Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion

Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014

ASPEK HUKUM PERJANJIAN PINJAM PAKAI ATAS BARANG


MILIK PEMERINTAH DAERAH

MUH. SIDIK N. SALAM / D 101 07 289

ABSTRAK
Kedudukan Pemerintah Daerah sebagai badan hukum pubik dalam
ketentuan PP No 27 Tahun 2014 dalam pengelolaan barang milik daerah di
dasarkan pada pemanfaatan pendayagunaan barang milik daerah yang tidak
dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat
daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan
bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status
kepemilikan (Ketentuan Pasal 1 Angka (12) PP No.27 Tahun 2014).Bertumpu
pada frasa pinjam pakai, konsep ini telah lama dikenal dalam hukum perdata
sebagaimana disebut dalam Pasal 1740 KUHPerdata bahwa, “Pinjam pakai
adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu
barang kepada pihak lainnya untuk dipakai dengan cuma-cuma, dengan syarat
bahwa yang menerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewatnya
suatu waktu tertentu, akan mengembalikannya”. Sesuai dengan substansi
permasalahan hukum yang hendak dikaji dalam penelitian ini, maka penelitian
ini merupakan penelitian hukum yang bersifat “normatif” (Domatik), yakni
suatu penelitian yang terutama mengkaji ketentuan-ketentuan hukum positif
maupun asas-asas hukum.Gambaran terhadap tulisan ini dapat diambil
kesimpulan bahwa dalam hal pembentukan kontrak pinjam pakai atas barang
milik daerah, melekatnya organ pemerintah sebagai badan hukum publik
(subyek perdata) disatu sisi dalam melakukan tindakan hukum, wajib
didasarkan legalitas bertindak berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dimana pelaksanaan pra kontraktual meliputi pelaksanaan
prosedural yang berlaku, mengingat adanya elemen kebendaan yang dikuasai
oleh pemerintah, yang tunduk pada peraturan-peraturan dibidang hukum
publik. Dalam hal pelaksanaan kontraktual dalam hal para kontraktan sebagai
badan hukum publik (PEMDA), maka unsure syarat sahnya perjanjian
sebagaimana tertuang dalam Pasal 1320 KUHPerdata tidak sepenuhnya
berlaku dalam perjanjian pinjam pakai barang milik daerah. Hal-hal lain
termasuk didalamnya tentang penuangan penggunaan isi kontrak berkenaan
dengan konsep pinjam pakai agar tidak ditafsirkan sama dengan konsep
pinjam meminjam, maupun penitipan serta dalam penetapan waktu dan tanpa
penetapan waktu serta risiko dalam hal pinjam pakai ini, dirumuskan
berdasarkan penundukan dirinya terhadap hal-hal yang diatur dalam
KUHPerdata dengan batasan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.

Kata Kunci : Perjanjian, Pinjam Pakai, Barang Milik Pemerintah Daerah

1
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014

I. PENDAHULUAN memajukan kesejahteraan masyarakatnya


A. Latar Belakang dalam sektor pembangunan ekonomi melalui
Peraturan Pemerintah Republik instrument ranah keperdataan. Pemerintah
Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 Tentang daerah mewujudkan dirinya sebagai subyek
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah hukum perdata menjelma dalam rechts figure
(selanjutnya disebut PP No.27 Tahun 2014) sebagai badan hukum publik. Kedudukan
dalam landasan menimbangnya menyatakan Pemerintah Daerah sebagai Badan Hukum
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 48 Publik dapat kita lihat dalam Ketentuan Pasal
Ayat (2) dan Pasal 29 Ayat (6) Undang- 1653 KUHPerdata, yaitu :
Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang “selainnya perseroan yang sejati oleh
Perbendaharaan Negara, maka dianggap perlu undang-undang diakui pula perhimpunan-
menetapkan aturan operasional dalam rangka perhimpunan orang sebagai perkumpulan-
pengelolaan barang milik negara/daerah. perkumpulan, baik perkumpulan-
Sebelum beranjak lebih jauh dalam penulisan perkumpulan itu diadakan atau diakui
ini, penulis perlu menegaskan bahwa yang sebagai demikian oleh kekuasaan umum,
dimaksud dengan pengelolaan barang dalam maupun perkumpulan-perkumpulan itu
hal ini adalah barang milik daerah mengingat diterima sebagai diperbolehkan, atau telah
cakupan yang cukup luas dalam aturan ini didirikan untuk suatu maksud tertentu yang
meliputi pula pengelolaan barang milik tidak bertentangan dengan undang-undang
negara. atau kesusilaan”.
Barang milik daerah sebagaimana Kedudukan Pemerintah Daerah sebagai
dimaksud dalam Pasal 1 Angka (2) jo Pasal 2 badan hukum pubik dalam ketentuan PP No
Ayat (1) huruf b PP No. 27 Tahun 2014 27 Tahun 2014 dalam pengelolaan barang
adalah, “semua barang yang dibeli atau milik daerah di dasarkan pada pemanfaatan
diperoleh atas beban APBD atau berasal dari pendayagunaan barang milik daerah yang
perolehan lainnya yang sah”. Selanjutnya tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok
Pasal 2 Ayat (2) huruf b menyebutkan bahwa, dan fungsi satuan kerja perangkat daerah,
“barang sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama
huruf b meliputi : huruf b-nya menegaskan pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun
adalah barang yang diperoleh sebagai guna serah dengan tidak mengubah status
pelaksanaan dari perjanjian/kontrak. kepemilikan (Ketentuan Pasal 1 Angka (12)
Sejalan dengan Peraturan Daerah PP No.27 Tahun 2014).
Provinsi Sulawesi Tengah Nomor 04 Tahun Bertumpu pada frasa pinjam pakai,
2009 Tentang Pengelolaan Barang Milik konsep ini telah lama dikenal dalam hukum
Daerah Pasal 24 Ayat (5) (selanjutnya disebut perdata sebagaimana disebut dalam Pasal 1740
PERDA Prov. SULTENG No.04/2009) KUHPerdata bahwa, “Pinjam pakai adalah
menyatakan bahwa “pelaksanaan pinjam pakai suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu
dilakukan berdasarkan surat perjanjian yang memberikan suatu barang kepada pihak
sekurang-kurangnya memuat : lainnya untuk dipakai dengan cuma-cuma,
a. Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian; dengan syarat bahwa yang menerima barang
b. Jenis, luas dan jumlah barang yang ini, setelah memakainya atau setelah lewatnya
dipinjamkan; suatu waktu tertentu, akan
c. Jangka waktu peminjaman; mengembalikannya”.
d. Tanggung jawab peminjam atas biaya Konsep yang berbeda, dijumpai pula
operasional dan pemeliharaan selama dalam ketentuan Pasal 1 Angka (10) PP No.
waktu peminjaman; dan 27 Tahun 2014 ini, yang mana disebutkan
e. Persyaratan lain yang dianggap perlu. bahwa, “Pinjam pakai adalah penyerahan
Ketentuan tersebut mengisyaratkan penggunaan barang antara pemerintah pusat
bahwa terdapat ruang bagi pemerintah daerah dengan pemerintah daerah dan antar
untuk melaksanakan fungsinya dalam hal pemerintah daerah dalam jangka waktu

