ABSTRAK
Kedudukan Pemerintah Daerah sebagai badan hukum pubik dalam
ketentuan PP No 27 Tahun 2014 dalam pengelolaan barang milik daerah di
dasarkan pada pemanfaatan pendayagunaan barang milik daerah yang tidak
dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat
daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan
bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status
kepemilikan (Ketentuan Pasal 1 Angka (12) PP No.27 Tahun 2014).Bertumpu
pada frasa pinjam pakai, konsep ini telah lama dikenal dalam hukum perdata
sebagaimana disebut dalam Pasal 1740 KUHPerdata bahwa, “Pinjam pakai
adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu
barang kepada pihak lainnya untuk dipakai dengan cuma-cuma, dengan syarat
bahwa yang menerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewatnya
suatu waktu tertentu, akan mengembalikannya”. Sesuai dengan substansi
permasalahan hukum yang hendak dikaji dalam penelitian ini, maka penelitian
ini merupakan penelitian hukum yang bersifat “normatif” (Domatik), yakni
suatu penelitian yang terutama mengkaji ketentuan-ketentuan hukum positif
maupun asas-asas hukum.Gambaran terhadap tulisan ini dapat diambil
kesimpulan bahwa dalam hal pembentukan kontrak pinjam pakai atas barang
milik daerah, melekatnya organ pemerintah sebagai badan hukum publik
(subyek perdata) disatu sisi dalam melakukan tindakan hukum, wajib
didasarkan legalitas bertindak berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dimana pelaksanaan pra kontraktual meliputi pelaksanaan
prosedural yang berlaku, mengingat adanya elemen kebendaan yang dikuasai
oleh pemerintah, yang tunduk pada peraturan-peraturan dibidang hukum
publik. Dalam hal pelaksanaan kontraktual dalam hal para kontraktan sebagai
badan hukum publik (PEMDA), maka unsure syarat sahnya perjanjian
sebagaimana tertuang dalam Pasal 1320 KUHPerdata tidak sepenuhnya
berlaku dalam perjanjian pinjam pakai barang milik daerah. Hal-hal lain
termasuk didalamnya tentang penuangan penggunaan isi kontrak berkenaan
dengan konsep pinjam pakai agar tidak ditafsirkan sama dengan konsep
pinjam meminjam, maupun penitipan serta dalam penetapan waktu dan tanpa
penetapan waktu serta risiko dalam hal pinjam pakai ini, dirumuskan
berdasarkan penundukan dirinya terhadap hal-hal yang diatur dalam
KUHPerdata dengan batasan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.
1
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014
2
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014
tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah mempengaruhi pula dari aspek kecakapan dan
jangka waktu tersebut berakhir diserahkan keberwenangan jabatan (bekwamheid/ambt)
kembali kepada pengelola barang”. dalam melakukan hubungan hukum
Kedua konsep di atas dapat disimpulkan keperdataan (rechtshandelingen). Dari aspek
bahwa : keperdataan sendiri terdapat gambaran
1. Makna pihak dalam ketentuan Pasal 1635 bahwasanya aturan di dalam hukum perdata
KUHPerdata meliputi cakupan yang cukup kita terdapat pembatasan dalam rumusan
luas, baik person, rechts person dengan kebebasan berkontrak itu sendiri. Hal mana
penegasan penggunaan secara cuma-cuma. dapat pula kita lihat dalam rumusan Pasal
2. Makna pihak dalam ketentuan Pasal 1 1339 KUHPerdata yang menyebutkan, “Suatu
Angka (10) PP No. 27Tahun 2014 dibatasi perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal
oleh hanya pemerintah pusat dengan yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya,
pemerintah daerah atau antar pemerintah tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut
daerah tanpa penegasan kata cuma-cuma. sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan,
Perbedaan kedua konsep tersebut kebiasaan atau undang-undang”. Dari
menurut penulis terletak pada kedudukan beberapa rumusan pembatasan tersebut, dalam
kontraktan dalam hal ini adalah selaku hal penundukan tindakan pemerintah daerah
pemerintah pusat/daerah (badan hukum selaku badan hukum publik ke dalam ranah
publik). Karakteristik ini mempengaruhi hukum perdata tetap berada pada koridor
pihak-pihak dalam melakukan hubungan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
keperdataan. Hubungan keperdataan dalam Dengan demikian menjadi sangat mendasar
wilayah privat yang didasarkan pada ketentuan untuk menganalisis tindakan-tindakan
Pasal 1338 KUHPerdata sebagai perwujudan pemerintah sebagaimana dimaksud di atas
kebebasan berkontrak, namun berdasarkan dalam suasana hukum keperdataan kita.
