Hasibuan, SH
NPM : 21.021.121.060. (HUKUM)
Mata Kuliah : Sejarah Hukum
Magister Hukum : Universitas Darma Agung
1
gejala-gejala kemasyakatan lainnya, yang antra hal-hal tersebut dengan hukum
dapat ditelusuri keterkaitannya.
Historitas Hukum
a. Visi Idealitas-Spiritualistis
Hukum itu sebagai suatu perwujudan satu atau lain gagasan absolut, maka apapun
asal atau isi gagasan yang kita kemukakan, bagaimanapun kita akan lebih cendrung
dan bermuara pada suatu pandangan hukum yang lebih statis dari pada yang dinamis.
Memang benar bahwa dalam hipotesis tersebut berbagai bentuk perwujudan hukum
yang muncul secara berturut-turut satu sesudah yang lain sebagai pencerminan
gagasan hukum absolut yang tiak sempurna, dan pada hakikatnya cendrung a-priori
tidak berubah dan karenanya a-historis. Bentuk-bentuk perwujudan yang timbul
secara berturut-turut satu sesudah yang lain dapat diuraikan sesuai dengan tertib urut
kronologis, tetapi keterkaitan yang satu dengan yang lain tidak dilihat dalam
perspektif kronologis linear melainkan dalam perimbangan terhadap gagasan absolut
tersebut. Berdasarkan titik tolak yang demikian, pada hakikatnya hanya sedikit sekali
mengarah seperti yang dimaksudkan dalam sejarah hukum.
b. Visi Matrealistis-Sosialogis
Hukum tidak dianggap sebagai perwujudan ide, seperti keadilan rasio, dan lain-
lain, melankan sebagai produk kenyataan masyarakat atau realitas masyarakat, maka
pandangan hukum statis beralih tempat dan berubah oleh hal yang dinamis, yang pada
hakekatnya lebih rentan terhadap suatu pendekatan histories. Selama hukum itu
dipandang sebagai suatu produk rasio, yang per definisinya dimana-mana dan
senantiasa identik, maka selama itu pula kita tidak dapat menemukan suatu klarifikasi
yang memadai bagi besarnya keanekaragaman norma-norma hukum. Dalam aliran
ini, yang paling banyak sumbangsihnya bagi pembentukan hukum dinamis adalah
mazhab histories dan marxisme.
2
John Gillisen dan Frist Gorlé, bertitik tolak dengan memilih pandangan hukum
sosialogis, artinya suatu yang dalam hukum tidak bertujuan melihat perwujudan
tersebut dari satu atau lain asas tersebut, melainkan menengok suatu produk
kenyataan dalam kemasyarakatan. Dengan cara ini visi-visi matrealistis dan
spiritualistis sepertinya dapat diperdamaikan satu dengan yang lainnya. Didalam
batas-batas yang dimungkinkan oleh situasi kehidupan materiil untuk dapat
melaksanakan (karenanya ada kemandirian relative ini), maka hal tersebut
memainkan suatu peranan spesifik yang perlu kita teliti.
3
Zaman Penjajahan Pemerintahan Belanda 1800-1942
Sejak berakhirnya kekuasaan VOC pada tanggal 31 Desember 1977 dan
dimulainya Pemerintahan Hindia Belanda pada Tanggal 1 Januari 1800, hingga
masuk pemerintahan jepang, banyak peraturan perundang-undangan yang
dikeluarkan oleh pemerintahan Hindia Belanda. Yang menjadi pokok peraturan
pada zaman Hindia belanda adalah:
4
IS yang termuat dalam Stb 1925 No. 415, yang mulai berlaku pada tanggal 1
Janiari 1926.
5
1. Tertulis yaitu aturan-aturan hukum yang ditulis dalam suatu Undang-
Undang dan berlaku sebagai hukum positif. Dalam bentuk tertulis ada dua
macam yaitu:
A. Kodifikasi yang disusunnya ketentuan-ketentuan hukum dalam sebuah
kitab secara sistematis dan teratur.
B. Tidak dikodifikasikan adalah sebagai undang-undang saja.
2. Tidak tertulis yaitu aturan-aturan hukum yang berlaku sebagai hukum yang
semula merupakan kebiasaan-kebiasaan dan hukum kebiasaan. Corak
hukum dapat dicapai dengan:
A. Unifikasi yaitu berlakunya satu sistem hukum bagi setiap orang dalam
kesatuan kelompok sosial atau suatu negara.
B. Dualistis yaitu berlakunya dua sistem hukum bagi dua kelompok
sosial yang berbeda dalam kesatuan kelompok sosial atau suatu
negara.
C. Pluralistis yaitu berlakunya bermacam-macam sistem hukum bagi
kelompok-kelompok sosial yang berbeda dalam kesatuan kelompok
sosial atau suatu negara.
Di atas telah dijelaskan arti, bentuk, dan corak politik hukum, berikut ini
dibahas Politik Hukum bangsa Indonesia. keberadaan Hukum di Indonesia
sebagaimana dijelaskan di atas kebebasan dipengaruhi oleh keberadaan sejarah
hukum. Hal ini dapat dilihat masih banyak undang-undang yang dibuat jaman
Hindia Belanda sampai sekarang masih berlaku. Selain itu, masuknya hukum
Islam juga mempengaruhi hukum di Indonesia, sebagian permasalahan-
permasalahan perdata masih menggunakan hukum Islam. Oleh karen itu, perlu
diketahui terlebih dahulu bagaimana politik Hukum Hindia Belanda sehingga
dapat memahami bagaimana Politik Hukum Indonesia. keberadaan politik hukum
Hindia Belanda dapat dilihat berdasarkan berlakunya 3 pokok peraturan Belanda
(sebagaimana dijelaskan diatas) yaitu masa berlakunya AB, RR dan IS.
6
1. Masa Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia (AB)
Pada masa berlakunya AB politik hukum Pemerintahan Hindia belanda dapat
dilihat dalam pembagian golongan dan berlakunya hukum bagi masing-masing
golongan tersebut. Pemerintahan Hindia Belanda berdasarkan Pasal 5 AB
membagi kedalam dua golongan, pasal ini menyatakan bahwa penduduk Hindia
Belanda di bedakan kedalam Golongan Eropa (berserta mereka yang
dipersamakan) dan Golongan Pribumi (berserta mereka yang dipersamakan
dengannya). Sedangkan hukum yang berlaku bagi masing-masing golongan
tersebut diatur didalam Pasal 9 AB dan Pasal 11 AB. Yang diatur dalam pasal
kedua tersebut adalah (dibawah ini bukan merupakan pasal melainkan kesimpulan
dari bunyi pasal tersebut):
Pasal 9 AB
“Menyatakan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum perdata dan Kitab Undang-
Undang Hukum dagang (yang berlaku di hindia belanda) hanya akan untuk orang
Eropa dan bagi mereka yang dipersamakan dengannya”.
Pasal 11 AB
“Menyatakan bahwa untuk golongan penduduk pribumi oleh hakim akan
diterapkan hukum agama, pranata-pranata dan kebiasaan orang-orang pribumi itu
sendiri, sejauh mana hukum, pranata dan kebiasaan itu tidak berlawanan dengan
asas-asas kepantasan dan keadilan yang diakui umum dan pula apabila terhadap
orang -orang pribumi itu sendiri ditetapkan berlakunya hukum eropa atau orang
pribumi yang bersangkutan dengan menundukan diri pada hukum eropa”.
7
perdata Adat dan berlaku bagi setiap orang di luar golongan Eropa. Corak
hukumnya berlaku dengan dualistis, yaitu satu sistem hukum perdata yang berlaku
bagi golongan Eropa dan satu sistem hukum perdata lain yang berlaku bagi
golongan Indonesia.
2. Masa Regering Reglement (RR)
8
Politik hukum pemerintah jajahan yang mengatur tentang pelaksanaan tata
hukum pemerintah di Hindia Belanda itu dicantumkan dalam pasal 75 RR yang
pada asasnya seperti tertera dalam pasal 11 AB. Sedangkan pembagiannya tetap
dalam dua golongan, hanya saja tidak berdasarkan perbedaan agama lagi
melainkan atas kedudukan "yang menjajah" dan "yang dijajah" Dan ketentuan
terhadap pembagian golongan ini dicantumkan dalam pasal 109 Regerings
Reglement . Adapun yang diatur dalam pasal kedua tersebut adalah (dibawah ini
bukan merupakan pasal melainkan kesimpulan dari bunyi pasal tersebut):
Pasal 109 RR
“Pada pokoknya sama dengan Pasal 5 AB tetapi orang Pribumi yang beragama
Kristen dianggap orang pribumi dan bagi orang Tionghoa, Arab, serta India
dipersamakan dengan Bumi Putera”.
Pasal 75 RR
“Menyatakan tetap berlaku hukum eropa bagi orang eropa dan hukum adat bagi
golongan lainnya”.
3. Masa Indische Staatsregeling (IS)
Berlakunya IS dengan sendirinya telah menghapusnya RR. Politik Hukum
Pemerintahan hindia belanda pasa saat berlakunya IS dapat dilihat dalam Pasal
163 IS dan 131 IS. pada Pasal 163 IS diatur golongan, yang pada seluruh isinya
dikutip dari Pasal 109 RR (baru). Sedangakan Pasal 131 IS mengatur hukum yang
berlaku bagi masing-masing golongan tersebut. Adapun yang diatur dalam pasal
9
kedua tersebut adalah (dibawah ini bukan merupakan pasal melainkan kesimpulan
dari bunyi pasal tersebut):
Pasal 163 IS
Penduduk Hindia Belanda dibedakan atas tiga golongan, yakni :
1. Golongan Eropa
2. Golongan Bumi Putera
3. Golongan Timur Asing.
10
dan pengertian yang khas dimiliki rakyat dalam masyarakat-masyarakat, yang
mencoba hidup menurut kaidah-kaidah sendiri tentang perilaku yang baik dan
jujur (sesuai denga kaidah hukum), dan berdasar pada prinsip-prinsip yang timbul
dari sumber-sumber yang lain dari yang ada di lingkungan yang telah
mebesarkannya. Pengertian untuk nilai hukum adat telah tumbuh di kalangan
masyarakat. Secara perlahan dari perbedaan hukum tersebut banyak menimbulkan
formal identity bagi setiap orang asing yang masuk pada lingkungan adat tersebut.
Ketika masa kolonial ha ini mendapat banyak tentang dari kalanganpimpinan
kolonial dan swasta. Secara perlahan-lahan dengan pendiriannya masing-masing
seringkali menimbulkan perpecahan dan konflik sosial yang bersifat vertikal.
Bahkan menjadi lebih keras ketika polemik yang terjadi mengenai hak adat atas
tanah dan keputusan pernyataan kepemilikan yang meliputi semua tanah “bebas”
dan “tidak bebas.” Di dalam penafsiran pemerintah waktu itu tidak tampak hak-
hak penduduk atau rakyat dan tidak menghormatinya sebagai suatu keseluruhan
yang memiliki watak tersendiri dengan hak-hak serta bentuk-bentuk ungkapannya
yang spesifik.
Konflik vertikal yang terjadi akibat pengebirian hukum adat oleh pemerintah
kolonial menyebabkan distribusi hukum adat bagi sebagian masyarakat mulai
tergeser dengan dominasi hukum terpusat yang dianggap tidak mewakili realita
sosial diterapkan oleh belanda. Superioritas penguasa kolonial ketika itu
menjadikannya gelap mata untuk menindas siapa saja yang tidak mengikuti hukum
terpusat. Banyak di kalangan masyarakat yang takut akan ancaan tersebut dan
memilih untuk bergabung dengan hukum kolonial. Di sisi lain pihak yang
memegang teguh hukum adat bersikukuh untuk mempertahankan kearifan lokal
tersebut sebagai suatu huku yang dapat menyelesaikan berbagai persoalan
kemasyarakatan yang sesuai dengan keadaan dan kenyataan masyarakat yang ada.
Maka terjadilah konflik horizontal antara masyarakat yang pro dan kontra terhadap
hukum terpusat yang diimport dari Eropa tersebut.
11
Dari peta konsep di atas dapat dijelaskan bahwaa Sejarah Hukum Pidana pada
zaman VOC adalah Menurut Uterecth , hukum yang berlaku di daerah yang
dikuasai oleh VOC ialah:
Hubungan hukum belanda yang kuno dengan statute itu ialah sebagai
pelengkap, jika statute tidak dapat menyelesaikan masalah, maka hukum belanda
kuno yang diterapkan, sedangkan hukum romawi berlaku untuk mengatur
kedudukan hukum budak. Akan tetapi itu hanya teori saja , dalam kenyataannya
orang pribumi tetap tunduk kepada hukum adatnya. Di daerah lain tetap berlaku
hukum adat pidana. VOC hanya campur tangan pada persoalan pidana yang
berkaitan dengan perdagangan.
12
bumiputera yang selama ini hukum adat belum pernah mendapat
perhatian. Tugas ini diserahkan kepada Mr. Hageman, tetapi tugas ini gagal,
karena pemerintahan Belanda tidak mengetahui keadaan hukum di Hindia
Belanda. Tugas tersebut diganti oleh scholten, lalu diganti lagi oleh Mr. HL
Wichers. Tugas utamanya adalah mengadakan unifikasi hukum. Unifikasi hukum
ini ditentang oleh Van der Vinne yang mengatakan : Suatu kejadian untuk
diterapkan hukum Belanda di Hindia Belanda yang sebagian besar penduduknya
beragama Islam dan memegang teguh adat istiadat mereka. Pada tahun 1848,
hasil unifikasi dan kodifikasi terhadap hukum perdata dan hukum dagang di
Belanda telah selesai.
1. Dalam bidang hukum tanah, dilakukan unifikasi hukum diantaranya :
Agrarische Wet (stb. 1850-1855). Lahir di atas desakan pengusaha swasta
yang dikenal dengan Cultuur Stelsel.
2. Agrarische Besluit (stb 1870-1877), mengenai Domein Verklarine.
3. Agrarische Zigendum (stb 1872-1877), yang sekarang diubah menjadi hak
milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan.
4. Vervremding Verbrod (stb 1875-1879)
Saat itu yang dikodifikasi hanya hukum perdata berat dan hukum dagang.
Sedangkan untuk hukum adat belum diperhatikan.
Mengenai hukum adat timbul pemikiran untuk melakukan unifikasi sesuai
kepentingan ekonomi dan keamanan dari pemerintah Belanda, tetapi termasuk
kepentingan bangsa Indonesia.
Tahun 1904 pemerintah Belanda mengusulkan suatu rencana Undang-Undang
untuk mengganti hukum adat dengan hukum Eropa dan mengharapkan agar
Bumiputera tunduk pada hukum Eropa, karena hukum adat tidak mungkin
diunifikasi dan dikodifikasi, selama usaha itu gagal. Kegagalan ini
mengakibatkan hukum adat semakin terdesak dan ada pemikiran untuk
menghilangkan hukum adat. Kegagalan untuk mengganti hukum adat dengan
hukum Eropa, karena : Dalam kenyataan tidak mungkin, bangsa Indonesia yang
13
merupakan bagian terbesar dari penduduk Indonesia tunduk pada hukum Eropa
yang disesuaikan dengan orang-orang Eropa, sedangkan bangsa Eropa hanya
sebagian kecil saja, tidak mungkin bangsa Indonesia dimasukkan dalam
golongan Eropa di lapangan hukum privat. Tahun 1927 pemerintah Belanda
mulai menolak untuk mengadakan unifikasi hukum adat, mulai melaksanakannya
Van Vollenhoven yang isisnya memberlakukan pencatatan yang sistematis dari
hukum adat yang didahului dengan penelitian. Tujuannya adalah untuk
memajukan hukum dan untuk membantu hakim yang harus mengadili menurut
hukum adat.
14
6. Periode kolonialisme Jepang
Pada Maret 1942, Terjadi pada saat Jepang ingin menguasai kekuasaan yang
Belanda miliki pada waktu itu. Jepang mulai meduduki seluruh daerah Hindia
Belanda. Untuk melaksanakan tata pemerintahan di Indonesia, pemerintahan
balatentara Jepang berpedoman kepada undang-undangnya yang disebut
“Gunseirei”.
Masa pendudukan Jepang pembaharuan hukum tidak banyak terjadi, seluruh
peraturan perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan peraturan militer
Jepang, tetap berlaku sembari menghilangkan hak-hak istimewa orang-orang
Belanda dan Eropa lainnya.
Fase Kemerdekaan
Di fase kemerdekaan ini terdapat 3 masa yaitu masa orde lama, masa orde baru
dan masa reformasi.
15
Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru
diawali oleh penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan.[25]
Diantaranya UU pokok Agraria, yang bersamaan dengan dibuatnya UU
Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, UU Pertambangan.
Orde Baru juga menundukkan lembaga-lembaga hukum di bawak eksekutif,
pengendalian sistem pendidikan, pemikiran kritis masyarakat dibatasi, hingga tak
ada perkembangan dalam hukum nasional.
Penyelenggaraan pemerintahan Orde Baru menyalahgunakan ketentuan
peraturan perundang-undangan demi suatu kekuasaan. Keterpurukan kondisi
sistem ketatanegaraan yang dibangun pada masa Orde Baru mencapai puncaknya
ketika diiringi dengan munculnya krisis ekonomi yang melanda
duniaperekonomian bangsa Indonesia dan Negara-negara Asia.
Masa Reformasi
Wakil Presiden B.J. Habibie menggantikan posisi Presiden Soeharto. Selama
pemerintahannya sudah terjadi empat kali amandemen UUD RI. Dengan
demikian, komposisi UUD 1945 pada Sidang Tahunan MPR tahun 2002 yang lalu,
maka susunan UUD 1945 memiliki susunan sebagaimana berikut ini: 1). Undang-
Undang Dasar 1945 naskah asli; 2). Perubahan pertama Undang-Undang Dasar
1945; 3). Perubahan kedua Undang-Undang Dasar 1945; 4). Perubahan ketiga
Undang-Undang Dasar 1945; 5). Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar
1945.
16