2
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014

tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah mempengaruhi pula dari aspek kecakapan dan
jangka waktu tersebut berakhir diserahkan keberwenangan jabatan (bekwamheid/ambt)
kembali kepada pengelola barang”. dalam melakukan hubungan hukum
Kedua konsep di atas dapat disimpulkan keperdataan (rechtshandelingen). Dari aspek
bahwa : keperdataan sendiri terdapat gambaran
1. Makna pihak dalam ketentuan Pasal 1635 bahwasanya aturan di dalam hukum perdata
KUHPerdata meliputi cakupan yang cukup kita terdapat pembatasan dalam rumusan
luas, baik person, rechts person dengan kebebasan berkontrak itu sendiri. Hal mana
penegasan penggunaan secara cuma-cuma. dapat pula kita lihat dalam rumusan Pasal
2. Makna pihak dalam ketentuan Pasal 1 1339 KUHPerdata yang menyebutkan, “Suatu
Angka (10) PP No. 27Tahun 2014 dibatasi perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal
oleh hanya pemerintah pusat dengan yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya,
pemerintah daerah atau antar pemerintah tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut
daerah tanpa penegasan kata cuma-cuma. sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan,
Perbedaan kedua konsep tersebut kebiasaan atau undang-undang”. Dari
menurut penulis terletak pada kedudukan beberapa rumusan pembatasan tersebut, dalam
kontraktan dalam hal ini adalah selaku hal penundukan tindakan pemerintah daerah
pemerintah pusat/daerah (badan hukum selaku badan hukum publik ke dalam ranah
publik). Karakteristik ini mempengaruhi hukum perdata tetap berada pada koridor
pihak-pihak dalam melakukan hubungan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
keperdataan. Hubungan keperdataan dalam Dengan demikian menjadi sangat mendasar
wilayah privat yang didasarkan pada ketentuan untuk menganalisis tindakan-tindakan
Pasal 1338 KUHPerdata sebagai perwujudan pemerintah sebagaimana dimaksud di atas
kebebasan berkontrak, namun berdasarkan dalam suasana hukum keperdataan kita.
metode sistimatis ketentuan tersebut tidak B. Rumusan Masalah
dapat dipisahkan dengan ketentuan Pasal 1320 Dari uraian tersebut diatas, maka penulis
KUHPerdata sebagai syarat sahnya perjanjian merumuskan masalah yang ingin diteliti
dalam syarat keempat ditegaskan bahwa adalah sebagai berikut :
sahnya perjanjian juga wajib memenuhi unsur 1. Bagaimanakah pembentukan perjanjian
kausa yang dihalalkan atau kausa yang pinjam pakai dimana para kontraktan
diperbolehkan sebagai syarat obyektif. Kausa adalah pemerintah daerah?
yang diperbolehkan atau kausa yang halal ini 2. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian
dimaksudkan tidak bertentangan dengan pinjam pakai barang milik pemerintah
peraturan perundang-undangan. Berkenaan daerah tersebut?
dengan penyimpangan kausa ini sebagai syarat
obyektif, maka konsekuensi hukum menurut II. PEMBAHASAN
rechtsleer perdata perjanjian tersebut batal A. Pembentukan Perjanjian Pakai Atas
demi hukum. Barang Milik Daerah
Unsur syarat sahnya perjanjian yang Tindakan pemerintah sebagai subyek
juga sangat penting dalam hal ini adalah unsur badan hukum publik dalam dalam ranah
kecakapan atau keberwenangan, mengingat perdata secara umum acapkali didahului
kedudukan pemerintah daerah sebagai badan tindakan hukum publik (prosedur
hukum publik di sini tidak lepas dari administratif). Tidak terlepas pula menyangkut
pemegang kewenangan jabatan publik. Hal ini perjanjian pinjam pakai ini. Melekatnya organ
beralasan bahwa kewenangan dalam hukum pemerintah sebagai badan hukum publik
administrasi negara terdiri dari kewenangan (subyek perdata) disatu sisi dalam melakukan
atribusi, delegasi dan mandat. Ketiga tindakan hukum, wajib didasarkan legalitas
kewenangan ini pula mempunyai karakteristik bertindak berdasarkan peraturan perundang-
yang berbeda pula dari segi bentuk dan undangan yang belaku.
konsekuensinya . Hal ini tentunya

3
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014

Perjanjian pinjam pakai barang milik bangunan tersebut diperlukan untuk


pemerintah daerah baik yang diatur dalam PP kepentingan penyelenggaraan tugas
No.27 Tahun 2014, selanjutnya hal yang sama pokok dan fungsi pengguna barang
diatur pula dalam PERDA Pov. Sulteng No. dan/atau kuasa pengguna barang yang
04 Tahun 2009 ini, terdapat pula alur yaitu pra bersangkutan.
kontraktual – kontraktual – pelaksanaan 2) Pengguna barang dan/atau kuasa
kontrak. Pelaksanaan pra kontraktual meliputi pengguna barang wajib menyerahkan
pelaksanaan prosedural yang berlaku, tanah dan/atau bangunan yang tidak
mengingat adanya elemen kebendaan yang digunakan sebagaimana dimaksud pada
dikuasai oleh pemerintah, yang tunduk pada ayat (1) kepada:
peraturan-peraturan dibidang hukum publik. a. pengelola barang untuk barang milik
Perjanjian pinjam pakai antar negara; atau
pemerintah pusat dan daerah maupun antar b. gubernur/bupati/walikota melalui
pemerintah daerah sendiri (secara khusus di pengelola barang untuk barang milik
bahas antar pemerintah daerah), didahului daerah.
dengan penetapan status penggunaan barang Pasal 17
milik daerah oleh gubernur, bupati /walikota.1 1) Pengelola barang menetapkan barang
Penetapan status penggunaan barang milik milik negara berupa tanah dan/atau
daerah tersebut di atas didasarkan atas laporan bangunan yang harus diserahkan oleh
yang disampaikan oleh pengguna pengguna barang karena sudah tidak
barang/satuan kerja perangkat daerah (SKPD) digunakan untuk menyelenggarakan
kepada pengelola barang disertai usul tugas pokok dan fungsi instansi
penggunaannya.2 bersangkutan.
Laporan serta usul penggunaannya 2) Gubernur/bupati/walikota menetapkan
kemudian diteliti oleh pengelola barang barang milik daerah berupa tanah
(Sekda) dan kemudian diteruskan dengan dan/atau bangunan yang harus
mengajukan usul yang dimaksud kepada diserahkan oleh pengguna barang karena
gubernur, bupati/walikota3 untuk ditetapkan sudah tidak digunakan untuk
statusnya sebagaimana telah disinggung di menyelenggarakan tugas pokok dan
atas. Hal mana dapat dilihat dalam ketentuan- fungsi instansi bersangkutan.
ketentuan PP No.27 Tahun 2014 sebagai 3) Dalam menetapkan penyerahan
berikut: sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pasal 15 pengelola barang memperhatikan hal-hal
Barang milik negara/daerah dapat sebagai berikut:
ditetapkan status penggunaannya untuk a. standar kebutuhan tanah dan/atau
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi bangunan untuk menyelenggarakan
kementerian negara/lembaga/satuan kerja dan menunjang tugas pokok dan
perangkat daerah, untuk dioperasikan oleh fungsi instansi bersangkutan;
pihak lain dalam rangka menjalankan b. hasil audit atas penggunaan tanah
pelayanan umum sesuai tugas pokok dan dan/atau bangunan.
fungsi kementerian negara/lembaga/satuan 4) Tindak lanjut pengelolaan atas
kerja perangkat daerah yang bersangkutan. penyerahan tanah dan/atau bangunan
Pasal 16 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
1) Penetapan status penggunaan tanah meliputi hal-hal sebagai berikut:
dan/atau bangunan dilakukan dengan a. ditetapkan status penggunaannya
ketentuan bahwa tanah dan/atau untuk penyelenggaraan tugas pokok
dan fungsi instansi pemerintah
1
lainnya;
Pasal 13 huruf b PP No.6/2006
2
Pasal 14 Ayat (2) huruf a
3
Pasal 14 Ayat (2) huruf b

4
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014

b. dimanfaatkan dalam rangka Senada dengan hal tersebut di atas


optimalisasi barang milik dalam PERDA Prov. Sulteng No.04 Tahun
negara/daerah; 2009 Tentang Pengelolaan Barang Milik
c. dipindahtangankan. Daerah, menyangkut pra kontraktual
Pasal 18 pinjam pakai atas barang milik daerah
1) Pengguna barang milik negara yang wajib memenuhi prosedur sebagaimana
tidak menyerahkan tanah dan/atau ditentukan dalam ketentuan-ketentuan pasal
bangunan yang tidak digunakan untuk di bawah ini sebagai berikut :
menyelenggarakan tugas pokok dan Pasal 14
fungsi instansi bersangkutan kepada 1) Status penggunaan barang milik daerah
pengelola barang dikenakan sanksi diteapkan oleh Gubernur;
berupa pembekuan dana pemeliharaan 2) Barang milik daerah dapat ditetapkan
tanah dan/atau bangunan dimaksud. status penggunaannya untuk
2) Pengguna barang milik daerah yang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
tidak menyerahkan tanah dan/atau SKPD, untuk dioperasikan oleh pihak
bangunan yang tidak digunakan untuk lain dalam rangka menjalankan
menyelenggarakan tugas pokok dan pelayanan umum sesuai tugas pokok dan
fungsi instansi yang bersangkutan fungsi SKPD yang bersangkutan.
kepada gubernur/bupati/walikota Lebih lanjut dalam ketentuan Pasal
dikenakan sanksi berupa pembekuan 15 ditegaskan pula bahwa :
dana pemeliharaan tanah dan/atau Ayat (1) :
bangunan dimaksud. Penetapan status penggunaan tanah
3) Tanah dan/atau bangunan yang tidak dan/atau bangunan dilakukan dengan
digunakan sesuai dengan Pasal 16 ayat ketentuan bahwa tanah dan/atau
(1) dicabut penetapan status bangunan tersebut diperlukan untuk
penggunaannya. kepentingan penyelenggaraan tugas
Kriteria Pemanfaatan : pokok dan fungsi pengguna barang
Pasal 19 dan/atau kuasa pengguna barang yang
1) Pemanfaatan barang milik daerah berupa bersangkutan;
tanah dan/atau bangunan sebagaimana Ayat (2) :
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) Pengguna barang dan/atau kuasa
dilaksanakan oleh pengelola barang pengguna barang wajib menyerahkan
setelah mendapat persetujuan tanah dan/atau bangunan yang tidak
gubernur/bupati/walikota. digunakan sebagaimana dimaksud pada
2) Pemanfaatan barang milik negara/daerah Ayat (1) kepada Gubernur melalui
berupa tanah dan/atau bangunan yang pengelola barang;
diperlukan untuk menunjang Ayat (3) :
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
pengguna barang/kuasa pengguna cara penetapan status pengguanaan
barang dilakukan oleh pengguna barang barang milik daerah diatur dengan
dengan persetujuan pengelola barang. Peraturan Gubernur.Dari uraian di atas
3) Pemanfaatan barang milik negara/daerah berkenaan dengan barang milik daerah
selain tanah dan/atau bangunan nampak jelas bahwasannya yang
dilaksanakan oleh pengguna barang diterjemahkan menyangkut obyek
dengan persetujuan pengelola barang. tertentu dalam ketentuan Pasal 1320
4) Pemanfaatan barang milik negara/daerah KUHPerdata, di batasi pengelolaan
dilaksanakan berdasarkan pertimbangan pemanfaatannya melalui mekanisme pra
teknis dengan memperhatikan kontraktual sebelum masuk dalam
kepentingan negara/daerah dan kontrak oleh para pihak, hal ini dapat
kepentingan umum. dipahami menyangkut kedudukan

5
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014

dan/atau status barang yang akan pemerintahan Tindakan hukum


dipinjam pakai dimaksud dikuasai oleh (rechtshandeling) dibedakan atas tindakan
ranah hukum adminsitrasi negara. berdasarkan hukum privat dan tindakan
Kriterium di atas oleh KUHPerdata berdasarkan hukum publik. 4
sendiri memang membatasi dirinya dalam Atas penggunaan figur hukum Pinjam
hal ini, atau dengan kata lain takala Pakai ini, pertama-tama yang diperhatikan
kontraktan maupun obyek tertentu yang ketentuan Pasal 1320 Burgerlijk Wetboek -
diperjanjikan itu merupakan pemerintah Staatsblad 1847 Nomor 23, (disingkat, BW),
atau obyeknya dikuasai oleh pemerintah, bahwa: Untuk sahnya suatu perjanjian
maka kriteriumnya terjelma berdasarkan diperlukan empat syarat:
ketentuan syarat ke-empat 1320 1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
KUHPerdata tentang kausa yang 2. kecakapan untuk membuat suatu suatu
diperbolehkan dalam hal ini ketentuan perikatan;
undang-undang maupun di antaranya Pasal 3. suatu hal tertentu;
1337 KUHPerdata yang menyatakan bahwa 4. suatu sebab yang halal.
perjanjian itu tidak hanya mengikat dari apa Menyangkut syarat kecakapan, terdapat
yang dijanjikan, akan tetapi mengikat pula masalah dengan ketentuan Pasal 1330 BW
hal-hal menyangkut undang-undang, yang menentukan, bahwa:
ketertiban umum dan kepatutan. Tak cakap untuk membuat suatu
B. Pelaksanaan Perjanjian Pinjam Pakai perjanjian adalah:
Atas Barang Milik Pemerintah Daerah 1. orang-orang yang belum dewasa;
Setelah terpenuhinya syarat prosedur 2. mereka yang ditaruh di bawah
sebagaimana dimaksud di atas menyangkut pengampuan;
obyeknya, maka selanjutnya para pihak (antar 3. orang-orang perempuan, dalam hal-hal
pemerintah daerah) masuk dalam perjanjian yang ditetapkan oleh undang-undang, dan
pinjam pakai. Sebagai konsekuensinya, pada umumnya semua orang kepada siapa
ketentuan hukum yang berlaku untuk itu undang-undang telah melarang membuat
adalah ketentuan hukum privat sebagaimana perjanjian-perjanjian tertentu.
diatur dalam Buku III Burgerlijk Weetboek Dari kriteria orang yang belum dewasa
(BW). sebagai tak cakap membuat perjanjian,
Perjanjian mana harus memenuhi unsur- demikian pula penggunaan istilah “orang”
unsur yang ditentukan dalam Pasal 1320 BW, dalam kriteria lainnya, dapat dikatakan bahwa
yaitu kecakapan atau kewenangan bertindak, ketentuan tersebut lebih ditujukan bagi orang
sesuatu hal tertentu (objek yang jelas), dan sebagai subjek hukum, padahal orang
suatu sebab atau kausa yang halal. Sekalipun bukanlah satu-satunya subjek hukum, karena
sebelumnya telah disinggung, namun untuk masih ada subjek hukum lainnya, yaitu segala
lebih jelasnya, berikut ini dijelaskan unsur- sesuatu yang menurut hukum dapat
unsur lain yang dimaksud. Hal ini mempunyai hak dan kewajiban, yakni badan
dimungkinkan di dalam pelaksanaan urusan hukum (rechtspersoon). Chidir Ali setelah
pemerintahan, oleh karena tindakan hukum melakukan telaah, berkesimpulan bahwa
tata usaha negara yang dikenal untuk maksud subjek hukum adalah manusia yang
tersebut, tidak saja terbatas pada tindakan berkepribadian hukum dan segala sesuatu
berdasarkan hukum publik melainkan juga yang berdasarkan tuntutan kebutuhan
hukum privat. Untuk lebih jelasnya dapat masyarakat yang oleh hukum diakui sebagai
dilihat dari pendapat Philipus M. Hadjon pendukung hak dan kewajiban. Kepribadian
bahwa:
Tindak pemerintahan
4
(bestuurschandeling) adalah tindakan atau Philipus M. Hadjon, 1987, Pengertian-
perbuatan yang dilakukan oleh administrasi Pengertian Dasar tentang Tindak Pemerintahan
(Bestuurshandeling), Fak.Hukum UNAIR, Surabaya,
negara dalam melaksanakan tugas hal. 1 dan 3.

6
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014

hukum (rechtspersoonlijkheid) adalah suatu dinyatakan tidak wenang dan tujuan darinya
kemampuan untuk menjadi subjek dari ialah perlindungan pihak lainnya atau
hubungan-hubungan hukum kepentingan umum. Perjanjian yang ditutup
(rechtsbetrekkingen). Jadi siapa-siapa saja atau dibuat oleh pihak yang tidak wenang
yang menjadi subjek hukum, tidak lain biasanya adalah batal demi hukum (nietig);
manusia (natuurlijke persoon) dan badan sedangkan perjanjian yang ditutup oleh
hukum (rechtspersoon).5 mereka yang tidak cakap tidak ipso jure batal
Berkenaan dengan unsur kecakapan sepanjang belum dibatalkan; tetapi sekadar
bertindak dan kriterianya yang lebih tertuju dapat dibatalkan (vernietigbaar).6
pada orang (manusia) daripada badan hukum, Melalui pembedaan antara
penting memperhatikan pendapat yang ketidakcakapan dan ketidakwenangan
dikemukakan oleh Herlien Budiono yang melakukan tindakan hukum tersebut, dapat
membedakan antara ketidakcakapan dan disimpulkan unsur kecakapan sebagai syarat
ketidakwenangan melakukan tindakan hukum, sahnya suatu perjanjian sebagaimana
sebagai berikut: ditentukan dalam Pasal 1320 BW jo. Pasal
Berkenaan dengan ihwal pembuatan 1330 BW adalah syarat yang tidak tepat untuk
perjanjian-perjanjian dengan pembatasan badan hukum sebagai subjek hukum. Bagi
kebebasan berkontrak orang-orang tertentu, suatu badan hukum, kriterianya bukan
maka galibnya dibuat pembedaan antara kecakapan yang dihubungkan pada batas
ketidakcakapan melakukan tindakan umum tetapi kewenangan sebagaimana
(handelingsonbekwaamheid) dan ditentukan dalam peraturan perundang-
ketidakwenangan melakukan tindakan hukum undangan yang berlaku. Terhadap badan
(handelingsonbevoegheid). Pembedaan ini hukum privat (Privaatrechtelijke
tidak dimaktubkan ke dalam undang-undang rechtspersoon) kewenangan melakukan
tetapi dikembangkan oleh ilmu hukum. Tidak tindakan hukum yang ditentukan dalam
cakap adalah mereka yang pada umumnya peraturan perundang-undangan, umumnya
tidak boleh menutup perjanjian. Tidak wenang dijabarkan kembali ke dalam Anggaran Dasar
ialah mereka yang oleh undang-undang (Akte Pendirian) dari badan hukum tersebut,
dilarang menutup perjanjian-perjanjian sedangkan bagi badan hukum publik
tertentu. Ketidakcakapan melakukan tindakan (Publiekrechtelijke rechtspersoon) sesuai
hukum ialah ketidakmampuan umum ketentuan peraturan perundang-undangan yang
(algemene ongeschiktheid) untuk melakukan mengatur badan hukum publik tersebut.
tindakan hukum untuk dan atas dirinya sendiri Demikian pula, apabila dalam teori yang
yang ditetapkan atas dasar ketentuan berlaku selama ini menempatkan
perundang-undangan atau putusan hakim. ketidakcakapan membuat perjanjian sebagai
Ketidakwenangan melakukan tindakan pelanggaran syarat subjektif yang
merujuk pada ketidakmampuan khusus mengakibatkan perjanjian tidak batal demi
(bijzondere ongeschiktheid) sebagaimana hukum tetapi dapat dibatalkan, maka dalam
ditetapkan oleh ketentuan perundang- hal ketidakwenangan membuat perjanjian
undangan untuk melakukan tindakan-tindakan sebagai pelanggaran syarat subjektif,
hukum tertentu. Juga ada perbedaan antara akibatnya perjanjian menjadi batal demi
tujuan dan akibat dari pernyataan tentang hukum. Hal ini didasarkan pada alasan atas
status ketidakcakapan dan ketidakwenangan adanya kepentingan umum yang harus
seseorang. Tujuan dari pernyataan dilindungi dari ketidakwenangan melakukan
ketidakcakapan ialah perlindungan dari pihak
yang tidak cakap; pernyataan tidak wenang
terutama ditujukan terhadap orang yang
6
Herlien Budiono, 2006, Asas Keseimbangan
bagi Hukum Perjanjian Indonesia – Hukum Perjanjian
5
Chidir Ali, 1999, Badan Hukum, Alumni, Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, Citra Aditya
Bandung, hal. 11. Bakti, Bandung, hal. 112-113.

7
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014

perbuatan hukum tersebut. Herlien Budiono Dalam perbuatan hukum pemerintah di


menjelaskan lebih lanjut, bahwa: bidang hukum perdata, para ahli hukum
Dalam hal ketidakwenangan bertindak memiliki pandangan yang sama bahwa
titik tolaknya ialah bahwa adanya cacat kewenangan Gubernur, Bupati dan atau
(kekurangan) khusus untuk melakukan Walikota membuat suatu perjanjian adalah
perbuatan hukum tertentu atas dasar mana kewenangan dari suatu organ yang mewakili
terjadi ketidakseimbangan. Dengan sendirinya kepentingan badan hukum – sebagaimana
perbuatan hukum yang dilakukan oleh orang fungsi organ tubuh yang melakukan tindakan
yang tidak berwenang adalah batal demi hukum untuk kepentingan manusia sebagai
hukum kendati tidak untuk setiap subjek hukum. F.A.M. Stroink dan J.G.
ketidakwenangan bertindak ancamannya Steenbeek menyatakan:
adalah kebatalan demi hukum (Pasal 1:88-89 “wanneer openbare lichaam-
BW-Baru Belanda) – (huruf tebal, penulis). rechtspersonen aan het privaatrechtelijk
Dalam hal demikian, berpijak dari asas rechtsverkeer deelnemen doen zij dat niet
keseimbangan, adalah tidak adil bila tindakan- als overheid, als gezagsorganisatie, maar
tindakan hukum yang dilakukan orang yang nemen zij rechtens op gelijke voet met de
tidak berwenang memunculkan akibat hukum. burger deel aan dat verkeer. Deze
Atas dasar alasan itu pula, maka untuk openbare lichaam-rechtspersonen zijn,
melindungi kepentingan umum dan kepastian deelnemende aan het privaatrechtelijke
hukum, sanksi yang ditetapkan terhadapnya rechtsverkeer, in principe op dezelfde wijze
adalah kebatalan demi hukum.7 onderworpen aan de rechtsmacht van de
Daerah otonom sebagai badan hukum gewone rechter als de burger”.8
harus ada organ yang mengurus kepentingan (Ketika badan hukum publik terlibat dalam
badan hukum dimaksud berkenaan apa yang pergaulan hukum keperdataan, ia bertindak
menjadi hak dan kewajibannya sebagai subjek tidak sebagai pemerintah, sebagai
hukum. Untuk maksud tersebut, Pasal 24 UU organisasi kekuasaan, tetapi ia terlibat
No. 32 Tahun 2004 menentukan: bersama-sama dengan warga negara
1. Setiap daerah dipimpin oleh kepala berdasarkan hukum perdata. Badan hukum
Pemerintah Daerah yang disebut kepala publik yang terlibat dalam pergaulan
daerah. hukum berdasarkan hukum privat, pada
2. Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada dasarnya harus tunduk pada kekuasaan
ayat (1) untuk provinsi disebut Gubernur, hukum dari hakim (peradilan) biasa,
untuk kabupaten di sebut Bupati, dan untuk sebagaimana halnya warga negara).
kota disebut Walikota. Sebelum menelaah pendapat tersebut,
Ketentuan pasal tersebut harus perlu dilihat pendapat yang sama dari J.B.J.M.
dihubungkan dengan ketentuan Pasal 25 UU ten Berge bahwa, “Dat het civielrechtelijk
No. 32 Tahun 2004 yang menentukan, Kepala handeling van de overheid niet geschiedt door
Daerah mempunyai tugas dan wewenang “bestuursorgaan”, maar door
antara lain adalah memimpin penyelenggaraan “rechtspersonen”.9 (Tindakan hukum
pemerintahan daerah (huruf a) dan mewakili keperdataan dari pemerintah itu tidak
daerahnya di dalam dan di luar pengadilan dijalankan oleh pemerintah, tetapi oleh badan
(huruf f). hukumnya).
Atas dasar ketentuan di atas, maka dapat Dengan demikian dari kedua pendapat di
diketahui bahwa unsur kewenangan sebagai atas, dapat diketahui bahwa tindakan hukum
syarat sahnya suatu perjanjian yang dibuat
daerah otonom sebagai badan hukum publik 8
F.A.M. Stroink en J.G. Steenbeek, 1985,
adalah berada di tangan Gubernur, Bupati dan Inleiding in het Staats-en Administratief Recht,
atau Walikota. Samsom H.D. Tjeenk Willink, Alphen aan den Rijn,
hal. 28.
9
J.B.J.M. ten Bergee, 1994, Bestuuren Door de
7
Ibid., hal. 437-438. Overheid, W.E.J. Tjeenk Willink, Deventer, hal. 194.

8
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014

keperdataan melalui penandatanganan ketentuan hukum perdata adalah kewenangan


perjanjian tidak dilakukan dalam kedudukan dari suatu organ pemerintahan untuk
pemerintah sebagai penguasa dengan kepentingan daerah otonom sebagai badan
rakyatnya (hubungan sub-ordinasi), tetapi oleh hukum publik. Di sini tindakan hukum
pemerintah (kepala daerah) sebagai wakil Pemerintah Daerah di dalam pembuatan
badan hukum yang berada dalam hubungan perjanjian menurut teori badan hukum, adalah
yang sederajat dengan pihak lain. tindakan hukum dari organ yang sengaja
Ahli hukum di Indonesia juga sepakat dibentuk untuk kepentingan badan hukum
atas substansi pendapat tersebut. Philipus M. yang diwakilinya.11 Tindakan atau perbuatan
Hadjon menyatakan bahwa: Selaku badan hukum dari organ tersebut dipersonifikasikan
hukum (legal person, rechtspersoon), badan sebagai perbuatan hukum dari suatu badan
atau pejabat tata usaha negara mengikat hukum. Hal ini terjadi, karena badan hukum
dirinya pada pelbagai perjanjian keperdataan. (legal person, rechtspersoon) tidak seperti
... Di sini badan atau pejabat tata usaha negara manusia sebagai subjek hukum, sehingga
menjalankan peranan sebagai pelaku hukum untuk kepentingan badan hukum dibentuklah
keperdataan (civil actor). Perbuatan hukum organ – dalam hal ini organ pemerintahan
yang dilakukan badan atau pejabat tata usaha yang berwenang mengatur dan mengurus
negara itu tidak berdasarkan hukum publik, urusan pemerintahan di daerah. Atas dasar
tetapi didasarkan pada peraturan perundang- kedudukan Gubernur, Bupati, dan atau
undangan hukum perdata (privaatrechts), Walikota sebagai wakil daerah otonom, maka
sebagaimana lazimnya peraturan perundang- ketentuan Pasal 1340 ayat (1) BW yang
undangan yang mendasari perbuatan hukum menentukan, suatu perjanjian hanya berlaku
keperdataan yang dilakukan seorang warga antara pihak-pihak yang membuatnya, tidak
dan badan hukum perdata.10 bisa ditafsirkan bahwa perjanjian hanya
Berkenaan dengan pendapat ini, hal mengikat pejabat Gubernur, Bupati, dan atau
yang perlu dijelaskan bahwa apabila dalam Walikota, tetapi juga mengikat masyarakat
uraian sebelumnya banyak menyebutkan yang menjadi bahagian dalam suatu sistem
pasal-pasal dalam UU No. 32 Tahun 2004, badan hukum.
tidaklah berarti bahwa hal itu bertentangan Unsur kempat dari syarat sahnya
dengan pendapat tersebut. Oleh karena pasal- Perjanjian Kerjasama Antardaerah, menurut
pasal yang dikutip tersebut adalah pasal-pasal ketentuan Pasal 1335 BW bahwa suatu
yang dimaksudkan untuk melihat organ yang perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat
berwenang mewakili kepentingan daerah karena sesuatu sebab yang palsu atau
sebagai badan hukum publik di dalam terlarang, tidak mempunyai kekuatan. Pasal
perbuatan hukum perdata. Dalam hal 1337 BW juga menentukan bahwa suatu sebab
menyangkut hubungan hukum yang timbul
11
dari perbuatan pemerintah di bidang hukum Teori badan hukum yang dimaksud adalah
perdata aturan yang berlaku berdasarkan pada teori orgaan, yang dipelopori Otto von Gierke – Jerman
ketentuan-ketentuan hukum perdata. (1841-1921), di samping teori kenyataan yuridis
(Juridische realiteitsleer) yang merupakan penghalusan
Pengecualian terjadi dalam hal penyusupan (verfijning) dari teori orgaan, yang dipelopori E.M.
ketentuan hukum publik ke dalam hukum Meijers (Belanda) dan dianut Paul Scholten yang sudah
perdata, seperti ketentuan peraturan merupakan ajaran diterima secara umum (de heersende
perundang-undangan yang secara khusus leer). Hal ini penting dikemukakan, karena terdapat
mengatur prosedur tertentu. teori badan hukum lain; seperti teori kekayaan bersama
yang dipelopori Rudolf von Jhering – Jerman (1818-
Pendapat pakar hukum administrasi di 1892) yang dibela Marcel Planiol (Perancis) dan
atas menyepakati bahwa kewenangan Mollenggraaff (Belanda). Lihat; Pitlo, 1986, Het
bertindak Pemerintah Daerah menurut Nederlands Burgerlijke Wet Boek deel 1 A, Het Rechts
Personenrecht, Gouda Quint, B V. Arnhem, h. 15, L.J.
van Apeldoorn, 1983, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya
10
Philipus M. Hadjon, et.el. (2002), Op. Cit., hal. Paramita, Jakarta, h. 207, dan Chidir Ali, 1999, Badan
166. Hukum, Alumni, Bandung, hal.31-39.

9
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014

adalah terlarang, apabila dilarang oleh berkenaan dengan interprestasi maksud dari
undang-undang. Atas ketentuan ini, para jurist istilah tersebut.
sepakat bahwa sebab yang halal termasuk Penerapan pelaksanaan khususnya
dalam pengertian tidak bertentangan dengan perjanjian pinjam pakai barang milik daerah,
undang-undang.12 hal yang menjadi penting pula adalah
Dalam hal wewenang pemerintahan pemahaman menyangkut peristilahan atau
yang diberikan peraturan perundang-undangan pengertian pinjam pakai itu sendiri. Dalam
bersifat terikat, pelaksanaan wewenang KUHPerdata terdapat pengertian yang sangat
pemerintahan dengan cara perjanjian tidak penting menyangkut konsep pinjam
diperkenankan. Oleh karena dalam wewenang meminjam ini, jika ditelusuri terdapat dua
yang bersifat terikat, penyerahan wewenang, konsep yang perlu dijadikan perhatian oleh
isi wewenang, dan pelaksanaan wewenang para kontraktan dalam hal ini pihak-pihak
tunduk pada batasan-batasan yuridis.13 Pemerintah Daerah dalam melakukan
Dengan demikian, hal yang pokok dari hubungan hukum keperdataan pinjam pakai
syarat sebab yang halal atau kausa yang ini. Hal mana yang perlu menjadi perhatian
diperbolehkan bahwa pembuatan perjanjian pengaturan dalam Bab XII KUHPerdata diatur
pinjam pakai haruslah dibuat dengan maksud tentang bruikleen (pinjam pakai) dan dalam
atau alasan yang sesuai hukum yang berlaku, Bab XIII diatur tentang verbruiklening
atau dengan kata lain perjanjan tersebut tidak (pinjam pengganti/pinjam pakai habis).
boleh dibuat dalam rangka untuk melakukan Baik bruikleen dan verbruikleen dalam
hal-hal yang bertentangan dengan hukum. pengertiannya adalah sama, namun yang
Syarat objektif yang diuraikan di atas berbeda itu hanyalah obyeknya. Mengenai
(sebab atau kausa yang halal), apabila pinjam pakai (brukleen) obyeknya adalah
dilanggar akan membawa akibat hukum tentang barang/benda yang oleh pihak
bahwa perjanjian yang dilakukan menjadi peminjam pakai dalam prestasinya dianggap
batal demi hukum. Dari keempat syarat sahnya sebagai tidak dapat diganti, sedang dalam
perjanjian, dapat diketahui bahwa supremasi verbruiklening obyeknya adalah mengenai
asas kebebasan berkontrak harus dipahami barang/benda yang oleh pihak bersangkutan
dalam pengertian bukan bebas mutlak, tetapi digunakan untuk dipakai dan dalam
kebebasan yang telah dibatasi baik oleh pasal- prestasinya dianggap sebagai yang dapat
pasal dalam BW itu sendiri maupun ketentuan diganti.
di bidang hukum publik. Tentang pengertian bruikllen (pinjam
Dalam ilmu hukum kontrak sala satu pakai) ini dapat dijumpai dalam Pasal 1740
prinsip yang yang sangat penting menyangkut KUHPerdata. Dan perjanjian pinjam pakai itu
peristilahan yang dituangkan dalam sebuah adalah merupakan perjanjian riil
kontrak, peristilahan ini menjadi penting (reelecontract). Berdasarkan pengertian antara
dikarenakan secara konseptual penuangan bruikleen dan verbruikleening dianggap
peristilahan dalam sebuah kontrak atau penting untuk melihat rumusan Pasal 1742
perjanjian mengakibatkan konsekuensi KUHPerdata, yaitu pasal yang menentukan
perbedaan tentang obyeknya, sebagaimana
12
Hal ini dapat dilihat dalam; Mariam Darus penggunaa kata-kata “niet voor grebruik
Badrulzaman, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, verloren gaat” atau dapat diterjemahkan
Bandung, h. 26-27, Munir Fuady, 2002, Pengantar dengan “tidak musnah-hilang karena
Hukum Bisnis – Menata Bisnis Modern di Era Global, penggunaan/pemakaiannya”. Yang
Citra Adtya Bakti, Bandung, h. 14, dan A. Partomuan
Pohan, 1994, Penggunaan Kontrak Baku (Standard dimaksudkan dengan kata-kata itu, ialah
Contract) dalam Praktek Bisnis di Indonesia, dalam bahwa dalam perjanjian pinjam pakai
Naskah Akademis tentang Kontrak di Bidang barang/benda yang dijadikan obyek perjanjian
Perdagangan, BPHN Departemen Kehakiman, Jakarta, itu pada saat pengembaliannya nanti tidak
hal. 96. boleh barang lain sebagai penggantinya.
13
Ridwan, HR., 2003, Hukum Administrasi
Negara, UII Press, Yogyakarta, hal. 172-173.

