Anda di halaman 1dari 36

BAB 1

PENDAHULUAN

- Latar Belakang

Dalam bidang hukum perdata, hukum perikatan merupakan salah satu hal

yang sangat penting dan dibutuhkan dalam hubungan-hubungan hukum dibidang

harta kekayaan yang dilakukan sehari-hari.1

Hukum Perikatan diatur dalam Buku III BW (Buku KUH Perdata) yang

secara garis besar dibagi atas dua bagian, yaitu pertama, perikatan pada umumnya

dan, baik yang lahir dari undang-undang dan yang kedua, adalah perikatan yang

lahir dari perjanjian-perjanjian tertentu2.

Ketentuan tentang perikatan pada umumnya ini berlaku juga terhadap

perikatan yang lahir dari perjanjian tertentu, seperti jual beli, sewa menyewa,

perjanjian kerjasama, pinjam-meminjam, dan lainnya.

Suatu perjanjian sudah pasti termasuk kedalam Perikatan, tetepi suatu

Perikatan belum tentu termasuk dalam sebuah Perjanjian.

Dalam membuat suatu perjanjian ada beberapa hal yang harus diperhatikan,

yaitu azaz - azaz dalam melakukan suatu perjanjian, syarat sah nya suatu perjanjian,

unsur-unsur suatu perjanjian, agar dapat menjadi suatu perjanjian yang kuat

didalam hukum.

1
Prof. Dr. Miru Ahmadi, S.H., M.S., Sakka Pati, S.H., M.H., Hukum Perikatan Penjelasan Makna
Pasal 1233 sampai 1456 BW” (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hal. 1
2
ibid

1
2

- Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, dapat penulis buat

identifikasi sebagai berikut :

1. Apa definisi dari Hukum Perikatan ?

2. Bagaimana Hukum Perikatan dalam tradisi common law dan civil law?

3. Jelaskan dasar – dasar Hukum Perikatan?

4. Apa perbedaan antara Perjanjian dengan Perikatan?

5. Apa yang anda ketahui tentang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku

Ketiga?

6. Apa saja yang termasuk dalam ruang lingkup Hukum Perikatan?

7. Azaz-Azaz apa yang terkandung dalam Hukum Perikatan?

8. Apa saja yang termasuk dalam unsur-unsur Hukum Perikatan?


3

BAB 2

TINJAUAN UMUM

2.1 Pengertian Perikatan

Hukum Perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih

didalam lapangan harta kekayaan dimana satu pihak mempunyai hak dan pihak

yang lain mempunyai kewajiban atas suatu prestasi.

Hukum perikatan yang dalam bahasa belanda dikenal dengan sebutan

verbintenis, yang merupakan pengambilalihan dari kata “obligation” dalam Code

Civil Perancis. Dengan demikian berarti perikatan adalah kewajiban pada salah satu

pihak dalam hubungan hukum perikatan tersebut3.

Hukum perikatan juga mengatur suatu hubungan hukum yang tidak

bersumber dari suatu persetujuan atau perjanjian. Hukum perikatan yang demikian

timbul dari adanya perbuatan melanggar hukum “onrechtmatigedaad” dan

perikataan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak

berdasarkan persetujuan “zaakwaarneming”.

Sementara pengertian hukum perikatan yang umum digunakan dalam ilmu

hukum adalah: “Suatu hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara dua

orang yang memberi hak kepada pihak yang satu untuk menuntut sesuatu barang

dari pihak yang lainnya sedangkan pihak yang lainnya diwajibkan untuk memenuhi

3
Muljadi Kartini & Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004), hal. 18
4

tuntutan tersebut. Pihak yang berhak menuntut adalah pihak yang berpihutang

(kreditur) sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak

berhutang (debitur) sementara barang atau sesuatu yang dapat dituntut disebut

dengan prestasi”.

2.2 Hukum Perikatan dalam tradisi Civil Law dan Common Law

Peranan pranata Hukum Perikatan menjadi sangat penting untuk

mengakomodasi maraknya perdagangan yang terjadi secara global. Dinamika

tersebut tentu akan menimbulkan kesulitan dalam kontrak perdagangan

internasional. Kondisi yang tak dapat disangkal adalah ketika pihak-pihak yang

akan mengikatkan diri berasal dari negara berbeda dan memiliki sistem hukum yang

berbeda pula. Setiap sistem hukum memiliki persamaan dan perbedaan baik secara

fungsi maupun penamaan yang perlu ditelaah lebih mendalam. Proses pengkajian

melalui perbandingan hukum bertujuan untuk mencapai penjelasan akan persamaan

dan perbedaan antara sistem hukum tersebut serta aplikasi dalam realita.

Sebagai perwujudan dari perjanjian, kontrak merupakan salah satu sumber

perikatan selain Hukum. Untuk meninjau hukum perikatan antara Civil Law dan

Common Law, maka dapat dibantu dengan skema stistem hukum perikatan

keduanya4.

4
Johannes Gunawan dan Budiono Kusumohamidjojo, “Bahan Kuliah Perbandingan Hukum
Kontrak”, 2014.
5

Bagan 2.2.1
Bagan Skema Sistem Civil Law dalam Hukum Perikatan

Perjanjian

Perikatan Hukum Saja


Perbuatan sesuai
Hukum
Hukum
Hukum disertai
perbuatan
manusia Perbuatan
Melawan
Hukum

Bagan 2.2.1
Bagan Skema Sistem Common Law dalam Hukum Perikatan

Contract

Obligation Sole Legislation

Legislation Quasi Contract


Legislation and
Human Act
Tort

Kedua skema tersebut dapat dijelaskan bahwa, perikatan merupakan

hubungan hukum antara dua pihak atau lebih yang menimbulkan akibat hukum

berupa pemenuhan hak dan kewajiban (prestasi) pada masing-masing pihak, dalam

bidang hukum harta kekayaan5. Prestasi dapat berupa menyerahkan suatu benda;

berbuat sesuatu; dan tidak berbuat sesuatu. Berdasarkan skema tersebut perikatan

merupakan hasil dari perjanjian/ kontrak dan/ atau hukum, maka perjanjian/ kontrak

5
Subekti, “Pokok-Pokok Hukum Perdata”, 1989, hal 122; Johannes Gunawan dan Budiono
Kusumohamidjojo, “Bahan Kuliah Perbandingan Hukum Kontrak”, 2014.
6

dan/ atau hukum merupakan sumber dari terjadinya perikatan6. Namun tentu

terdapat perbedaan terhadap pola pemikiran terjadinya perikatan, mengingat

sumber hukum Civil Law dan Common Law memiliki penekanan yang berbeda

dengan pola pembentukan yang juga berbeda.

Dari kedua skema tersebut, terlihat perbedaan antara perbuatan sesuai hukum

dengan quasi contract dan unsur lainnya adalah sama.

 Civil Law

Prinsip “sesuai hukum” meliputi zaakwarneming berdasarkan Pasal 1354

BW dan quantum meruit berdasarkan Pasal 1359 BW7. Zaakwarneming

merupakan perikatan yang terjadi berdasarkan hukum karena salah satu

pihak mengikatkan diri secara sukarela mewakili urusan orang lain dengan

atau tanpa sepengetahuan orang yang diwakilinya 8. Karena telah terjadi

perikatan, maka pihak yang melakukan kepengurusan tersebut wajib

meneruskan dan menyelesaikan urusan tersebut, hingga pihak yang

diwakilinya dapat mengerjakan sendiri urusan tersebut. Pengurusan

terhadap kepentingan orang lain tidaklah melawan hukum, namun pelaku

perbuatan tersebut menjadi terikat untuk menyelesaikannya hingga yang

bersangkutan dapat menyelesaikannya sendiri. Sementara quantum meruit

merupakan pembayaran yang tidak diwajibkan, di mana suatu pemenuhan

6
Subekti, “Pokok-Pokok Hukum Perdata”, 1989, hal 123.
7
Johannes Gunawan dan Budiono Kusumohamidjojo, “Bahan Kuliah Perbandingan Hukum
Kontrak”, 2014; Subekti dan Tjitrosudibio, “Burgerlijk Wetboek/ Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata”, 1979;
8
Subekti, “Pokok-Pokok Hukum Perdata”, 1989, hal 132; Subekti dan Tjitrosudibio, “Burgerlijk
Wetboek/ Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”, 1979, cetakan kesebelas, hal 309.
7

kewajiban yang sebenarnya tidak ditetapkan sebagai kewajiban di dalam

perikatan. Pemenuhan kewajiban tersebut berhak untuk menuntut kembali

prestasi yang telah dipenuhinya dan pihak yang menerima wajib

mengembalikannya9.

 Common Law

Dalam quasi contract, hukum menyediakan mekanisme untuk

mengandaikan adanya suatu kontrak yang sebenarnya tidak pernah dibuat

untuk memulihkan suatu keadaan yang merugikan suatu pihak secara tidak

adil10. Melihat definisi dari quasi contract, maka sangat identik dengan

quantum meruit dalam Pasal 1359 BW namun tidak sama dengan

zaakwarneming. Pandangan berdasarkan sumber perikatan menghasilkan

persamaan dan perbedaan yang telah dipaparkan terhadap perikatan dalam

Civil Law dan Common Law. Namun penulis merasa kecewa karena tidak

dapat menemukan literatur penjelasan berkaitan dengan kehadiran

zaakwarneming dalam Civil Law dan tidak dapat menemukan literatur

mengenai ketiadaan ataupun ke-ada-an dari zaakwarneming dalam

Common Law.

9
Johannes Gunawan dan Bernadette Waluyo, “Dkitat Perkuliahan Hukum Perikatan”, hal 39;
Johannes Gunawan dan Budiono Kusumohamidjojo, “Bahan Kuliah Perbandingan Hukum
Kontrak”, 2014; Subekti dan Tjitrosudibio, “Burgerlijk Wetboek/ Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata”, 1979, cetakan kesebelas, hal 309.
10
Johannes Gunawan dan Budiono Kusumohamidjojo, “Bahan Kuliah Perbandingan Hukum
Kontrak”, 2014
8

2.3 Dasar – Dasar Hukum Perikatan

Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian

dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi

undang-undang melulu dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan

perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan

perbuatan yang melawan hukum.

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber

adalah sebagai berikut :

- Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian);

- Perikatan yang timbul dari undang-undang;

- Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan

melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela

(zaakwaarneming).

Sedangkan perikatan berdasarkan undang-undang juga memiliki 3 sumber

yaitu :

- Perikatan (Pasal 1233 KUH Perdata) : Perikatan, lahir karena suatu

persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk

memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat

sesuatu;

- Persetujuan (Pasal 1313 KUH Perdata) : Suatu persetujuan adalah suatu

perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu

orang lain atau lebih;


9

- Undang-undang (Pasal 1352 KUH Perdata) : Perikatan yang lahir karena

undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang

sebagai akibat perbuatan orang.

2.4 Perbedaan Perjanjian dengan Perikatan

Perikatan adalah suatu hubungan hukum diantara dua orang atau dua pihak,

dimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak

yang lainnya itu berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pihak yang

berhak menuntut dinamakan kreditur (si berpiutang), sedangkan pihak lainnya yang

berkewajiban memenuhi tuntutan itu dinamakan debitur (si berhutang). 11

Suatu perikatan bisa timbul baik karena perjanjian maupun karena

undangundang – UU dan perjanjian adalah sumber perikatan. Dalam suatu

perjanjian, para pihak yang menandatanganinya sengaja menghendaki adanya

hubungan hukum diantara mereka – menghendaki adanya perikatan. Motivasi

tindakan para pihak adalah untuk memperoleh seperangkat hak dan kewajiban yang

akan mengatur hubungan mereka, sehingga inisiatif munculnya hak dan kewajiban

perikatan itu ada pada mereka sendiri.

Beda halnya dengan perikatan yang bersumber pada undang-undang,

dimana hak dan kewajiban yang muncul bukan merupakan motivasi para pihak

melainkan karena undang-undang mengaturnya demikian. Perjanjian diatur dalam

pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu “suatu

11
http://www.legalakses.com/download/Hukum%20Perjanjian/Perikatan.pdf#targetText=Perjanji
an%20diatur%20dalam%20pasal%201313,perjanjian%20merupakan%20suatu%20perbuatan%20
hukum.
10

perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

lain atau lebih”. Berbeda dengan perikatan yang merupakan suatu hubungan

hukum, perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum. Perbuatan hukum itulah

yang menimbulkan adanya hubungan hukum perikatan, sehingga dapat dikatakan

bahwa perjanjian merupakan sumber perikatan.

Tabel. 2.4.1

PERJANJIAN PERIKATAN

 Hak dan kewajiban sama  KREDITOR MEMBERIKAN

UNTUK MENDAPAT

PRESTASI SEDANGKAN

DEBITOR MEMBERIKAN

PRESTASI

 ada kesetaraan dan keseimbangan  TIDAK ADA KESETARAAN

 SUDAH PASTI PERIKATAN  SUATU PERIKATAN

BELUM TENTU

PERJANJIAN
11

2.5 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III

Buku III tentang perikatan memuat hukum kekayaan yang mengenai hak-

hak dan kewajiban-kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak

tertentu.12

Dalam buku III kitab undang-undang hukum perdata berisi tentang

pengaturan mengenai perikatan. Pada pasal 1233 kitab undang-undang hukum

perdata bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan,baik karena

undangundang.BW (K.U.H. Perdata) sebagai undang-undang mulai berlaku atau

diumumkan secara resmi pada tanggal 30 April 1847 (St. No.23/1847).Dari tahun

pengundangannya jelas dapat kita ketahui,BW yang dalam Buku III mengatur

Hukum Perjanjian adalah undang-undang produk kolonial Belanda13

Buku III ini terdiri dari 18 BAB yang rincinya dapat digambarkan melalui

tabel yang disusun agar lebih mudah memahami sistematika bab per bab dalam

buku ketiga ini14.

BAB PERIHAL PASAL YANG DIATUR PENJELASAN


Bagian kesatu, pasal 1233-1234. ketentuan-ketentuan umum
Bagian kedua, pasal 1235-1238.(
tentang perikatan- pasal 1238 tidak berlaku lagi tentang perikatan-perikatan untuk
BAB 1
perikatan umumnya. berdasarkan SEMA Nomor 3 memberikan sesuatu.
Tahun 1963)
tentang perikatan-perikatan untuk
Bagian ketiga, pasal 1239-1242.
memberikan sesuatu.

12
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata Edisi Revisi, Bandung: P.T. Alumni,
2010, hlm. 30.
13
M.Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian,PT.Alumni,Bandung,1986,hlm.3.
14
Muhammad Mubarak Chadyka Putra, Makalah Intisari Kitab Untang-Undang Hukum Perdata,
Makasar; 2014
12

tentang penggantian biaya, rugi,


Bagian keempat, pasal 1243-
dan bunga karena tidak
1252.
dipenuhinya suatu perikatan.
tentang perikatan-perikatan
Bagian kelima, pasal 1253-1267.
bersyarat.
Bagian keenam, pasal 1268- tentang perikatan-perikatan
1271. dengan ketetapan waktu.

tentang perikatan-perikatan mama


Bagian ketujuh, pasal 1272-
suka atau perikatan yang boleh
1277.
dipilih.

tentang perikatan-perikatan
Bagian kedelapan, pasal 1278-
tanggung renteng atau tanggung
1295.
menanggung.
tentang perikatan-perikatan yang
Bagian kesembilan, pasal 1296- dapat dibagi-bagi dan perikatan-
1303. perikatan yang tak dapat dibagi-
bagi.
tentang perikatan-perikatan
Bagian kesepuluh 1304-1312.
dengan ancaman hukuman.

Bagian kesatu, pasal 1313-1319. ketentuan-ketentuan umum.

tentang perikatan- tentang syarat-syarat yang


perikatan yang Bagian kedua, pasal 1320-1337. diperlukan untuk sahnya suatu
BAB 2 dilahirkan dari perjanjian.
kontrak atau
persetujuan. Bagian ketiga, pasal 1338-1341. tentang akibat suatu perjanjian.
Bagian keempat, pasal 1342- tentang penafsiran suatu
1351. perjanjian.
mengatur tentang beberapa jenis
tentang perikatan- perikatan, yaitu zaakwaarnaming,
perikatan yang onverschuldigde betaling dan
BAB 3 Diatur dalam pasal 1352-1380.
dilahirkan demi onrechtmatige daad. Selain itu,
undang-undang. juga disinggung tentang
natuutlifjke verbintenis.
Hal-hal yang mengakibatkan
pasal 1381.
terhapusnya perikatan dalam BW.
Bagian kesatu, pasal 1382-1403. tentang pembayaran.

tentang hapusnya tentang penawaran pembayaran


BAB 4
perikatan-perikatan. Bagia kedua, pasal 1404-1412. tunai, diikuti oleh:penyimpanan
atau penitipan.

Bagian ketiga, pasal 1413-1424. tentang pembaharuan utang.


13

Bagian keempat, pasal 1425- tentang kompensasi atau


1435. perjumpaan utang.

Bagian kelima, pasal 1436-1437. tentang pencampuran utang.


Bagian keenam, pasal 1438-
tentang pembebasan utang.
1443.
Bagian ketujuh, pasal 1444- tentang musnahnya barang yang
1445. terutang.
Bagian kedelpan, pasal 1446- tentang kebatalan dan pembatalan
1456. perikatan-perikatan.
Bagian kesatu, pasal 1457-1472.
(pasal 1460 tidak berlaku lagi
ketentuan-ketentuan umum.
berdasarkan SEMA Nomor 3
Tahun 1963)
Bagian kedua, pasal 1473-1512. tentang kewajiban-kewajiban si
(pasal 1479 dicabut) penjual.
Bagian ketiga, pasal 1513-1518. tentang kewajiban si pembeli.
BAB 5 tentang jual-beli.
Bagian keempat 1519-1532. tentang hak membeli kembali.

ketentuan-ketentuan khusus
Bagian kelima, pasal 1533-1540. mengenai jual-beli piutang dan
lain-lain hak tak bertubuh.

tentang tukar- ketentuan-ketentuan umum,


BAB 6 Diatur dalam pasal 1541-1546.
menukar. kewajiban pihak yang terlibat.
Bagian kesatu, pasal 1547-1549.
ketentuan-ketentuan umum.
(pasal 1547&1549 dihapuskan)
Bagian kedua, pasal 1550-
1580.(pasal 1568 dihapuskan; tentang aturan-aturan yang sama-
pasal 1579 tidak berlaku lagi sama berlaku terhadap penyewaan
berdasarkan SEMA Nomor 3 rumah dan penyewaan tanah.
tentang sewa- Tahun 1963)
BAB 7
menyewa.
tentang aturan-aturan yang khusus
Bagian ketiga, pasal 1581-1587. berlaku bagi sewa rumah dan
perabot rumah.
Bagian keempat, pasal 1588-
tentang aturan-aturan yang khusus
1600. (tidak berlaku lagi karena
berlaku bagi sewa tanah.
dicabut oleh UUPA)
tentang persetujuan- Bagian kesatu, pasal 1601-1601
ketentuan-ketentuan umum.
BAB persetujuan untuk c.
7A melakukan Bagian kedua, 1601d-1601 y. tentang perjanjian perburuhan
pekerjaan. (pasal 1601y dihapuskan) umumnya.
14

Bagian ketiga, pasal 1602-1602 z tentang kewajiban majikan.


Bagian keempat, pasal 1603-
tentang kewajiban buruh.
1603d.

tentang bermacam-macam cara


Bagian kelima, pasal 1603e-
berakhirnya hubungan kerja, yang
1603z)
diterbitkan dari perjanjian.

Bagian keenam, pasal 1604-


tentang pemborongan pekerjaan.
1617.
Bagian kesatu, pasal 1618-1623. ketentuan-ketentuan umum.
Bagian kedua, pasal 1624-1641.
(pasal 1630x ayat 1 dan 2 tidak tentang perikatan-perikatan antar
berlaku lagi berdasarkan SEMA para sekutu.
Nomor 3 Tahun 1963)
BAB 8 tentang perseroan.
tentang perikatan-perikatan para
Bagian ketiga, pasal 1642-1645. sekutu terhadap orang-orang
ketiga.

tentang bermacam-macam cara


Bagian keempat,1646-1652.
berakhirnya persekutuan.

Sahnya perkumpulan,
kepengurusan perkumpulan, surat
tentang
BAB 9 Diatur dalam pasal 1653-1665. pendirian, hak dan kewajiban
perkumpulan.
anggota, berakhirnya suatu
perkumpulan.
Bagian kesatu, pasal 1666-1675. ketentuan-ketentuan umum.

tentang kecakapan untuk


memberikan sesuatu sebagai
Bagian kedua, pasal 1676-1681.
hibah, dan untuk menikmati
keuntungan dari suatu hibah.
BAB
tentang hibah.
10
Bagian ketiga, pasal 1682-1687.
(Pasal 1682 tidak berlaku lagi tentang cara menghibahkan
berdasarkan SEMA Nomor 3 sesuatu.
Tahun 1963)
Bagian keempat, pasal 1688- tentang penarikan kembali dan
1693. penghapusan hibah.
15

tentang penitipan barang pada


Bagian kesatu, pasal 1694-1695. umumnya, dan tentang berbagai
macam penitipan.
BAB tentang penitipan
11 barang. Bagian kedua, pasal 1696-1729. tentang penitipan barang yang
(pasal 1700 dihapuskan) sejati.
tentang sekestrasi dan berbagai
Bagian ketiga, pasal 1730-1739.
macam-macamnya.

Bagian kesatu, pasal 1740-1743. ketentuan-ketentuan umum.

tentang kewajiban-kewajiban
BAB tentang pinjam Bagian kedua, pasal 1744-1749. seorang yang menerima pinjaman
12 pakai. sesuatu.

tentang kewajiban-kewajiban
Bagian ketiga, pasal 1750-1753.
orang yang meminjamkan.

Bagian kesatu, pasal 1754-1758. ketentuan-ketentuan umum.

tentang kewajiban-kewajiban
Bagian kedua, pasal 1759-1762.
BAB tentang pinjam orang yang meminjamkan.
13 mengganti.
tentang kewajiban-kewajiban si
Bagian ketiga, pasal 1763-1764.
peminjam.
Bagian keempat, pasal 1765- tentang meminjamkan dengan
1769. bunga.
ketentuan umum, pengangsuran
BAB tentang bunga tetap utang dan tenggatnya,
Diatur dalam pasal 1770-1773.
14 atau bunga abadi. keterpaksaan mengembalikan
uang pokok, kebebasan dari utang.
Bagian kesatu, pasal 1774. ketentuan-ketentuan umum.

BAB tentang persetujuan Bagian kedua, pasal 1775-1787. tentang perjanjian bunga cagak
15 untung-untungan. (pasal 1783 dihapuskan) hidup dan akibat-akibatnya.

Bagian ketiga, pasal 1788-1791. tentang perjudian dan pertaruhan.

Bagian kesatu, pasal 1792-1799. tentang sifat pemberian kuasa.


tentang kewajiban-kewajiban si
BAB tentang pemberian Bagian kedua, pasal 1800-1806.
kuasa.
16 kuasa.
tentang kewajiban-kewajiban si
Bagian ketiga, pasal 1807-1812.
pemberi kuasa.
16

Bagian keempat, pasal 1813- tentang bermacam-macam cara


1819. berakhirnya pemberian kuasa.

Bagian kesatu, pasal 1820-1830.


tentang sifat penanggungan.
(pasal 1828 dihapuskan)
tentang akibat-akibat
Bagian kedua, pasal 1831-1838. penanggungan antara si berutang
dan si penanggung.
BAB tentang
17 penanggungan. tentang akibat-akibat
penanggungan antara si berutang
Bagian ketiga, pasal 1839-1844.
dan si penanggung, dan antara
penanggung sendiri.

