengah terjangan dan terpaan globalisasi.
Catatan penting pula sehubungan dengan landasan konstitusi tersebut adalah
pengakuan tersebut berlaku sepanjang hal-hal tersebut sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip NKRI itu sendiri. Maka dalam hal ini agaknya tidak berlebihan jika
disebutkan pengakuan Negara terhadap masyarakat hukum adat dan hukum adatnya sendiri
adalah pengakuan bersyarat (sekalipun dalam konsep Negara hukum syarat-syarat tersebut
merupakan bentuk control bingkai Negara hukum).
Jika ditelisik lebih jauh, sebagaimana diatur pada Pasal 4 Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 52 Tahun 2014 tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat
yang dalam hal ini mengatur sehubungan tentang tahapan dan syarat yang harus dipenuhi
oleh Masyarakat Hukum Adat untuk memperoleh kepastian hukum atas hak-hak
tradisionalnya. Di dalam ketentuannya tersebut masysarakat adat harus melalui tahapan-
tahapan yang dilakukan secara berjenjang untuk mendapatkan legalisasi pengakuan atas
masyarakat hukum adat itu sendiri dimana dalam hal ini tahapan-tahapan tersebut meliputi
tahapan identifikasi masyarakat hukum adat, verifikasi dan validasi masyarakat hukum adat
serta kemudian setelah 3 (tiga) tahapan tersebut dilalui maka dalam hal ini dilakukan
penetapan masyarakat hukum adat sebagai output dari tahapan-tahapan tersebut.
Lebih lanjut diatur bahwa dalam tahapan identifikasi masyarakat hukum adat, hal-hal
yang menjadi objek adalah sejarah masyarakat hukum adat, hukum adat, wilayah adat, harta
kekayaan dan/atau benda-benda adat, kelembagaan/sistem pemerintahan adat. Lebih lanjut
sehubungan dengan wilayah adat dan kelembagaan/sistem pemerintahan adat secara
substansial pada ketentuan hukum ini belum diatur secara jelas teknis penentuan cara
menentukan wilayah adat yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat dan atau pun
kelembagaan / sistem pemerintahan adat apakah diatur secara stuktural.
Dalam fokus kedudukan hukum adat dalam sistem hukum Indonesia, kembali
konstitusi dimana Pengakuan terhadap hukum tidak tertulis dahulu hanya dijelaskan atau
4
dicantumkan dalam Penjelasan Umum UUD 1945 yang dalam hal ini mengatur ”... Undang-
Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang di sampingnya Undang-undang Dasar
itu berlakunya juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-atauran dasar yang timbul
dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis”. Dalam artian
hukum adat yang pada umumya tidak tertulis memiliki kedudukan yang sama dengan hukum
lainnya yang berlaku di Indonesia mengingat pengakuan terhadap hukum tidak tertulis di
samping Undang-Undang Dasar itu sendiri.
Maka dalam hal ini dapat dipahami bahwa kedudukan hukum adat di dalam sistem
hukum di Indonesia memiliki kedudukan secara konstitusiona bersifat sama dengan
kedudukan hukum pada umumnya berlaku dalam kehidupan bernegara di Indonesia, namun
yang patut digaris bawahi juga terdapat perbedaan antara hukum adat dengan hukum yang
berlaku pada umumnya yakni dari aspek keberlakuan dan bentuknya. Dimana dalam hal ini
keberlakuan hukum adat hanya berlaku untuk orang Indonesia dan dari aspek bentuknya
hukum adat pada umumnya tidak tertulis. Oleh karena itu, tentu sebagaimana syarat
pengakuan tersebut adalah kewajiban bersama untuk senantiasa melestarikan hukum adat dan
masyarakat hukum adat itu sendiri, sehingga nilai-nilai luhur bangsa tersebut dapat selamat
dari terjangan degradasi akibat globalisasi.

C. Asas Hukum Perdata ( Tertulis Dan Tidak Tertulis )2

Asas-asas didalam hukum perdata antara lain yakni :


Asas Kebebasan Berkontrak
Asas ini mengandung arti bahwa masing-masing orang dapat mengadakan perjanjian baik
yang sudah diatur dalam undang-undang ataupun yang belum diatur dalam undang-undang.
Asas ini ada dalam 1338 ayat 1 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang untuk yang membuatnya”

Asas Konsesualisme
Asas ini berkaitan dengan pada saat terjadi perjanjian. Di pasa 1320 ayat 1 KUHPerdata,
syarat wajib perjanjian itu karena terdapat kata sepakat antara kedua belah pihak.

Asas Kepercayaan

2
sistematika-hukum-perdata-di-indonesia.html
5
Asas ini mempunyai arti bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan
memenuhi masing-masing prestasi yang diantara kedua pihak.

Asas Kekuatan Mengikat


Asas ini menyatakan bahwa pernjanjian hanya mengikat pihak yang mengikatkan diri atau
yang ikut serta dalam perjanjian tersebut.

Asas Persamaan Hukum


Asas ini mempunyai maksud bahwa subjek hukum membuat yang membuat perjanjian
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum.

Asas Keseimbangan
Asas ini menginginkan kedua belah pihak memenuhi dan menjalankan perjanjian yang telah
dijanjikan.
Asas Kepastian Hukum (Asas pacta sunt servada)

Asas ini ada karena suatu perjanjian dan diatur dalam pasal 1338 ayat 1 dan 2 KUHPerdata.
Asas Moral
Asas moral merupakan asas yang terikat dalam perikatan wajar, ini artinya perilaku seseorang
yang sukarela tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur.

Asas Perlindungan
Asas ini memberikan perlindungan hukum kepada debitur dan kreditur. Tetapi yang
membutuhkan perlindungan adalah debitur karena berada di posisi yang lemah.

Asas Kepatutan
Asas ini berhubungan dengan ketentuan isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan.

Asas Kepribadian
Asas ini mewajibkan seseorang dalam pengadaan perjanjian untuk kepentingan dirinya
sendiri.

Asas I’tikad Baik

6
Sesuai dengan pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata, asas ini berhubungan dengan pelaksanaan
perjanjian, asas ini menyatakan bahwa apa yang hendak dilakukan dengan pemenuhan
tuntutan keadilan dan tidak melanggar kepatutan.

Anda mungkin juga menyukai