Anda di halaman 1dari 6

YAYASAN PERGURUAN TINGGI PADANG

UNIVERSITAS EKASAKTI
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU HUKUM
Status Terakreditasi Berdasarkan Ban-PT No. 463/SK/BAN-PT/Akred//XII/2014
Jln : Bandar Purus No. 11 Padang,Tlp. 0751-34266 Fax. 0751-34266

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2021/2022


Matakuliah : Hukum Administrasi Negara
Hari/Tanggal : Jumat / 29 Juli 2022
Waktu : 90 Menit
Dosen : Dr.S.F. Marbun, S.H.,M.H.
Sifat Ujian : Open Book/ Tidak Bekerjasama

Ketentuan Ujian :
1. Soal ini dikerjakan dirumah dan dikumpulkan besok hari selambat-lambatnya jam 10.00.
Setelah lewat waktu tersebut pekerjaan tidak diterima.
2. Pekerjaan ditulis tangan.
3. Pekerjaan yang sama atau curang akan digugurkan.
4. Pekerjaan yang mengutip pendapat orang lain atau literatur harus disebutkan sumbernya
dengan jelas.
5. Pekerjaan dikirim ke email dosen pengampu matakuliah/Dr.S.F. Marbun,SH.MH.

Bismillahirrakhmanirrakhim

A. Soal ini Wajib dikerjakan sebanyak 4 (empat) soal :


1. a. Jelaskan korelasi Negara Hukum, Demokrasi dan Peraturan Perundang-undangan
serta Peraturan Kebijaksanaan (Diskresi)
Korelasi yang terbangun antara Negara Hukum dan Demokrasi terjadi
manakala suatu negara ingin menegakan prinsip-prinsip demokrasi seyogyanya
berlandaskan hukum atau sebaliknya manakala negara melalui penyelenggara
negara atau penyelenggara pemerintahan ingin mengambil keputusan (membuat
peraturan atau kebijakan) seyogyanya mencerminkan kehendak rakyat. Dengan
demikian gabungan dua konsepsi ini merupakan suatu keniscayaan pada era modern
ini, dengan tujuan menghindarkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power),
tindakan sewenang-wenang (willikeur) dan mengedepankan rasa keadilan
(kesetaraan Gender).
Konstitusi Indonesia menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang
menganut paham demokrasi. Maka dari pada itu Undang-Undang Dasar Tahun 1954
(UUD 1945) adalah Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
merupakan hukum dasar tertinggi, yang harus dijadikan acuan dan pedoman utama
dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Serta
beberapa Peraturan Perundang-undangan yang digunakan untuk menegakkan negara
hukum.
Kekuasaan dalam negara sejatinya adalah kekuasaan hukum terutama pada
Undang-Undang Dasar sebagai hukum tertinggi yang memberikan wewenang
kepada Pemerintah (eksekutif) untuk bertindak sesuai dengan wewenang yang
diberikan oleh hukum. Dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan, tindakan
Pemerintah harus didasarkan pada wewenang yang dimiliki dan bukan pada
kekuasaan. Tentunya penggunaan diskresi pun harus didasarkan pada kebutuhan atas
terselenggaranya program Pemerintah dan bukan pada kemauan pribadi dari Pejabat
Pemerintahan.
Sesuai Pasal 1 angka 9 UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan bahwa diskresi adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan
dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret
yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan
perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau
tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan. Kewenangan diskresi seringkali
terbit manakala suatu program pemerintah tidak berjalan optimal dan mengarah
kepada stagnasi akibat dari peraturan yang berlaku tidak lengkap atau tidak jelas.

b. Jelaskan perbedaan makna freies Ermessen secara teoritis dengan makna Diskresi
secara yuridis.
Secara teoritis "freiesermessen" dapat diartikan sebagai "orang yang bebas
mempertimbangkan, bebas menilai, bebas menduga, dan bebas mengambil
keputusan". pada hakikatnya dalam "freiesermessen" adanya kebebasan bertindak
bagi administrasi negara untuk menjalankan fungsinya secara dinamis guna
menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang mendesak, sedangkan aturan
untuk itu belum ada. Dengan adanya "freiesermessen" maka administrasi negara
dapat menjalankan fungsinya secara dinamis dalam menyelenggarakan kepentingan
umum, sehingga dalam menghadapi hal-hal yang sifatnya penting dan mendesak
yang aturannya belum tersedia untuk itu, administrasi negara atas inisiatifnya sendiri
dapat langsung bertindak tanpa menunggu instruksi lagi. Jadi, administrasi negara
dapat langsung bertindak dengan berpijak kepada asas kebijaksanaan.
Secara yuridis berlakunya asas diskresi tidak mengesampingkan asas legalitas,
sebab sikap dan perilaku seorang pejabat dalam melaksanakan tugasnya dituntut
harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena apabila tidak
sesuai dengan ketentuan secara hukum telah menyalahi dan berakibat dapat menjadi
obyek pemeriksaan. Keputusan atau tindakan pejabat berupa diskresi ini tidak serta
merta bisa dilaksanakan, karena pelaksanaan diskresi harus memenuhi persyaratan
tertentu sesuai dengan Pasal 22 Undang-Undang 30 Tahun 2014, yaitu melancarkan
penyelenggaraan pemerintahan, mengisi kekosongan hukum, memberikan kepastian
hukum, dan mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna
kemanfaatan dan kepentingan umum.