Bagian keempat, pasal 1845- tentang hapusnya penanggungan


1850. utang.
tetntang ketentuan umum, cara
BAB mengadakan perdamaian, ranah
tentang perdamaian. Diatur dalam pasal 1851-1864.
18 perdamaian, pihak yang berdamai,
batalnya perdamaian,

2.6 Ruang Lingkup Hukum Perikatan

Yang termasuk kedalam ruang lingkup hukum perikatan adalah :

2.6.1 Perikatan pada umumnya meliputi :

- Pengaturan hukum perikatan;

- Pengertian-pengertian hukum perikatan;

- Subjek perikatan.

- Objek perikatan.

- Sumber perikatan.

- Jenis-jenis perikatan.

2.6.2 Perikatan yang bersumber dari perjanjian :

- Pengertian perjanjian.
17

- Syarat sahnya perjanjian.

- Unsur-unsur perjanjian.

- Jenis perjanjian.

- Akibat hukum suatu perjanjian.

- Hapusnya perjanjian.

2.6.3 Perikatan yang bersumber dari undang-undang :

- Perikatan yang lahir dari undang-undang saja.

- Perikatan yang lahir dari undang-undang karena peruatan manusia

yang sah.

- Perbuatan melawan hukum meliputi Pengaturan, Pengertian,

Unsur-unsur, Akibat hukum.

2.6.4 Perjanjian tertentu atau bernama :

- Jual beli.

- Sewa menyewa.

- Pemberian kuasa.

2.7 Asas – Asas Hukum Perikatan

Di dalam hukum perikatan, dikenal dengan tiga asas penting yaitu:

2.7.1 Asas Konsensualisme

Perkataan konsekualisme berasal dari perkataan latin consensus

yang berarti sepakat. Arti asas konsensualisme pada dasarnya perjanjian

dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik

tercapainya kesepakatan. Sedangkan asas konsensualisme sebagaimana


18

yang telah di simpulkan dalam pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata yang

berbunyi: “Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:

- Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

- Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

- Suatu hal tertentu;

- Suatu sebab yang halal.

Dalam angka satu pasal tersebut, “sepakat mereka yang

mengikatkan dirinya” mengandung makna bahwa perjanjian pada

umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya

kesepakatan dua belah pihak.

2.7.2 Asas Pacta Sunt Servanda

Ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Hal ini dapat

disimpulkan dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi:

“Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang”. Dalam

perkembangannya, asas Pacta Sunt Servanda diberi arti Pactum yang berarti

sepakat tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas

lainnya. Sedangkan Nudus Pactum sudah cukup dengan sepakat saja.

2.7.3 Asas Kebebasan Berkontrak

Dapat dianalisis dari ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata

yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka”. Asas kebebasan Berkontrak adalah suatu

asas yang memberikan suatu kebebasan kepada para pihak untuk:

- Membuat atau tidak membuat perjanjian;


19

- Mengadakan perjanjian dengan siapapun;

- Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;

- Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

Disamping ketiga asas itu, di dalam lokakarya hukum perikatan

yang diselenggarakan oleh Badan Pembina Hukum Nasional, Departemen

Kehakiman dari tanggal 17-19 November 1985 telah berhasil dirumuskan

delapan asas hukum perikatan Nasional, yaitu:

- Asas Kepercayaan;

- Asas Persamaan Hukum;

- Asas Keseimbangan;

- Asas Kepastian Hukum;

- Asas Moral;

- Asas Kepatuhan;

- Asas Kebiasaan; dan

- Asas Perlindungan.

2.8 Unsur – Unsur Hukum Perikatan

Hukum perikatan memiliki beberapa unsur, berikut adalah unsur-unsur dari

hukum perikatan :

2.8.1 Subjek perikatan

Subjek perikatan disebut juga pelaku perikatan. Perikatan yang

dimaksud meliputi perikatan yang terjadi karena perjanjian dan

karena ketentuan Undang-Undang. Pelaku perikatan terdiri atas


20

manusia pribadi dan dapat juga badan hukum atau persekutuan.

Setiap pelaku perikatan yang mengadakan perikatan harus:

- Ada kebebasan menyatakan kehendaknya sendiri;

- Tidak ada paksaan dari pihak manapun;

- Tidak ada penipuan dari salah satu pihak, dan;

- Tidak ada kekhilafan pihak-pihak yang bersangkutan

2.8.2 Wenang berbuat

Setiap pihak dalam dalam perikatan harus wenang berbuat menurut

hukum dalam mencapai persetujuan kehendak (ijab kabul).

Persetujuan kehendak adalah pernyataan saling memberi dan

menerima secara riil dalam bentuk tindakan nyata, pihak yang satu

menyatakan memberi sesuatau kepada yang dan menerima seseuatu

dari pihak lain. Dengan kata lain, persetujuan kehendak (ijab kabul)

adalah pernyataan saling memberi dan menerima secara riil yang

mengikat kedua pihak. Setiap hak dalam perikatan harus memenuhi

syarat-syarat wenang berbuat menurut hukum yang ditentukan oleh

undang-undang sebagai berikut:

- Sudah dewasa, artinya sudah berumur 21 tahun penuh;

- Walaupun belum dewasa, tetapi sudah pernah menikah;

- Dalam keadaan sehat akal (tidak gila);

- Tidak berada dibawah pengampuan;

- Memiliki surat kuasa jika mewakili pihak lain.


21

Persetujuan pihak merupakan perjanjian yang dilakukan oleh dua

pihak untuk saling memenuhi kewajiban dan saling memperoleh hak

dalam setiap perikatan. Persetujuan kehendak juga menetukan saat

kedua pihak mengakhiri perikatan karena tujuan pihak sudah

tercapai. Oleh sebab itu, dapat dinyatakan bahwa perikatan menurut

sistem hukum prdata, baru dalam taraf menimbulkan kewajiban dan

hak pihak-pihak, sedangkan persetujuan kehendak adalah

pelaksanaan atau realisasi kewajiban dan pihak-pihak sehingga

kedua belah pihak memperoleh hak masing-masing. Bagaimana jika

halnya salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sehingga

pihak lainnya tidak memperoleh hak dalam perikatan? dalam hal ini

dapat dikatakan bahwa pihak yang tidak memenuhi kewajibannya

itu telah melakukan wanprestasi yang merugikan pihak lain. Dengan

kata lain, perjanjian tersebut dilanggar oleh salah satu pihak.

2.8.3 Objek perikatan

Objek perikatan dalam hukum perdata selalu berupa benda. Benda

adalah setiap barang dan hak halal yang dapat dimiliki dan dinikmati

orang. Dapat dimilik dan dinikmati orang maksudnya memberi

manfaat atau mendatangkan keuntungan secara halal bagi orang

yang memilikinya.Benda objek perikatan dapat berupa benda

bergerak dan benda tidak bergerak. Benda bergerak adalah benda

yang dapat diangkat dan dipindahkan, seperti motor, mobil, hewan

ternak. Sedangkan benda tidak bergerak adalah benda yang tidak


22

dapat dipindahkan dan diangkat, seperti rumah, gedung. Apabila

benda dijadikan objek perikatan, benda tersebut harus memenuhi

syarat seperti yang ditetapkan oleh undang-undang. Syarat-syarat

tersebut adalah :

- Benda dalam perdagangan;

- Benda tertentu atau tidak dapat ditentukan;

- Benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak

berwujud;

- Benda tersebut tidak dilarang oleh Undang-Undang atau benda

halal;

- Benda tersebut ada pemiliknya dan dalam pengawasan

pemiliknya;

- Benda tersebut dapat diserahkan oleh pemiliknya;

- Benda itu dalam penguasaan pihak lain berdasar alas hak sah.

2.8.4 Tujuan Perikatan

Tujuan pihak-pihak mengadakan perikatan adalah terpenuhinya

prestasi bagi kedua belah pihak. Prestasi yang dimaksud harus halal,

artinya tidak dilarang Undang-Undang, tidak bertentangan dengan

ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan

masyarakat. Prestasi tersebut dapat berbentuk kewajiban

memberikan sesuatu, kewajiban melakukan sesuatu (jasa), atau

kewajiban tidak melakukan sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata).


23

BAB III

CONTOH KASUS HUKUM PERIKATAN

Berikut adalah contoh Hukum Perikatan dalam hal Perjanjian Kerja Sama

antar pemegang saha,:

SURAT PERJANJIAN KERJASAMA


ANTAR PEMEGANG SAHAM
HARDEN

Pada hari ini, hari Senin tanggal 17 bulan April tahun 2017, kami
yang bertanda tangan dibawah ini:

1. Nama : XXX
No. KTP/Identitas : XXX
Alamat : XXX
Bertindak selaku atas nama diri sendiri, selanjutnya dalam
perjanjian ini disebut PIHAK PERTAMA;

2. Nama : XXX
No. KTP/Identitas : XXX
Alamat : XXX
Bertindak selaku atas nama diri sendiri, selanjutnya dalam
perjanjian ini disebut PIHAK KEDUA;

3. Nama : XXX
No. KTP/Identitas : XXX
Alamat : XXX
Bertindak selaku atas nama diri sendiri, selanjutnya dalam
perjanjian ini disebut PIHAK KETIGA;
24

4. Nama : XXX
No. KTP/Identitas : XXX
Alamat : XXX
Bertindak selaku atas nama diri sendiri, selanjutnya dalam
perjanjian ini disebut PIHAK KEEMPAT;

- Untuk selanjutnya di sebut “PARA PIHAK”.

Para pihak sepakat untuk membuat perjanjian dengan ketentuan


dan syarat sebagai berikut :

PASAL 1
KETENTUAN UMUM
1. Para Pihak adalah selaku pemilik modal yang menyerahkan
sejumlah tenaga dan uang tertentu untuk dipergunakan
sebagai modal usaha untuk jenis usaha Retail Fashion.
2. Para Pihak akan mendapatkan keuntungan bagi hasil usaha
menurut persentase keuntungan yang telah disepakati
bersama sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat 2.
3. Masing-masing pihak memiliki andil dalam usaha ini, baik
modal maupun tenaga yang besar maupun pembagiannya.
PASAL 2
NAMA DAN TEMPAT USAHA
Usaha dagang ini adalah usaha penjualan dalam bidang Retail
Fashion dengan nama “XXX” yang berkedudukan di Jakarta..
25

PASAL 3
MAKSUD DAN TUJUAN
1. Melakukan usaha yang bergerak dalam bidang Perdagangan
Retail Fashion dalam arti seluas-luasnya, termasuk
perdagangan Jam Tangan dan segala jenis yang berkaitan
dengan Fashion.
2. Melakukan usaha yang bergerak dalam bidang Industri Retail
Fashion dalam arti yang seluas-luasnya.
PASAL 4
RUANG LINGKUP
1. Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut di atas tadi,
maka usaha dagang ini berhak untuk menjalankan semua
dan segala usaha-usaha serta tindakan yang berhubungan
langsung dengan maksud dan tujuan tersebut di atas tadi,
asal dapat memperoleh keuntungan yang sah dan halal.
2. Rapat Umum Pemegang Saham akan dilaksanan setiap 3
bulan pada tahun pertama dan untuk seterusnya akan
dilaksanakan setiap 6 bulan, dimana dalam prosesnya dapat
dirumuskan kondisi dan hasil usaha selama periode
berlangsung beserta penyelesaian masalah apabila terjadi
sesuatu.
3. Pengadaan Rapat Umum selain Rapat Umum Pemegang
Saham dapat dilakukan apabila dianggap perlu oleh minimal
salah satu Pihak Pertama atau Kedua menyetujui.
26

PASAL 5
MODAL USAHA
1. Besar uang yang disetorkan Pihak Keempat adalah sebesar
Rp.72.750.000, - (Tujuh Puluh Dua Juta Tujuh Ratus Lima
Puluh Ribu Rupiah).
2. Pihak Pertama, Kedua dan Ketiga berjanji akan menyetorkan
modal awal dengan nominal mengikuti jumlah sesuai dengan
kebutuhan produksi HARDEN atau sebesar Rp.100.000.000,
- (Seratus Juta Rupiah) dengan ketentuan mengikuti jadwal
pembayaran produksi.
3. Sisa modal awal yang tertuang dalam pasal 5 ayat 2 harus
sesegera mungkin disetorkan oleh Pihak Pertama, Kedua dan
Ketiga paling lambat 1 (satu) bulan setelah Pihak Keempat
menyetorkan modal tersebut.
PASAL 6
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
1. Pihak Pertama dan Kedua akan menjadi perwakilan dalam
pengambilan keputusan dan akan mengambil tindakan
tertentu sebagai respon terhadap peluang atau masalah yang
dihadapi. Segala keputusan yang dibuat dan dilakukan Pihak
Pertama dan Kedua harus bertujuan untuk menghasilkan
keuntungan dan manfaat bagi HARDEN.
2. Pengambilan keputusan sebagai respon terhadap masalah
yang dibuat dan dilakukan Pihak Pertama dan Kedua tentu
saja bertujuan untuk mengatasi masalah atau hambatan
yang mengancam kinerja HARDEN.
3. Pengambilan keputusan dapat dilakukan sepihak oleh Pihak
Pertama dan Kedua dengan berlandaskan justifikasi dan
kondisi yang dapat dipertanggungjawabkan kepada
perusahaan.
27

PASAL 7
KEUNTUNGAN
1. Keuntungan usaha adalah keuntungan bersih (Nett Profit),
berupa keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usaha (Cash
Profit).
2. Persentase keuntungan usaha untuk Pihak Pertama adalah
sebesar 25%, sedangkan Pihak Kedua, Pihak Ketiga dan
Pihak Keempat adalah masing-masing sebesar 22.5% dari
keuntungan yang dapat dibagikan kepada seluruh pemegang
saham setelah semua tanggung jawab terpenuhi.
3. Sisa persentase keuntungan sebesar 7.5% saham dibiarkan
kosong.
4. 2.5% dari sisa persentase keuntungan yang dimaksudkan
dalam pasal 7 ayat 3 ini diberikan kepada Head of
Operational.
5. Pada periode awal, Pihak Kedua ditunjuk sebagai Head of
Operational “HARDEN” dengan periode tidak ditentukan
sampai dinyatakan perlu untuk diganti oleh para pemegang
saham.
6. Pembagian Keuntungan diatas ditentukan oleh persetujuan
bersama dengan melihat kondisi usaha, selama 1 (satu)
tahun pertama, akan diadakan rapat per 3 (tiga) bulan untuk
pembahasan keuntungan bersih yang dimiliki oleh HARDEN.
7. Keuntungan tersebut dapat diberikan melalui transfer
rekening antar bank yang telah ditunjuk/disepakati atau
dapat berupa pemberian cash secara langsung kepada
seluruh pihak dengan bukti dokumen yang ditentukan.
28

PASAL 8
KERUGIAN
1. Jika terjadi kerugian usaha yang disebabkan oleh suatu hal
diluar kesalahan Pihak manapun sebagaimana hal itu terjadi
maka ditanggung oleh seluruh pihak dengan ketentuan,
seluruh Pihak akan menerima pengembalian modal setelah
dikurangi dari jumlah kerugian yang diderita dan
pengembalian hutang atau tanggung jawab perusahaan.
2. Jika terjadi kerugian usaha yang disebabkan kelalaian oleh
masing – masing Pihak, maka akan diselesaikan secara
musyawarah melalui RUPS sesuiai dengan Pasal 4 Ayat 3.
PASAL 9
JANGKA WAKTU KERJASAMA
1. Masa berlaku kontrak ini adalah dengan jangka waktu yang
tidak ditentukan lamanya, dan telah dimulai sejak saat
ditandatanganinya kontrak kerjasama ini.
2. Kontrak dapat diperpanjang waktunya dan/atau
ditambahkan nilai uang pokok investasi yang diatur dalam
kontrak Baru dan/atau addendum kontrak, atas
kesepakatan para pihak.
PASAL 10
AHLI WARIS
Apabila Para Pihak sebagai pengelola investasi dalam masa Kontrak
mengalami halangan tetap atau meninggal dunia sehingga tidak
bisa melanjutkan atau mengelola usaha ini, maka segala urusan
yang mengikat dalam Kontrak ini akan dilanjutkan oleh ahli waris
atau kuasa yang ditunjuk (secara tertulis) berdasarkan
kesepakatan ahli waris Pihak masing-masing.
29

PASAL 11
KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE)
1. Yang termasuk dalam Force Majeure adalah akibat dari
kejadian-kejadian di luar kuasa dan kehendak dari para pihak
diantaranya termasuk tidak terbatas bencana alam, banjir,
badai, topan, gempa bumi, kebakaran, perang, huru-hara,
pemberontakan, demonstrasi, pemogokan.
2. Jika dalam pelaksanaan perjanjian ini terhambat ataupun
tertunda baik secara keseluruhan ataupun sebagian yang
dikarenakan hal-hal tersebut dalam ayat 1 di atas, maka para
pihak akan mencari solusi terbaik dengan cara musyawarah.
PASAL 12
WANPRESTASI
1. Dalam hal salah satu pihak telah melanggar kewajibannya yang
tercantum dalam salah satu Pasal perjanjian ini, telah cukup
bukti dan tanpa perlu dibuktikan lebih lanjut, bahwa pihak
yang melanggar tersebut telah melakukan tindakan
Wanprestasi.
2. Pihak yang merasa dirugikan atas tindakan Wanprestasi
tersebut dalam ayat 1 di atas, berhak meminta ganti kerugian
dari pihak yang melakukan Wanprestasi tersebut atas sejumlah
kerugian yang dideritanya, kecuali dalam hal kerugian tersebut
disebabkan karena adanya suatu keadaan memaksa seperti
tercantum dalam Pasal 11.
PASAL 13
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
1. Bilamana dalam pelaksanaan perjanjian Kerjasama ini terdapat
perselisihan antara para pihak, baik dalam pelaksanaannya
ataupun penafsiran salah satu Pasal dalam perjanjian ini, maka
30

para pihak sepakat untuk sedapat mungkin menyelesaikannya


dengan cara musyawarah.
2. Apabila musyawarah telah dilakukan, namun ternyata tidak
berhasil suatu kemufakatan, maka para pihak sepakat bahwa
semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini akan
diselesaikan pada Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan.
PASAL 14
ATURAN PENUTUP
Hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam
perjanjian ini, apabila dikemudian hari dibutuhkan dan dipandang
perlu akan ditetapkan tersendiri secara musyawarah dan
selanjutnya akan ditetapkan secara tertulis dalam suatu Addendum
yang berlaku mengikat untuk seluruh pihak, dan menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari Kontrak ini.
Demikian perjanjian ini dibuat dengan itikad baik untuk
dipatuhi dan dilaksanakan oleh para pihak. Segera setelah kontrak
ini dibuat, para pihak menandatangani kontrak ini diatas materai,
dalam keadaan sehat jasmani dan rohani serta tanpa adanya unsur
paksaan dari pihak manapun dan perjanjian ini mempunyai
kekuatan hukum yang sama untuk dipergunakan sebagaimana
mestinya.
31

