Anda di halaman 1dari 8

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER

(UTS)

Nama : Bil Sanusi Bana


NPM : P 22.4301.018
Mata kuliah : Perbandingan Hukum Kontrak
Dosen : Dr. Walter Wanggur, S.H., M.H.

1. Ada 5 manfaat dari perbandingan hukum, yaitu unifikasi hukum, harmonisasi


hukum, mencegah adanya chauvinisme hukum nasional (secara negatif) dan
menempuh kerja sama internasional (secara positif), memahami hukum asing
(contoh, Pasal 5 ayat (1) sub ke 2 KUHP), dan untuk pembaharuan hukum
nasional.

Perbandingan Hukum Kontrak menghadapkan kita pada banyak masalah dalam


praktik kontrak internasional yang melibatkan subjek hukum Indonesia. Masalah
itu melibatkan beberapa aspek pendekatan dalam hukum yang memang tidak
gampang. Pada tataran teoretis (strategis), perbandingan hukum kotrak
melibatkan filsafat hukum dan sejarah dunia hukum (world history of law) untuk
memahami pergeseran-pergeseran yang terjadi dalam wacana hukum. Pada
tataran yang lebih praktis (taktis) , perbandingan hukum komtrak menyangkut
hukum kontrak serta hukum perdata internasional dan melibatkan berbagai
kerumitan dalam pemahaman kaidah-kaidah hukum yang berbeda,
interpretasinya, maupun prosedur-prosedur yang harus atau sebaiknya
ditempuh dalam melaksanakannya. Pada tataran pelaksanaan (teknis)
perbandingan hukum kontrak harus memberikan kontribusi nyata untuk
menyelesaikan berbagai persoalan dalam penyusunan kontrak-kontrak yang
melibatkan para pihak yang berasal dari berbagai home base hukum yang
berbeda-beda.

2. a. Sumber Perikatan (Obligation)


Bagan sumber perikatan menurut Civil Law (Pasal 1233 KUH Perdata)
dan menurut Common Law
- Civil Law (Pasal 1233 KUH Perdata)
- Common Law

b. Common law: berdasarkan tradisi dan berkembang dari preseden yang


dipergunakan oleh hakim untuk menyelesaikan masalah. Civil Law, Berbasis
pada hukum tertulis (written law) dan Menuangkan semaksimal mungkin norma
ke dalam aturan hukum.

Sistem hukum Common Law mendasarkan pada putusan pengadilan sebagai


sumber hukumnya. Sedangkan, sistem hukum Civil Law (Eropa Kontinental)
t
r
o
T
yang berlaku di negara-negara Eropa daratan dan negara-negara jajahannya,
termasuk Indonesia, berpegang kepada kodifikasi undang-undang menjadi
sumber hukum utamanya.

c. Quasi contract sebenarnya bukanlah kontrak, melainkan pengganti


hukum bagi kontrak yang dibentuk untuk memaksakan ekuitas
antara dua pihak yang berbeda. Doktrin ini bertujuan untuk mencegah
pihak yang ingin “memperkaya diri secara tidak adil” dan “merugikan
orang lain secara tidak jujur”.

Contoh: Seorang yang melihat pasien dalam keadaan tidak sadar


memanggil dokter untuk merawat pasien tersebut lalu dokter dengan
itikad baik merawat dan mengobati pasien hingga
sembuh, si pasien patut mengetahui bahwa ia terikat untuk membayar
jasa dokter dan ongkos-ongkos perawatannya sungguhpun si pasien
memberikan persetujuan kepada dokter untuk melakukan perawatan.
Dari sini pengadilan akan bertindak seolah olah pasien telah meminta
dokter untuk merawat luka lukanya. Fiktif ini dikatakan timbul dari quasi
ex contractu, dan obat restitusi berdasarkan fiksi ini kemudian disebut
“Quasi Contract” atau
implied in law (kontrak tersirat dalam undang-undang)

d. Common Law

Dalam quasi contract hukum menyediakan mekanisme untuk


mengandaikan adanya suatu k o n t r a k y a n g s e b e n a r n y a t i d a k
pernah dibuat untuk memulihkan suatu keadaan yang
merugikan suatu pihak secara tidak adil.
Melihat definisi dari quasi contract , maka sangat identik dengan quantum
meruit dalam Pasal 1359 BW.

3. A. 1). Asas Kebebasan Berkontrak. Adapun yang dimaksud dengan


kebebasan berkontrak dapat dilihat secara implisit dalam Pasal 1338
ayat (1) KUH Perdata, di antaranya yaitu para pihak memiliki
kebebasan untuk (hal. 111):

a. Menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang akan


dibuatnya;
b. Menentukan objek perjanjian;
c. Menentukan bentuk perjanjian;
d. Menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang
bersifat opsional (aanvullend, optional).

Meskipun para pihak memiliki kehendak bebas, Agus kemudian


merujuk pendapat Niewenhuis yang menegaskan, terdapat
pengecualian kebebasan berkontrak, yakni dalam hal kontrak-
kontrak formal dan riil (bentuk perjanjian) dan syarat kausa yang
diperbolehkan (isi perjanjian).

2). Asas Konsensualisme. Adapun yang dimaksud dengan asas


konsensualisme yaitu para pihak yang mengadakan perjanjian itu
harus sepakat, setuju, atau seiya sekata mengenai hal-hal yang pokok
dalam perjanjian yang diadakan itu. Asas ini tercantum dalam salah
satu syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata.

3). Asas Pacta Sunt Servanda dalam hukum kontrak atau perjanjian berarti
perjanjian yang dibuat berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya, sebagaimana dimaksud Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata.

4). Asas Iktikad Baik (good faith). Terkait asas ini, merujuk ketentuan
Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, dimana menerangkan yang
dimaksud dengan iktikad baik berarti melaksanakan perjanjian dengan
iktikad baik. Artinya, dalam melaksanakan perjanjian, kejujuran harus
berjalan dalam hati sanubari seorang manusia .

Patut diperhatikan, pemahaman substansi iktikad baik dalam Pasal


1338 ayat (3) KUH Perdata tidak harus diinterpretasikan secara
gramatikal, bahwa iktikad baik hanya muncul sebatas pada tahap
pelaksanaan kontrak.

Iktikad baik ini harus dimaknai dalam keseluruhan proses kontraktual.


Artinya, iktikad baik harus melandasi hubungan para pihak pada tahap
pra kontraktual, kontraktual, dan pelaksanaan kontraktual.

B. Di dalam sistem common law, suatu kontrak dikategorikan valid atau sah
jika telah memenuhi empat unsur-unsur sebagai berikut: 1. ada
kesepakatan; 2. didukung oleh consideration yang legal; 3. ada kausa
yang dibenarkan hukum; dan 4. dibuat oleh para pihak yang memiliki
kapasitas untuk mengadakan kontrak.

4. a. Penawaran dan penerimaan adalah dua elemen penting dari


kontrak yang mengikat, juga dikenal sebagai perjanjian yang mengikat.
Tawaran adalah pernyataan syarat-syarat yang dengannya pemberi
penawaran siap untuk terikat jika penerimaan dikomunikasikan
sementara tawaran itu masih hidup.  

Penerimaan adalah indikasi yang jelas oleh pihak yang ditawari bahwa
mereka akan menyepakati perjanjian berdasarkan syarat-syarat pihak
yang menawarkan. Jika Anda menerima tawaran, Anda membuat kontrak
yang mengikat dan terikat secara hukum. 
Sebaliknya, jika Anda menerima ajakan untuk mentraktir, Anda hanya
membuat penawaran. Undangan untuk mentraktir bukanlah tawaran
sampai Anda secara jelas dan langsung mendekati pihak lain untuk
membuat kontrak. 

b. Misalnya, penawaran terjadi saat Anda membawa barang ke register,


menyampaikan bahwa Anda sedang membuat penawaran. Penerimaan
adalah saat karyawan toko menjual barang tersebut kepada Anda.

Ini biasa terjadi dalam skenario di mana Anda merasa menerima tawaran,
tetapi sebenarnya, Anda hanya menanggapi ajakan untuk mentraktir. Di
sini, Anda hanya membuat penawaran dan tidak menerima penawaran
asli.

5. a). Syarat Sah menurut Civil Law(KUH Perdata), Terdapat empat


ketentuan yang harus dipenuhi secara mutlak dan hal tersebut akan
dijabarkan secara lebih lanjut. Berikut 4 Ketentuan syarat sah perjanjian
berdasarkan pasal 1320 KUH perdata yang dapat Anda Ketahui:

Syarat Sah Perjanjian

Berikut 4 syarat sah perjanjian yang tertuang dalam pasal 1320


KUHperdata:

Kesepakatan Yang Mengikatkan Kedua Belah Pihak

Unsur ini menjadi hal yang pertama untuk diperhatikan baik-baik karena
tentunya tidak akan ada sebuah perjanjian tanpa sebuah kesepakatan.
Kesepakatan itu sendiri adalah kesadaran dalam penyataan kehendak
antara para pihak yang mengikat perjanjian.

Oleh karena itu, para pihak pun diharuskan untuk sepakat terhadap hal-
hal yang diperjanjikan tanpa adanya unsur paksaan, kekhilafan, serta
penipuan yang menyebabkan salah satu pihak menyatakan
kesepakatannya. Kepekatan ini dapat di tandai dengan di tandatanginya
perjanjian tersebut. Lantas, apa konsekuensi hukum ditandatanganinya
suatu perjanjian oleh pihak pihak dan di barengi dengan tanda tangan
oleh pihak lainnya? Maka perjanjian tersebut dapat di anggap sah.

Kecakapan Bertindak

Kecakapan ialah kemampuan untuk melakukan sebuah perbuatan hukum.


Kecakapan para pihak wajib di perhatikan dalam hal Perbuatan hukum
yang dimaksud yakni perbuatan yang apabila dilakukan akan
menimbulkan konsekuensi hukum. Untuk itu syarat sahnya suatu
perjanjian adalah kecakapan bertindak.
Pasalnya perjanjian haruslah dilakukan oleh pihak yang telah cakap dalam
bertindak untuk mampu mewakili dirinya sendiri secara sah dan
bertanggung jawab. Orang-orang yang tidak cakap dalam melakukan
perjanjian antara lain:

1. Seseorang yang belum dewasa (Kedewasaan berdasarkan Kitab


Undang-Undang Hukum Perdata yakni berusia 21 tahun dan/atau
telah menikah);
2. Seseorang yang berada dibawah pengampuan (Hal ini dapat berupa
seseorang yang mengalami gangguan kejiwaan, berperliku boros
dan telah dinyatakan berada dibawah pengampuan, serta seseorang
yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan).

Adanya Objek Perjanjian

Objek perjanjian dalam syarat sah kontrak erat kaitannya dengan prestasi
yang harus dipenuhi masing-masing pihak. Prestasi ialah perbuatan
berupa kewajiban yang harus dilakukan oleh debitur dan hak yang akan
diterima oleh kreditur. Prestasi sendiri terdiri dari memberikan sesuatu,
berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.

Secara sederhana, hal yang dimaksud dengan objek perjanjian dalam


syarat sah suatu perjanjian yakni adanya barang atau jasa yang
disepakati sebagai objek dari perjanjian. Dalam hal ini contohnya A
membeli sebuah mobil dari B dengan harga Rp 200.000.000. Objek yang
diperjanjikan yaitu mobil dengan kewajiban A untuk menyerahkan uang
yang disepakati serta B memberikan mobil yang telah dibayar oleh A.

Adanya Sebab Yang Halal

Syarat sah perjanjian terakhir ini berhubungan dengan isi dari sebuah
perjanjian. Para pihak dharuskan memperjanjikan suatu hal yang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang, ketertiban, dan norma kesusilaan
yang ada di masyarakat. Sebagai contoh jika perjanjian yang
mengaharuskan seseorang mencuri atau merusak barang dari orang lain
maka perjanjian tersebut menjadi tidak sah karena kedua hal yang
diperjanjikan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang.

b). Syarat Sah Perjanjian Menurut Common Law

Jika sebelumnya telah di jelaskan syarat sah perjanjian yang di kemukan


dalam civil law, berikut merupakan syarat sah perjanjian yang dimuat
dalam common law.
Consideration

Syarat sah perjanjian dalam hal consideration adalah  apakah suatu pihak
dalam perjanjian tersebut memberikan janji atau berjanji. Selain itu juga
bisa didefinisikan sebagai harta janji yang harus dilaksanakan.

Offer

offer berarti penawaran yang maksudnya dalam sebuah perjanjian perlu


ada hal yang ditawarkan dari salah satu pihak pada pihak yang lainnya.

Acceptance

acceptance berarti penerimaan, maka dalam syarat sah perjanjian perlu


adanya penerimaan dari salah satu pihak mengenai offer yang sudah
diberikan.

Capacity

berarti kemampuan yang mana apakah para pihak dalam perjanjian


tersebut memiliki kekuasaan. Jika kontrak dibuat tanpa adanya
kekuasaan, maka kontrak tersebut dianggap tidak berlaku.

Perbedaan Syarat Sah Subjektif Dan Objektif Dalam Perjanjian

Perbedaan syarat sah subjektif dan objektif adalah dari definisinya. Syarat
sah perjanjian subjektif merupakan syarat yang berhubungan dengan
subjek perjanjian. Sedangkan untuk syarat sah objektif merupakan syarat
yang berhubungan dengan objek dari perjanjian tersebut.

Syarat yang termasuk dalam syarat subjektif adalah adanya kata sepakat
dari kedua belah pihak dan kecakapan kedua belah pihak untuk membuat
perikatan. Sedangkan yang termasuk dalam syarat objektif adalah
mengenai objek yang dijanjikan dan suatu sebab yang halal.

Syarat Sah Subjektif Dalam Perjanjian

Syarat sah subjektif perlu memenuhi unsur kesepakatan kedua belah


pihak. Jika kesepakatan sudah dicapai, maka pihak sudah mencapai
kesesuaian mengenai hal-hal yang menjadi pokok perjanjian.

Unsur lainnya yang perlu dipenuhi dalam syarat subjektif adalah adalah
adanya kecapakan untuk melakukan sesuatu oleh kedua belah pihak.
Untuk itu dibutuhkan subjek yang bisa memenuhi beberapa hal berikut:

 Orang yang sedang tidak dibawah pengampuan.


 Orang yang sudah dewasa
 Orang yang tidak dilarang oleh undang-undang guna melakukan
perbuatan tertentu.

Syarat Sah Objektif Dalam Perjanjian

Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, syarat sah objektif terdiri dari hal
tertentu dan kausa halal atau yang diperbolehkan. Perihal tertentu dalam
hal ini merupakan yang menjadi objek perjanjian harus berkaitan dengan
hal tertentu dibenarkan hukum dan jelas.

Selain itu, perjanjian tersebut juga dibuat dengan bukan berdasarkan hal-
hal yang bertentangan dengan hukum.

Anda mungkin juga menyukai