c. Jelaskan ruang lingkup “Larangan Penyalahgunaan wewenang” menurut UU No. 30


Tahun 2014.
Asas tidak menyalahgunakan wewenang sendiri diatur dalam UU Nomor 30
Tahun 2014 yaitu Pasal 10 ayat (1) huruf e dan penjelasannya. Asas ini mewajibkan
setiap badan dan/atau pejabat pemerintahan untuk tidak menggunakan
kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain dan tidak
sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan tersebut, tidak melampaui, tidak
menyalahgunakan, dan/atau tidak mencampuradukkan kewenangan.
Menurut ketentuan Pasal 17 UU Nomor 30 Tahun 2014, badan dan/atau pejabat
pemerintahan dilarang menyalahgunakan wewenang, larangan itu meliputi larangan
melampaui wewenang, larangan mencampuradukkan wewenang, dan/atau larangan
bertindak sewenang-wenang.
Badan dan/atau pejabat pemerintahan dikategorikan melampaui wewenang
apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan melampaui masa jabatan atau
batas waktu berlakunya wewenang, melampaui batas wilayah berlakunya wewenang;
dan/atau bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Badan
dan/atau pejabat pemerintahan dikategorikan mencampuradukkan wewenang apabila
keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan di luar cakupan bidang atau materi
wewenang yang diberikan, dan/atau bertentangan dengan tujuan wewenang yang
diberikan. Badan dan/atau pejabat pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-
wenang apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan tanpa dasar
kewenangan, dan/atau bertentangan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap.

2. a. Jelaskan 4 (empat) fungsi Asas-asas umum pemerintahan yang Baik.


Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik mempunyai tiga fungsi, adapun
fungsi tersebut adalah :
▪ pertama bagi administrasi negara sebagai pedoman di dalam penafsiran dan
penetapan terhadap ketentuan-ketentuan perundangundangan yang tidak jelas.
▪ kedua, melihat Pasal 53 ayat (2) dalam Undang-Undang Peradilan Tata Usaha
Negara keberadaan asas-asas umum pemerintaahan yang baik digunakan
masyarakat untuk mencari keadilan dan dapat dijadikan gugatan atas ketidak
puasaan masyarakat dengan keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat karena
dianggap memberatkan masyarakat.
▪ ketiga, hakim menggunakan asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagai
alat uji dalam memutus suatu perkara yang terjadi dalam Peradilan Tata Usaha
Negara.
▪ keempat, dengan berlakunya asas-asas umum pemerintahan yang baik dengan
mengacu pada 7 asas yang terdapat dalam UU No. 28 Tahun 1999 dalam asas
kecermatan dimana persoalan hukum dapat teratasi dengan melihat ketentuan
yang berdifat normative dan bahkan teori mengenai hukum di Indonesia yang
dikemukakan oleh pakar hukum dapat menjadi acuan untuk menganalisa
persoalan hukum yang terjadi.

b. Jelaskan 2 (dua) asas-asas umum pemerintahan yang baik beserta kasusnya dan
putusan pengadilannya.
Contoh dari asas keterbukaan: dalam sidang DPR, memberikan faslitias
siaran secara langsung dan live mengenai apa ysng dibahas oleh anggota dewan
sehingga masyarakat tau kinerja para dewan. Contoh lain dalam pemilu, kpu
memberikan informasi secar terbuka jumlah harta, hutang para calon pemimpin
sehingga ini menjadi patokan dalam memilih sehingga masyarakat lebih tau.
Contoh dari Asas Proposionalitas: pemerintah mewajibkan pembayaran
pajak kepada seluruh orang dan dengan ini menggunakan uang tersebut untuk
pembangunan dimana dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat juga.
Contoh Lain, pemerintah membuat suatu peraturan lalu lintas kepada masyarajat,
dan mewajibkan untuk mentaatinnya maka masyarakat mendapatkan hak untuk
merasa aman.

