Anda di halaman 1dari 26

KAPSEL HAN

PERBUATAN / TINDAKAN
PEMERINTAH
Fadzlun Budi Sulistyo Nugroho
PENGERTIAN PERBUATAN/TINDAKAN
PEMERINTAH

• Agenda reformasi hukum telah tercakup pengertian reformasi


kelembagaan (institutional reform), reformasi perundang-
undangan (instrumental reform), dan reformasi budaya hukum
(cultural reform). Reformasi hukum harus pula dimulai dari
kondisi pemerintah yang baik. Pemerintahan yang sehat dan
tegas akan mendukung apapun langkah reformasi.
• Dalam hukum administrasi negara, yang dimaksud dengan
tindakan hukum pemerintahan adalah pernyataan kehendak
sepihak dari organ pemerintah dan membawa akibat pada
hubungan hukum atau keadaan hukum yang ada, maka kehendak
organ tersebut tidak boleh mengandung cacat seperti kekhilafan
(dwaling), penipuan (bedrog), paksaan (dwang) dan lain-lain
yang menyebabkan akibat–akibat hukum yang tidak sah.
Lanjutan
• Perbuatan pemerintah adalah semua perbuatan aparat pemerintah
dalam rangka dinas yang menimbulkan akibat hukum, baik bagi
pemerintah maupun bagi pihak lain. Pemerintah sebagai subjek
hukum yang berarti pula dapat melakukan perbuatan hukum, maka
pemerintah sangat berpotensi melakukan penyimpangan atau
pelanggaran hukum.
• Menurut Scahran Basah arti kata sikap tindak lebih luas dari pada
istilah lain, mengingat sikap berarti keinginan atau kehendak dan
tindak merupakan perwujudan nyata dari keinginan tersebut.
Komisi Van Poelje menyebutnya dengan Publiek rechtelijk
handeling atau tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh
penguasa dalam menjalankan fungsi pemerintahan. Tindakan
Hukum adalah tindakan-tindakan yang berdasarkan sifatnya dapat
menimbulkan akibat hukum tertentu memiliki relevansi hukum.
Tindakan hukum pemerintahan dapat digolongkan dalam tindakan
hukum publik dan tindakan hukum privat.
Lanjutan…
• Pemerintahan adalah berkenaan dengan sistem, fungsi, cara
perbuatan, kegiatan, urusan atau tindakan memerintah yang
dilakukan atau diseleng- garakan atau dilaksanakan oleh
„pemerintah‟ dalam arti luas (semua lembaga Negara) maupun
dalam arti sempit (presiden beserta jajaran atau aparaturnya).
Eksekutif adalah cabang kekuasaan Negara yang melaksanakan
kebijakan public (kenegaraan dan atau pemerintahan) melalui
peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh
lembaga legislatif maupun atas inisiatif sendiri.
• Secara teoritis, presiden atau Pemerintah memiliki dua kedudukan
yaitu sebagai salah satu organ negara dan sebagai administrasi
negara. Sebagai organ negara pemerintah bertindak untuk dan atas
nama negara. Sedangkan sebagai administrasi negara, pemerintah
dapat bertindak baik di lapangan pengaturan (regelen) maupun dal
am lapangan pelayanan (bestuuren).
Lanjutan…

• „Administrasi‟ (Negara) adalah badan atau jabatan dalam


lapangan kekuasaan eksekutif yang mempunyai kekuasaan
mandiri berdasarkan hukum untuk melakukan tindakan-
tindakan pemerintahan baik di lapangan pengaturan maupun
penyelenggaraan administrasi negara.
 

Macam-macam Perbuatan/Tindakan Pemerintah

• Sebelum menguraikan macam-macam perbuatan/tindakan


hukum pemerintah, perlu diperjelas bahwa dalam pergaulan
hukum, pemerintah tampil dengan twee petten (dua kepala)
dalam kedudukannya, yaitu sebagai wakil dari jabatan (ambt),
yang tunduk pada hukum publik; dan sebagai wakil dari badan
hukum, yang tunduk pada hukum privat. Dalam hal ini, negara
adalah organisasi jabatan, di mana jabatan adalah lingkungan
pekerjaan tetap berisi fungsi-fungsi tertentu yang secara
keseluruhan mencerminkan tujuan dan tata kerja organisasi
(negara). Negara berkedudukan sebagai subyek hukum (Privat
& Badan Hukum, baik Publik maupun Perdata), contoh Badan
Hukum Publik: Negara, Propinsi, Kab/Kota, dll.
 

lanjutan…

Ada 2 macam perbuatan/tindakan pemerintah, yaitu:


a. Perbuatan pemerintahan yang bukan perbuatan hukum (feitelijke
handeling).
Perbuatan aparat pemerintah dalam pengertian ini adalah merupakan
yang secara yuridis tidak relavan, misalnya membuka secara resmi
pemeran/bazar, peresmian pemakaian jembatan dan sebagainya.
b. Perbuatan pemerintahan menurut hukum (Rechshandeling).
Perbuatan aparat pemerintah disini dapat dilakukan menurut
ketentuan Hukum Perdata maupun Hukum Publik. Perbuatan yang
dilakukan oleh aparat pemerintah menurut ketentuan Hukum Perdata,
apabila timbul sengketa maka pemyelesaiannya menurut ketentuan
Hukum Acara Perdata. Sedangkan perbuatan aparat pemerintah yang
diatur menurut Hukum Publik dalam hal ini adalah Hukum TUN,
maka penyelesaiannya menggunakan ketentuan PTUN.
 

lanjutan…

• Perbuatan pemerintah dapat juga dibedakan atas macam (E.


Utrecht:54):
1. Perbuatan pemerintahan yang bersegi dua (tweezijdige
publiekrechtelijke handeling), yakni perbuatan aparat pemerintah
yang dilakukan dengan melibatkan pihak lain. Misalnya membuat
perjanjian dengan seseorang atau swasta, contoh: kortverband
contract atau perjanjian kerja jangka pendek.
2. Perbuatan pemerintahan yang bersegi satu (eenzijdige
publiekrechtelijke handeling), yakni perbuatan aparat pemerintah
yang dilakukan atas dasar kewenangan, secara sepihak mengenai
sesuatu hal yang konkrit. Perbuatan ini lazim disebut
ketetapan/keputusan (beschikking). Dikaitkan dengan
pembicaraan Peradilan Tata usaha negara, maka beschikking atau
keputusan inilah yang menjadi obyek gugat dari para pencari
keadilan.
Lanjutan…

• Menurut pasal 1 butir 3 UU No. 5 tahun 1986, Keputusan


Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN yang berisi
tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat
kongkrit, individual dan final yang menimbulkan akibat
hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
• Perkataan tertulis tidak hanya diartikan tertulis dengan
bentuk formal yang lazim, akan tetapi juga berarti tertulis
dalam bentuk yang tidak formal seperti memo atau nota,
asalkan memuat dengan jelas Badan atau Pejabat yang
mengeluarkannya, maksudnya, mengenai apa dan di tujukan
kepada siapa.
Lanjutan….
• Bersifat kongkrit artinya obyek yang diputus dalam sengketa Tata Usaha
Negara itu jelas, berwujud, tertentu atau dapat ditentukan, misalnya
keputusan mngenai ijin bagi B, keputusan mengenai rumah C,
pemberhentian pegawai D dan sebagainya.
• Sedang bersifat individual artinya keputusan Tata Usaha Negara itu hanya
untuk orang atau beberapa orang tertentu saja, seperti yang disebut dalam
keputusan itu.
• Bersifat final maksudnya sudah definitif, jadi sudah membawa atau
menimbulkan akibat hukum. Bilamana keputusan TUN masih memerlukan
persetujuan instansi lain atau atasannya, maka keputusan tersebut belum
final. Karena itu tidak dapat dijadikan obyek gugat. Dengan demikian isi
pasal 1 butir 3 beserta penjelasannya memperjelas dan membatasi pengertian
perbuatan pemerintahn dalam hal ini adalah Keputusan KTUN yang dapat
dijadikan obyek gugat dalam sengketa TUN. Realisasi perbuatan TUN dapat
berupa: Beschikking; Regelling; maupun Materiele daad. Sedangkan sarana-
sarana TUN yang lainnya berupa penggunaan sarana hukum keperdataan;
Peraturan-peraturan kebijaksanaan dan Het Plan (rencana).
Syarat Sah Ketetapan/Keputusan Pemerintahan
(Beschikking)
Agar suatu keputusan aparat pemerintah sah dan mempunyai kekuatan
hukum (rechtskracht), harus memenuhi syarat tertentu. Ada empat
syarat yang harus dipenuhi agar suatu keputusan itu sah (E. Utrecht,
1957 : 89 – 70).:
a. Ketetapan harus dibuat oleh alat (organ) yang berkuasa (bevoegd)
membuatnya,
b. Ketetapan pernyataan kehendak itu tidak boleh memuat
kekurangan yuridis,
c. Ketetapan harus diberi bentuk (vorm) yang ditetapkan dalam
peraturan yang menjadi dasarnya dan pembuatnya harus juga
memperhatikan cara (procedure) membuat ketetapan itu, bilamana
cara itu ditetapkan dengan tegas dalam peraturan dasar tersebut.
d. Isi dan tujuan ketetapan harus sesuai dengan isi dan tujuan
peraturan dasar.
Lanjutan..

Apabila dikaji syarat-syarat tersebut di atas menyangkut aspek materi (material)


dan aspek formal. Secara lebih rinci Van der Pot menyebutkan syarat-syarat
tersebut sebagai berikut (Rustopo, 1982: 19):
1. Alat negara yang membuatnya harus berkuasa.
2. Kehendak alat negara yang membuat ketetapan tidak boleh ada kekurangan.
3. Ketetapan harus berdasarkan suatu keadaan tertentu.
4. Ketetapan harus dapat dilakukan dan tanpa melanggar peraturan – peraturan
lain, menurut isi dan tujuan sesuai dengan peraturan yang menjadi dasar
ketetapan itu.
5. Syarat-syarat yang ditentukan berhubung dengan persiapan dibuatnya
ketetapan dan berhubung dengan cara dibuatnya ketetapan yang harus
dipenuhi.
6. Ketetapan harus diberi bentuk yang ditentukan.
7. Syarat-syarat ketentuan berhubung dilakukannya ketetapan harus dipenuhi.
8. Jangka waktu yang ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan
ketetapan dan diumumkannya ketetapan itu tidak boleh dilewati.
Lanjutan..

• Syarat seperti nomor satu sampai empat, merupakan syarat


material dan syarat seperti tersebut nomor lima sampai delapan
merupakn syarat formal. Apbila terdapat kekurangan pada
kedua kelompok syarat tersebut akan membawa akibat yang
berbeda. Secara umum dapat dikatakan bahwa bilamana syarat
meterial tidak dapat dipenuhi akan berakibat bahwa ketetapan
(keputusan) aparat pemerintah itu batal (nietig), dan apabila
kekurangan terdapat pada syarat formal berakibat ketetapan itu
dapat dibatalkan (vernietigbaar).
Lanjutan…

• Keputusan batal berarti menurut hukum diangap tidak pernah


ada. Karena itu segala sesuatu akibat yang timbul dari
keputusan tersebut harus dikembalikan kepada posisi awal.
Namun dalam kenyatannya apabila terjadi seperti itu, maka
kadang-kadang sangat sulit untuk mengembalikan pada posisi
awal tersebut. Contoh: seorang pegawai negeri yang diangkat
dalam jabatan tertentu sesuai dengan ijasah yang dimiliki,
ternyata setelah diteliti ijasah tersebut adalah “aspal” asli tetapi
palsu. Sementara pegawai tersebut telah melakukan tugasnya
dengan baik, jadi ia cukup mampu sampai diketahui bahwa
ijasah yanng dipakai itu aspal. Secara kebetulan sebagai pejabat
telah mengeluarkan berbagai keputusan sesuai kewenangannya
itu. Dengan diketahui bahwa ia menggunakan ijasah palsu maka
tidak berarti langsung segala sesuatu harus dikembalikan pada
posisi awal. Dalam contoh ini, keputusan yang telah
dikeluarkan oleh pegawai tersebut, tentu sangat sulit untuk
menarik kembali, karena orang yang menerima keputusan itu
tidak mengetahui bahwa pejabat/pegawai tersebut
sesungguhnya tidak berwenang, karena menggunakan ijasah
Perbuatan/Tindakan Melanggar Hukum Pemerintah

• bahwa setiap orang selalu dapat melakukan kesalahan, maka


diperlukan suatu pengawasan baik internal maupun eksternal.
Salah satu instrumen pengawasan itu adalah melalui dan oleh
hukum, dan karena secara konstitusional pemerintah adalah
pemegang otoritas membentuk dan melaksanakan hukum, maka
patut diwaspadai segala hal yang potensial terjadi pelanggaran
hukum oleh pemerintah.
• Kapankah suatu perbuatan pemerintah dikatakan melanggar
Hukum?
Lanjutan…

• Secara umum kelaziman pelanggaran hukum oleh pemerintah itu menurut


Felix A. Nigro dapat dikategorikan dalam 9 bentuk pelanggaran yaitu:
a. Ketidakjujuran (dishonesty);
b. Berperilaku tidak etis (unetical behavior);
c. Mengesampingkan hukum (overidding the law);
d. Memperlakukan pegawai secara tidak patut (unfair treatment of
employees);
e. Melanggar prosedur hukum (violations of procedural due process);
f. Tidak menjalin kerjasama yang baik dengan pihak legislatif (failure to
respect legislative intent);
g. Pemborosan dalam penggunaan sumber daya (gress inefficency);
h. Menutup-nutupi kesalahan yang dilakukan oleh aparatur (covering up
mistakes);
i. Kegagalan untuk melakukan inisiatif dan terobosan yang positif (failure
to show inisiative).
Lanjutan…

• Menurut pendapat klasik, pemerintah tidak dapat dipersalahkan


jika melakukan tindakan dalam lapangan hukum publik. Akan
tetapi ,jika pemerintah telah bertindak dalam lapangan hukum
perdata, maka barulah ia dapat di gugat/di tuntut. Peristiwa
November Revolutie-Arrest yang berawal dari gugatan Osterman
ke Pengadilan karena merasa dirugikan oleh pemerintah akibat
tidak segera ditindaklanjutinya proses pengajuan daftar barang
untuk di eksport sesuai formalitas hukum. Gugatan tersebut
ditingkat kasasi dimenangkan oleh hakim Hoge Raad (Belanda)
yang membuat Putusan (1924). Peristiwa inilah preseden mula
yang amat revolusioner terkait Perbuatan Melanggar Hukum
Pemerintah (PMHP).
Lanjutan…

Setelah adanya kasus tersebut, kriteria PMHP mengalami perluasan,


yakni:
1. Perbuatan melawan UU (baik di lapangan publik/privat);
2. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban penguasa itu sendiri;
3. Perbuatan yang bertentangan dengan sikap kehati-hatian/kecermatan
yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah; dan
4. Perbuatan yang bertentangan dengan kepatutan/kelayakan dlm hidup
bermasyarakat.
PMHP di Indonesia dibahas 2 aspek utama, yaitu dasar kompetensi
absolut Peradilan Umum dan Kriteria PMHP. Kompetensi Peradilan
Umum untuk mengadili PMHP adalah residual dari Kompetansi
(Kewenangan mengadili) PTUN dan Peradilan TUN Militer. Sedangkan
Kriteria PMHP di Indonesia, secara yuiridis dilandasi oleh Yurisprudensi
MA: Putusan No. 66K/Sip/1952 (Kasum) dan Putusan No.
838K/Sip/1970 (Joso Pandojo).
Lanjutan…

Kriterium yang diusahakan MA dalam Lokakarya “Pengembangan Hukum


Melalui Peradilan” yang kemudian tertuang dalam SEMA No.
MA/Pemb/0159/77; adalah indikator ukuran PMHP yang berupa:
1. UU dan peraturan-peraturan formal yang berlaku;
2. Kepatutan dalam masyarakat; dan
3. Perbuatan kebijaksanaan (beleid) tidak termasuk kompetensi pengadilan,
kecuali ada unsur Willekeur dan De tournement de pouvoir.
Pelaksanaan pemerintahan yang baik pada gilirannya juga akan membuat
masyarakat memperoleh dan merasakan ketentraman lahir batin, berupa:
a. Kelangsungan hidup dan pelaksanaan hak tidak tergantung pada kekuatan
fisik dan non fisik;
b. Sepanjang tidak melanggar hak dan merugikan orang lain maka masyarakat
dapat secara bebas menjalankan apa yang diyakininya sebagai kebenaran,
serta dapat secara bebas pula mengembangkan bakat dan kesenangannya;
c. Merasakan diperlakukan secara wajar, berperikemanusiaan, adil dan
beradab sekalipun melakukan kesalahan.
Lanjutan…

• Demi menjamin dan memberikan landasan hukum bahwa perbuatan


pemerintahan (bestuurhendeling) yang dilakukan oleh pemerintah
sebagai suatu perbuatan yang sah (legitimate dan justified), dapat
dipertanggungjawabkan (accountable and responsible) dan bertanggung
jawab (liable), maka setiap perbuatan pemerintahan itu harus berdasarkan
atas hukum yang adil, bermartabat dan demokratis.
• Pengertian tersebut jelas bahwa governmental liability lebih ditekankan
kepada pertanggungjawaban keperdataan dan administrasi, sedangkan
pertanggung-jawaban pidana dilekatkan kepada perbuatan pribadi pejabat
yang bersangkutan, misalnya korupsi, pembunuhan, perzinahan, dsb yang
sesuai dengan ketentuan pidana. Dalam konteks governmental liability, di
bidang keperdataan pada umumnya didasarkan pada suatu perbuatan
melawan hukum yang dilaku- kan oleh penguasa (onrechmatige
overheidsdaad atau unlawful acts of the govern- ment) sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Penyelesaian tindakan
keperdataan ini dapat dilakukan melalui jalur pengadilan atau di luar
pengadilan yakni melalui mekanisme ADR (al: mediasi dan arbitrase).
Lanjutan…
• Jalur prosedur gugatan perdata berdasarkan Pasal 1365
KUHPerdata dimaksudkan agar pemerintah bertanggung jawab
secara perdata berupa pemba-yaran ganti rugi maka harus dapat
dibuktikan:
a. tindakan pemerintah tersebut bersifat melawan hukum;
b. benar-benar bersalah;
c. penggugat (masyarakat/ badan hukum swasta) memang menderita
kerugian;
d. kerugian tersebut sebagai akibat perbuatan pemerintah.
Empat ciri pokok suatu negara hukum dalam arti formal, yaitu:
e. adanya jaminan pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia;
f. adanya pembagian kekuasaan dalam Negara;
g. pemerintahan diselenggarakan berdasarkan hukum (tertulis dan
tidak tertulis);
h. adanya peradilan administrasi
Lanjutan…

• Keberadaan peradilan administrasi mempunyai peranan yang


sangat penting dalam membentuk good governance dalam
mewujudkan negara hukum, yaitu sebagai lembaga kontrol atau
pengawas terhadap tindakan-tindakan hukum pemerintah agar
tetap berada pada jalur hukum disamping pelindung hak-hak
warga masyarakat terhadap penyalahgunaan wewenang penguasa.
• Pertanggungjawaban pemerintahan dalam bidang hukum
administrasi terdapat empat kemungkinan penyebabnya yakni
karena tindakan penguasa:
1. melahirkan keputusan yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan;
2. penyalahgunaan wewenang;
3. sewenang-wenang;
4. bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Lanjutan…

• Selain itu terdapat dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang intinya
menyatakan bahwa hak menguasai negara terhadap pengelolaan
kekayaan sunber daya alam itu harus benar-benar ditujukan bagi
kemakmuran rakyat, pernyataan pasal ini sudah menggarisbawahi
pemerintah bahwa tidak satupun alasan dari pemerintah untuk tidak
melakanakan pasal tersebut secara konsekuen. Tanggung Jawab ini
sesungguhnya merupakan salah satu penyeimbang dalam
memposisikan kedudukan pemerintah dan masyarakat dalam
menjalankan roda organisasi negara. Pemerintah memiliki
wewenang untuk mengatur, memungut pajak, menegakkan hukum,
mengenakan sanksi dan seterusnya, yang merupakan serangkaian
“kekuasaan” dalam upaya mencapai tujuan hidup bernegara. Di
lain pihak masyarakat memiliki pula hak untuk memperoleh
perlindungan hukum dari berbagai tindakan pemerintah yang
mungkin dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
Lanjutan…

• Asas “tanggung jawab pemerintahan‟ dalam maknanya


dibedakan dengan asas „pemerintahan yang bertanggung jawab
(responsible government). Tanggung jawab pemerintahan ini
diukur dari tingkat keabsahan perbuatan pemerintahan
(bestuurhandeling), baik dari keabsahan hukum
(rechtmatigheids), keabsahan undang-undang (wetmatigheids),
maupun dari segi keabsahan tujuan atau maksud
(doelmatigheids) dan bagaimana pula pertanggungjawaban
hukumnya. Dua hal yakni „tanggung jawab pemerintahan‟ dan
„pemerintahan yang bertanggung jawab‟ memiliki kesamaan
semangat dan cita-cita yakni memben- tuk pemerintahan yang
baik dalam rangka menegakkan negara hukum yang demokratis.
Oleh karena itu keduanya tidak dapat dipisahkan dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
Lanjutan…

• Kekuasaan yang ada pada pemerintah itu pada dasarnya


tidak baik dan juga tidak buruk, tergantung dari si empunya
kekuasaan itu sendiri, akan tetapi karena sifat- sifat dan
hakikat kekuasaan itu cenderung untuk diselewengkan
(power tends to corrupt), maka perlu ada batas-batasnya.
Untuk itulah dibutuh- kan hukum yang efektif sebagai
pengatur kekuasaan. Seorang pemegang kekuasaan harus
memiliki semangat mengabdi kepada kepentingan umum
(sense of public service). Inilah inti dari pengertian bahwa
kekuasaan (pemerintahan) itu harus tunduk pada hukum.
TERIMA KASIH

Sumber:
BAHAN AJAR
KAPITA SELEKTA HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
ARIF HIDAYAT DAN LAGA SUGIARTO
Fakultas Hukum
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Anda mungkin juga menyukai