10
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014

Bertumpu pada pemahaman paragraph Berbicara tentang pinjam pakai


di atas maka dapatlah kita menguraikan lebih (bruikleen), maka perlu kita tinjau tentang
lanjut tentang benda yang tidak dapat diganti perjanjian pinjam pakai. Sebab perjanjian
(vervangbaar) tersebut. Masalah yang dapat pinjam pakai itu seolah-olah dapat dimasukan
timbul dalam hal ini, ialah apakah kata dalam perjanjian pinjam pengganti. Menurut
“verbruikbaar” (dapat dipakai habis) dapat perjanjian pinjam pakai dengan
diganti dengan “vervangbaar” (dapat diganti). memperhatikan obyeknya, maka harus lebih
Hal tersebut menjadi penting jika kita dahulu dibedakan antara pinjam pakai
bertumpu pada ketentuan PERDA Prov. mengenai “barang yang tidak dapat diganti”
SULTENG No.04/2009 Pasal 24 Ayat (1) dengan pinjam pengganti mengenai “barang
bahwa barang daerah yang dapat dimanfaatkan yang dapat diganti). Tetapi obyek dari
untuk pinjam pakai tidak hanya berupa tanah perjanjian pinjam pengganti “barang yang
dan/atau bangunan maupun selain tanah dapat diganti” banyak berbeda, sehingga tidak
dan/atau bangunan, dapat dipinjamkan untuk dapat diberikan pengaturan yang sama.
kepentingan penyelenggaraan pemerintah Perbedaan obyek ini karena adanya banyak
daerah. Lebih lanjut Ayat (5) yang mengatur ragam yang dapat dijadikan dasar adanya
bahwa perjanjian pinjam pakai sekurang- perjanjian pinjam pengganti, misalnya :
kurangnya memuat dalam huruf d-nya perjanjian pinjam meminjam uang, dan
disebutkan bahwa peminjam bertanggung sebagainya, walaupun kesemuanya itu
jawab atas biaya operasional dan pemeliharaan termasuk perjanjian pinjam meminjam barang
selama jangka waktu peminjaman.14 yang dapat diganti.
Sementara dalam ketentuan Pasal 1 Ayat (22) Pinjam pakai dalam hal lain dapat pula
PERDA Prov. SULTENG No.04/2009 dan dianggap sama dengan
ketentuan Pasal 1 Angka (10) PP No. 27 bewaargeving/penitipan dan/atau
Tahun 2014 ketentuan Pasal 1 Angka (10) PP menempatkan barang di bawah penguasaan
No. 27 Tahun 2014 mempunyai mempunyai orang lain. Secara teoritis tampak adanya
kesamaan makna bahwa perjanjian pinjam perbedaan, yaitu pada dasarnya orang yang
pakai dimaksud adalah penyerahan menguasai barang dimaksud (bewaarnemer)
penggunaan barang antara pemerintah pusat tidak boleh memakai/menggunakan barang
dengan pemerintah daerah dan antar tersebut sedangkan sebaliknya orang yang
pemerintah daerah dalam jangka waktu memakai pinjam (bruiklener) barang tersebut
tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah diperkanankan. Akan tetapi barang yang
jangka waktu tertentu tersebut berakhir dititip dapat digunakan dalam hal tertentu, hal
diserahkan kembali kepada pengelola barang. ini dimungkinkan berdasarkan Pasal 1712
Konsep barang milik daerah KUHPerdata sehingga perbedaan secara
sebagaimana tertuang dalam rumusan PERDA teoritis tersebut dapat diperlunak.
di atas (tidak hanya berupa tanah dan/atau Di sisi lain pinjam pakai sendiri menurut
bangunan maupun selain tanah dan/atau perjanjiannya, penggunaan barang yang
bangunan) secara fisik dapat pula terdapat dilaksanakan secara cuma-cuma, sehinga
penurunan kualitas maupun kuantitas atas manakala perjanjian penggunaan barang
barang tersebut. Untuk hal ini tentunya tersebut dipungut bayaran, maka secara
menjadi sangat relevan untuk mengkaji konsep teoritis hal dinamakan dengan perjanjian sewa
pinjam pakai itu sendiri, dalam rangka menyewa. Apabila pemilik barang dari benda
mencari dalil yang digunakan dalam PERDA tidak bergerak bermaksud agar barangnya
dimaksud. termasuk digunakan oleh orang lain dan tidak
menghendaki agar terdapat penggunaan
berupa barangnya tersebut itu ia akan tidak
14
mengalami kerugian (dalam pinjam pakai),
Tidak terdapat penjelasan lebih lanjut, maka pemilik barang itu dapat mensyaratkan
sehingga hal tersebut terdapat penafsiran dapat diganti
melalui keadaan-keadaan tertentu . (insert ditebalkan) beberapa kewajiban yang harus dipikul oleh