c. Jelaskan apa yang dimaksud dengan atribusi dan perbedaan delegasi dan mandat
secara yuridis.
Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-
undang kepada organ pemerintahan. Atribusi bersifat asli berasal dari peraturan
perundang-undangan. Dengan kata lain, organ pemerintahan memperoleh
kewenangan secara langsung dari redaksi pasal tertentu dalam peraturan perundang-
undangan. Dalam hal atribusi, penerima wewenang dapat menciptakan wewenang
baru atau memperluas wewenang yang sudah ada. Berdasarkan Undang-Undang No.
30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU Administrasi
Pemerintahan), Atribusi adalah pemberian Kewenangan kepada Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 atau Undang-Undang.
Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ
pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya. Delegasi tidak ada penciptaan
wewenang, yang ada hanya pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu kepada
pejabat lainnya. Tanggung jawab yuridis tidak lagi berada pada pemberi delegasi,
tetapi beralih pada penerima delegasi. Berdasarkan UU Administrasi Pemerintahan,
delegasi adalah pelimpahan Kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
yang lebih tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah
dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima
delegasi.
Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangan
dijalannya oleh organ lain atas namanya. Penerima mandat hanya bertindak untuk
dan atas nama pemberi mandat, tanggung jawab akhir keputusan yang diambil
penerima mandat tetap berada pada pemberi mandat. Berdasarkan UU Administrasi
Pemerintahan, mandat adalah pelimpahan kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi
mandat.

3. Menurut UU No. 30 Tahun 2014 :


a. Apakah syarat sah Keputusan?
Syarat sahnya Keputusan meliputi: a. ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang; b. dibuat sesuai prosedur; dan c. substansi yang sesuai dengan
objek Keputusan. Sahnya Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan UU No. 30 Tahun 2004
dan AUPB.

b. Apakah syarat Diskresi ?


Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi
Pemerintahan, Persyaratan Diskresi sebagaimana dinyatakan pada Pasal 24
Pejabat Pemerintahan yang menggunakan Diskresi harus memenuhi syarat:
pertama, sesuai dengan tujuan diskresi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
ayat (2); kedua, tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; ketiga, sesuai dengan AUPB; keempat, berdasarkan alas an-
alasan yang objektif; kelima, tidak menimbulkan konflik kepentingan; dan
dilakukan dengan iktikad baik.
Penjelasan Pasal 24 yang dimaksud dengan “alasan-alasan objektif” adalah
alasan-alasan yang diambil berdasarkan fakta dan kondisi faktual, tidak
memihak, dan rasional serta berdasarkan AUPB. Dan yang dimaksud dengan
“iktikad baik” adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau
dilakukan didasarkan atas motif kejujuran dan berdasarkan AUPB.

c. Pencabutan Keputusan dapat dilakukan apabila terdapat : (i) cacat wewenang, (ii)
cacat prosedur dan/atau (iii) cacat substansi. Jelaskan maksudnya.
Ketentuan mengenai pencabutan keputusan diatur dalam Pasal 64 ayat
(1) UU 30/2014. keputusan dapat dicabut apabila terdapat cacat wewenang,
prosedur, dan/atau substansi. Yang dimaksud dengan “cacat substansi” antara lain:
1. Keputusan tidak dilaksanakan oleh penerima keputusan sampai batas waktu
yang ditentukan;
2. fakta-fakta dan syarat-syarat hukum yang menjadi dasar keputusan telah
berubah;
3. Keputusan dapat membahayakan dan merugikan kepentingan umum; atau
4. Keputusan tidak digunakan sesuai dengan tujuan yang tercantum dalam isi
keputusan.
Dalam hal keputusan dibatalkan, harus ditetapkan keputusan yang baru
dengan mencantumkan dasar hukum pembatalan dan memperhatikan AUPB.
Pembatalan keputusan dapat dilakukan oleh pejabat pemerintahan yang
menetapkan keputusan, oleh atasan pejabat yang menetapkan keputusan, atau atas
perintah pengadilan. Keputusan pembatalan yang dilakukan oleh pejabat
pemerintahan dan atasan pejabat dilakukan paling lama 5 hari kerja sejak
ditemukannya alasan pembatalan dan berlaku sejak tanggal ditetapkan keputusan
pembatalan. Keputusan pencabutan yang dilakukan atas perintah pengadilan
dilakukan paling lama 21 hari kerja sejak perintah pengadilan tersebut, dan berlaku
sejak tanggal ditetapkan keputusan pencabutan.

4. Jelaskan perbedaan pengertian Keputusan menurut Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun


1986 dengan pengertian Keputusan menurut Pasal 87 UU No. 30 Tahun 2014.
Pengertian Keputusan menurut Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986,
Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata
Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata;
Dengan berlakunya Undang-Undang ini, Keputusan Tata Usaha Negara
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2004 dan UndangUndang Nomor 51 Tahun 2009 harus dimaknai
sebagai:
▪ penetapan tertulis yang juga mencakup tindakan faktual;
▪ Keputusan Badan dan/atau Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan eksekutif,
legislatif, yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya;
▪ berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan AUPB;
▪ bersifat final dalam arti lebih luas;
▪ Keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum; dan/atau
▪ Keputusan yang berlaku bagi Warga Masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai