Anda di halaman 1dari 11

Ketidaksesuaian Hukum Negara dengan Hukum Adat Dalam

Perkembangan Kehidupan Masyarakat

Disusun oleh :
Nama : Saha Dewi
NIM : 2200024031
Abstrak
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana keberadaan

hukum adat yang saat ini berkembang. Melalui penelitian hukum normatif disimpulkan

bahwa 1. Hukum adat adalah aturan tidak tertulis yang hidup di dalam masyarakat adat suatu

daerah dan akan tetap hidup selama masyarakatnya masih memenuhi hukum adat yang telah

diwariskan kepada mereka dari para nenek moyang sebelum mereka. Oleh karena itu,

keberadaan hukum adat dan kedudukannya dalam tata hukum nasional tidak dapat dipungkiri

walaupun hukum adat tidak tertulis dan berdasarkan asas legalitas adalah hukum yang tidak

sah. Hukum adat akan selalu ada dan hidup di dalam masyarakat. 2. Hukum Adat adalah

hukum yang benar-benar hidup dalam kesadaran hati nurani warga masyarakat yang

tercermin dalam pola-pola tindakan mereka sesuai dengan adat-istiadatnya dan pola sosial

budayanya yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Era sekarang memang

dapat disebut sebagai era kebangkitan masyarakat adat yang ditandai dengan lahirnya

berbagai kebijaksanaan maupun keputusan. Namun yang tak kalah penting adalah perlu

pengkajian dan pengembangan lebih jauh dengan implikasinya dalam penyusunan hukum

nasional dan upaya penegakan hukum yang berlaku di Indonesia.

Kata kunci: pidana adat


A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Indonesia adalah Negara hukum yang menempatkan hukum sebagai sarana

untuk menciptakan keteraturan dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan

bernegara. Dalam penjelasan UUD 1945 sebelum amandemen disebutkan bahwa

Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat), yang berarti Indonesia

berdasarkan hukum dan tidak berdasarkan pada kekuasaan semata (machtsstaat). Hal

tersebut, kembali dipertegas pada amandemen UUD Negara Republik Indonesia Tahun

1945 dalam Pasal 1 ayat 3 yang menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara

hukum. Berdasarkan ketentuan Konstitusi tersebut, maka negara Indonesia diperintah

berdasarkan hukum yang berlaku, termasuk penguasa pun harus tunduk pada hukum

yang berlaku tersebut

Sebagai negara hukum, peradilan yang saat ini diterapkan begitu luas sebab

bidang kehidupan yang diatur secara hukum semakin meningkat. Oleh karena itu semua

perilaku berda di bawah pengaruh hukum. Ada dua bentuk hukum di Indonesia, hukum

tertulis dan tidak tertulis. Hukum tertulis yang diketahui umum dalam bentuk undang-

undang, keputusan pemerintah, keputusan daerah, dan lain-lain. Dengan tujuan tersusun

atas angka, pasal dan diktat yang disusun oleh pejabat yang berwenang dan

disebarluaskan bahkan sampai kepada masyarakat Indonesia. Sedangkan hukum tidak

tertulis dikenal sebagai hukum adat sebab hukum tertulis tidak memiliki nomor, pasal

serta diktum dan tidak dibuat oleh pejabat yang berwenang sebagaimana yang dimiliki

hukum tertulis, namun keberadaan hukum tidak tertulis diakui oleh negara dan ditaati

oleh masyarakat Indonesia.

Namun yang terjadi saat ini dalam kalangan masyarakat Indonesia, hukum

positif yang saat ini berlaku berbanding terbalik dengan hukum adat yang berlaku,
sehingga menyebabkan ketidaksesuaian antara hukum positif dengan hukum adat.

Kenyataan yang saat terjadi sangat berbeda ketika di Indonesia hukum positif yang

keberadaanya digunakan sebagai alat untuk melindungi rakyat dan mensejahterakan

rakyat, digunakan oleh negara sendiri sebagai alat untuk mengatur rakyat. Instrumen

membatasi orang yang menggunakan semua hal ini. Negara itu sendiri berpihak pada

beberapa orang.

Hal ini didasari oleh ulah oknum yang mengatasnamakan pemerintah, yang

mana hukum positif menjadi alat guna memperdaya masyarakat adat. Oknum-oknum

tersebut berdalil bahwa hal ini dapat mensejahterakan masyarakat. Alih-alih

mensejahterakan masyarakat menilai hal ini malah semakin memperburuk kondisi

kehidupan mereka.

2. Rumusan Masalah

Apakah hukum adat yang saat ini berlaku diakui oleh masyarakat ?

Bagaimana Hubungan antara hukum negara dengan hukum adat ?


B. PEMBAHASAN

1. Keberadaan hukum adat di masyarakat

Berbicara Indonesia sebagai Negara hukum, maka keberadaan hukum adat ini

juga diatur, dilindungi, dan diakomodir pula oleh konstitusi. Merujuk kepada ketentuan

Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 mengatur ”Negara mengakui dan menghormati

kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang

masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”. Berkaitan dengan ketentuan

tersebut, ada beberapa hal penting yang dapat dipahami terkait status hukum adat dalam

sistem hukum Indonesia bahwa negara secara konstitusional mengakui keberadaan

kesatuan-kesatuan masyarakat adat Indonesia. Pengakuan hak tersebut dapat diartikan

sebagai pengakuan hak yang berkaitan dengan keberadaan masyarakat hukum adat.

Dalam hal ini termasuk pula hukum yang hidup di dalamnya yakni hukum

adat itu sendiri. Pengakuan hak tersebut dapat dimaknakan sebagai pengakuan hak bagi

masyarakat hukum adat terkait mengenai eksistensinya. Dalam artian masyarakat

hukum adat dilindungi konstitusi eksistensi masyarakat dan segala hal yang hidup di

dalam kehidupan masyarakat itu sendiri, termasuk di dalam hal ini adalah hukum adat

itu sendiri yang menjadi bagian dari masyarakat hukum adat.Lebih lanjut didalam

Penjelasan Umum UUD 1945 yang dalam hal ini mengatur, ”... Undang-Undang Dasar

ialah hukum dasar yang tertulis, sedang di sampingnya Undang-Undang Dasar itu

berlakunya juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-atauran dasar yang timbul

dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis”.

Dalam artian hukum adat yang pada umumya tidak tertulis memiliki

kedudukan yang sama dengan hukum lainnya yang berlaku di Indonesia mengingat
pengakuan terhadap hukum tidak tertulis di samping Undang-Undang Dasar itu sendiri.

Maka dalam hal ini dapat dipahami bahwa kedudukan hukum adat di dalam sistem

hukum di Indonesia memiliki kedudukan secara konstitusional bersifat sama dengan

kedudukan hukum pada umumnya berlaku dalam kehidupan bernegara di

Indonesia.Namun yang patut digaris bawahi juga terdapat perbedaan antara hukum adat

dengan hukum yang berlaku pada umumnya yakni dari aspek keberlakuan dan

bentuknya. Dimana dalam hal ini keberlakuan hukum adat hanya berlaku untuk orang

Indonesia dan dari aspek bentuknya hukum adat pada umumnya tidak tertulis. Oleh

karena itu, tentu sebagaimana syarat pengakuan tersebut adalah kewajiban bersama

untuk senantiasa melestarikan hukum adat dan masyarakat hukum adat itu sendiri,

sehingga nilai-nilai luhur bangsa tersebut dapat selamat dari terjangan degradasi akibat

lobalisasi. Lebih lanjut dalam pasal 5 undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang

peraturan dasar pokok-poko agraria menegaskan bahwa “hukum agraria yang berlaku

atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan

dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa,

dengan sosialisme indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam

undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan

mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama”. Ketentuan pasal 5

tersebut mau menegaskan bahwa hukum adat sebagai sumber utama untuk memperoleh

bahan-bahan hukum berupa konsepsi, asas-asas dan lambang-lambang hukum agraria.


2. Hukum Tidak Tertulis yang tidak diakui keberadaannya

Hukum tidak tertulis merupakan kebalikan dari Hukum Tertulis. Hukum tidak

tertulis yaitu hukum yang tidak dituangkan/ dicantumkan dalam peraturan Perundang-

undangan. Hukum tidak tertulis merupakan hukum yang hidup/ berjalan dan tumbuh

dalam kehidupan masyarakat/ adat atau dalam praktik ketatanegaraan/ konversi yang

diakui keberadaannya oleh Negara.

Jika kita berdasarkan atas hukum negara disebutkan dalam UU Desa yaitu UU

6 tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) menyebutkan bahwa Desa adalah desa dan desa

adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan

masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan

prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati

dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

UU 6 tahun 2014 tentang Desa lebih dikenal dengan UU Desa. Dalam UU

Desa disebutkan bahwa Desa atau yang disebut dengan nama lain telah ada sebelum

Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk. Sebagai bukti keberadaannya,

Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(sebelum perubahan) menyebutkan bahwa: Dalam teritori Negara Indonesia terdapat

lebih kurang 250 “Zelfbesturende landschappen” dan “Volksgemeenschappen”, seperti

desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, dan

sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan Asli dan oleh karenanya dapat

dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia

menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara

yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut.
Oleh sebab itu, keberadaan Desa wajib tetap diakui dan diberikan jaminan

keberlangsungan hidupnya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Jika kita melihat berdasarkan UU diatas disebutkan dengan jelas bahwa desa

memiliki hak batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak

asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem

pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang mana jika kita melihat

kehidupan masyarakat Kendeng sekarang yang dimana mereka dihadapkan dengan

negaranya sendiri yang mana mereka harus memilih antara menjadi penjahat dengan

alibi pemerintah yaitu (melawan hukum) atau harus kehilangan hak mereka yang mana

telah tertera dalam UU diatas mengenai hak masyarakat desa.

3. Hubungan Hukum Negara dengan Hukum Adat

Hukum nasional Indonesia yaitu kumpulan norma-norma (common law) yang

bersumber dari hukum Islam, hukum adat dan hukum Barat (kolonial Belanda)

sedemikian rupa sehingga hukum nasional apabila diterapkan dalam sistem

ketatanegaraan Republik Indonesia tidak dapat dipisahkan dari adat. Sebagian besar

sistem yang diterima, baik perdata maupun pidana, didasarkan pada hukum Eropa,

terutama dari Belanda, karena masa lalu Indonesia sebagai wilayah jajahan yang

dikenal dengan Nederlandsch-indie (Nederlandsch-indie). Sebagian besar penduduk

Indonesia menganut Islam, hukum Islam atau Syariah mendominasi, terutama di bidang

perkawinan, keluarga, dan warisan. Selain itu, Indonesia juga menerapkan sistem

common law yang tertanam dalam peraturan perundang-undangan atau yurisprudensi,

yang merupakan kelanjutan dari aturan-aturan lokal masyarakat dan budaya nusantara.
Hubungan antara hukum adat dengan hukum nasional dalam rangka

pembangunan hukum nasional adalah hubungan yang bersifat fungsional, artinya

hukum adat sebagai sumber utama dalam mengambil bahan-bahan yang diperlukan

dalam rangka pembangunan hukum nasional. Hukum adat yang dibutuhkan dalam era

globalisasi atau modernitas adalah hukum adat yang disesuaikan dengan kondisi dan

perkembangan zaman sehingga hukum adat bersifat dinamis sehingga mudah

berkembang karena menyesuaikan dengan nilai dan hukum universal. Institusi yang

berupa pernyataan modern. Dengan penyesuaian itu, kemurnian penerapan asas

common law dalam hukum nasional dapat mengalami perubahan sepanjang

memperkaya dan mengembangkan peraturan perundang-undangan nasional, sepanjang

tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

4. Interaksi Hukum Adat Dengan Hukum Negara

Adanya interaksi antara hukum negara dengan hukum daerah/umum, atau

interaksi antar hukum, merupakan realitas hukum dari penerapan hukum dalam

masyarakat. Menurut Moores, interaksi ini menimbulkan empat kemungkinan, yaitu;

integrasi (integra) yaitu menyatunya beberapa hukum negara dengan hukum daerah.

Inkoorporasi (incoorporate), yaitu penggabungan sebagian hukum negara ke

dalam hukum lokal (hukum adat) atau sebaliknya;Konflik (conflict), yaitu tidak terjadi

penggabungan sama sekali mengingat hukum negara dan hukum lokal dimaksud saling

bertentangan. Dalam penerapan hukum yang terjadi di masyarakat apabila terjadi

interaksi antar hukum, maka memunculkan kecenderungan terjadinya konflik dan

saling menghindar antara dua sistem hukum yang berbeda tersebut.


Pengabaian keadilan substatif (substansial justice) dan lebih mementingkan

keadilan prosedural (procedural justice) menampilkan wajah positivisme dan belenggu

positivistic yang mencengkeram kuat pada cara berhukum yang sudah berlangsung

lama. Cara berhukum yang demikian menghadirkan penegak hukum yang begitu

mekanistis dan melihat hukum secara hitam-putih. Keterbelengguan pada cara

berhukum demikian mengakibatkan terabaikannya keadilan substantif. Dengan

demikian kepastian hukum tetap terpelihara dengan baik, meskipun semu.

C. KESIMPULAN

Dari beberapa variabel yang sudah dijelaskan pada pembahasan diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa hukum negara dan hukum adat tidak selaras dalam penerapannya

seiring berkembangnya zaman. Menilik dari penyalahgunaan hukum negara yang

diterapkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab kepada masyarakat lokal membuat

kepercayaan masyarakat terhadap hukum adat semakin menurun. Masyarakat lebih percaya

terhadap oknum yang menyalahgunakan hukum negara karena mereka merasa terancam

dengan segala jenis aturan yang berlaku.

Pembentukan Hukum oleh negara yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dengan

tujuan untuk kepentingan hidup masyarakat dan untuk mensejahterakan masyarakat

sekarang digunakan sebagai senjata oleh pemerintah (Negara) sebagai alat untuk

mensukseskan kepentingan pribadi mereka yang bersembunyi dibalik pemerintah yang

mengatasnamakan hukum.
D. DAFTAR PUSTAKA

https://angela8277.wordpress.com/bahan-kuliah/pih/hukum-tertulis-dan-tidak-tertulis/

https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-6-2014-desa

https://amp.kompas.com/nasional/read/2018/02/13/07594501/protes-kartini-kendeng-dan-

keberpihakan-pemerintah-kepada-para-pemodal

https://amp.kompas.com/nasional/read/2017/03/22/11342341/

ylbhi.pemerintah.harusnya.malu.dengan.aksi.petani.kendeng

M.A.H. Tahapary, (2015). Hukum Masyarakat dan Pembangunan. Hukum Tata Negara /

Hukum Administrasi.

Salfius Seko, SH, MH. (2022). Kedudukan Hukum Adat Dayak dalam sistem Hukum

Nasional di Indonesia.

Dasar Hukum :

UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 1 ayat 3

Pasal 18B ayat (2) UUD 1945

Anda mungkin juga menyukai