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Melihat dari kasus pada BAB III dapat kita simpulkan hubungan hukumnya

sebagai berikut :

 Peristiwa Hukum

Peristiwa hukum dalam hal ini adalah perbuatan manusia untuk

melakukan perbuatan hukum, ada para pihak sebagai subjek hukum

yang cakap melakukan perjanjian kerjasama di bindang fashion yang di

dalamnya termuat ketentuan-ketentuan mengenai ketentuan umum,

nama dan tempat usaha, maksud dan tujuan, ruang lingkup, modal usaha

sampai dengan penyelesaian perselisihan.

 Perbuatan Hukum

Parah Pihak tersebut diatas dianggap telah malakukan perbuatan hukum

ketika menandatangai perjanjian yang telah mereka buat dan sepakati

bersama.

 Keadaan Hukum

Suatu perbuatan perbuatan atau peristiwa yang menunjukan

eksistensinya, memuat tanggal dan tempat dimana perjanjian hukum

tersebut di buat.
32

4.2 Saran

Dalam hal ini penulis memberikan saran, bahwa terhadap setiap perikatan

atau perjajian yang dibuat haruslah berdasar pada ketentuan yang berlaku, dalam hal

ini sumber hukum perikatan kita adalah Kitab Undang – Undamg Hukum Perdata

Buku III. Tidak melalaikan syarat sah nya suatu perjanjian yang terkandung dalam

pasal 1320 KUHPer, unsur-unsur dari suatu perjanjian serta asas – asas yang

digunakan untuk membuat suatu perjanjian.

Disisi lain terkiat dengan perbedaan tradisi hukum Civil Law dan Common

Law penulis memberikan saran terhadap pola pemikiran Civil Law yakni Hal pertama

adalah mengenai hukum. Hukum tidak dapat hanya dikatakan berasal dari undang-

undang. Pemikiran akan definisi hukum yang seperti ini sudah ketinggalan zaman.

Hukum pun haruslah berkembang sesuai dengan perkembangan, tidak stagnan

mengikuti legal positivisme yang sangat bertumpu pada undang-undang. Hukum

harus berubah dengan mencerap nilai dan pemahaman baru dalam masyarakat

mengingat kompleksitas masyarakat yang multidimensional. Semua orang, tidak

hanya pakar hukum dapat mengartikan hukum. Peristiwa ini menyebabkan hukum

sangatlah terbuka lebar dalam masyarakat dan tentunya multi penafsiran. Hukum

harus mampu lepas dari kekangan pemikiran sendiri dan keluar untuk mencari

kebenaran dari pelbagai sudut pandang. Hukum untuk masyarakat merupakan

kalimat yang tepat untuk diaplikasikan. Kalimat ini menandakan bahwa hadirnya

hukum memiliki nilai guna yang ditujukan untuk masyarakat khususnya


33

kemanusiaan. Ius contituendum menjadi tumpuan bagi cara pandang hukum agar

tetap dinamis menilai kemanusiaan untuk ke depannya.

Saran terhadap Civil Law, bukan ditujukan agar undang-undang tidak ada

namun lebih sebagai pengantar agar tercipta keterbukaan pandangan terhadap

pembentukan peraturan perundang-undangan. Kebiasaan yang hampir dapat

dikatakan sebagai suatu peradaban Civil Law sangatlah sulit tergantikan begitu pun

dengan peradaban Common Law. Maka perspektif hukum yang perlu dikaji adalah

mencapai nilai kegunaan, keadilan, dan kebahagiaan dalam hukum untuk

pengaplikasian kepada masyarakat.


34

LAMPIRAN
35

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Prof. Dr. Miru Ahmadi, S.H., M.S., Sakka Pati, S.H., M.H., Hukum
Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW” (Jakarta: Rajawali
Pers, 2014), hal. 1

Muljadi Kartini & Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya (Jakarta:


PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 18

Johannes Gunawan dan Budiono Kusumohamidjojo, “Bahan Kuliah


Perbandingan Hukum Kontrak”, 2014.

Subekti, “Pokok-Pokok Hukum Perdata”, 1989, hal 122; Johannes


Gunawan dan Budiono Kusumohamidjojo, “Bahan Kuliah Perbandingan Hukum
Kontrak”, 2014.

Subekti dan Tjitrosudibio, “Burgerlijk Wetboek/ Kitab Undang-Undang


Hukum Perdata”, 1979;

Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata Edisi Revisi,
Bandung: P.T. Alumni, 2010, hlm. 30.

M.Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, PT.Alumni, Bandung,


1986, hlm.3.

Jurnal :

Johannes Gunawan dan Bernadette Waluyo, “Dkitat Perkuliahan Hukum


Perikatan”, hal 39; Johannes Gunawan dan Budiono Kusumohamidjojo, “Bahan
Kuliah Perbandingan Hukum”

Johannes Gunawan dan Bernadette Waluyo, “Dkitat Perkuliahan Hukum


Perikatan”, hal 39;

Website :

http://www.legalakses.com/download/Hukum%20Perjanjian/Perikatan.pdf#target
Text=Perjanjian%20diatur%20dalam%20pasal%201313,perjanjian%20merupaka
n%20suatu%20perbuatan%20hukum.
36

https://www.academia.edu/28155918/HUKUM_PERIKATAN

https://www.academia.edu

http://sitiaisyahfajqodtul.blogspot.com/2013/04/lingkup-hukum-perikatan.html
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/64197/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai