Nama : Firdaus
Nim : 1913040104
Dalam artian masyarakat hukum adat dilindungi konstitusi eksistensi masyarakat dan
segala hal yang hidup di dalam kehidupan masyarakat itu sendiri, termasuk di dalam hal ini
adalah hukum adat itu sendiri yang menjadi bagian dari masyarakat hukum adat.
Landasan yang biasanya disebut dengan dasar, di dalam hukum adat terdapat berbagai
macam landasan, di mana landasan tersebut membahas bagaimana hukum adat bisa berlaku di
tengah-tengah masyarakat. Landasan yang akan kami bahas lebih lanjut dalam makalah ini yaitu,
Landasan Filosofis, Yuridis, Historis dan Sosiologis.
1. Landasan Filosofis
Dari kata filosofis, tentunya landasan filosofis berdasarkan pada filsafat. Jadi untuk
mengetahui landasan filosofis hukum adat, perlu adanya filsafat hukum. Manfaat filsafat hukum
yaitu untuk mengembangkan wawasan pengetahuan dan pemahaman hukum.
Diartikan sebagai pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang
mempertimbangkan pandangan, kesadaran, dan cita hukum yang mencakup suasana kebatinan
serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebagai contoh, religio magis, gotong royong, musyawarah mufakat dan keadilan.
Dengan demikian Pancasila merupakan kristalisasi dari Hukum Adat.
Hukum mempunyai kekuatan berlaku secara filosofis apabila kaidah hukum tersebut
sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi seperti Pancasila, yaitu
Masyarakat Adil makmur karena Hukum Adat berkembang dari kepribadian bangsa Indonesia
itu sendiri.
2. Landasan Yuridis
Pada dasarnya Hukum Adat merupakan Hukum Non-Statutair yang dalam sudut
pandangnya jelas belum tertulis maupun tidak tertulis secara hukum positif. 1 Mempelajari
segi Yuridis dasar berlakunya Hukum Adat berarti mempelajari dasar hukum berlakunya
Hukum Adat di Indonesia yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Dasar Perundang-Undangan yang mendasari berlakunya Hukum Adat di lingkungan
Tata Hukum positif di Indonesia, yaitu:
a. Undang-Undang Dasar 1945
Dasar yang dipakai untuk memberlakukan Hukum Adat adalah pasal II Aturan
Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan “Segala Badan Negara dan
peraturan yang ada , masih langsung berlaku sebelum diadakan yang baru menurut
Undang-Undang ini”.
b. UUDS Tahun 1950.
Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950 dalam pasal 104 ayat 1 menyatakan
“Segala keputusan pengadilan harus berisi alasan-alasannya dan dalam perkara
hukuman menyebut aturan-aturan undang-undang dan aturan-aturan Hukum Adat
yang dijadikan dasar hukuman itu “.
c. Undang-Undang No. 19 tahun 1964
Menyatakan bahwa “peradilan adalah peradilan Negara. Dengan demikian tidak
ada tempat bagi peradilan swapraja dan peradilan Adat. Apabila peradilan-peradilan
itu masih ada, maka selekas mungkin akan dihapuskan seperti yang secara berangsur-
angsur telah dilaksanakan”.
d. Undang-Undang No. 14 tahun 1970
Dalam Undang-undang No 14 tahun 1970, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman, yang merupakan landasan hukum berlakunya Hukum Adat
termuat dalam pasal sebagai berikut :
Pasal 23 (1) yang berbunyi :
1
“Segala putusan Pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar
putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan
yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk
mengadili”.
Yang dimaksud dengan “hukum tak tertulis” dalam pasal tersebut adalah “Hukum
Adat”.
2
Ilham Bisri, Sistem Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 119-121.
6) UU Pokok Kekuasaan Kehakiman Psl 17 tahun 1964 jo Psl 23 (1) UU No. 14
Tahun 1970 jo Psl 25 (1) No.4 Tahun 2004
7) UUPA No. 5 Tahun 1960, Psl 2 (4)
8) UU No. 1 Tahun 1974 Psl 35 dan 36 mengenai Harta Bersama.
Dari sudut pandang sosiologi masyarakat, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam pendasaran Hukum Adat yang bersifat mengikat, yaitu diantaranya sebagai
berikut:
a. Masyarakat
Masyarakat dapat diartikan sebagai manusia yang hidup bersama, yang secara
teoritis berjumlah dua orang dalam ukuran minimalnya. Jadi masyarakat merupakan
suatu sistem, yakni sistem sosial.
Hukum adat terbentuk karena keinginan seluruh masyarakat yang tinggal di dalam
suatu daerah tertentu. Masyarakat tersebut akan membuat berbagai macam cara agar
kepentingan mereka dapat terlindungi.
Maka jika berlakunya hukum adat itu ditinjau dari sosiologis, hukum tersebut
masih berlaku sampai saat ini, di mana seluruh masyarakat telah mengakui bahwa hal
tersebut mempunyai sifat yang memaksa dan mempunyai kekuatan agar tidak ada
seorangpun yang berani melanggarnya.
b. Kebudayaan
Selo Soemardjan lebih menitikberatkan suatu kemajemukan masyarakat itu pada
“Culture”. Karena kebudayaan dapat menjadi suatu ciri (khas) dari suatu masyarakat.3
Adat merupakan sesuatu yang memiliki ciri khas tersendiri dari masing-masing
adat tertentu. Ciri khas dari adat-adat yang berbeda tersebut memiliki nilai budaya dan
seni, sehingga dapat dijadikan kebudayaan apabila adat tersebut tidak melanggar
aturan-aturan Nasional dan Hukum Islam.
Maka dari Uraian dan pnejelasan materi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Hukum
adat mempunyai landasan untuk berlaku di dalam suatu masyarakat. Landasan-landasan tersebut
adalah Landasan Filosofis, Yuridis, Historis dan Sosiologis.
Landasan Filosofis Hukum Adat yang sesuai dengan Pancasila sebagai pandangan hidup
atau falsafah bangsa Indonesia.
Kemudian berdasarkan Landasan Yuridis Hukum Adat, sebenarnya tidak jauh berbeda
dengan Landasan Historisnya, yang sebenarnya sama-sama membahas tentang Hukum Adat
3
dalam sejarahnya dan Hukum Adat dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia. Hanya saja dalam Landasan Yuridis lebih kepada Peraturan Perundang-undangan,
sedangkan dalam Landasan Historis dominan membahas sejarah dari Hukum Adat itu sendiri.
Dalam Landasan Sosiologis, bagaimana Hukum Adat menyatu dalam kehidupan sosial
khususnya masyarakat yang ada dalam adat-adat tertentu, yang telah sepakat dan sepaham
dengan Hukum Adat itu sehingga menghasilkan kebudayaan yang tentunya memiliki nilai seni.