Anda di halaman 1dari 8

RESUME HUKUM ADAT

1. ISTILAH
Istilah Adat dan Hukum Adat Istilah adat berasal dari Bahasa Arab, yang diterjemahkan dalam
Bahasa Indonesia bermakna Dzkebiasaandz. Adat atau kebiasaan adalah tingkah laku seseorang
yang terus menerus dilakukan dengan cara tertentu dan diikuti oleh masyarakat luar dalam
waktu yang lama. Unsur-unsurnya adalah:
1. Adanya tingkah laku seseorang.
2. Di lakukan terus menerus
3. Adanya dimensi waktu
4. Di ikuti oleh orang lain.
Istilah hukum adat pertama kali diperkenalkan secara ilmiah oleh Snouck Hurgronje dalam
bukunya yang berjudul De Atjehers, menyebutkan istilah hukum adat sebagai Adatrecht yaitu
untuk memberi nama pada suatu sistem pengendalian sosial (social control) yang hidup dalam
masyarakat Indonesia. Istilah ini kemudian dikembangkan secara ilmiah oleh Van Vollenhoven
yang dikenal sebagai pakar Hukum Adat di Hindia Belanda. Pemerintah Kolonial Belanda pada
akhir tahun 1929 mulai menggunakan istilah ini secara resmi dalam peraturan perUndang-
undangan Belanda, namun ternyata istilah hukum adat tidak dikenal di dalam masyarakat
Indonesia dan masyarakat hanya mengenal kata “adat” atau kebiasaan. Hukum adat pada
dasarnya merupakan sebagian dari adat istiadat masyarakat.

2. PENGERTIAN
Hukum Adat adalah aturan yang tidak tertulis dan merupakan pedoman untuk sebagian besar
orang-orang Indonesia dan dipertahankan dalam pergaulan hidup sehari-hari baik di kota
maupun di desa. Soerjono Soekanto memberikan pengertian hukum adat sebagai kompleks adat-
adat yang tidak dikitabkan (tidak dikodifikasi) dan bersifat pemaksaan (sehingga mempunyai
akibat hukum).

3. TEORI HUKUM ADAT


- Teori Reception en Complexu yang dikemukakan oleh Mr. L. C.W. Van Der Berg, yaitu suatu
masyarakat itu memeluk agama tertentu, maka hukum adat masyarakat yang bersangkutan
adalah hukum agama yang dipeluknya. Jika ada hal-hal yang menyimpang daripada hukum
agama yang bersangkutan, maka hal-hal itu dianggap sebagai pengecualian. Teori ini dikritik oleh
beberapa sarjana antara lain:
1) Snouck Hurgronje, menyatakan bahwa ia menentang dengan keras terhadap teori ini dengan
mengatakan bahwa tidak semua Hukum Agama diterima dalam hukum adat. Hukumagama
hanya memberikan pengaruh pada kehidupan manusia yang sifatnya sangat pribadi yang erat
kaitannya dengan kepercayaan dan hidup batin, bagian-bagian itu adalah hukum keluarga,
hukum perkawinan, dan hukum waris.
2) Ter Haar membantah pendapat Snouck Hurgronje, menurut Ter Haar, hukum waris bukan
berasal dari hukum agama, tapi merupakan hukum adat yang asli tidak dipengaruhi oleh hukum
Islam, sedangkan hukum warus disesuaikan dengan struktur dan susunan masyarakat.
3) Van Vollenhoven menyatakan Teori Receptio en Complexu ini sebenarnya bertentangan
dengan kenyataan dalam masyarakat, karena hukum adat terdiri atas hukum asli (Melayu
Polenesia) dengan ditambah dari ketentuanketentuan hukum agama dalam bidang-bidang hukum
adat.

4. UNSUR HUKUM ADAT


Dari batasan-batasan yang dikemukakan di atas, maka terlihat unsur-unsur daripada hukum adat
adalah sebagai berikut:
a. Adanya tingkah laku yang terus menerus dilakukan oleh masyarakat;
b. Tingkah laku tersebut teratur dan dinamis;
c. Tingkah laku tersebut mempunyai nilai sakral;
d. Adanya keputusan kepala adat;
e. Adanya sanksi/akibat hukum,
f. Tidak tertulis.
g. Ditaati dalam masyarakat

5. SEJARAH
Keberadaan peraturan istiatad sudah ada sejak zaman kuno yakni zaman pra hindu. Para ahli
hukum erpendapat bahwa istiadat yang saat itu dijadikan pedoman adalah adat” melayu
polenesia. Seiring berjalannya waktu, datanglah kultur berbagai agama, hindu, Kristen dan islam
yang memberikan oengaruh terhadap kultur asli hingga mengaguasai tata kehidupan masyarakat
Indonesia dalam suatu hukum adat. Setelah kemerdekaan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945,
mengakui keberadaan hukum adat, yang yang menyatakan “segala badan negara dan peraturan
yang masih berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar”. Dalam
Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 juga mengatur mengenai hukum adat antara lain
dalam Pasal 144 ayat 1 tentang hakim adat dan hakim agama, Pasal 145 ayat 2 tentang
pengadilan adat, dan Pasal 146 ayat 1 tentang aturan hukum adat yang menjadi dasar hukuman.

6. HUKUM ADAT DALAM ASPEK KEBUDAYAAN


Hukum adat merupakan hukum tradisional masyarakat atau bangsa Indonesia adalah
perwujudan dari suatu kebutuhan hidup yang nyata serta merupakan cara dan pandangan hidup
yang secara keseluruhannya merupakan kultur budaya masyarakat tempat hukum adat tadi
berlaku. Dengan demikian hukum adat yang bersumber dalam kebudayaan asli Indonesia pada
hakekatnya tidak terlepas dari bentuk kejiwaan dan cara berpikir masyarakat asli Indonesia yang
mencerminkan suatu perbedaan dengan kebudayaan masyarakat lain. Dari uraian diatas maka
dapat diambil pengertian bahwa Hukum Adat sebagai aspek Kebudayaan adalah Hukum Adat
yang dilihat dari sudut pandang nilai, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur
sosial religius yang didapat seseorang dengan eksistensinya sebagai anggota masyarakat. jika
hukum adat dlihat dari segi wujud kebudayaan maka hukum adat termasuk dalam kebudayaan
yang berwujud sebagai kompleks dari ide yang fungsinya untuk mengarahkan dan mengatur
tingkah laku manusia dalam berkehidupan di masyarakat, dengan demikian hukum adat
merupakan aspek dalam kehidupan masyarakat sebagai kebudayaan bangsa Indonesia.
7. HUKUM ADAT SEBAGAI SUBSITEM HUKUM IND
Dalam konteknya dengan Indonesia, hukum adat sesungguhnya adalah sistem hukum rakyat
(folk law) khas Indonesia sebagai pengejawantahan dari the living law yang tumbuh dan
berkembang berdampingan (co-existance) dengan sistem hukum lainnya yang hidup dalam
negara Indonesia. Hubungan antara hukum adat dengan hukum nasional dalam rangka
pembangunan hukum nasional adalah hubungan yang bersifat fungsional, artinya hukum adat
sebagai sumber utama dalam mengambil bahan-bahan yang diperlukan dalam rangka
pembangunan hukum nasional. Hukum adat yang diperlukan dalam era globalisasi atau zaman
modern adalah hukum adat yang disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan zaman,
sehingga hukum adat menunjukkan sifat yang dinamis sehingga dengan mudah dapat
berkembang menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman karena mempunyai nilai-nilai yang
universal. Kedudukan hukum adat dalam sistem hukum sama dengan kedudukan hukum pada
umumnya, yang membedakannya adalah hukum adat hanya berlaku untuk orang Indonesia dan
sifatnya tidak tertulis. UUD 1945 sebagai konstitusi mengakui di samping hukum tertulis juga ada
hukum yang tidak tertulis, hukum adat merupakan hukum tidak tertulis. UUD 1945 lebih
mengutamakan hukum yang tertulis yaitu undang-undang dalam rangka menciptakan ketertiban
dalam masyarakat

8. HUKUM ADAT DALAM TATA NASIONAL


Seiring perkembangan tata Hukum Nasional Indonesia dengan hubungannya dengan hukum adat
terlihat dari perspektif menurut UUD 1945. Konstitusi kita sebelum amandemen tidak secara
tegas menunjukkan kepadakita pengakuan dan pemakaian istilah hukum adat. Namun bila
ditelaah, maka dapatdisimpulkan ada sesungguhnya rumusan-rumusan yang ada di dalamnya
mengandungnilai luhur dan jiwa hukum adat. Pembukaan UUD 1945, yang memuat
pandanganhidup Pancasila, hal ini mencerminkan kepribadian bangsa, yang hidup dalam nilai-
nilai, pola pikir dan hukum adat. Pasal 29 ayat (1) Negara berdasarkan KetuhananYang Maha
Esa, Pasal 33 ayat (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas
kekeluargaan
Hubungan serta peran antara hukum adat dengan hukum nasional dalam tata hukum nasional
adalah bersifat fungsional, artinya hukum adat sebagai sumber utama dalam mengambil bahan-
bahan yang diperlukan dalam rangka pembangunan hukum nasional, keberadaan hukum dan
hukum adat adalah untuk membantu agar masyarakat dapat hidup rukun karena keduanya
melahirkan aturan yang akan mengatur tingkah laku manusia. Contoh yang biasa dalam
masyarakat Melayu adalah adat istiadat yang berhubungan dengan perkawinan.
Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 telah menetapkan hukum adat sebagai asas-asas pembinaan
hukum nasional, yang merupakan garis-gairs politik di bidang hukum, yang bunyi selengkapnya
sebagai berikut: 1. Asas-asas pembinaan hukum nasional supaya sesuai dengan haluan negara
dan berlandaskan pada hukum adat yang tidak menghambat perkembangan masyarakat adil dan
makmur. 2. Di dalam usaha ke arah homogenitas dalam bidang hukum supaya diperhatikan
kenyataan- kenyataan yang hidup di indonesia 3. Dalam penyempurnaan Undang-Undang hukum
pekawinan dan hukum waris supaya diperhatikan adanya faktor-faktor agama, adat dan lain-
lainnya
9. CIRI – CIRI HUKUM ADAT
Hukum Adat di Indonesia memiliki ciri-ciri khas yang berbeda dari hukum lainnya. F.D. Hollemann
dalam pidato inaugurasinya De Commune Trek in het Indonesische Rechtsleven, mengemukakan
ada empat corak atau sifat umum Hukum Adat yang merupakan satu kesatuan, sebagai berikut:
1. Magis Religius (Magisch – Religieus) menurut kepercayaan tradisionil Indonesia, sebab setiap
masyarakat diliputi oleh kekuatan gaib yang harus dipelihara agar tetap aman tentram. Tidak ada
pembatasan antara dunia lahir dan dunia gaibserta tidak ada pemisahan antara berbagai macam
lapangan kehidupan, seperti kehidupanmanusia, alam, arwaharwah nenek moyang dan
kehidupan makluk-makluk lainnya.
2. Komunal (kebersamaan) Menurut pandangan Hukum Adat setiap individu, anggota masyarakat
merupakan bagian integral dari masyarakat secara keseluruhan. Hubungan antara anggota
masyarakat yang satu dan yang lain didasarkan oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan, tolong
menolong, dan gotong royong.
3. konkret Sifat yang Konkret artinya jelas, nyata, berwujud, dan visual, artinya dapat terlihat,
tampak, terbuka, tidak tersembunyi. Hal ini mengartikan bahwa setiap hubungan hukum yang
terjadi dalam masyarakat tidak dilakukan secara diam-diam. Contoh jual beli, selalu
memperlihatkan adanya perbuatan nyata yakni dengan pemindahan benda objek perjanjian.
4. Kontan (tunai) Sifat ini mempunyai makna bahwa suatu perbuatan selalu diliputi oleh suasana
yang serba konkret, terutama dalam hal pemenuhan prestasi. Bahwa setiap pemenuhan prestasi
selalu diiringi dengan kontra prestasi yang diberikan secara serta merta.

Prof. Koesnoe dalam perkembangan hukum adat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Hukum adat umumnya hukum yang tidak tertulis
2. Norma-norma hukum adat tertuang dalam petuah-petuah yang memuat asasasas
prikehidupan dalam masyarakat.
3. Asas-asas itu dirumuskan dalam bentuk pepatah-pepatah, petitihpetitih, selokaseloka, cerita-
cerita, perumpamaan
4. Kepala adat selalu dimungkinkan ikut campur tangan dalam segala urusan
5. Faktor-faktor dari segala kepercayaan atau agama sering tidak dapat dipisahkan karena erat
terjalin dengan segi hukum dalam arti yang sempit.
6. Faktor pamrih sukar dilepaskan dari faktor bukan pamrih
7. Ketaatan dalam melaksanakannya lebih didasarkan pada rasa harga diri setiap anggota
masyarakat.

Menurut Prof. Koesnoe, hukum adat mempunyai empat sifat sebagai berikut
1. Bersifat tradisional hal ini mempunyai pengertian bahwa setiap ketentuan-ketentuan dalam
hukum adat ini selalu ada hubungannya di masa lampau secara berurutan dapat diketahui.
2. Bersifat Suka Pamor “Yang Keramat ketentuan hukum adat mempunyai sifat pamor yang
keramat karena unsur-unsur yang berasal dari bidang kepercayaan memegang peranan penting
di dalam ketentuan-ketentuan hukum adat tersebut.
3. Bersifat Luwes bahwa ketetapan-ketetapan hukum adat sebagai hukum yang bersumber
dalam kehidupan masyarakat yang selalu mengalami perkembangan masyarakat yang
bersangkutan
4. Bersifat Dinamis adat itu dalam perkembangannya sejalan dan seirama dengan perkembangan
yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat

10. SUMBER PENGENAL HK ADAT


Jenis – jenis sumber hukum adat Sumber-sumber hukum adat adalah :
a. Adat-istiadat atau kebiasaan yang merupakan tradisi rakyat
b. Kebudayaan tradisionil rakyat
c. Ugeran/ Kaidah dari kebudayaan Indonesia asli
d. Perasaan keadilan yang hidup dalam masyarakat
e. Pepatah adat
f. Yurisprudensi adat
g. Dokumen-dokumen yang hidup pada waktu itu, yang memuat ketentuanketentuan hukum
yang hidup.
h. Kitab-kitab hukum yang pernah dikeluarkan oelh Raja-Raja.
i. Doktrin tentang hukum adat
j. Hasil-hasil penelitian tentang hukum adatNilai-nilai yang tumbuh dan berlaku dalam
masyarakat.

11. SUMBER – SUMBER HUKUM ADAT


Hukum Adat bersumber dari alat-alat perlengkapan masyarakat dan tidak tertulis dan ada juga
yang tertulis, sedangkan adat bersumber dari masyarakat sendiri dan tidak tertulis. Sumber
hukum adat dibagi lagi menjadi sumber pengenal, sumber isi dan sumber pengikat yaitu :
1. Sumber pengenal : Sumber pengenal dalam hukum adat diartikan melalui beberapa ahli,
yaitu menurut B ter haar, sumber pengenal hukum adat adalah keputusan penguasa adat.
Namun hak menurut B ter Haar dibantah oleh Mohammad koesno yaitu sumber pengenal
hukum adat adalah apa yang benar-benar terlaksana di dalam pergaulan hukum dalam
masyarakat yang bersangkutan, baik tingkah laku yang sekali atau berulang kali dilakukan:
- Sumber hukum adat welbron Welbron adalah sumber hukum adat dalam artian darimana
Hukum adat itu timbul , yang merupakan sumber hukum (Adat) dalam artian sebenarnya.
Sumber hukum adat dalam arti welbron tersebut, tidak lain dari keyakinan tentang keadilan
yang hidup dalam masyarakat tertentu. Dengan perkataan lain, welbron itu adalah konsep
tentang keadilan suatu masyarakat, seperti Pancasila bagi masyarakat Indonesia
- Sumber hukum Kenbron adalah sumber hukum adat dalam arti di mana hukum adat dapat
diketahui atau ditemukan. Sumber hukum Kenbron ini menunjukkan kepada tempat atau
bahan yang dapat digunakan untuk mengetahui di mana hukum itu ditempatkan dalam
lembaran Negara. Kenbron adalah sumber hukum (adat) dalam arti di mana hukum (adat)
dapat diketahui atau ditemukan. Oleh karena itu, sumber di mana asas-asas hukum (adat)
menempatkan dirinya di dalam masyarakat sehingga dengan mudah dapat diketahui.
2. Sumber isi : Sumber isi adalah adat kesadaran hukum yang hidup dalam kehidupan
masyarakat adat. Sumber isi merupakan kebiasaan yang hidup dan timbul dalam kebiasaan
masyarakat adat setempat.
3. Sumber pengikat : Sumber pengikat dalam hukum adat berasal dari rasa malu atau rasa
segan yang muncul karena terlaksananya norma-norma dalam masyarakat. Secara tidak
langsung, hukum adat dapat mengikat kesadaran masyarakat yang berada di lingkungan
tersebut.

12. KEBERLAKUAN HUKUM ADAT DI INDNESIA


Dasar perundang-undangan (Wettelijke Grondslag) dari berlakunya hukum adat itu dalam
lingkungantata tertib hukum positif negara Indonesia. Dalam undang-undang dasar negara
Republik Indonesia tahun 1945, yang diberlakukan kembali menurut Dekrit Presiden tanggal 5
Juli 1959 tidak ada satu pasal pun yang memberlakukan hukum adat. Menurut pasal 11 Aturan
Peralihan UUD maka “segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku
selama bersama belum diadakan yang baru menurut UUD ini. ampai sekarang belum dibuat
peraturan perundang-undangan yang memuat dasar berlakunya hukum adat, maka masih
berlaku eraturan zaman kolonial Belanda yaitu pasal 131 ayat 2 sub b I.S. maka dibuatlah
ordonansi-ordonansi dapat menentukan bagi mereka :
1. Hukum Eropa
2. Hukum Eropa yang telah diubah (Gewijzigd Europeses Recht)
3. Hukum bagi beberapa golongan Bersama-sama (Gemeenschappelijk Recht), apabila
kepentingan umum memerlukannya.
4. Hukum baru (Nieuw Recht) yaitu syintese antara hukum adat dan hukum Eropa.

13. WILAYAH DAN PERSEKUTUAN HK ADAT


Persekutuan hukum adat adalah golongan manusia yang bertingkah laku sebagai kesatuan
terhadap dunia lahir dan batin, golongan golongan itu memiliki tata susunan yang kekal dan
orang orang dalam golongan itu masing masing mengalami kehidupannya dalam golongan
sebagai hal yang sewajarnya, hal menurut kodrat alam. Tidak ada seorang pun dari mereka yang
mempunyai pikiran akan pembubaran akan golongan itu, golongan ini memiliki pemimpin sendiri,
harta benda sendiri, milik keduniawian, dan milik gaib.
Pada dasarnya dalam masyarakat Indonesia dikenal tiga jenis persekutuan hukum yaitu :
1. Persekutuan–persekutuan Hukum, dimana warganya mempunyai hubungan erat atas
keturunan sama, dimana faktor keturunan (Genealogosche Faktor) adalah penting sekali.
Persekutuan demikian disebut dengan persekutuan hukum Genealogis (Genealogiche Rechts
Gemeenschap).
2. Persekutuan–persekutuan hukum, dimana warganya terikat oleh suatu daerah, wilayah
(Grandgabied) yang tertentu dimana Faktor Teritorial (Teritoriele Faktor), adalah penting
sekali. Persekutuan itu dapat kita sebut persekutuan hukum territorial (Territoriale Rechts
Gemeenschap).
3. Persekutuan–persekutuan hukum, dimana baik faktor genealogis maupun faktor territorial
mempunyai tempat yang berarti. Persekutuan hukum seperti ini disebut dengan persekutuan
Hukum enealogs teritorial ( genealogisch territoriale Reachts Gemenschap).

BENTUK BENTUK PERSEKUTUAN HUKUM ADAT Persekutuan hukum adat dibedakan atas 3: A.
Persekutuan kekerabatan (keluarga, kerabat, marga), B. Persekutuan ketetanggaan (kampung,
dusun, kuria, marga, desa, nagari) C. Persekutuan keorganisasian ( perkumpulan sosial budaya-
agama, sosial-ekonomi-politik)

14. PERKAWINAN HUKUM ADAT


Perkawinan menurut hukum adat merupakan suatu hubungan kelamin antara laki-laki dan
perempuan, yang membawa hubungan yang lebih luas yaitu antara kelompok kerabat laki-laki
dan perempuan bahkan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Bentuk
perkawinan :
1. Bentuk perkawinan jujur (bridge-gift marriage) Kawin jujur merupakan bentuk perkawinan di
mana pihak laki-laki memberikan jujur kepada pihak perempuan. Benda yang dapat
dijadikansebagai jujur biasanya benda- benda yang memiliki magis. Pemberian jujur
diwajibkan adalah untuk mengembalikan keseimbangan magis yang semula menjadi goyah,
oleh karena terjadinya kekosongan pada keluarga perempuan yang telah pergi karena
menikah tersebut. Perkawinan jujur di jumpai pada masyarakat patrineal. Ciri- ciri
perkawinan jujur adalah patrilokal, artinya isteri bertempat tinggal di kediaman suami atau
keluarga suami
2. Bentuk perkawinan semendo pada masyarakat (suitor service marriage) Perkawinan
semendo pada hakikatnya bersifat matrilokal dan eksogami. Matrilokal berarti bahwa isteri
tidak berkewajiban untuk bertempat tinggal di kediaman suami. Perkawinan ini dikatakan
semendo yang berarti bahwa laki-laki dari luar yang didatangkan pergi ke tempat
perempuan.13 Dalam perkawinan ini biasa dijumpai dalam keadaan darurat, di mana
perempuan sulit mendapatkan jodoh atau karena laki- laki tidak mampu untuk memberikan
jujur.
3. Bentuk perkawinan bebas (exchange marriage) Dalam bentuk perkawinan bebas, tidak
ditentukan secara tegas dimana suami atau isteri akan tinggal. Hal ini tergantung pada
keinginan masingmasing pihak. Bentuk kawin bebas ini bersifat endogami, artinya suatu
anjuran untuk kawin dengan warga kelompok kerabat sendiri.

Alasan perceraian :

1. Salah satu pihak (suami atau istri) melakukan perbuatan zina, atau menjadi penjudi, atau
menjadi pemabuk, pemadat, atau hal lainnya yang sukar untuk disembuhkan.
2. Salah satu pihak (suami atau istri) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua)
tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar
kemampuannya;
3. Salah satu pihak (suami atau istri) mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
4. Salah satu pihak (suami atau istri) melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak yang lain;
5. Salah satu pihak (suami atau istri) mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
6. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada
harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
7. Suami melanggar shigat taklik-talak.
8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah
tangga.

Harta perkawinan dalam hukum adat : Menurut hukum adat yang dimaksud dengan harta
perkawinan ialah semua harta yang dikuasai suami dan istri selama mereka
terikat dalam ikatan perkawinan, baik harta perseorangan yang berasal
dari harta warisan, harta hibah, harta penghasilan sendiri, harta pencaharian hasil bersama
suami-istri dan barang-barang hadiah

15. WARIS
Hukum Waris merupakan peraturan atau ketentuan-ketentuan yang di dalamnya mengatur
proses beralihnya hak-hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang, baik berupa barang-
barang harta benda yang berwujud, maupun yang tidak berwujud pada waktu wafatnya kepada
orang lain yang masih hidup. Berdasarkan batasan-batasan di atas, pada prinsipnya dapat ditarik
kesimpulan bahwa masalah warisan memiliki tiga unsur penting yaitu
(1) adanya seseorang yang mempunyai harta peninggalan atau harta warisan yang wafat, yang
disebut dengan si pewaris,
(2) adanya seseorang atau beberapa orang yang berhak menerima harta peninggalan atau harta
warisan, yang disebut waris atau ahli waris,
(3) adanya harta peninggalan atau harta warisan yang ditinggalkan pewaris, yang harus beralih
penguasaan atau pemilikannya. Bila dilihat dalam pelaksanaan, proses penerusan warisan kepada
ahli waris sehubungan dengan unsur diatas sering menimbulkan persoalan,

Harta warisan ada yang dapat dibagi-bagi dan ada pula harta warisan yang tidak dapat dibagi-
bagi. Dalam hal ini Hilman Hadikusuma mengatakan bahwa untuk mengetahui apakah harta
dapat terbagi atau memang tidak terbagi, harta warisan itu perlu dikelompokkan ke dalam harta
asal, harta pencaharian dan harta pemberian. Waris balu adalah Menurut hukum Adat Bali yang
berhak mewaris hanyalah keturunan pria dan pihak keluarga pria dan anak angkat lelaki; Maka
Men Sardji sebagai saudara perempuan bukanlah akhli waris dan mendiang Pan Sarning

Anda mungkin juga menyukai