Anda di halaman 1dari 8

NAMA : RAMOT W HASIBUAN

NPM : 17600016

MATA KULIAH : HUKUM PERIZINAN

GROUP :A

DOSEN PENGASUH : KASMAN SIBURIAN, SH., MH

SOAL

1. Jenis-jenis kebebasan pemerintah.


2. Arti dari perbedaan antara wewenang bebas dan terikat.
3. Syarat-syarat umum begi terbentuknya keputusan.
4. Diperkenankannya ketentuan-ketentuan keputusan.
5. Syarat-syarat yang dituntut pada ketentuan-ketentuan keputusan.
6. Sifat wewenang untuk memberi izin dalam hukum lingkungan dan
pengujian oleh hakim administrasi.

JAWAB
1. Jenis-jenis kebebasan pemerintahan yaitu sebagai berikut :

a. Makna Otonomi Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan


Republik Indonesia
Dalam konteks otonomi daerah asas desentralisasi merupakan
perwujudan dari prinsip otonomi seluas-luasnya, nyata dan
bertanggung jawab. Secara normatif pengertian asas desentralisasi
dapat dilihat pada Pasal 1 butir (8) Undang-Undang No. 23 Tahun
2014, yang menyebutkan sebagai berikut: Desentralisasi adalah
penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia Pengutamaan asas
desentralisasi ini selanjutnya dapat dilihat dalam Pasal 10 ayat (1)
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 yang menyebutkan” Urusan
pemerintahan absolute sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(2) meliputi; (a) politik luar negeri, (b) pertahanan, (c) keamanan,

1
(d) yustisi, (e) moneter dan fiskal nasional; dan (f) agama. Bila
dianalisis dengan menggunakan teori residu/sisa, maka diluar
kewenangan tersebut merupakan kewenangan pemerintah daerah.
Namun bagaimana bentuk dan isi kewenangan yang sekaligus akan
menentukan derajat desentralisasi, tidak diatur lebih lanjut dalam
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 akan tetapi diatur dalam peraturan
perundang-undangan.1 Indikator pengutamaan asas desentralisasi juga
dapat dilihat dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun
2014, yang menyebutkan: “Pembagian urusan pemerintahan konkuren
antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi serta Daerah
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3)
didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta
kepentingan strategis nasional”. Sepintas pasal ini menunjukan
ketidakkonsistenan penerapan prinsip otonomi daerah, karena
pembagian urusan berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan
efisiensi harus memperhatikan keserasian hubungan antar susunan
pemerintahan. Namun penulis beranggapan bahwa keserasian
hubungan antar susunan pemerintahan tetap dalam kerangka negara
kesatuan republik Indonesia. Artinya sekalipun urusan pemerintahan
tersebut dilaksanakan secara desentralisasi penuh, namun pelaksanaan
kewenangan itu tetap harus berpedoman kepada peraturan perundang-
undangan di atasnya. Ini mengindikasikan bahwa pemerintah tetap
memegang kontrol terhadap pelaksanaan kewenangan oleh setiap
satuan pemerintahan.

b. Landasan Teoritis dan Yuridis Kebebasan Bertindak Pemerintah


Berbicara mengenai kebebasan bertindak pemerintah, maka akan
memunculkan pikiran kita tentang adanya suatu gambaran kekuasaan
aparatur yang mengambil suatu keputusan yang seolah-olah tidak
melalui atau tidak sesuai dengan jalur hukum yang telah digariskan,
atau aparatur tersebut bertindak menegakkan hukum positif yang
seharusnya ditegakkan. Padangan teoritis pemikiran-pemikiran hukum
diharapkan dapat memberikan gambaran tentang peranan dari aparatur
pemerintah di dalam melaksanakan tugas. Padangan hukum legalitas,

2
hukum diidentikan dengan undang-undang. Sistem hukum dipandang
sebagai suatu struktur tertutup yang logis. Tidak bertentangan satu
sama lain, hukum dipandang sebagai perangkat aturan-aturan yang
diharapkan agar ditaati oleh para anggota masyarakat. Penerapan
model pengkajian di dalam masyarakat, hanya terlihat dan
menganggap hukum yang ada di masyarakat sudah diwadahi oleh
norma-norma hukum yang memadai, dan hukum sudah dilengkapi
dengan kelengkapan-kelengkapan teknis yuridis yang sudah mapan.
Hukum disini sudah merupakan obat dari segala macam penyakit yang
melanggar norma-norma masyarakat, sehingga tak satupun persoalan
di masyarakat yang tidak teratasi.
Dengan demikian tak mungkin bagi aparatur pemerintah untuk
dapat bertindak atas inisiatif sendiri untuk mengatasi persoalan yang
muncul di tengah-tengah proses kehidupan masyarakat, karena bagi
aparatur pemerintah tinggal mencocokkan antara persoalan yang
muncul dengan aturan yang ada karena sebagaimana dijelaskan bahwa
hukum adalah obat dari segala macam penyakit.

2. Arti dari perbedaan antara wewenang bebas dan terikat yaitu sebagai
berikut :

a. Kewenangan bebas yaitu apabila peraturan dasarnya


memberikan kebebasan kepada badan tata usaha negara untuk
menentukan mengenai isi dari keputusan yang akan
dikeluarkan. Kewenangan tersebut oleh Hadjon dibagi menjadi
2 yakni kewenangan untuk memutuskan secara mandiri dan
kebebasan penilaian terhadap tersamar.

b. Kewenangan terikat adalah apabila peraturan dasarnya


menentukan kapan dan dalam keadaan bagaimana kewenangan
tersebut dapat digunakan.

3. Syarat-syarat umum begi terbentuknya keputusan yaitu sebagai berikut


:

a. Syarat Materil

3
- Keputusan harus dibuat oleh alat negara (organ) yang
berwenang;

- Karena keputusan itu suatu pernyataan kehendak


(wilsverklaring), maka pembentukan kehendak itu tidak boleh
memuat kekurangan yuridis;

- Keputusan harus diberi bentuk (vorm) yang ditetapkan dalam


peraturan dasarnya dan pembuatnya harus memperhatikan cara
(prosedur) membuat keputusan itu, bilamana hal ini ditetapkan
dengan tegas dalam peraturan dasar tersebut;

- Isi dan tujuan keputusan harus sesuai dengan isi dan tujuan
peraturan dasar.

b. Syarat Formil yaitu :


- Syarat-syarat yang ditentukan yang berhubungan dengan
persiapan dibuatnya keputusan dan yang berhubungan dengan
cara dibuatnya keputusan, harus dipenuhi;

- Keputusan harus diberi bentuk yang ditentukan;

- Syarat-syarat yang ditentukan yang berhubungan dengan


dilakukannya keputusan, harus dipenuhi;

- Jangka waktu yang ditentukan antara timbulnya hal-hal yang


menyebabkan dibuatnya keputusan dan diumumkannya
keputusan itu tidak boleh dilewati.

4. Izin adalah salah satu instrumen yuridis yang paling banyak digunakan
dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai
sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Dalam
arti luas, izin ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan
undang-undang atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan
tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan.
Yang menjadi pokok pada izin (dalam arti sempit) ialah bahwa

4
suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan, dengan tujuan
agar dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan
perkenan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi
tiap kasus. Penolakan izin hanya dilakukan jika kriteria yang
ditetapkan oleh penguasa tidak dipenuhi atau bila karena suatu alasan
tidak mungkin memberi izin kepada semua yang memenuhi kriteria.

5. Syarat-Syarat Tentang Sah Atau Tidaknya Suatu Keputusan


Administrasi Pemerintahan (Beschikking)
Didalam membuat suatu keputusan (beschikking),pemerintah harus
memperhatikan ketentuan-ketentuan atau syarat-syarat tertentu.
Apabila syarat-syarat tertentu dimaksud tidak dipenuhi berakibat
keputusan yang dibuat tidak sah. Keputusan yang dibuat pemerintah
adalah merupakan tindakan hukum publik yang memiliki akibat
hukum, oleh karena itu tidak sahnya suatu keputusan yang dibuat
pemerintah akan berkait dengan tidak sahnya tindak pemerintahan.
Dengan kata lain apabila syarat-syarat pembuatan keputusan tidak
diperhatikan, maka akan memungkinkan adanya kekurangan, sehingga
berakibat tidak sah keputusan.

a. Keabsahan Keputusan dan Tindakan Pemerintah Didalam


lapangan hukum administrasi
istilah keabsahan merupakan terjemahan dari istilah hukum
belanda rechtmatig, sedangkan perbuatan melanggar hukum
merupakan terjemahan dari istilah onrechtmatig yang
merupakan istilah dalam lapangan hukum perdata. Dalam
lapangan hukum perdata sudah lazim digunakan istilah
perbuatan melanggar hukum, namun demikan penggunaan
istilah dalam lapangan hukum pemerintahan hendaknya
dibedakan, karena itu penggunaan istilah onrechtmatig dalam
bahasa hukum terutama dalam lapangan hukum pemerintahan
lebih tepat diartikan dengan cacat yuridis, sehingga memaknai
keputusan Tata Usaha Negara yang onrechmatig diartikan
sebagai keputusan Tata Usaha Negara yang cacat yuridis

5
Seorang raja atau penguasa yang “bijaksana” adalah yang
memiliki baik sifat-sifat yang berdasarkan pada kebijakan
maupun kebajikan atau dengan kata lain ia telah banyak
menjelmakan kebijaksanaan dalam bentuk kebijakan dan
kebajikan. Berdasarkan hal tersebut, penulis berpendapat
bahwa Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara harus selalu
bijaksana dalam mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara,
agar tidak menimbulkan cacat yuridis. Dalam tindakan hukum
administrasi dianut asas presumtio justae cause yang
maksudnya bahwa suatu keputusan Tata Usaha Negara harus
selalu dianggap benar dan dapat dilaksanakan, sepanjang hakim
belum membuktikan sebaliknya.Badan peradilan yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk menyatakan batal atau
tidak sah keputusan Tata Usaha Negara adalah Peradilan Tata
Usaha Negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 Jo. UndangUndang Nomor 9 Tahun 2004 Jo. Undang-
Undang Nomor 51 Tahun 2009. Bahwa secara umum syarat-
syarat untuk sahnya suatu keputusan Tata Usaha Negara adalah
sebagai berikut:

- Syarat materil:

a. Keputusan harus dibuat oleh alat negara (organ) yang


berwenang.

b. Karena keputusan itu suatu pernyataan kehendak


(wilsverklaring) maka pembentukan kehendak itu tidak
boleh memuat kekurangan yuridis.Keputusan harus
diberi bentuk (vorm) yang ditetapkan peraturan
dasarnya dan pembuatnya harus memperhatikan cara
(prosedur) membuat keputusan itu, bilamana hal ini
ditetapkan dengan tegas dalam peraturan dasar tersebut.

c. Isi dan tujuan keputusan harus sesuai dengan isi dan


tujuan peraturan dasar.

- Syarat formil:

6
a. Syarat-syarat yang ditentukan berhubungan dengan
persiapan dibuatnya keputusan dan berhubungan dengan
cara dibuatnya keputusan harus dipenuhi.

b. Keputusan harus diberi bentuk yang ditentukan.

c. Syarat-syarat yang ditentukan berhubung dengan


dilakukannya keputusan harus dipenuhi.

d. Jangka waktu yang ditentukan antara timbulnya hal-hal


yang menyebabkan dibuatnya keputusan dan
diumumkannya keputusan itu tidak boleh dilewati.
Penulis berpendapat bahwa, baik syarat- syarat materil
maupun syarat-syarat formil harus senantiasa dipenuhi
oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara untuk
sahnya suatu Keputusan Tata Usaha Negara dan tidak
merugikan seseorang atau badan hukum perdata yang
dituju oleh keputusan tersebut.
6. Sanksi dalam hukum administrasi adalah alat kekuasaan yang bersifat
hukum publik yang dapat digunakanj oleh pemerintah sebagai reaksi
atas ketidakpatuhan terhadap kewajiban yang terdapat dalam norma
hukum administrasi. Oosternbrink menyatakan bahwa sanksi
administrasi adalah sanksi yang muncul dari hubungan antara
pemerintah-warga negara dan yang dilaksanakan tanpa perantara pihak
ketiga, yaitu tanpa perantara kekuasaan peradilan, tetapi dapat
langsung dilaksanakan oleh administrasi sendiri. Dalam hukum
administrasi negara, penggunaan sanksi administrasi merupakan
penerapan kewenangan pemerintahan, dimana kewenangan ini berasal
dari aturan hukum administrasi tertulis dan tidak tertulis. Pada
umumnya, memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk
menetapkan norma-norma hukum administrasi tertentu diiringi pula
dengan memberikan kewenangan untuk menegakkan norma-norma itu
melalui penerapan sanksi bagi mereka yang melanggar norma hukum
administrasi, Sebagaimana diuraikan di atas bahwa sanksi administrasi
lingkungan diatur dalam Pasal 76 sampai dengan Pasal 83 UUPPLH

7
2009. Pasal 76 UUPPLH 2009 menyatakan bahwa menteri, gubernur,
bupati/walikota menerapkan sanksi administratif terhadap penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan
pelanggaran terhadap ozon lingkungan. Ketentuan Pasal 76 ayat (1)
UUPPLH 2009 tersebut menekankan bahwa satu, wewenang
menerapkan sanksi administratif adalah wewenang menteri, gubernur,
dan bupati/walikota. Kedua, bahwa penerapan sanksi administratif
dilakukan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin
usaha. Maksudnya, penerapan sanksi administratif dilakukan sebagai
tindak lanjut dari dilakukannya pengawasan dan penerapan sanksi
tersebut adalah sebagai tindak lanjut atas pelanggaran izin lingkungan.
Terhadap pelanggaran izin lingkungan tersebut dapat dikenakan sanksi
administratif. Jenis-jenis sanksi admintratif lingkungan sebagaimana
diatur pada Pasal 76 ayat (2) UUPPLH 2009 adalah terdiri atas :
teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin lingkungan, dan
pencabutan izin lingkungan. Sebelum lebih lanjut membahas mengenai
prosedur penerapan sanksi administratif, berikut ini dipaparkan
pengaturan mengenai sanksi-sanksi administratif dalam UUPPLH
2009. Pada Pasal 79 UUPPLH 2009 dinyatakan bahwa pengenaan
sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin
lingkungan dilakukan apabila penanggungjawab usaha dan/atau
kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintahan.

Anda mungkin juga menyukai