metode sistimatis ketentuan tersebut tidak B. Rumusan Masalah
dapat dipisahkan dengan ketentuan Pasal 1320 Dari uraian tersebut diatas, maka penulis
KUHPerdata sebagai syarat sahnya perjanjian merumuskan masalah yang ingin diteliti
dalam syarat keempat ditegaskan bahwa adalah sebagai berikut :
sahnya perjanjian juga wajib memenuhi unsur 1. Bagaimanakah pembentukan perjanjian
kausa yang dihalalkan atau kausa yang pinjam pakai dimana para kontraktan
diperbolehkan sebagai syarat obyektif. Kausa adalah pemerintah daerah?
yang diperbolehkan atau kausa yang halal ini 2. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian
dimaksudkan tidak bertentangan dengan pinjam pakai barang milik pemerintah
peraturan perundang-undangan. Berkenaan daerah tersebut?
dengan penyimpangan kausa ini sebagai syarat
obyektif, maka konsekuensi hukum menurut II. PEMBAHASAN
rechtsleer perdata perjanjian tersebut batal A. Pembentukan Perjanjian Pakai Atas
demi hukum. Barang Milik Daerah
Unsur syarat sahnya perjanjian yang Tindakan pemerintah sebagai subyek
juga sangat penting dalam hal ini adalah unsur badan hukum publik dalam dalam ranah
kecakapan atau keberwenangan, mengingat perdata secara umum acapkali didahului
kedudukan pemerintah daerah sebagai badan tindakan hukum publik (prosedur
hukum publik di sini tidak lepas dari administratif). Tidak terlepas pula menyangkut
pemegang kewenangan jabatan publik. Hal ini perjanjian pinjam pakai ini. Melekatnya organ
beralasan bahwa kewenangan dalam hukum pemerintah sebagai badan hukum publik
administrasi negara terdiri dari kewenangan (subyek perdata) disatu sisi dalam melakukan
atribusi, delegasi dan mandat. Ketiga tindakan hukum, wajib didasarkan legalitas
kewenangan ini pula mempunyai karakteristik bertindak berdasarkan peraturan perundang-
yang berbeda pula dari segi bentuk dan undangan yang belaku.
konsekuensinya . Hal ini tentunya
3
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014
4
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014
5
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014
6
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014
hukum (rechtspersoonlijkheid) adalah suatu dinyatakan tidak wenang dan tujuan darinya
kemampuan untuk menjadi subjek dari ialah perlindungan pihak lainnya atau
hubungan-hubungan hukum kepentingan umum. Perjanjian yang ditutup
(rechtsbetrekkingen). Jadi siapa-siapa saja atau dibuat oleh pihak yang tidak wenang
yang menjadi subjek hukum, tidak lain biasanya adalah batal demi hukum (nietig);
manusia (natuurlijke persoon) dan badan sedangkan perjanjian yang ditutup oleh
hukum (rechtspersoon).5 mereka yang tidak cakap tidak ipso jure batal
Berkenaan dengan unsur kecakapan sepanjang belum dibatalkan; tetapi sekadar
bertindak dan kriterianya yang lebih tertuju dapat dibatalkan (vernietigbaar).6
pada orang (manusia) daripada badan hukum, Melalui pembedaan antara
penting memperhatikan pendapat yang ketidakcakapan dan ketidakwenangan
dikemukakan oleh Herlien Budiono yang melakukan tindakan hukum tersebut, dapat
membedakan antara ketidakcakapan dan disimpulkan unsur kecakapan sebagai syarat
ketidakwenangan melakukan tindakan hukum, sahnya suatu perjanjian sebagaimana
sebagai berikut: ditentukan dalam Pasal 1320 BW jo. Pasal
Berkenaan dengan ihwal pembuatan 1330 BW adalah syarat yang tidak tepat untuk
perjanjian-perjanjian dengan pembatasan badan hukum sebagai subjek hukum. Bagi
kebebasan berkontrak orang-orang tertentu, suatu badan hukum, kriterianya bukan
maka galibnya dibuat pembedaan antara kecakapan yang dihubungkan pada batas
ketidakcakapan melakukan tindakan umum tetapi kewenangan sebagaimana
(handelingsonbekwaamheid) dan ditentukan dalam peraturan perundang-
ketidakwenangan melakukan tindakan hukum undangan yang berlaku. Terhadap badan
(handelingsonbevoegheid). Pembedaan ini hukum privat (Privaatrechtelijke
tidak dimaktubkan ke dalam undang-undang rechtspersoon) kewenangan melakukan
tetapi dikembangkan oleh ilmu hukum. Tidak tindakan hukum yang ditentukan dalam
cakap adalah mereka yang pada umumnya peraturan perundang-undangan, umumnya
tidak boleh menutup perjanjian. Tidak wenang dijabarkan kembali ke dalam Anggaran Dasar
ialah mereka yang oleh undang-undang (Akte Pendirian) dari badan hukum tersebut,
dilarang menutup perjanjian-perjanjian sedangkan bagi badan hukum publik
tertentu. Ketidakcakapan melakukan tindakan (Publiekrechtelijke rechtspersoon) sesuai
hukum ialah ketidakmampuan umum ketentuan peraturan perundang-undangan yang
(algemene ongeschiktheid) untuk melakukan mengatur badan hukum publik tersebut.
tindakan hukum untuk dan atas dirinya sendiri Demikian pula, apabila dalam teori yang
yang ditetapkan atas dasar ketentuan berlaku selama ini menempatkan
perundang-undangan atau putusan hakim. ketidakcakapan membuat perjanjian sebagai
Ketidakwenangan melakukan tindakan pelanggaran syarat subjektif yang
merujuk pada ketidakmampuan khusus mengakibatkan perjanjian tidak batal demi
(bijzondere ongeschiktheid) sebagaimana hukum tetapi dapat dibatalkan, maka dalam
ditetapkan oleh ketentuan perundang- hal ketidakwenangan membuat perjanjian
undangan untuk melakukan tindakan-tindakan sebagai pelanggaran syarat subjektif,
hukum tertentu. Juga ada perbedaan antara akibatnya perjanjian menjadi batal demi
tujuan dan akibat dari pernyataan tentang hukum. Hal ini didasarkan pada alasan atas
status ketidakcakapan dan ketidakwenangan adanya kepentingan umum yang harus
seseorang. Tujuan dari pernyataan dilindungi dari ketidakwenangan melakukan
ketidakcakapan ialah perlindungan dari pihak
yang tidak cakap; pernyataan tidak wenang
terutama ditujukan terhadap orang yang
6
Herlien Budiono, 2006, Asas Keseimbangan
bagi Hukum Perjanjian Indonesia – Hukum Perjanjian
5
Chidir Ali, 1999, Badan Hukum, Alumni, Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, Citra Aditya
Bandung, hal. 11. Bakti, Bandung, hal. 112-113.
7
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014
8
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014
9
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014
adalah terlarang, apabila dilarang oleh berkenaan dengan interprestasi maksud dari
undang-undang. Atas ketentuan ini, para jurist istilah tersebut.
sepakat bahwa sebab yang halal termasuk Penerapan pelaksanaan khususnya
dalam pengertian tidak bertentangan dengan perjanjian pinjam pakai barang milik daerah,
undang-undang.12 hal yang menjadi penting pula adalah
Dalam hal wewenang pemerintahan pemahaman menyangkut peristilahan atau
yang diberikan peraturan perundang-undangan pengertian pinjam pakai itu sendiri. Dalam
bersifat terikat, pelaksanaan wewenang KUHPerdata terdapat pengertian yang sangat
pemerintahan dengan cara perjanjian tidak penting menyangkut konsep pinjam
diperkenankan. Oleh karena dalam wewenang meminjam ini, jika ditelusuri terdapat dua
yang bersifat terikat, penyerahan wewenang, konsep yang perlu dijadikan perhatian oleh
isi wewenang, dan pelaksanaan wewenang para kontraktan dalam hal ini pihak-pihak
tunduk pada batasan-batasan yuridis.13 Pemerintah Daerah dalam melakukan
Dengan demikian, hal yang pokok dari hubungan hukum keperdataan pinjam pakai
syarat sebab yang halal atau kausa yang ini. Hal mana yang perlu menjadi perhatian
diperbolehkan bahwa pembuatan perjanjian pengaturan dalam Bab XII KUHPerdata diatur
pinjam pakai haruslah dibuat dengan maksud tentang bruikleen (pinjam pakai) dan dalam
atau alasan yang sesuai hukum yang berlaku, Bab XIII diatur tentang verbruiklening
atau dengan kata lain perjanjan tersebut tidak (pinjam pengganti/pinjam pakai habis).
boleh dibuat dalam rangka untuk melakukan Baik bruikleen dan verbruikleen dalam
hal-hal yang bertentangan dengan hukum. pengertiannya adalah sama, namun yang
Syarat objektif yang diuraikan di atas berbeda itu hanyalah obyeknya. Mengenai
(sebab atau kausa yang halal), apabila pinjam pakai (brukleen) obyeknya adalah
dilanggar akan membawa akibat hukum tentang barang/benda yang oleh pihak
bahwa perjanjian yang dilakukan menjadi peminjam pakai dalam prestasinya dianggap
batal demi hukum. Dari keempat syarat sahnya sebagai tidak dapat diganti, sedang dalam
perjanjian, dapat diketahui bahwa supremasi verbruiklening obyeknya adalah mengenai
asas kebebasan berkontrak harus dipahami barang/benda yang oleh pihak bersangkutan
dalam pengertian bukan bebas mutlak, tetapi digunakan untuk dipakai dan dalam
kebebasan yang telah dibatasi baik oleh pasal- prestasinya dianggap sebagai yang dapat
pasal dalam BW itu sendiri maupun ketentuan diganti.
di bidang hukum publik. Tentang pengertian bruikllen (pinjam
Dalam ilmu hukum kontrak sala satu pakai) ini dapat dijumpai dalam Pasal 1740
prinsip yang yang sangat penting menyangkut KUHPerdata. Dan perjanjian pinjam pakai itu
peristilahan yang dituangkan dalam sebuah adalah merupakan perjanjian riil
kontrak, peristilahan ini menjadi penting (reelecontract). Berdasarkan pengertian antara
dikarenakan secara konseptual penuangan bruikleen dan verbruikleening dianggap
peristilahan dalam sebuah kontrak atau penting untuk melihat rumusan Pasal 1742
perjanjian mengakibatkan konsekuensi KUHPerdata, yaitu pasal yang menentukan
perbedaan tentang obyeknya, sebagaimana
12
Hal ini dapat dilihat dalam; Mariam Darus penggunaa kata-kata “niet voor grebruik
Badrulzaman, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, verloren gaat” atau dapat diterjemahkan
Bandung, h. 26-27, Munir Fuady, 2002, Pengantar dengan “tidak musnah-hilang karena
Hukum Bisnis – Menata Bisnis Modern di Era Global, penggunaan/pemakaiannya”. Yang
Citra Adtya Bakti, Bandung, h. 14, dan A. Partomuan
Pohan, 1994, Penggunaan Kontrak Baku (Standard dimaksudkan dengan kata-kata itu, ialah
Contract) dalam Praktek Bisnis di Indonesia, dalam bahwa dalam perjanjian pinjam pakai
Naskah Akademis tentang Kontrak di Bidang barang/benda yang dijadikan obyek perjanjian
Perdagangan, BPHN Departemen Kehakiman, Jakarta, itu pada saat pengembaliannya nanti tidak
hal. 96. boleh barang lain sebagai penggantinya.
13
Ridwan, HR., 2003, Hukum Administrasi
Negara, UII Press, Yogyakarta, hal. 172-173.
10
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014
11
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014
12
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014
menurut KUHPerdata adalah kewajiban untuk penetapan waktu serta risiko dalam hal
memikul kerugian sebagai akibat adanya suatu pinjam pakai ini, dirumuskan berdasarkan
peristiwa di luar salahnya para pihak. Dalam penundukan dirinya terhadap hal-hal yang
risiko yang timbul dari adanya perjanjian diatur dalam KUHPerdata dengan batasan
pinjam pakai ini yang menjadi masalah adalah sesuai ketentuan perundangan yang
siap yang berkewajiban memikul berlaku.
tanggungjawab dimaksud. B. Saran
Ketentuan Pasal 1237 KUHPerdata dan Dalam hal perjanjian pinjam pakai
hanya dapat untuk mengatasi risiko pada dalam ranah publik ini, dianggap perlu bagi
perjanjian sepihak yaitu ditanggung kreditur pemerintah daerah untuk memahami hal-hal
(berpiutang). Sedangkan pada perjanjian baik yang menyangkut teori maupun teknis
timbale balik risiko ditangung oleh debitur terhadap penundukan diri hukum publik ke
(berutang) (Pasal 1545 jo Pasal 1553 dalam ranah perdata. Sehingga makna baik
KUHPerdata). Dalam perjanjian pinjam pakai kedudukan para pihak maupun penuangan isi
sebagaimana diketahui sebagai perjanjian kontrak mendapatkan aturannya sebagaimana
sepihak, maka apabila tidak diperjanjikan mestinya.
menurut ketentua undang-undang, risiko
ditanggung oleh kreditur dalam hal ini pihak
pemakai barang.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Uraian pada bab IV sebelumnya maka
dapat disimpulkan bahwa :
a. Dalam hal pembentukan kontrak pinjam
pakai atas barang milik daerah, melekatnya
organ pemerintah sebagai badan hukum
publik (subyek perdata) disatu sisi dalam
melakukan tindakan hukum, wajib
didasarkan legalitas bertindak berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Dimana pelaksanaan pra
kontraktual meliputi pelaksanaan
prosedural yang berlaku, mengingat adanya
elemen kebendaan yang dikuasai oleh
pemerintah, yang tunduk pada peraturan-
peraturan dibidang hukum publik.
b. Dalam hal pelaksanaan kontraktual dalam
hal para kontraktan sebagai badan hukum
publik (PEMDA), maka unsure syarat
sahnya perjanjian sebagaimana tertuang
dalam Pasal 1320 KUHPerdata tidak
sepenuhnya berlaku dalam perjanjian
pinjam pakai barang milik daerah. Hal-hal
lain termasuk didalamnya tentang
penuangan penggunaan isi kontrak
berkenaan dengan konsep pinjam pakai
agar tidak ditafsirkan sama dengan konsep
pinjam meminjam, maupun penitipan serta
dalam penetapan waktu dan tanpa
13
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku
Hasanuddin Rahman, Seri Ketrampilan Merancang Kontrak Bisnis, Contract Drafting,
PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
Indroharto, Perbuatan Pemerintah Menurut Hukum Publik dan Hukum Perdata, Lembaga
Penelitian Dan Pengembangan Hukum Administrasi Negara, Bogor-Jakarta 1995.
Mariam Darus Badruzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994.
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Cet Kedua, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2003.
Subekti dan R. Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1983.
Sudikno Mertokusumo, Aspek-Aspek Hukum Perjanjian, Makalah yang disampaikan pada
pelatihan praktisi hukum se Indonesia, UGM, Yogyakarta, 1988.
B. Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang - Undang Hukum Perdata
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah
14
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014
BIODATA
15