1. Istilah
Istilah hukum adat merupakan terjemahan dari istilah Belanda “Adat-Recht”
yang pertama kali dipergunakan oleh SnouckHergronje yang kemudiam dipakai
dalam bukunya yang berjudul “De Atjehers”.
C. Dikalangan Rakyat
Dikalangan rakyat jarang dipakai istilah hukum adat, tetapi lazimnya dipakai
istilah adat saja.
1
2. Unsur-unsur Pembentuk Hukum adat
Pada abad ke-19 kita jumpai istilah peraturan-peraturan keagamaan yang
pemakaiannya mencapai kejayaannya pada bagian ke-2 abad 19. Ini merupakan
akibat dari pengaruh teori Van Den berg dan Salmon Keyzer yang mengemukakan
teorinya tentang receptio In Complexu atau penerimaan dalam keseluruhan.
Menurut teori ini, adat-istiadat dan hukum adat suatu golongan hukum
masyarakat adalah receptio seluruhnya dari agama yang dianut oleh golongan
masyarakat itu, suatu golongan masyarakat adalah hasil penerimaan bulat-bulat
dari hukum agam yang dianut oleh golongan masyarakat itu. Menurut Snouck
Hugronje, tidak semua bagian hukum agam diterima oleh hukum adat, hanya
beberapa bagian tertentu saja, yaitu bagian yang hidup dari manusia yang sifatnya
sangat pribadi yang hubungannya erat dengan kepercayaan dan kehidupan rohani
seseorang.
Adapun unsur-unsur hukum adat antara lain unsur asli dan unsur keagamaan.
Unsur asli yang dimaksud adalah hukum yang tidak tertulis yang memberi
pedoman kepada masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, dalam hubungan antara
satu dengan lainnya baik di kota maupun di desa. Dibandingkan dengan unsur
yang tidak tertulis, maka bagian unsur yang tertulis ini sangat kecil, tidak
berpengaruh dan sering diabaikan.
Dari uraian diatas, dapat kita definisikan bahwa hukum adat itu adalah
keseluruhan aturan tingkah laku positif yang disatu pihak mempunyai sanksi dan
dipihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasikan. Sedangkan menurut Bushar
Muhhamad, menyebutkan hukum adat itu sangat sulit untuk didefinisikan karena
hukum adat itu masih dalam pertumbuhan, hukum adat secara langsung membawa
kita kepada dua keadaan yang justru yang merupakan sifat dan pembawaan
hukum adat itu sendiri, yaitu tertulis atau tidak tertulis, pasti atau tidak pasti, dan
hukum raja atau hukum rakyat.
2
BAB II
2. UUDS 1950
Sebelum berlakunya UUDS 1950, di dalam pasal 104 ayat (1) dinyatakan
bahwa “Segala keputusan pengadilan harus berisi alasab-alasannya dan dalam
perkara hukum tersebut harus memuat aturan-aturan undang-undang dan atau
aturan-aturan adat yang dijadikan dasar hukuma itu”. Tetapi ketentuan yang
memuat dasar konstitusional berlakunya hukum adat itu sampai sekarang belum
diberi peraturan penyelenggaraannya.
3. Indische Staatregeling (IS) pasal 131 jis Regelings Reglement (RR) pasal 75
Baru dan Lama
I.S (Indische Staatregeling) adalah singkatan dari Undang-undang yang
selengkapnya berbunyi: “Wet op de staatsinrichting van nederlands-indie”.
Stb.1925 no.415 jo.no.577 berlaku mulai tanggal 1 Januari 1926.
Regelings reglement (RR) adalah singkatan dari Undang-undang yang
selengkapnya berbunyi: “reglement op het beleid der regering van nederlans-
indie”. Staatblad negara Belanda tahun 1854 no.2, Staatblad Belanda tahun 1855
no.2 jo. No.1.
Dasar perundang-undangan berlakunya hukum adat yang berasal dari zaman
kolonial dan yang pada masa sekarang masih berlaku adalah I.S. pasal 131 ayat
(2) sub.b, yang berbunyi: “Menurut ketentuan tersebut maka bagi golongan
hukum Indonesia asli dan golongan hukum Timur Asing berlaku hukum adat
mereka, tetapi bilamana kepentingan sosial mereka membutuhkannya, maka
3
pembuat ordonansi (yaitu suatu peraturan hukum yang dibuat oleh badan legislatif
pusat/gubernur jendral bersama-sama denagn volksragen) dapat menentukan bagi
mereka:
1. Hukum Eropa
2. Hukum Eropa yang telah dirubah
3. Hukum bagi beberapa golongan bersama-sama, dan apabila kepentingan
umum memerlukannya, dapat pula digunakan
4. Hukum baru (yaitu hukum yang merupakan synthese antara hukum adat
dengan hukum eropa)
Mengenai I.S pasal 131 ayat (2) sub.b ini harus dikemukakan 2 hal, yaitu
ketentuan-ketentuan tersebut adalah suatu pasal kodifikasi, yaitu ketentuan yang
memuat suatu tugas kepada pembuat undang-undang untuk mengadakan
kodifikasi hukum privat bagi golongan hukum Indonesia asli dan golongan hukum
Timur Asing.
Tetapi selama redaksi pasal 131 ayat (2) sub.b I.S ini berlaku sejak 1 Januari
1920 sampai 1 Januari 1926, maka kodifikasi hukum yang diperintahkan kepada
pembuat undang-undang itu belum dilaksanakan.
4
BAB III
Dalam wilayah yang sangat luas ini, hukum adat tumbuh dan berkembang,
dianut dan dipertahankan sebagai peraturan penjaga tata tertib sosial dan tata tertib
hukum diantara manusia yang bergaul didalam suatu masyarakat, agar dapat
dihindarkam dari segala masalah dan bahaya yang mungkin atau telah
mengancam.
Hukum adat itu senantiasa tumbuh dari suatu kebutuhan hidup yang nyata,
cara hidup dan pandangan hidup yang keseluruhannya merupakan kebudayaan
masyarakat tempat hukum adat itu berlaku.
Jadi jelaslah sudah bahwa didalam suatu masyarakat terdapat suatu realitas
bahwa suatu proses atau perkembangan mengatur kembali yang lama dan yang
baru, sesuai dengan kehendak, kebutuhan, dan cara hidup serta pandangan hidup
suatu rakyat.
F.D Holleman dalam pidato inagurasinya yang berjudul “De Commune Trek
in het Indonesiche Rechtssvelen” atau Corak kegotong-royongan didalam
kehidupan hukum Indonesia, yang menyimpulkan adanya empat sifat umum
hukum adat Indonesia, yang hendaknya dipandang juga segagai suatu kesatuam.
Adapun keempat sifat tersebut adalah sifat religio-magis, sifat komun, sifat
kontant, serta sifat konkrit.
5
Sifat konkrit, pada umumnya dalam masyarakat Indonesia jika melakukan
perbuatan hukum itu selalu konkrit, misalnya dalam perjanjian jual-beli. Jadi sifat
konkrit itu adalah suatu sifat nyata yang dimiliki oleh Hukum Adat Indonesia.
6
BAB IV
Sejarah perhatian terhadap hukum adat itu dilukiskan secara lengkap oleh
Van Vollenhoven dalam bukunya yang berjudul “De Otdekking van het
Adatrecht” tahun 1928. Dalam bukunya itu, Van Vollenhoven memberitahukan
bahwa para sarjan telah menyadari bahwa rakyat Indonesia telah memiliki
sekumpulan peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku, dan juga mengatur
tata hidup dalam bermasyarakat yang menentukan serta mengikat karena memiliki
sanksi.
Dari uraian diatas, dapat kita pahami bahwa sejarah perkembangan hukum
adat di Indonesia sangat panjang. Namun selain daripada itu semua, kita jiga harus
mengetahuai ruang lingkup berlakunya hukum adat. Adapaun lingkungan hukum
adat yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Aceh (yang meliputi Aceh Besar, Pantai Barat, Singkel, dan Simeulue).
2. Tanah Garo, Alas dan Batak, Tangah Garo meliputi Garo Lueus, sedangkan
Tanah Batak (Tapanuli) meliputi Tapanuli Utara (Batak Pakpak, Batak Karo,
7
Batak Simelungun, Batak Toba). Sedangkan untuk Tapanuli Selaan meliputi
Padang Lawas, Angkola, dan Mandailing.
3. Nias.
4. Minangkabau dan Mentawai.
5. Sumatera Selatan (yang meliputi Bengkulu, Lampung, Palembang dan
Jambi).
6. Enggano.
7. Tanah Malaju.
8. Bangka dan Belitung.
9. Kalimantan.
10. Minahasa.
11. Gorontalo.
12. Tanah Toraja.
13. Sulawesi Selatan.
14. Kepulauan Ternate.
15. Maluku dan Ambon.
16. Papua.
17. Kepulauan Timor.
18. Bali dan Lombok.
19. Daerah Kerajaan (Surakarta dan Jogjakarta).
20. Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta dan Banten).
8
BAB V
9
bagi V.O.C untuk melengkapi aparatur pemerintahannya. Isi resolusi itu
menunjukkan dengan jelas bahwa peradilan asli masih tetap berlaku.
Dasar peradilan bagi orang Indonesia ditentukan dalam pasal 86 dari Charter
(peraturan pemerintah) untuk harta kekayaan di Asia yang disahkan oleh
pemerintah Belanda pada tanggal 28 September 1804. Pasal itu menyebutkan
bahwa “Susunan pengadilan untuk golongan Bumiputra akan tetap tinggal
menurut hukum adat mereka”.
10
Pulau Pinang, Raffles tertarik oleh keindahan dan kekayaan Nusantara beserta
penduduknya, dengan hukum adat serta lembaga-lembaga sosila lainnya.
Pengetahuan yang diperolehnya berdasarkan penyelidikan setempat menjadika
Raffles diangkat menjadi agen politik dalam rangka rencan Inggris untuk merebut
Pulau Jawa dari tangan pemerintahan Belanda. Adapun tugas dari Raffles adalah
mengumpulkan bahan-bahan info yang berguna untuk maksud tersebut,
khususnya mengenai watak penduduk, sumber-sumber kemakmuran dan kadar
pengaruk kekuasaan Belanda, serta mendesa-desuskan isu yang menimbulkan
keonaran diseluruh Nusantara.
Hasil karyanya itu dilaporkan dalam bentuk memories kepada Lord Minto,
perencana dan pelaksana ekspedisi tentara Inggris yang berhasil memancangkan
Union Jack di Pulau Jawa pada tahun 1811.
D. Masa 1816-1848
Pada pertengahan tahun 1816 kekuasaan atas Indonesia dipindahkaN dari
tangan pemerintahan Inggris ke tangan pemerintahan Belanda. Penguasa Hindia-
Belanda berpendapat bahwa dalam masa peralihan itu segera akan dapat diadakan
perubahan-perubahan definitif dilapangan kehakiman.
11
menunggu berlakunya peraturan hukum di Belanda itu, sebelum mengadakan
perubahan-perubahan yang definitif.
E. Masa 1848-1928
Pada tahun 1983 hasil kodifikasi di Belanda telah menjadi hukum positif
disana. Jadi tahun 1838 itu adalah saatnya bagi penguasa Hindia-Belanda untuk
memulai berusaha membuat peraturan tetap-konkordant untuk kodifikasi di
Belanda yang akan menggantikan peraturan lama dan peraturan sementara dalam
periode di atas. Untuk dapat melaksanakan usaha itu, Hageman, Presiden Hoor-
Gerechtshof pada tahun 1830 diberi tugas istimewa untuk mempersiapkan suatu
rencana kodifikasi hukum bagi Hindia-Belanda.
Tetapi hasrat itu tinggalah hasrat, karena masa tugasnya berakhir tanpa
menghasilkan sesuatu yang positif.
F. Masa 1928-1945
Dalam karangannya “Setengah Jalan Politik Hukum Adat Baru”, Ter Haar
menggambarkan hasil perundang-undangan dilapangan hukum adat itu sebagai
berikut:
1. Peradilan adat di daerah yang diperintah secara langsung, diberi beberapa
aturan dasar dalam ordonansi dan dalam peraturan pelaksanaannya yang
dibuat oleh residen setempat.
2. Peradilan Swapraja diberi beberapa aturan dasar dalam Zelfbestuursregelen
1938, dalam kontrak dan dalam peraturan daerah Swapraja yang
bersangkutan serta peraturan yang dibuat oleh residen setempat.
3. Hakim desa diberi pengakuan perundang-undangan dalam Staatblad 1935-
102 yang menyisipkan pasal 3a ke dalam R.O.
4. Sebagai salah satu hasil usaha untuk memperbaiki peradilan agama, dalam
pasal 134 I.S (vide ayat (2)) diadakan perubahan menurut Staatblaad 1929-53
yang direalisasikan pada tahun 1973. Pada tanggal 1 Januari 1938 didirikan
Mahkamah Urusan Agama Islam sebagai pengadilan banding atas putusan
Pengadilan Agam yang dikenal dengan nama Raad Agama.
12
5. Tanggal 1 Januari 1938 merupakan hari bersejarah bagi hukum adat, karena
pada waktu itu dalam Raad Van Justitie mendirikan Adatkamer (kamar adat)
di kota Jakarta, yang bertugas mengadili dalam tingkat banding perkara-
perkara hukum privat adat yang telah diputuskan oleh Landraden di jawa,
Palembang, Jambi, Bangka-Belitung, Kalimantan, dan Bali. Pembentukan
Adatkamer itu memberi jaminan lebih baik kepada penerapan hukum adat,
sebab persoalan hukum adat tidak lagi dititipkan kepada Civile Kamer di
Raad Van Justitie, sehingga perhatian terhadap hukum adat itu dapat
dicurahkan secara khusus.
Para sarjana hukum ini menegaskan pentingnya hukum eropa dalam proses
modernisasi masyarakat kita dalam segala segi, sebab hukum itulah tang
merupakan jembatan bagi bangsa dan negara dalam hubungan keluarnya, dan
hukum eropa yang berlaku di Indonesia harus dipandang sebagai hukum nasional,
sebab ia berlaku atas sebagian rakyat yang bukan hanya penduduk tetapi juga
warga negar, termasuk pula bangsa Indonesia asli, serta proses asimilasi ke arah
kebudayaan dan tekhnik barat tidak dapat dihindari lagi. Tetapi dalam proses
asimilasi itu diberikan suatu peranan yang lebih besar kepada hukum adat.
13
mana undang-undang ini berbunyi “Menghapuskan tentang hak kebendaan yang
dapat dibebani hipotik” yang berdasarkan Staatblaad 1918-21 jo. 22 dapat
diberikan kepada pengusaha perkebunan yang menjalankan perusahaannya diatas
tanah swapraja Jogjakarta dan Surakarta.
Sedangkan pada tahun 1960 sampai 1961 juga telah diciptakan peraturan
perundang-undangan yang menggantikan rezim hukum tanah yang lama yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan agraria tahin 1870. Yang terpenting
diantaranya adalah UU No. 2 Tahun 1960 tantang perjanjian bagi hasil, UU No. 5
Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria (Undang-undang Pokok
Agraria), dan Perpu No. 56 Tahun 1960 tentang penetapan luas tanah pertanian,
serta P.P No. 10 Tahun 1961 tantang pendaftaran tanah.
14
BAB VI
PENGGOLONGAN RAKYAT
Lingkungan kuasa hukum adat yang berbatasan dengan badan pribadi itu
pada pokoknya mengikuti batasan penggolongan rakyat. Oleh karena itu untuk
memperoleh gambaran yang jelas mengeanai luas lingkungan berlakunya hukum
adat terlebih dahlu kita harus mengetahui persoalan penggolongan rakyat tersebut.
Dan yang termasuk golongan timur-asing adalah semua orang lainnya seperti
orang cina, arab, india, pakistan, siam , dll.
15
BAB VII
Pada tanggal 1 Januari 1920, saat mulai berlakunya pasal 75 baru R.R
penetapan bagian hukum benda, hukum perutangan, hukum bukti, hukum akibat
16
lampaunya waktu dan hukum kepailitan tidak berlaku lagi bagi golongan timur
asing di daerah Jawa dan Madura, Sumatera Barat, Tapanuli, Bengkulu, Sumatera
Timur, Manado, sulawesi dan Ambon, serta Ternate.
17
BAB IX
Fungsi dan organisasi masyarakat hukum itu merupakan suatu peranan vital
dalam keberlangsungan hukum adat di Indonesia. Fungsi dan organisasi
masyarakat hukum itu selaku bingkai yang turut menentukan kepribadian
kesatuan hukum adat setempat yang dipagarinya, ataupun selaku peta denah dari
halaman kerjanya.
18
1. Ketunggalan silsilah ini dapat dilacak dari satu orang leluhur saja, yaitu sang
pemuka yang menjadi peletak garis dasar keturunan.
2. Ketunggalan silsilah ini juga dapat dilacak dari seorang yang terkemuka tanpa
pembatasa beberapa generasi jauhnya.
3. Ketunggalan silsilah ini lazimnya diperhitungkan melalui suatu rantai
keturunan istimewa yang menuju kepada satu leluhur saja.
4. Dimungkinkan juga garis keturunan yang menetukan ketunggalan silsilah itu
dilacak melalui garis keturunan yang tidak berkententuan.
19