11
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014

sipeminjam-pakai, hal ini dapat dicontohkan Tataran pelaksanaan pinjam pakai


berkenaan dengan perbaikan-perbaikan kecil barang milik daerah berdasarkan waktu
terhadap barang yang digunakan oleh ditentukan berdasarkan Pasal 24 Ayat (4)
peminjam pakai. PERDA Prov. Sulteng No. 04 tahun 2009
Barang yang dijadikan obyek perjanjian adalah paling lambat 2 (dua) Tahun dan dapat
pinjam pakai harus dapat digunakan oleh diperpanjang, artinya bahwa dalam isi
sipeminjam pakai, dan penggunaan barang perjanjian berkenaan dengan waktu telah
tersebut tergantung pada isi dari perjanjian dan ditetapkan berdasarkan ketentuan dimaksud,
kalau perlu dapat ditambah dengan selanjutnya bagaimana jika dalam isi kontrak
keadaan/sifat dari benda yang dipinjam dimaksud tidak terdapat penentuan waktu
pakaikan (Pasal 1744 Ayat (2) KUHPerdata). sebagaimana dimaksud. Dengan bertumpu
Menyangkut mengenai hal isi dari perjanjian pada ketentuan Pasal 1740 KUHPerdata
pinjam pakai menurut ketentuan PP No.27 dengan menggunakan kata “setelah selesainya
Tahun 2014 maupun PERDA Prov. Sulteng pemakaian atau setelah suatu waktu tertentu”,
No.04 tahun 2009, secara tegas menyatakan dan Pasal 1750 KUHPerdata dengan
bahwa penggunaan barang yang dipinjam menggunakan kata, “setelah lewat suatu waktu
pakaikan hanyalah dimaksud untuk tujuan itu. tertentu, atau dalam hal tidak ditentukan
Dari kriterium syarat sahnya waktunya, maka digunakan setelah dipakai”.
kontrak/perjanjian menyangkut obyeknya Dari kedua ketentuan tersebut tersimpul bagi
sebagai syarat obyektif maka jika perjanjian kita untuk membedakan antara :
dilanggar maka kontrak/perjanjian itu batal a. Perjanjian pinjam pakai dengan penetapan
demi hukum (nietig). Menurut Pasal 1740 waktu; dan
KUHPerdata sipeminjam pakai diwajibkan b. Perjanjian pinjam pakai tanpa penentuan
mengembalikan barang yang dipinjam itu suatu waktu tertentu, tetapi dibatasi dengan
barang yang sama. Dalam hal ini si peminjam syarat.
pakai barang tersebut, bukan pemilik barang Dalam hal point b, dapat dicontohkan
(eigenaar) saja tetapi seorang bezitter atas misalnya pemerintah “y” meminjam pakai
suatu benda yang bukan si-genaar. Hubungan gedung pemerintah “x” dalam rangka
kausalitas dari konsep kepemilikan, antara digunakan sebagai sekretariat penanggulangan
ketentuan Pinjam Pakai yang diatur dalam Bab kerusuhan yang sporadis, dimana tentang
XI KUHPerdata tentang pinjam pakai dan berapa lama penggunaan gedung tersebut
Konsep PP No.27 tahun 2014 serta PERDA diserahkan kepada sipeminjam pakai. Tetapi
Prov. Sulteng No.04 Tahun 2009, perlu dalam hal ini apabila kegiatan dimaksud telah
kiranya dicermati dalam hal ini agar tidak selesai dilaksanakan maka sipeminjam pakai
terdapat kekeliruan penggunaan istilah dalam itu, berkewajiban untuk mengembalikan
kontrak, mengingat badan hukum publik gedung kepada pemerintah “x”. artinya hal
(pemerintah sebagai kontraktan) menggunakan tersebut terdapat syarat putusnya perjanjian
instrument pinjam pakai dalam ranah perdata. dimaksud berdasarkan telah dicapainya tujuan
Hal mana kepemilikan dimaksud baik menurut dimaksud. Akan tetapi jika perjanjian pinjam
PP No.27 Tahun 2014 dan PERDA Prov. pakai ini kemudian tanpa adanya tujuan
Sulteng No.04 Tahun 2009, adalah barang penggunaan barang yang dapat dicapai untuk
milik daerah yang diberikan kekuasaan beberapa waktu tertentu, maka pihak yang
berdasarkan kewenangan pada meminjamkan barang untuk dipakai itu setiap
Gubernur/Bupati/Walikota sebagai pemegang waktu yang dikehendaki dapat menuntut
kekuasaan barang milik daerah. Artinya dapat kembalinya barang yang dipakai itu setiap
disimpulkan barang yang dikuasai oleh waktu yang dikehendaki.
pemerintah dimaksud bukan dimaknai Perjanjian pinjam pakai ini, dalam
kepemilikan barang/kebendaan yang bersifat perjalanannya tentunya terdapat risiko
absolute. berkenaan dengan pengunaan
pemanfaatannya. Pengertian risiko sendiri

12
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014

menurut KUHPerdata adalah kewajiban untuk penetapan waktu serta risiko dalam hal
memikul kerugian sebagai akibat adanya suatu pinjam pakai ini, dirumuskan berdasarkan
peristiwa di luar salahnya para pihak. Dalam penundukan dirinya terhadap hal-hal yang
risiko yang timbul dari adanya perjanjian diatur dalam KUHPerdata dengan batasan
pinjam pakai ini yang menjadi masalah adalah sesuai ketentuan perundangan yang
siap yang berkewajiban memikul berlaku.
tanggungjawab dimaksud. B. Saran
Ketentuan Pasal 1237 KUHPerdata dan Dalam hal perjanjian pinjam pakai
hanya dapat untuk mengatasi risiko pada dalam ranah publik ini, dianggap perlu bagi
perjanjian sepihak yaitu ditanggung kreditur pemerintah daerah untuk memahami hal-hal
(berpiutang). Sedangkan pada perjanjian baik yang menyangkut teori maupun teknis
timbale balik risiko ditangung oleh debitur terhadap penundukan diri hukum publik ke
(berutang) (Pasal 1545 jo Pasal 1553 dalam ranah perdata. Sehingga makna baik
KUHPerdata). Dalam perjanjian pinjam pakai kedudukan para pihak maupun penuangan isi
sebagaimana diketahui sebagai perjanjian kontrak mendapatkan aturannya sebagaimana
sepihak, maka apabila tidak diperjanjikan mestinya.
menurut ketentua undang-undang, risiko
ditanggung oleh kreditur dalam hal ini pihak
pemakai barang.

III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Uraian pada bab IV sebelumnya maka
dapat disimpulkan bahwa :
a. Dalam hal pembentukan kontrak pinjam
pakai atas barang milik daerah, melekatnya
organ pemerintah sebagai badan hukum
publik (subyek perdata) disatu sisi dalam
melakukan tindakan hukum, wajib
didasarkan legalitas bertindak berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Dimana pelaksanaan pra
kontraktual meliputi pelaksanaan
prosedural yang berlaku, mengingat adanya
elemen kebendaan yang dikuasai oleh
pemerintah, yang tunduk pada peraturan-
peraturan dibidang hukum publik.
b. Dalam hal pelaksanaan kontraktual dalam
hal para kontraktan sebagai badan hukum
publik (PEMDA), maka unsure syarat
sahnya perjanjian sebagaimana tertuang
dalam Pasal 1320 KUHPerdata tidak
sepenuhnya berlaku dalam perjanjian
pinjam pakai barang milik daerah. Hal-hal
lain termasuk didalamnya tentang
penuangan penggunaan isi kontrak
berkenaan dengan konsep pinjam pakai
agar tidak ditafsirkan sama dengan konsep
pinjam meminjam, maupun penitipan serta
dalam penetapan waktu dan tanpa

13
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku
Hasanuddin Rahman, Seri Ketrampilan Merancang Kontrak Bisnis, Contract Drafting,
PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
Indroharto, Perbuatan Pemerintah Menurut Hukum Publik dan Hukum Perdata, Lembaga
Penelitian Dan Pengembangan Hukum Administrasi Negara, Bogor-Jakarta 1995.
Mariam Darus Badruzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994.
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Cet Kedua, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2003.
Subekti dan R. Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1983.
Sudikno Mertokusumo, Aspek-Aspek Hukum Perjanjian, Makalah yang disampaikan pada
pelatihan praktisi hukum se Indonesia, UGM, Yogyakarta, 1988.

B. Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang - Undang Hukum Perdata
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah

14
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014

BIODATA

MUH. SIDDIK N, SALAM, Lahir di .........., .............................., Alamat


Rumah Jalan Lengaru Palu Sul-Teng, Nomor Telepon +6282195785457,
Alamat Email ........................................

15

Anda mungkin juga menyukai